Buletin Veteriner Udayana

pISSN: 2085-2495; eISSN: 2477-2712

Online pada: http://ojs.unud.ac.id/index.php/buletinvet

Volume 9 No.1: 34-41

Pebruari 2017

DOI: 10.21531/bulvet.2017.9.1.34

Pengaruh Perendaman pada Infusa Daun Salam terhadap Kualitas dan Daya Tahan Daging Babi

(THE INFLUENCE OF IMMERSION INTO INDONESIAN BAY LEAF INFUSION TO THE QUALITY AND DURABILITY OF PORK)

Kadek Karang Agustina1, Prabarini Hanum Sari2, I Ketut Suada1

1)Laboratorium Kesehatan Masyarakat Veteriner Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Udayana, 2)Mahasiswa Program Profesi Dokter Hewan Universitas Udayana Jl. PB Sudirman Denpasar Bali, Email: [email protected]

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh perendaman dengan infusa daun salam (Syzygium polyanthum) terhadap kualitas dan daya tahan daging babi pada peletakan suhu ruang (280C). Sebanyak 80 sampel daging babi pada bagian loin diuji dalam penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Kelompok pola faktorial yaitu faktor konsentrasi 0%, 5%, 10%, dan 15% infusa daun salam, dan empat faktor daya tahan yaitu lama peletakan pada suhu ruang pada jam ke 0, 3, 6, dan 9. Setiap kombinasi perlakuan diulang sebanyak lima kali. Parameter kualitas daging yang diuji pada penelitian ini adalah Daya Ikat Air, Kadar air, pH, warna dan tekstur daging. Hasil penelitian menunjukkan bahwa konsentrasi infusa daun salam tidak berpengaruh terhadap daya ikat air dan kadar air daging babi, namun berpengaruh terhadap nilai pH, warna dan tekstur daging babi. Daging babi yang dicelupkan pada infusa daun salam memiliki daya tahan yang baik selama peletakan di suhu ruang hingga pengamatan jam ke-9. Sehingga dapat disimpulkan bahwa infusa daun salam pada berbagai konsentrasi mampu mempertahankan kualitas daging babi.

Kata kunci: daging babi, daun salam, kualitas, daya tahan.

ABSTRACT

This research aim was to know the influence of immersion in Indonesian bay leaf (Syzygium polyanthum) infusion for the quality and durability of pork in room temperature (280C). A total of 80 pork samples (loin) tested in the research used factorial randomized complete block design, with 2 factor such as; four factors of concentration: 0%, 5%, 10% and 15% of Indonesian bay leaf infusion, four factors of exposure time: 0, 3, 6, and 9 hours. The parameters of pork quality have checked; water holding capacity, water content, pH, color and texture. The result showed that submersion of pork in Indonesian bay leaf infusion did not affect to water holding capacity and water content of pork but showed a noticeable affect to pH, color and texture. Pork that marinated into bay leaves infusion showed a good durability during exposure in room temperature until 9 hours. It can be concluded that the infusion of bay leaves at various concentrations were able to maintain the quality of pork.

Keywords: pork, Indonesian bay leaves, quality, durability.

PENDAHULUAN

Daging sering kita jumpai dalam kehidupan sehari-hari, karena daging merupakan bahan pangan yang berasal dari hewani dan banyak yang mengkonsumsi. Daging merupakan salah satu komoditi peternakan yang dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan protein hewani karena mengandung protein bermutu

tinggi dan mampu memenuhi zat gizi yang dibutuhkan oleh tubuh (Lawrie and Ledward, 2006; Untoro et al., 2012). Oleh karena protein daging mengandung susunan asam amino yang lengkap, pada umumnya hasil daging bersifat sangat mudah rusak (highly perishable). Hal ini disebabkan karena sifat fisik dan kimianya yang memungkinkan berbagai kerusakan baik fisik, mekanik, kimia dan

mikrobiologi mudah terjadi. Daging akan mengalami perubahan-perubahan fisiologis secara spontan. Perubahan ini biasanya disertai atau diikuti oleh perubahan fisik, kimia dan mikrobiologi. Kerusakan ini merupakan akibat dari perubahan-perubahan yang terjadi (Lukman, 2010; Muchtadi et al., 2010).

