Buletin Veteriner Udayana                                                               Volume 9 No. 2: 209-215

pISSN: 2085-2495; eISSN: 2477-2712                                                           Agustus 2017

Online pada: http://ojs.unud.ac.id/index.php/buletinvet                                  DOI: 10.21531/bulvet.2017.9.2.209

Karakteristik Fisikokimia Bakteriosin Asal Bakteri Asam Laktat Enterococcus durans Hasil Isolasi Kolon Sapi Bali

(PHYSICHOCHEMICAL CHACTERIZATION OF BACTERIOCIN PRODUCING ENTEROCOCCUS DURANS ISOLATED FROM COLON’S BALI CATTLE)

I Wayan Suardana1, Hana Kristal Alamanda Septiara2, I Nyoman Suarsana3 1Laboratorium Kesehatan Masyarakat Veteriner, 2 Praktisi Dokter Hewan di Denpasar, 3Laboratorium Biokimia Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Udayana

Jl. PB. Sudirman Denpasar, Bali Tlp. 0361223791.

E-mail: [email protected]

ABSTRAK

Bakteri asam laktat mampu mengeksresikan senyawa antimikroba seperti bakteriosin. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui karakterisasi fisiko-kimia bakteriosin asal bakteri asam laktat Enrerococcus durans isolat 18A hasil isolasi kolon sapi bali. Karakterisasi fisiko-kimia ini diawali dengan pewarnaan Gram dan uji katalase, selanjutnya dilakukan isolasi dan pemurnian bakteriosin. Hasil pemurnian bakteriosin selanjutnya diuji secara kimiawi dengan uji Ninhidrin, uji Molisch, dan uji Lowry. Selain dilakukan uji kimiawi, secara fisik bakteriosin juga diuji menggunakan sodium dodecyl sulfate polyacrylamide gel electrophoresis (SDS-PAGE) untuk mengtahui bobot molekulnya.Akhir penelitian dilakukan uji potensi daya hambat antibiotiknya terhadap bakteri indikator Bacillus cereus. Hasil penelitian menunjukkan bakteriosin asal bakteri asam laktat Enterococcus durans18A merupakan senyawa protein dengan konsentrasi protein sebesar 0,272 µg/ml dan tidak mengandung senyawa karbohidrat., Pengujian secara fisik dengan uji SDS-PAGE belum memperlihatkan adanya pita protein. Bakteriosin asal BAL Enterococcus durans isolat 18A juga diketahui memiliki efektivitas penghambatan terhadap Bacillus cereaus sebesar 23,88%.

Kata kunci: bakteri asam laktat; bakteriosin; fisikokimia

ABSTRACT

Lactic acid bacteria can excrete antimicrobial compounds like bacteriocins. The study aimed to find out the characteristic of physic-chemical of bacteriocin producing Enterococcus durans isolate 18A isolated from colon’s bali cattle. The study initiated by Gram staining and catalase test, followed by isolation and purification of bacteriocin. The result of the research showed that bacteriocins of Enterococcus durans isolate 18A as a protein with it’s concentrationis 0,272μg/ml and it does not contain carbohydrate. On the other hand, the bacteriocins was not showed a band while tested on sodium dodecyl sulfate polyacrylamide gel electrophoresis (SDS-PAGE). The result showed, the bacteriocin producing Enterococcus durans isolate 18A has antimicrobial activity to Bacillus cereus as 23,88%.

Keyword: lactic acid bacteria; bacteriocins; physicochemical

PENDAHULUAN

Bakteri asam laktat (BAL) sudah umum diketahui oleh masyarakat luas memiliki banyak kegunaan seperti berperan dalam proses fermentasi pada beberapa produk makanan misalnya yogurt, yakult, susu asam dan keju.

Bakteri asam laktat juga dapat digunakan sebagai sumber probiotik (Suardana, 2009). Dalam penelitian yang dilakukan Azhar (2014) bakteri sumber probiotik juga mampu berperan sebagai imunostimulan. Menurut Widyastuti et al. (1999) bakteri asam laktat adalah bakteri

yang memiliki ciri-ciri umum berupa Gram positif, bereaksi negatif terhadap katalase dan tidak membentuk spora. Produk utama dari BAL adalah asam laktat, tetapi banyak laporan ilmiah yang membuktikan bakteri BAL ini mampu menghasilkan zat metabolit asam organik, hidrogen peroksida, dan bakteriosin yang bersifat sebagai antimikroba (Leroy, 2007). Suardana      et al., (2016)

menyatakan bahwa beberapa isolat BAL memiliki kemampuan sebagai penghasil bakteriosin, seperti isolat 18A yang sudah diidentifikasi secara molekuler sebagai Enterococcus durans. Isolat      tersebut

diketahui memiliki daya anti bakteri terhadap bakteri patogen seperti E.coli, dan S. Aureus dan negatif terhadap uji katalase.

