HISTOPATHOLOGICAL CHANGES OF MICE LIVER THAT INDUCED BY ETHANOL EXTRACT OF ANT NEST TREE
on
Volume 11 No. 1: 44-50
Pebruari 2019
DOI: 10.24843/bulvet.2019.v11.i01.p08
Buletin Veteriner Udayana
pISSN: 2085-2495; eISSN: 2477-2712
Online pada: http://ojs.unud.ac.id/index.php/buletinvet
Terakreditasi Nasional Peringkat 3, DJPRP Kementerian Ristekdikti No. 21/E/KPT/2018, Tanggal 9 Juli 2018
Perubahan Histopatologi Hati Mencit yang diberikan Ekstrak Etanol Tanaman Sarang Semut
(HISTOPATHOLOGICAL CHANGES OF MICE LIVER THAT INDUCED BY ETHANOL EXTRACT OF ANT NEST TREE)
Yoga Eka Prasetyo1*, I Made Merdana2, I Made Kardena3, I Wayan Sudira2
1Praktisi Dokter Hewan di Jawa Timur, 2Laboratorium Farmakologi Veteriner, 3Laboratorium Patologi Veteriner, Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Udayana.
*Email: [email protected]
ABSTRAK
Tanaman sarang semut (Myrmecodia pendans) sering dimanfaatkan masyarakat sebagai obat alternatif untuk mengobati berbagai penyakit. Akan tetapi belum pernah dilakukan penelitian mengenai toksisitas ekstrak etanol sarang semut pada organ hati. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh ektrak etanol sarang semut terhadap gambaran histopatologi hati pada mencit (Mus musculus L.). Penelitian ini menggunakan 24 ekor mencit jantan yang dibagi secara acak menjadi 4 kelompok, masing-masing kelompok terdiri dari 6 ekor mencit. Kelompok Kontrol (K0) sebagai kontrol (placebo) diberikan aquades, sedangkan kelompok I, kelompok II, dan kelompok III masing-masing diberikan 100mg/kg BB, 200mg/kg BB, dan 300mg/kg BB ekstrak etanol sarang semut. Pemberian ektrak etanol sarang semut dilakukan setiap hari selama 21 hari, kemudian dinekropsi pada hari ke-22 yang bertujuan untuk pembuatan preparat hitopatologi dari pengambilan organ hati. Perubahan histopatologi hati diamati dan dinilai berdasarkan kerusakan histologi berupa infiltrasi sel radang, degenerasi melemak, serta nekrosis. Data yang diperoleh lalu dianalisis dengan menggunakan uji statistik Kruskall-Wallis dilanjutkan dengan uji Mann Whitney. Hasil uji Kruskall-Wallis menunjukkan pemberian ekstrak etanol sarang semut berpengaruh sangat nyata (p<0,01) terhadap timbulnya degenerasi melemak, nekrosis, dan infiltrasi sel radang pada sel hati. Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa ekstrak etanol sarang semut dapat menimbulkan efek toksik pada hati mencit.
Kata kunci: Hati; histopatologi; tanaman sarang semut.
ABSTRACT
Anthill plants attract many people as an alternative medicine for cure various diseases. However no research has been done respecting toxicity anthill’s extract on the liver. The study aimed to ascertain the histopatological effect of ethanol extract of anthill plant on mice liver. This study used twenty fourth male mice 10-12 weeks of age with a body weight of 25-35 grams were divided into 4 groups, each group consisted of 6 mice. Control Group were given aquades, Group I, Group II, and Group III each were given 100mg/kg BW, 200mg/kg BW, dan 300mg/kg BW doses of ethanol extract of anthill plant. Ethanol extract of anthill plant adducition were given single dose daily for 21 days, and then necropsy on day 22 intend to create preparation histopathology by collecting livers. Hepatic histopathological changes observed and assessed by histological damage in the form of infiltration of inflammatory cells, lipid degeneration and necrosis. Data were obtained then analyzed using statistical Kruskal-Wallis Test followed with Mann-Whitney Test (p<0.05). Kruskal-Wallis Test result showed ethanol extract of anthill very significant (p<0.01) to effect of the incident of lipid degeneration, necrosis and infiltration of inflammatory cell of liver cells. Based on these result study concluded that the ethanol extract of anthill can cause histological changes in the liver of mice.
Keywords: Liver; histopathology; ant nest tree.