Daging yang diletakan pada suhu ruang pada waktu tertentu akan mengalami kerusakan. Hal ini karena daging merupakan bahan pangan yang bergizi tinggi dan media yang baik untuk pertumbuhan mikroba. Kerusakan daging oleh mikroba mengakibatkan penurunan mutu daging (Suradi, 2012). Jumlah dan jenis mikroba yang mencemari permukaan daging ditentukan oleh penanganan sebelum penyembelihan ternak dan tingkat pengendalian higiene dan sistem sanitasi yang baik selama penanganan hingga dikonsumsi. Besarnya kontaminasi mikroba pada daging menentukan kualitas dan masa simpan daging. Untuk menghindari kerusakan, daging perlu diawetkan dengan memperhatikan persyaratan keamanan pangan (Siagian, 2002).

Daging babi merupakan komoditas unggulan masyarakat bali yang mayoritas berahama Hindu. Kebutuhan akan daging babi mengalami peningkatan dari tahun-ketahun (Sumantra, 2011). Selain rasa yang enak, protein daging babi mengandung asam amino esensial yang lengkap dan proporsinya lebih besar jika dibandingkan protein nabati. Sehingga kebutuhan akan daging babi makin bertambah seiring dengan pertambahan penduduk di pulau Bali. Tercatat peningkatan pemotongan ternak babi di Bali meningkat 5,4 % pertahun (Agustina et al., 2016).

Pengawetan daging akan memperpanjang masa simpan dan memperbaiki persediaan daging dengan mengurangi kerusakan dan pembusukan oleh mikroorganisme. Pengawetan pada prinsipnya adalah penghambatan kerusakan oleh bakteri dan bisa dilakukan

dengan penggunaan senyawa antimikroba. Tujuan pengawetan tersebut ditentukan oleh waktu penyimpanan komoditi (Komariah et al., 2004). Pengawetan pada daging sebaiknya mengunakan bahan yang alami termasuk diantaranya dari tumbuh-tumbuhan. Banyak fenomena di lapangan bahwa penjual daging babi di pasar tradisional meletakkan dagingnya di atas meja pada suatu ruangan terbuka, sehingga daging babi akan lebih mudah mengalami kerusakkan apabila tidak mendapatkan perlakuan. Salah satu metode pengolahan/pengawetan daging adalah dengan perendaman/marinasi. Marinasi adalah proses perendaman daging di dalam bahan marinade, sebelum diolah lebih lanjut (Alvarado dan McKee, 2007; Smith dan Young, 2007).

Penggunaan pengawet sintetis banyak dilakukan, tetapi cara penggunaan yang tidak tepat dapat membahayakan kesehatan. Para pedagang umumnya jarang mengunakan pengawet tersebut, karena dikawatirkan merubah cita rasa daging. Para pedagang justru terkadang mengunakan bahan pengawet yang dilarang digunakan sebagai bahan pengawet antara lain formalin, asam borat, asam salisilat dan kalium klorat. Dalam jangka panjang pengawet sintetis dapat terakumulasi di dalam tubuh dan dapat menyebabkan kanker. Oleh karena itu, bahan pengawet alami lebih disarankan. Bahan-bahan pengawet alami termasuk diantaranya berasal dari tumbuh-tumbuhan (Kusumaningrum et al., 2013).

Tanaman salam (Syzygium polyanthum Wight) oleh masyarakat Indonesia biasanya digunakan sebagai pelengkap bumbu dan obat. Secara tidak sadar masyarakat Indonesia telah menggunakan kandungan daun salam dalam masakannya. Daun salam merupakan salah satu jenis tanaman yang diketahui dapat digunakan sebagai antibakteri karena mampu menghambat mikroorganisme. Tanaman ini mengandung minyak atsiri, flavonoid, tanin, momordin, karatin, asam trikosanik,

Buletin Veteriner Udayana

pISSN: 2085-2495; eISSN: 2477-2712

Online pada: http://ojs.unud.ac.id/index.php/buletinvet resin, asam resineat, saponin, vit A dan C serta asam lemak yang terdiri dari asam oleat, asam linoleat dan asam stearat (Hariana, 2006).