Bakteriosin merupakan senyawa protein yang dieksresikan oleh bakteri yang     bersifat dapat menghambat

pertumbuhan bakteri lain terutama yang memiliki kekerabatan erat secara filogenik (Suardana, 2013a; Suardana, 2013b). Menurut subagyo (2015) protein memiliki karakteristik yang berbeda satu sama lain. Senyawa protein bakteriosin mudah terdegradasi oleh enzim proteolitik (Kusmiati, 2002). Pernyataan ini sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Suarsana (2011) dan Klaenhammer (1988) bahwa bakteriosin adalah protein atau kompleks protein  yang bersifat

bakterisidal     terhadap  spesies yang

biasanya terkait erat dengan bakteri penghasilnya. Sebagai contoh jenis bakteri yang dihambat oleh bakteriosin diantaranya bakteri Gram positif dan bakteri Gram negatif seperti Salmonella sp., E. coli, Helicobacter pylori, Listeria sp., Shigella sp.,     Vibrio sp. dan

Staphylococcus aureus.

Mekanisme kerja bakteriosin yang dihasilkan oleh bakteri Gram positif terhadap sel target dalam menghambat atau membunuh bakteri patogen telah terbukti beragam. Bakteriosin yang memiliki kemampuan menghambat

pertumbuhan mikroorganisme patogen biasanya digunakan sebagai antibiotik alami dan dapat dimanfaatkan untuk biopreservasi makanan karena bakteriosi memiliki beberapa keuntungan, yaitu tidak bersifat toksik dan mudah mengalami biodegradasi karena bakteriosin ini adalah senyawa     protein     yang     tidak

membahayakan mikroflora usus, mudah dicerna oleh enzim-enzim dalam saluran pencernaan, aman bagi lingkungan (Suardana,     2007; Suardana, 2014).

Bakteriosin bersifat stabil, tahan terhadap     proses pengolahan yang

melibatkan asam dan basa, serta suhu panas dan dingin, dapat beradaptasi dengan baik pada lingkungan tempat diproduksinya, mempunyai stabilitas penyimpanan yang lebih baik, tidak mengubah cita rasa, dan mempunyai spektrum yang kecil terhadap aktivitas mikroorganisme (Jay,1992). Penelitian yang dilakukan oleh Van den Berghe et al. (2006) menjelaskan bahwa bakteriosin yang dihasilkan oleh BAL mempunyai sifat stabil terhadap pengolahan panas mulai dari kisaran 98°C selama 30 menit sampai 121°C selama 15 menit, dan Aktif pada pH rendah (dibawah pH 6). Selain Norman et al (2005)         menyatakan

bakterisoin yang dihasilkan          oleh

Paenibacillus     polymixa     mampu

menghambat bakteri Campulobacter, yang merupakan bakteri penyebab penyakit foodborne.

METODE PENELITIAN

Adapun beberapa prosedur yang dilakukan dalam penelitian ini yaitu: Rekultivasi isolate Enterococcus durans

Sebanyak 20 mikro isolat bakteri Enterococcus durans isolate 18A yang telah diencerkan diambil menggunakan mikropipet ditanam pada media MRS broth yang telah disiapkan. Selanjutnya diinkubasikan pada suhu 37oC dalam inkubator selama 24 jam.

Pewarnaan Gram

Hasil rekultivasi isolat Enterococcus

durans dibuat ulasan pada preparat, kemudian dikeringkan dan diwarnai dengan kristal violet 2% selama 1 menit, selajutnya dicuci dengan air mengalir. Langkah berikutnya ulasan preparat ditetesi dengan lugol selama 1 menit, kemudian dicuci kembali dengan air mengalir. Preparat isolat yang telah bersih ditetesi dengan alkohol aseton selama 1 menit, kemudian dicuci dengan air mengalir. Setelah itu, preparat isolat diwarnai dengan Safranin selama 5 detik, kemudian dicuci kembali dengan air mengalir. Selanjutnya preparat isolat bakteri Enterococcus durans dilihat dibawah mikroskop (Lay, 1994)