PENDAHULUAN
Tanaman banyak dimanfaatkan sebagai obat karena khasiatnya telah terbukti dapat menyembuhkan berbagai penyakit, dengan efek samping yang relatif minimal jika digunakan dengan tepat yaitu dengan melihat dosis, waktu penggunaan, cara penggunaan, dan ketepatan. World Health Organization (WHO) merekomendasikan penggunaan obat herbal dalam menjaga kesehatan masyarakat, pencegahan dan pengobatan penyakit, terutama untuk penyakit kronis, penyakit degeneratif dan kanker (Sari, 2006). Belakangan ini tanaman yang potensial dan banyak diminati masyarakat sebagai obat alternatif adalah tanaman sarang semut (Myrmecodia pendans). Tanaman sarang semut merupakan tumbuhan yang menempel di pohon-pohon besar. Penggunaan sarang semut untuk pengobatan masyarakat di Papua sudah sejak lama dilakukan (Roslizawati et al., 2013).
Data mengenai uji keamanan ekstrak sarang semut sejauh ini masih sangat sedikit bahkan belum ada. Uji toksisitas mengenai efek akut dan kronis ekstrak dari air tanaman sarang semut pada mencit ditemukan bahwa ekstrak air sarang semut berpengaruh terhadap struktur histologi hati. Berdasarkan penelitian Soeksmanto et al. (2010) pada pengamatan mikroskopis organ hati, pemberian dosis 37,5 mg/kg bb ekstrak air tanaman sarang semut tidak mengganggu kerja unit-unit fungsional hati (tidak menyebabkan kelainan). Sedangkan, pada pemberian dosis 3750 mg/kg bb ekstrak air tanaman sarang semut terjadi nekrosis pada jaringan hati dan degenerasi pada bagian midzonal dengan terbentuknya vakuola pada jaringan sel hati dan pembendungan pada hati.
Obat tradisional dari bahan tanaman akan melalui proses pencernaan di dalam saluran pencernaan, untuk selanjutnya diserap oleh usus. Setelah diserap oleh usus, bahan-bahan tersebut akan didetoksifikasi di dalam hati (Kurniawan et al., 2014). Hati bertanggung jawab atas biotransformasi zat-zat berbahaya menjadi
zat-zat yang tidak berbahaya. Proses ini menyebabkan sel hati mudah sekali mengalami kerusakan baik berupa kerusakan struktur sel maupun terjadi gangguan fungsi pada hati (Corwin, 2001). Konsumsi bahan kimia secara terus menerus dapat mengakibatkan akumulasi dari kandungan toksik yang dapat diikuti kerusakan organ hati (Kardena et al., 2011). Zat kimia yang terlalu banyak berada di dalam hati akan mengakibatkan kerusakan sel, seperti infiltrasi sel radang, degenerasi melemak, piknosis dan kongesti (Guyton dan Hall, 1997).
Perubahan struktur histologis hati dipengaruhi oleh jumlah dan jenis senyawa yang masuk ke dalam organ hati, termasuk pemberian ekstrak etanol sarang semut pada suatu individu. Di Indonesia kajian tentang hepatotoksik dari tanaman obat yang terkait dengan studi histopatologi hati belum banyak dilakukan, oleh karena itu penelitian ini dilakukan untuk dapat mengetahui pengaruh pemberian ekstrak etanol sarang semut dengan berbagai dosis terhadap struktur histopatologi hati mencit (Mus musculus L.).
METODE PENELITIAN
Materi Penelitian
Penelitian ini menggunakan mencit sebanyak 24 ekor dengan berat badan ±2535 gram, berumur 10–12 minggu, jenis kelamin jantan, kondisi sehat secara klinis dan tidak cacat fisik. Jumlah mencit yang digunakan telah dihitung menggunakan rumus Federer. Bahan-bahan yang digunakan adalah tumbuhan sarang semut (Myrmecodia pendans), etanol, dan bahan-bahan untuk pembuatan preparat histopatologi yaitu larutan Netral Buffer Formalin (NBF) 10%, alkohol, air, xylol, paraffin, lithium karbonat, perekat permount, dan Hematoksilin Eosin (HE). Peralatan yang digunakan adalah kandang mencit yang dilengkapi dengan tempat makan dan minum mencit, sonde, spuit, glove, tabung eppendorf, timbangan, alat bedah, mikroskop, cawan petri, tabung reaksi, gelas beker, tabung labu,
erlenmeyer, vaccum evaporator, gelas
objek dan gelas penutup.