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukakan oleh banyak peneliti terdapat banyak senyawa berkhasiat yang dikandung dalam daun salam. Senyawa-senyawa ini bekerja secara sinergis satu sama lain. Tidak hanya satu senyawa saja yang berperan aktif, tetapi juga didukung oleh senyawa lainnya (Lajuck, 2012). Saponin yang ada dalam daun salam bisa menurunkan tingkat absorpsi kolesterol dan meningkatkan ekskresi, sehingga secara langsung dapat mengurangi kolesterol yang masuk kedalam tubuh (Wang et al., 2002). Senyawa flavonoid yang ada di daun salam seperti catechin dan isoflavon merupakan antioksidan polifenol dari metabolit tumbuhan (Har and Ismail, 2012; Perumal et al., 2012). Kerja catechin adalah menurunkan absorpsi kolesterol di usus dan meningkatkan ekskresi pada feces dengan meningkatkan regulasi reseptor LDL(Low-Density Lipoprotein) di hati (Lee et al., 2008). Catechin menstimulasi AMPK (AMP-activated protein kinase) dan fosforilasi Acetil Co-Enzim A karboksilase. Catechin dapat membersihkan arteri dan vena yang dapat menyebabkan semakin bertambahnya masukan O2 dalam darah sehingga akan memberikan lebih banyak energi (Murase et al., 2009).

MATERI DAN METODE

Sampel penelitian

Sampel daging yang dipergunakan pada penelitian ini adalah daging babi segar bagian loin (M. Longisimus dorsi) yang diambil di Rumah Pemotongan Hewan (RPH) Kota Denpasar sebanyak 80 sampel. Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Kelompok pola faktorial yaitu empat faktor konsentrasi: 0%, 5%, 10%, dan 15% infusa daun salam dengan empat faktor lama peletakan pada suhu

ruang yaitu pada jam ke 0, 3, 6, dan 9. Pengamatan dimulai pada jam ke 0, 3, 6, dan 9 dimana setiap kombinasi perlakuan diulang sebanyak lima kali.

Pembuatan infusa daun salam

Pembuatan infusa daun salam menggunakan metode perebusan pada suhu 90-1000C selama 15 menit (Dewanti dan Wahyudi, 2011). Konsentrasi daun salam yang digunakan pada penelitian ini adalah 0%, 5%, 10% dan 15%. Sampel daging babi yang telah dikelompokkan pada masing-masing perlakuan dicelupkan kedalam infusa daun salam selama 15 menit lalu ditiriskan dan diletakkan pada suhu ruang (280C) selanjutnya dilakukan pengamatan kualitas daging berturut-turut pada jam ke 0, 3, 6 dan 9.

Parameter kualitas daging

Parameter kualitas daging yang diperiksa adalah Daya Ikat Air (DIA), kadar air, pH, warna dan tekstur (Suardana dan Swacita, 2009). Pada pengujian warna, tekstur dan bau daging babi dipergunakan sebanyak 10 orang panelis yang memenuhi kriteria.

Analisis data

Data kuantitatif dianalisis menggunakan sidik ragam dan uji Duncan, sementara data kualitatif dianalisa dengan uji Friedman dan uji Wilcoxon.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kualitas dan daya tahan daging babi setelah dilakukan perlakuan perendaman pada beberapa konsentrasi infusa daun salam tersaji pada Tabel 1 dan Tabel 2.

Tabel 1. Hasil Sidik Ragam Terhadap Parameter Kualitas dan Daya Tahan Daging Babi

Parameter kualitas

Perlakuan

F Hitung

Sig.

DIA

Konsentrasi

0.44

0.988

Daya tahan

0.817

0.489

Kadar air

Konsentrasi

0.189

0.903

Daya tahan

1.106

0.353

pH

Konsentrasi

3.007

0.037*

Daya tahan

2.013

0.121

Keterangan: * = berbeda nyata

Tabel 2. Hasil Uji Friedman Terhadap Parameter Kualitas dan Daya Tahan Daging Babi

Parameter kualitas

Perlakuan

X2

Sig.