Uji Katalase

Pada uji katalase dua tetes isolat bakteri Enterococcus durans ditambahkan dua tetes H2O2 10%. Apabila terdapat

gelembung gas maka hasil uji katalase menunjukkan hasil positif. sebaliknya, bila tidak terbentuk gelembung gas pada reaksi uji katalase, maka hasil uji menunjukkan hasil negatif (Lay, 1994) Isolasi dan Produksi Bakteriosin BAL

Spesies BAL isolat 18A hasil rekultivasi ditanam dalam 5 ml media MRS broth dan diinkubasikan pada suhu 37oC selama 24 jam. Selanjutnya disentrifugasi pada 7000 rpm selama 10 menit. Supernatan yang diperoleh dipresipitasi dengan amonium sulfat. Untuk      mendapatkan      presipitat

bakteriosin tersebut supernatan bebas sel sebanyak yang dibutuhkan ditambah amonium sulfat sebanyak 9,05 gram dengan persen kejenuhan 70% secara perlahan-lahan sambil diaduk, selanjutnya disentrifius dengan kecepatan 10.000 rpm selama 10 menit. Endapan yang didapatkan kemudian dilarutkan dengan NaCl fisiologis pada perbandingan 1:1 (v/v) dan dimasukkan ke dalam tabung. Tabung digantung dan dicelupkan kedalan larutan NaCl fisiologis selama 24 jam. Larutan bakteriosin murni yang diperoleh digunakan untuk uji berikutnya (Sudirman

et al, 1993) Uji Ninhidrin

Sebanyak 1 ml larutan bakteriosin diberi dua tetes ninhidrin 0,1% (dalam aseton), kemudian dipanaskan dalam penangas air mendidih selam 5 menit. Apabila reaksi positif maka akan terlihat warna ungu (Harborne 1984).

Uji Molisch

Sebanyak 1 ml larutan bakteriosin yang diuji dicampur dengan Reagen Molisch (α-naphthol yang terlarut dalam etanol) hingga homogen, kemudian H2SO4 pekat perlahan-lahan dituangkan melalui dinding tabung reaksi agar tidak sampai bercampur dengan larutan atau hanya membentuk lapisan (Harborne 1984).

Uji Lowry

Uji lowry dalam penelitian ini dilakukan sesuai prosedur yang ditulis oleh Lowry et al. (1951).

Penentuan Bobot Molekul Bakteriosin

Penentuan bobot molekul bakteriosin dengan menggunakan metode SDS-PAGE mengacu pada Walker (1984) yang dimodifikasi sebagai berikut. Terlebih dahulu dibuat gel discontinous yang terdiri dari 12,5 % resolving gel dan 4% stalking gel. Gel dimasukkan kedalam cetakan menggunakan pipet, ditunggu hingga padat kemudian dibuat sumuran menggunakan cetakan gel. Selanjutnya 10 μl bakteriosin dan 30 μl larutan loading buffer ke dalam ependorf,    inokulasikan

pada suhu 90˚C selama 5 menit. Tahap berikutnya memasukkan marker protein ke dalam sumuran. Marker yang digunakan Bio Rad Precision Plus protein Standart 10-250 kDa. Kemudian masukkan bakteriosin ke dalam sumuran sebanyak 5 μl selanjutnya dirunning selama 1 jam. Gel diangkat dan diletakkan dalam wadah yang berisi coomasie briliant blue lalu simpan pada suhu kamar selama 24 jam. Uji Efektivitas Hambatan Antimikroba Bakteriosin

Bakteriosin Enterococcus durans yang telah diisolasi dan dimurnikan

diuji kemampuannya dalam uji efektivitas hambatan antimikroba terhadap bakteri Gram positif Bacillus cereus. Uji ini dilakukan dengan metode difusi cakram menurut Brooks et al (2005).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil penanaman bakteri asam laktat isolat bakteri Enterococcus durans dalam kondisi anaerob menunjukkan isolat Enterococcus durans yang ditanam tumbuh. Selanjutnya isolat bakteri Enterococcus durans diuji dengan pewarnaan Gram dan uji Katalase. Hasil uji pewarnaan Gram memberikan hasil isolat Enterococcus durans mrupakan bakteri Gram positif. Pengujian katalase menunjukkan hasil negatif sebab tidak ada gelembung- gelembung gas dari reaksi uji katalase. Kemudian isolat bakteri Enterococcus durans diisolasi untuk menghasilkan senyawa bakteriosin, senyawa tersebut kemudian di uji secara fisika dan kimiawi.. Hasil uji bakteriosin Enterococcus durans secara kimiawi dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1.Hasil uji Karakterisasi kimiawi bakteriosin Enterococcus durans