Metode Penelitian
Pada penelitian ini dosis ekstrak sarang semut menggunakan dosis bertingkat 100 mg/kg BB, 200 mg/kg BB, dan 300 mg/kg BB per oral. Larutan ekstrak sarang semut dibuat dengan metode kalibrasi. Pemberian ekstrak sarang semut dilakukan secara oral. Kelompok 0 sebagai kontrol negatif diberikan aquades, kemudian kelompok I diberikan ekstrak sarang semut dengan dosis 100 mg/kg BB/hari, kelompok II diberikan ekstrak sarang semut dengan dosis 200 mg/kg BB/hari, dan kelompok III diberikan ekstrak sarang semut dengan dosis 300 mg/kg BB/hari selama 21 hari dengan menggunakan sonde.
Setelah diberikan perlakuan, mencit dinekropsi dan diambil organ hati yang selanjutnya difiksasi dengan Neutral Buffer Formalin (NBF) 10%. Kemudian dilakukan pembuatan preparat
histopatologi dengan metode pewarnaan Hematoksilin-Eosin (HE). Selanjutnya preparat histopatologi diamati di bawah mikroskop dan dicatat perubahan mikroskopis yang ditemukan.
Variabel Yang Diperiksa
Perubahan histopatologi yang diamati meliputi degenerasi melemak, infiltrasi sel radang dan nekrosis. Rerata skoring pada perubahan struktur histopatologi hati mencit, diperoleh dari pengamatan mikroskopis melalui lima lapang pandang kelompok kontrol dan perlakuan. Selanjutnya perubahan-perubahan
histopatologi yang diamati tersebut diskoring, yaitu sebagai berikut. Skor 0 apabila degenerasi melemak / infiltrasi sel radang / nekrosis tidak teramati, skor 1 apabila degenerasi melemak / infiltrasi sel
Volume 11 No. 1: 44-50 Pebruari 2019 DOI: 10.24843/bulvet.2019.v11.i01.p08 radang / nekrosis teramati (lokal), skor 2 apabila degenerasi melemak / infiltrasi sel radang / nekrosis sedang (multifokal), skor 3 apabila degenerasi melemak / infiltrasi sel radang / nekrosis berat (difuse).
Analisis Data
Selanjutnya hasil skoring perubahan-perubahan histopatologi dianalisis dengan uji Kruskall-Wallis dan dilanjutkan dengan uji Mann Whitney menggunakan SPSS (Statistical Product and Service Solution) 17.0.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil pengamatan preparat
histopatologi pada kelompok kontrol negatif menunjukkan perubahan adanya degenerasi melemak, nekrosis dan infiltrasi sel radang dengan rata-rata skoring masing-masing perubahan yaitu 0,20; 0,16; dan 0,10. Pada pengamatan preparat histopatologi kelompok I (100mg/kgBB) terlihat adanya perubahan degenerasi melemak dengan rata-rata skoring 1,35; nekrosis dengan rata-rata skoring 1,03; dan infiltrasi sel radang dengan rata-rata skoring 0,53. Pengamatan preparat histopatologi kelompok II (200mg/kgBB) menunjukkan adanya degenerasi melemak dengan rata-rata skoring 0,73; nekrosis dengan rata-rata skoring 2,23; infiltrasi sel radang dengan rata-rata skoring 1,56. Pada kelompok III (300mg/kgBB), hasil pengamatan histopatologi terlihat adanya degenerasi melemak dengan rata-rata skoring 1,63; nekrosis dengan rata-rata skoring 2,00; infiltrasi sel radang dengan rata-rata skoring 1,73.
Hasil pengamatan mikroskopis dari masing-masing perlakuan terhadap gambaran histopatologi hati mencit dapat dilihat pada Gambar 2.
K0 (Kontrol K1 (100 K2 (200 K3 (300
Negatif) mg/kgBB) mg/kgBB) mg/kgBB)
Gambar 1. Grafik perubahan histopatologi hati mencit dari masing-masing perlakuan
Gambar 2. Histopatologi hati mencit (1) Kontrol negatif (tanpa diberikan ekstrak sarang semut; (2) diberi ekstrak sarang semut dosis 100mg/KgBB; (3) diberi ekstrak sarang semut dosis 200mg/KgBB; (4) diberi ekstrak sarang semut (Myrmecodia pendans) dosis 300mg/KgBB. Infiltrasi sel radang (IR) pada sel kupffer, Degenerasi melemak (DM) dan Nekrosis (N) pada sel hepatosit (HE, 400x).