Warna

Konsentrasi

12.000

0.007*

Daya tahan

9.435

0.024*

Tekstur

Konsentrasi

24.825

0.000**

Daya tahan

26.681

0.000**

Keterangan: * = berbeda nyata

** = berbeda sangat nyata

Daya ikat air daging babi yang direndam pada infusa daun salam berbagai konsentrasi dan daya tahan daging tidak menunjukkan perbedaan yang nyata. Pada Tabel 1. Terlihat bahwa tingkat konsentrasi infusa daun salam tidak menunjukan perbedaan yang nyata (P>0.05), demikian pula daya tahan daging tidak menunjukan perbedaan yang nyata (P>0.05). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa senyawa aktif yang terkandung pada infusa daun salam memiliki kemampuan untuk mempertahankan Daya ikat air dan daya tahan daging babi hingga jam ke 9 pada peletakan suhu ruang. Daya ikat air adalah kemampan daging untuk mempertahankan kandungan air selama mengalami perlakuan dari luar seperti pemotongan, pemanasan, pengilingan dan tekanan. Faktor yang mempengaruhi daya ikat air yaitu pH, stress, bangsa, pembentukan akto-myosin (rigormortis), temperatur dan kelembaban, pelayuan karkas, tipe otot, spesies, umur, fungsi otot, pakan, dan lemak intramuskuler (Mertayasa et al., 2015). Temperatur yang tinggi akan menyebabkan penurunan daya ikat air karena meningkatnya denaturasi protein otot dan meningkatnya perpindahan air ke ruang selular (Soeparno, 2005). Daun salam dengan kandungan senyawa berupa Eugenia polyantha merupakan bahan aktif yang diduga mempunyai efek farmakologis, tanin dan flavonoid merupakan bahan aktif yang mempunyai efek anti inflamasi dan antimikroba (Sumono dan Wulan, 2009) senyawa inilah yang diduga mengamankan daging

babi yang telah direndam dalam infusa daun salam terbebas dari mikroba yang dapat menurunkan kemampuan daya ikat air daging.

Kadar air daging sangat erat hubungannya dengan proses kerusakan daging selama penyimpanan yang diakibatkan oleh mikroba (Fardiaz, 1992). Kandungan air dalam bahan makanan memengaruhi daya tahan bahan makanan terhadap serangan mikroba. Kandungan air tersebut dinyatakan dengan water activity, yaitu jumlah air bebas yang dapat digunakan oleh mikroorganisme untuk pertumbuhannya. Kelembaban dan kadar air biasanya berpengaruh terhadap pertumbuhan mikroorganisme. Bakteri dan jamur memerlukan kelembaban di atas 85% untuk pertumbuhannya (Mukartini et al., 1995). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa perendaman daging babi dalam infusa daun salam mampu mempertahankan kualitas dan daya tahan daging babi (P>0,05) (Tabel 1). Menurut Fardiaz (1992) bahwa semakin banyak bakteri yang tumbuh, maka jumlah air yang terlepas juga semakin banyak. Hasil metabolisme bakteri antara lain adalah air yang dapat meningkatkan kadar air dari daging. Semakin tinggi total koloni bakteri pada daging maka semakin tinggi pula kadar airnya. Pengemasan daging juga dapat dapat mencegah terjadinya kontaminasi mikroorganisme. Penggunaan plastik sebagai pengemas daging dapat mencegah terbentuknya uap air (Yanti et al.,2008).

Pada penelitian ini diketahui bahwa perendaman daging babi pada berbagai konsentrasi infusa daun salam menunjukkan pengaruh yang nyata terhadap kualitas daging babi (P<0,05) (Tabel 1). Perbedaan nilai pH yang nyata terjadi pada konsentrasi antara 5% dan 10%, nilai pH daging setelah direndam dalam infusa daun salam konsentrasi 10% memiliki nilai pH yang lebih rendah dari konsentrasi 5% (Tabel 3). Hal ini mengindikasikan bahwa perendaman pada infusa daun salam membantu