Uji Kimia

Keterangan

Ninhidrin Molisch

Positif (berwarna ungu) Negatif (tidak terbentuk cincin furfural berwarna

Lowry

0,274 µg/ml

Pada uji fisika dilakukan pengujian untuk mengetahui bobot molekul bakteriosin dengan menggunakan metode SDS-PAGE. Namun hasil uji tersebut belum menunjukkan bobot molekul dari bakteriosin Enterococcus durans.Senyawa bakteriosin yang dihasilkan isolat bakteri Enterococcus durans selanjutnya diuji aktivitas antimikrobanya terhadap bakteri B.cereus. Hasil yang didapatkan yaitu bakteriosin memiliki efektivitas hambatan

sebesar 23,88% terhadap pertumbuhan B. cereus. Data diameter zona hambatnya seperti tersaji pada pada Tabel 2.

Hasil tersebut menunjukkan bahwa isolat 18A merupakan bakteri Gram positif dan menunjukkan hasil negatif terhadap uji katalase. Hasil tersebut sesuai dengan jurnal Widyastuti et al. (1999) bahwa bakteri asam laktat adalah bakteri yang memiliki ciri-ciri umum berupa Garam positif, bereaksi negatif terhadap katalase dan tidak membentuk spora.

Tabel.2. Uji daya hambat bakteriosin Enterococcus durans terhadap bakteri Bacillus cereus

Keterangan Diameter killing zone (cm)

I

II

III

IV

Bakteriosin

0,96

0,94

0,87

0,71

0,83

0,98

0,61

0,73

1,05

0,76

1,05

0,93

0,76

0,83

0,76

1,08

0,83

0,76

0,76

0,83

Rataan

0,85

Kontrol

3,51

3,59

3,56

3,58

positif

Rataan

3,56

Kontrol

0

0

0

0

negatif

Rataan

0

Persentase daya

76,12

hambat BAL

Efektivitas

23,88%

penghambatan BAL

Pada uji ninhidrin menunjukkan hasil positif dimana saat proses pemanasan menunjukkan perubahan warna yaitu perubahan warna menjadi warna ungu. Hasil ini sesuai dengan deskripsi Garneau et al (2002) bahwa bakteriosin asal bakteri asam laktat merupakan protein yang diproduksi oleh ribosom yang menunjukkan aktivitas antimikroba yang kuat terhadap organisme Gram-positif tertentu lainnya. Pada uji molisch yang telah dilakukan didapatkan hasil negatif. Hasil negatif ini menunjukkan bahwa

bakteriosin Enterococcus durans bukan merupakan jenis glikoprotein. Hasil uji molisch menunjukkan positif apabila terbentuk cincin furfural berwarna ungu. karena senyawa H2SO4 akan membantu dalam menghidrolisis    karbohidrat

sehingga mengalami dehidrasi menjadi gugus furfural dan α-napthol yang digunakan pada uji molisch akan membantu dalam memberikan warna ungu /violet pada suatu senyawa karbohidrat (Nigam dan Ayyagari, 2007). Uji lowry didapatkan hasil kadar protein bakteriosin Enterococcus durans sebesar 0,274 μg/ml.

Pada uji SDS-PAGE untuk menentukan bobot molekul sampel bakteriosin Enterococcus durans belum menunjukkan hasil. Kemungkin hasil tersebut dipengaruhi oleh bobot molekul bakteriosin yang sangat kecil. Hasil penelitian Ness et al (2007) memperlihatkan besar bobot molekul dari bacteriosin asal bakteri asam laktat Enterococcus > 2,0 kDa pada tipe bakteriosin kelas I dan >4,8 kDa pada bakteriosin tipe kelas II. Pada uji ini Persentase resolving gel yang digunakan terlalu kecil yaitu 12,5% sehingga angka bobot molekul bakteriosin Enterococcus durans tidak diketahui secara spesifik. Sedangkan penelitian yang dilakukan Karthikeyan et al. (2009) untuk menentukan berat molekul bakteriosin L.acidophillus menggunakan resolving gel dengan konsentrasi 15%. Uji potensi antimikroba bakteriosin Enterococcus durans terhadap bakteri Bacillus cereus diperoleh hasil penghitungan zona hambat terendah 0,61 cm dan zona hambat tertinggi 1,08 cm dengan rata-rata efektivitas   penghambatannya sebesar