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pada pemberian ekstrak sarang semut pada gambaran histopatologi hati mencit mengalami perubahan. Pada pengamatan mikroskopis, degenerasi melemak terlihat akumulasi lemak kecil berwarna putih pada sel. Pada Gambar 2, terlihat bahwa degenerasi melemak terjadi pada semua hewan coba, baik kontrol negatif maupun perlakuan. Pada kelompok kontrol, degenerasi melemak fokal (ringan) tampak pada empat ekor mencit dari enam ekor mencit. Sedangkan pada kelompok 1 (dosis 100mg/kg BB) dan kelompok 2 (dosis 200mg/kg BB), tampak degenerasi melemak fokal (ringan) sampai multifokal (sedang). Rerata degenerasi melemak paling tinggi terjadi pada perlakuan kelompok 3 (dosis 300mg/kg BB). Terjadinya degenerasi melemak pada sel hati bisa disebabkan oleh senyawa dengan konsentrasi tinggi yang terkandung dalam ekstrak etanol sarang semut dan periode pemberian yang lama, sehingga menghambat kerja enzim yang terlibat dalam metabolisme lipid intraseluler.
Berdasarkan hasil pengamatan histopatologi hati mencit, nekrosis tampak terlihat pada semua hewan coba. Terjadinya nekrosis sel hati ini, dapat diketahui dengan adanya perubahan pada sitoplasma dan inti selnya (Tatukude, et al., 2014). Pada
perlakuan kontrol, terlihat nekrosis fokal (ringan) pada satu ekor mencit. Terjadi peningkatan nekrosis pada kelompok 1 (dosis 100mg/kg BB) dan kelompok 2 (dosis 200mg/kg BB), tetapi pada kelompok 3 (dosis 300mg/kg BB) nekrosis mengalami penurunan, tampak nekrosis fokal (ringan) sampai multifokal (sedang) pada pengamatan mikroskopis. Nekrosis merupakan kematian sel jaringan akibat jejas saat individu masih hidup (Swarayana et al., 2012). Menurut Adikara et al. (2013), nekrosis diawali dengan perubahan morfologi inti sel yaitu piknosis (menghitam). Tahap berikutnya yaitu inti pecah (karioheksis) dan inti menghilang (kariolisis). Piknosis dapat terjadi karena adanya kerusakan di dalam sel antara lain
kerusakan membran yang diikuti oleh kerusakan mitokondria dan aparatus golgi sehingga sel tidak mampu mengeliminasi air dan trigliserida sehingga tertimbun dalam sitoplasma sel. Nekrosis dapat disebabkan oleh bermacam-macam agen dan dapat menyebabkan kematian dalam beberapa hari. Agen penyebabnya yaitu racun kuat (misal fosfor, jamur beracun, dan lainnya), gangguan metabolik (biasanya pada metabolisme protein), infeksi virus yang menyebabkan bentuk fluminan atau maligna virus (Swarayana et al., 2012).
Gambaran lain histopatologi hati yang ditemukan adalah infiltrasi sel radang. Dari pemeriksaan histopatologi hati, infiltrasi sel radang menunjukkan perubahan yang semakin parah sejalan dengan peningkatan dosis. Ini mengindikasikan bahwa semakin besar dosis ekstrak etanol sarang semut yang diberikan, maka ekstrak etanol sarang semut semakin bersifat toksik pada hati. Inflamasi atau reaksi peradangan merupakan mekanisme penting yang diperlukan tubuh untuk mempertahankan diri dari berbagai bahaya yang mengganggu keseimbangan juga memperbaiki struktur serta gangguan fungsi jaringan yang ditimbulkan bahaya tersebut (Adikara et al., 2013). Peradangan pada hati ditandai dengan ditemukannya sel radang berupa sel-sel fagosit yakni monosit dan polimorfonuklear yang dapat dilihat dengan mikroskop pada sediaan jaringan hati (Sari et al., 2015). Pada penelitian ini, proses peradangan yang terjadi merupakan bentuk dari proses pertahanan tubuh akibat efek toksik ekstrak sarang semut sehingga terjadi peradangan di hati.
Pada pengamatan gambaran
histopatologi hati mencit yang hanya diberi aquades sebagai kelompok kontrol ditemukan adanya nekrosis, degenerasi melemak dan infiltrasi sel radang. Terjadinya kerusakan hati mencit pada kelompok kontrol ini terjadi kemungkinan karena penggunaan mencit yang bukan mencit Specific Pathogen Free (SPF). Kemungkinan mencit sebelum diberi
perlakuan telah menderita infeksi atau gangguan lain yang menyebabkan kerusakan hati. Hal ini merupakan salah satu faktor yang menyebabkan mencit pada sebagian besar kelompok perlakuan mengalami perubahan yang bervariasi pada jaringan organ hati. Faktor lain yang menyababkan kerusakan hati adalah faktor lingkungan, faktor pakan dan minum yang tidak diberikan secara higienis sehingga dapat menyebabkan gangguan kesehatan. Pemberian perlakuan dengan cara oral juga merupakan faktor yang menyebabkan kerusakan pada hati. Menurut Kurniawan et al. (2014), pemberian perlakuan secara oral menyebabkan mencit mengalami stres yang memicu terjadinya gula darah, yang menyebabkan peningkatan metabolisme hati dan berakibat pada terjadinya kerusakan di hati.