mempercepat penurunan pH daging babi hingga mencapai pH absolut. Tingkat keasaman (pH) adalah indikator untuk menentukan kadar keasaman atau keabsahan daging. Penurunan pH daging dapat disebabkan akibat adanya perlakuan perendaman dengan infusa daun salam karena infusa daun salam memiliki pH asam yaitu 5.4 sehingga dengan perendaman infusa daun salam menjadi turun. Penurunan pH juga dapat diakibatkan proses biokimiawi dalam jaringan otot yang telah dipotong (Kusumaningrum et al., 2013). Pencapaian titik ultimat dipengaruhi pula hubungan kapasitas oksidasi otot dan luas area serabut Type I (Maltin et al., 1997). Fernandez dan Tornberg (1991) menemukan tidak ada hubungan linier antara jumlah glikogen dengan pH ultimat, tetapi lebih banyak dipengaruhi oleh tingginya kapasitas oksidasi otot.

Tabel 3. Hasil Uji Duncan pH daging babi dengan pengaruh konsentrasi infusa daun

salam pada peletakan suhu ruang.

Konsentrasi infusa daun salam

N

Subset

1

2

0%

20

5.615

5%

20

5.575

5.575

10%

20

5.555

15%

20

5.545

Hasil ini mengindikasikan bahwa perendaman pada infusa daun salam membantu mempercepat penurunan pH daging babi hingga mencapai pH absolut. Tingkat keasaman (pH) adalah indikator untuk menentukan kadar keasaman atau keabsahan dari daging. Penurunan pH daging dapat disebabkan akibat adanya perlakuan perendaman dengan infusa daun salam karena infusa daun salam memiliki pH asam yaitu 5.4 sehingga dengan perendaman infusa daun salam menjadi turun. Penurunan pH daging diakibatkan oleh proses biokimiawi dalam jaringan otot yang telah dipotong yaitu penguraian glikogen menjadi asam laktat (Nurwantoro et al., 2012; Kusumaningrum et al., 2013).

Hasil uji Friedman pada Tabel 2. menunjukkan bahwa konsentrasi infusa daun salam memberikan pengaruh yang nyata (P<0.05) terhadap warna daging babi. Berdasarkan hasil uji Wilcoxon diketahui bahwa konsentrasi infusa daun salam 0% dan konsentrasi infusa daun salam 5% warna daging babi tidak berbeda nyata (P>0.05), sementara konsentrasi infusa daun salam 5% dan konsentrasi infusa daun salam 10% menunjukkan perbedaan warna daging babi sangat nyata (P<0.01), namun pada konsentrasi infusa daun salam 10% dan 15% warna daging babi tidak berbeda nyata (P>0.05). Hasil Uji Friedman pada Tabel 2 juga menunjukkan bahwa berdasarkan warna daging, daya tahan daging babi dipengaruhi oleh perendaman pada infusa daun salam (P<0,05), dimana hasil uji Wilcoxon menunjukkan warna daging pada jam ke-0 dan jam ke-3 menunjukkan kenaikan skor warna daging babi tidak berbeda nyata (P>0.05), sementara pada jam ke-3 dan jam ke-6 menunjukkan perbedaan warna daging babi (P<0.05) namun pada jam ke-6 dan jam ke-9 tidak menunjukkan perbedaan warna daging babi yang nyata (P>0.05). Hasil penelitian menunjukkan bahwa warna daging babi mengalami perubahan dari merah keputihan berangsur-angsur menjadi merah gelap. Perubahan warna daging ini dapat dikarenakan adanya pengaruh perendaman infusa daun salam. Dalam hal ini warna infusa daun salam sendiri yang berwarna coklat gelap sehingga mempengaruhi warna daging setelah direndam. Namun Warna daging jika dicuci akan menjadi lebih cerah. Selain itu perubahan warna daging menjadi lebih gelap juga dikarenakan daging mengalami oksidasi sejak disembelih lalu disimpan karena adanya kontak dengan udara terbuka (Suardana dan Swacita, 2009; Sembiring et al., 2015).