23,88%.     Klaenhammer     (1988)

menyatakan       kisaran       aktivitas

penghambatan bakteriosin oleh bakteri asam laktat bersifat sempit atau spesifik, bakteriosin hanya menghambat strain yang terkait erat dengan organisme penghasilnya, dan menghambat berbagai

kelompok bakteri Gram positif. Menurut Tagg et al. (1979) beberapa bakteriosin yang dihasilkan bakteri Gram positif umumnya tidak terbatas pada bakteri Gram positif saja, beberapa bakteri Gram negatif telah dilaporkan dihambat oleh bakteriosin yang dihasilkan oleh bakteri Gram positif. De Vuyst (2007) dalam Hafsan 2012) menjelaskan mekanisme penghambatan bakteriosin terhadap bakteri patogen karena terjadinya perubahan gradien potensial membran dan pelepasan molekul intraseluler maupun masuknya substansi ekstraseluler. Menurut Gonzaller et al. (1996) bakteriosin berpengaruh pada gangguan potensial membran. Gangguan ini menjadi awal pembentukan pori-pori sehingga substrat intraseluler keluar sel.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Hasil penelitian menunjukkan Enterococcus durans menghasilkan senyawa protein yang diduga sebagai senyawa bakteriosin yang memiliki konsentrasi 0.274 µg/ml dengan bobot molekul yang sangat kecil. Bakteriosin yang dihasilkan diketahui mampu menghambat bakteri indikator Bacillus cereus sebesar 23,88%.

Saran

Perlu di lakukan pengujian kembali menggunakan SDS-PAGE dengan menggunakan konsentrasi protein dan persentase gel yang lebih besar. Disamping itu, perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk menguji senyawa bakteriosin yang didapat sebagai kandidat biopreservatif bahan pangan.

UCAPAN TERIMAKASIH

Peneliti mengucapkan terimakasih kepada Kepala Balai Besar Veteriner Denpasar beserta staf dan Kepala Laboratorium Kesehatan Masyarakat Veteriner Fakultas Kedokteran Hewan yang      telah memberikan fasilitas

penelitian.

DAFTAR PUSTAKA

Azhar F. 2014. Pengaruh Pemberian Probiotik dan Prebiotik Terhadap Performan Juvenile Ikan Kerapu Bebek (Comileptes altivelis). Buletin Veteriner. 6 (1) : 1-9.

Brooks G, Butel JS, Morse SA. 2005. Mikrobiologi   kedokteran.   Alih

Bahasa.       Mudihardi       E,

Kuntaman,WasitoEB et al. Jakarta: Salemba Medika: 317-27.

De Vuyst L. 2007. Bakteriosins from Lactic Acid Bacteria: Production, Purification, and Food Apllication. J of Microbial and Biotech.13 (4):

194-199.

Garneau S, Martin NI, Vederas JC. 2002. Two – Peptide Bacteriocins Produced by Lactic Acid Bacteria. Biochimie. 84 : 557-592

Gonzallez B, Glaasker E, Kinji ERS, Driessen AJM, Suares JE, Konings WN. 1996. Bacterial Mode of Action of Plantaricin C. App Environ Microbiol. 62 : 2701-2709

Hafsan. 2014. Bakteriosin Asal Bakteri Asam Laktat Sebagai Biopreservatif Pangan. J Teknosis. 8 (2) : 175-184

Harborne JB. 1984. Phytochemical Methods. Ed ke-2. New York: Chapman and Hall.

Jay M, James. 1992. Modern Food Microbiology. Fourth Edition. New York: Michigan publising.

Klaenhammer TR. 1998. Bacteriocins of Lactic Acid Bacteria. Departments of Food Science and Microbiology, North Carolina State University, Raleigh, NC 27695-7624, USA. Biochimie. 70 : 337-349.

Kusmiati, Malik A. 2002. Aktivitas Bakteriosin Bakteri Leuconostoc mesenteroides Pbac 1 pada Berbagai Media. Makara Kesehatan. 6 (1):1-7

Karthikeyan V, Santhosh SW. 2009. Study of Bacteriocin as a Food Preservative and the L. acidophilus Strain as Probiotic. Pakistan J of Nutrition 8 (4) : 335-340

Lay BW. 1994. Analisa Mikroba di Laboratorium. Jakarta: Raja Grafi ndo Persada. Hlm 168.