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian ini, dapat disimpulkan bahwa pemberian ekstrak etanol sarang semut berpengaruh terhadap gambaran histopatologi hati mencit berupa degenerasi melemak, nekrosis dan infiltrasi sel radang
Saran
Perlu adanya penelitian lebih lanjut dari ekstrak etanol sarang semut terhadap perubahan struktur histopatologi hati mencit dengan durasi penelitian yang lebih singkat dan dosis yang lebih rendah.
DAFTAR PUSTAKA
Adikara IPA, Winaya IBO, Sudira IW. 2013. Studi histopatologi hepar tikus putih (Rattus norvegicus) yang diberi ekstrak etanol daun kedondong (Spondias dulcis G.Forst) Secara Oral. Bul. Vet. Udayana 5(2):107-113.
Ariani SRD, Irianto H, Malikhah I. 2014. Optimasi lama waktu ekstraksi guna menghasilkan ekstrak herba sarang semut (Myrmecodia Pendans Merr. & Perry) dari kalteng dengan aktivitas antioksidan tertinggi disertai skrining
senyawa bahan alam. Seminar Nasional Kimia dan Pendidikan Kimia IV.
Corwin EJ. 2001. Buku Saku Patofisiologi. (Diterjemahkan Brahmu). Penerbit Buku Kedokteran, EGC. Jakarta.
Guyton AC, Hall JE. 1997. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Penerbit Buku Kedokteran, EGC. Jakarta.
Kardena IM, Winaya IBO. 2011. Kadar perasan kunyit yang efektif memperbaiki kerusakan hepar mencit yang dipicu karbon tetrachlorida. J. Vet., 12(1): 34-39.
Kurniawan IWAY, Wiratmini NI, Sudatri NW. 2014. Histologi hepar mencit
(Mus Musculus L.) yang diberi ekstrak daun lamtoro (Leucaena leucocephala). J. Simbiosis, 2(2): 226- 235.
Lamondo D, Soegianto A, Abadi A, Keman S. 2014. Antioxidant effects of sarang semut (Myrmecodia pendans) on the apoptosis of spermatogenic cells of rats exposed to plumbum. Res. J. Pharm. Biol. Chem. Sci., 5(4): 282-294.
Retnowati Y, Uno WD, SR Rahman. 2012. Isolasi mikroba endofit tanaman sarang semut (Myrmecodia Pendens) dan analisis potensi sebagai antimikroba. Laporan Penelitian Pengembangan IPTEK. Universitas Gorontalo.
Roslizawaty, Budiman H, Laila H, Herrialfian. 2013. Pengaruh ekstrak etanol sarang semut (Myrmecodia Sp.) terhadap gambaran histopatologi ginjal mencit (Mus Musculus) jantan yang hiperurisemia. J. Med. Vet., 7(2):116-120.
Sari LORK. 2006. Pemanfaatan obat tradisional dengan pertimbangan manfaat dan keamanannya. Majalah Ilmu Kefarmasian, 3(1): 1-7.
Sari PK, Lintong PM, Loho LL. 2015. Efek pemberian anabolik androgenik steroid injeksi dosis rendah dan tinggi terhadap gambaran histopatologi hepar dan otot rangka tikus wistar (Rattus
Novergicus). J. e-Biomedik. 3(1): 501509.
Soeksmanto A, Simanjuntak P, Subroto MA. 2010.. Uji toksisitas akut ekstrak
air tanaman sarang semut (Myrmecodia pendans) terhadap histologi organ hepar mencit. J. Natur Indonesia, 12(2): 152155.
Swarayana IMI, Sudira IW, Berata IK. 2012. Perubahan histopatologi hepar mencit (Mus musculus) yang diberikan ekstrak daun ashitaba (Angelica
keiskei). Bul. Vet. Udayana, 4(2): 119125.
Tatukude P, Loho L, Lintong P. 2014. Gambaran histopatologi hepar mencit swiss yang diberi air rebusan sarang semut (Mymercodia pendans) paska induksi dengan carbon tetrachlorida (Ccl4). J. e-Biomedik. 2(2): 459-466.
50
Discussion and feedback