Tekstur daging merupakan salah satu unsur kualitas daging yang menjadi tolok ukur daya tarik konsumen dalam memilih daging. Hasil Uji Friedman pada peneltian

ini menunjukkan bahwa tekstur daging babi dipengaruhi oleh konsentrasi infusa daun salam (P<0.01) (Tabel 2), yang pada hasil Uji Wilcoxon ditemukan bahwa konsentrasi infusa daun salam 0% dan konsentrasi infusa daun salam 5% menunjukkan perbedaan tekstur daging babi sangat berbeda nyata (P<0.01), sementara pada konsentrasi infusa daun salam 5%, 10% 15% tidak menunjukkan perbedaan tekstur daging yang nyata (P>0.05). Hasil Uji Friedman (Tabel 2) juga menunjukkan bahwa berdasarkan nilai tekstur, daya tahan daging babi setelah direndam dalam infusa daun salam memiliki perbedaan yang sangat nyata (P<0.01), hasil Uji Wilcoxon nilai tekstur daging babi pada jam ke-0 dan jam ke-3 tidak berbeda nyata (P>0.05), sementara jam ke-3 dan jam ke-6 sangat berbeda nyata (P<0.01), namun pada jam ke-6 dan jam ke-9 tidak berbeda nyata (P>0.01).

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Dapat disimpulkan bahwa perendaman daging babi pada infusa daun salam tidak mempengaruhi kualitas daging babi. Bahkan perendaman pada infusa daun salam mampu mempertahankan kualitas daging babi pada peletakan di suhu ruang hingga 9 jam.

Saran

Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai persepsi konsumen terhadap pemanfaatan infusa daun salam pada proses penyimpanan daging babi.

UCAPAN TERIMAKASIH

Penulis mengucapkan terimakasih kepada Dekan dan Kepala Laboratorium Kesehatan Masyarakat Veteriner Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Udayana yang telah memfasilitasi pelaksanaan penelitian, serta beberapa pihak yang mendukung penelitian ini.

DAFTAR PUSTAKA

Agustina KK, Wirata IW, Dharmayudha AAGO, Kardena IM, Dharmawan NS. 2016. Increasing Farmer Income by Improved Pig Management Systems. Bul Vet Udayana 8(2): 122-127.

Alvarado CZ, McKee S. 2007. Marination to improve functional properties and safety of poultry meat. J Appl Poult Res 16:113-120.

Dewanti S, Wahyudi MT. 2011. Uji aktivitas antimikroba infusum daun salam (folia syzygium polyanthum wight) terhadap pertumbuhan bakteri escherichia coli secara in-vitro. J Medika Planta 1(4): 79-81.

Fardiaz S. 1992.    Mikrobiologi

Pengelolaan Pangan. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi. Bogor. Institut Pertanian Bogor.

Fernandez X, Tornberg E. 1991. A Review of the causes of variation in muscle glycogen content and ultimate pH in pigs. J Muscle Foods 2: 209-235.

Har LW, Ismail IS. 2012. Antioxidant activity, total phenolics and total flavonoids of Syzygium polyanthum (Wight) Walp Leaves. Int J Med Arom Plants 2(2): 219-228.

Hariana A. 2006. Tumbuhan Obat dan Khasiatnya Seri 3. Penebar Swadaya. Jakarta.

Komariah I, Arief I, Wiguna Y. 2004. Kualitas Fisik dan Mikroba Daging Sapi yang ditambah Jahe (Zingiber officinale Roscoe) pada Konsentrasi dan Lama Penyimpanan yang Berbeda. Media Peternakan 27(2): 46-54.

Kusumaningrum A, Widyaningrum P, Mubarok I. 2013. Penurunan Total Bakteri Daging ayam dengan Perlakuan Perendaman Infusa Daun Salam (Syzygium polyanthum). J MIPA 36: 14-19.

Lajuck P. 2012. Ekstrak Daun Salam (Eugenia Poliantha) Lebih Efektif Menurunkan Kadar Kolesterol Total Dan Ldl Dibandingkan Statin Pada Penderita Dislipidemia. Tesis. Program Pasca Sarjana Universitas Udayana.