Leroy LDVF. 2007. Bacteriocins from Lactic Acid Bacteria: Production, Purification, and Food Applications. J Mol Microbiol Biotechnol. 13 :

194–199

Lowry OH, Rosebrough NJ, Farr AL, Randall RJ. 1951. Protein measurement with the folin phenol reagent. J. Biol. Chem. 193 : 265– 275.

Ness IF, Diep DB, Holo H. 2007. Bacteriocin      Diversity      in

Streptococcus and Entericoccus J of Bact. 189 (4) : 1189-1198.

Nigam A, Ayyagari A. 2007. Lab Manual      in      Biochemistry,

Immunology, and Biotechnology. Tata MCGraw-Hill Publishing Company Limited : New Delhi.

Norman SJ, Edward SA, Boris EV, Yuri KN, Larisa VI, Vladimir PV. 2005. Paenibacillus polymyxa Purified Bacteriocin      To       Control

Campylobacter jejuni in Chickens. J of Food Protection. 2005; 68 (7) : 1450-1453.

Pingitore EV, Salvucci E, Sesma F, Nader-Macias ME. 2007. Different strategies     for purification of

antimicrobial peptides from lactic acid bacteria (LAB). Dalam: Vilas AM (Ed.) Communicating Current Research and Educational Topics and Trend in Apl. Microb: 557-568.

Suarsana IN. 2011. Karakterisasi Fisikokimia Bakteriosin Yang Diekstrak Dari Yoghurt.  Buletin

Veteriner. 3 (1) : 1-8.

Suardana IW, Suada IK, Sukada IM, Suarsana IN. 2009. Isolasi dan Identifikasi Bakteri Asam Laktat SR9 Asal Cairan Rumen Sapi Bali Sebagai Kandidat Unggul Probiotik. J. Ilmiah Kedokteran. 8 (2) : 100.

Suardana IW, Suarsana IN, Sujaya IN, Wiryawan KG. 2007. Isolasi dan Identifikasi Bakteri Asam Laktat dari Cairan Rumen Sapi Bali Sebagai Kandidat Biopreservatif J Veteriner. 8 (4) : 155-159.

Suardana IW. 2013a. Potensi Isolat Lactobacillus brevis Asal Cairan Rumen Sapi Bali sebagai Sumber Senyawa Antimikroba dalam Prosiding Seminar Nasional Sapi Bali. Bali 24 September 2013:87-97.

Suardana IW.  2013b.  Kajian Pola

Pertumbuhan    dan    Aktivitas

Antimikroba Isolat Lactococcus lactis spp lactis 1 Asal Cairan Rumen Sapi Bali dalam “Buku Karya Unud untuk Anak Bangsa”: 50-57.

Suardana IW. 2014. Aplikasi Bakteriosin Asal Yoghurt sebagai Biopreservatif Daging Ayam pada Penyimpanan Suhu Dingin. Prosiding Seminar Nasional Sains dan Teknologi 2014. Denpasar, 18-19 September 2014.: 362-372

Suardana IW, Cahyani AP, Pinatih KJP. 2016. Probiotic Potency and Molecular Identification of Lactic Acid Bacteria Isolated from Bali Cattle’s      Colon,      Indonesia.

Glo.Adv.J.Med.Med.Sci. 5(5):  143

149

Subagyo WC, Suwiti NK, Suarsana IN. 2015. Karakteristik Protein Daging Sapi Bali Dan Wagyu Setelah Direbus. Buletin Veteriner. 7 (1) : 125.

Sudirman I, Mathiau F, Michael M, Lefebvre G. 1993. Detection and Properties of  Curvaticin 13, a

Bacteriocin     Like     Substance

Produced by Lactobacillus curvatus SB 13. Current Microbiol 27 : 3540.

Tagg JR, Dajani AS, Wannamaker LW. 1979. Bacteriocins of Gram-Positive Bacteria. Bacteriological Reviews. 40 (3) : 722-756

Van den Berghe E, Skourtas G, Tsakalidou E, De Vuyst L. 2006. Streptococcus macedonicus ACADC 198 produces the lantibiotic, macedocin, at temperature and pH conditions that prevail during cheese manufacture. Int J Food Microbiol. 107 : 138–147.

Walker JM. 1984. Gradient SDS polyacrylamine gel electrophoresis, Methods in Molecular Biology, Vol.1, The Humana Press Inc., Clifton, NJ. Hlm 57–61.

Widyastuti Y, Sofarianawati E. 1999. Karakter Bakteri Asam Laktat Enterococcus sp. yang Diisolasi dari Saluran Pencernaan Ternak. Jurnal Mikrobiologi Indonesia. 4 (2) : 5053.

215