Lawrie RA, Ledward DA. 2006. Lawrie’s meat science (7th ed.). Cambridge: Woodhead              Publishing

Limited. ISBN 978-1-84569-159-2

Lee MS, Kim CT, Kim IH, Kim Y. 2008. Inhibitory effects of green tea catechin on the lipid accumulation in 3T3-L1 adipocytes. Phytotherapy Res 23(8): 1088-1091

Lukman DW. 2010. Pembusukan Daging. Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor

Maltin CA, Warkup CC, Mathews KR, Grant CM, Porter AD, Delday MI. 1997. Pig muscle fibre characteristic as a source of variation eating quality. Meat Sci 47: 237-248.

Merthayasa JD, Suada IK, Agustina KK. 2015. Daya Ikat Air, pH, Warna, Bau dan Tekstur Daging Sapi Bali dan Daging Wagyu. Ind Med Vet 4(1): 1624.

Muchtadi TR, Sugiono M, Ayustaningwarno F. 2010. Ilmu Pengetahuan Bahan Pangan. Alfabeta. Bogor.

Mukartini S, Jehne C, Shay B, Harfe CML.1995. Microbiological status of beef carcass meat in Indonesia. J Food Safety 15: 291-303.

Murase T, Haramizu S, Ota N, Hase T. 2009. Tea catechin ingestion combined with habitual exercise suppresses the aging-associated decline in physical performance in senescence-accelerated mice. Am J Physiol Regul Integr Comp Physiol 295: 281-289

Nurwantoro, Bintoro VP, Legowo AM, Purnomoadi, Ambara LD, Prokoso A, Mulyani S. 2012. Nilai Ph, Kadar Air, dan Total Escherichia Coli Daging Sapi yang dimarinasi dalam Jus

Bawang Putih. J Apl Teknol Pangan 1(2): 20-22.

Perumal S, Mahmud R, Piaru SP, Cai LW, Ramanathan S. 2012. Potential Antiradical Activity and Cytotoxicity Assessment             of Ziziphus

mauritiana and Syzygium polyanthum. Int J Pharm 8(6): 535541.

Sembiring UR, Suada IK, Agustina KK. 2015. Kualitas Daging Kambing yang Disimpan pada Suhu Ruang Ditinjau dari Uji Subjektif dan Objektif. Indo Med Vet 4(2): 155-162.

Siagian A. 2002. Mikroba patogen pada makanan dan sumber pencemarannya. USU digital library pp:1-18.

Smith DP, Young LL. 2007. Marination pressure and phosphate effects on broiler breast fillet yield, tenderness, and color. Poult Sci 86(12): 26662670.

Suardana IW, Swacita IBN. 2009. Higiene Makanan. Fakultas   Kedokteran

Hewan.    Universitas Udayana.

Denpasar.

Sumantra IP. 2011. Bali Tidak Lagi Datangkan Babi Dari Luar. Antara News. Sunday, July 3 2011 11:11 WIB.

Sumono A, Wulan A. 2009. Kemampuan air rebus daun salam (Eugenia polyantha Wight) dalam menurunkan jumlah koloni bakteri streptococcus sp. Majalah Farmasi Indon 20(3): 112-117.

Suradi K. 2012. Pengaruh Lama Penyimpanan Pada Suhu Ruang Terhadap Perubahan Nilai pH, TVB dan Total Bakteri Daging Kerbau. J Ilmu Ternak 12(2): 9-12.

Soeparno. 2005. Ilmu dan Teknologi daging. 4 Ed. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.

Untoro NS, Kusrahayu, Setiani BE. 2012. Kadar air, kekenyalan, kadar lemak dan citarasa bakso daging sapi dengan penambahan ikan bandeng presto (Channos Channos Forsk). J Anim Agric 1(1): 567-583.

Wang MY, West BJ, Jensen CJ, Nowicki D, Su C, Palu AK, Anderson G. 2002. Morinda Citrifolia (Noni); a Literatur Review and Recent Advances in Noni Research. Acta Pharmacol Sin 23(12): 1127-1141.

Yanti H, Hidaytni, Elfawat. 2008. Kualitas Daging Sapi dengan Kemasan Plastik Pe (Polyethylen) dan Plastik Pp (Polypropylen) di Pasar Arengka Kota Pekanbaru. J Peternakan 5(1): 22-27.

41