Buletin Veteriner Udayana

pISSN: 2085-2495; eISSN: 2477-2712

Online pada: http://ojs.unud.ac.id/index.php/buletinvet

Volume 9 No.1: 1-8

Pebruari 2017

DOI: 10.21531/bulvet.2017.9.1.1

Gambaran Histopatologi Hati dan Ginjal Babi Landrace yang Diberi Pakan Eceng Gondok dari Perairan Tercemar Timbal

(LIVER AND KIDNEY HISTOPATOLOGY OF LANDRACE SWINE GIVEN WATER HYACINT FROM LEAD CONTAMINATED WATER)

Ni Kadek Nining Laksmi Dewi1, Ida Bagus Oka Winaya2, Nyoman Sadra Dharmawan3

1Praktisi Dokter Hewan di Denpasar

2Laboratorium Patologi Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Udayana 3Laboratorium Patologi Klinik Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Udayana

Jl. PB. Sudirman Denpasar Bali, Email: [email protected]

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian eceng gondok (Eichornia crassipes) dari perairan tercemar timbal (Pb) dalam ransum terhadap perubahan histopatologi hati dan ginjal babi. Sampel yang digunakan adalah organ hati dan ginjal dari 8 ekor babi Landrace yang diberi perlakuan berbeda. Perlakuan yang diberikan adalah A = babi yang mendapat ransum tanpa eceng gondok, B = babi yang mendapat ransum yang ditambah dengan 2,5 % eceng gondok, C = babi yang mendapat ransum yang ditambah dengan 5% eceng gondok dan D = babi yang mendapat ransum yang ditambah dengan 7,5% eceng gondok. Pengambilan sampel organ hati dan ginjal babi dilakukan dengan cara nekropsi pada semua babi di akhir penelitian, kemudian organ dimasukkan ke dalam tabung yang berisi neutral buffer formalin 10%. Pembuatan preparat histopatologi dilakukan dengan pewarnaan Hematoksilin dan Eosin (HE). Pemeriksaan preparat dilakukan menggunakan mikroskop dengan perbesaran 100x, 200x dan 400x. Data yang diperoleh dianalisis secara deskriptif kualitatif dengan melihat perubahan yang terjadi pada organ hati dan ginjal babi antara kelompok perlakuan dan kontrol. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian eceng gondok (Eichornia crassipes) yang berasal dari perairan tercemar Pb pada pakan menyebabkan perubahan histopatologi hati dan ginjal babi Landrace. Perubahan tersebut yaitu degenerasi, nekrosis dan peradangan.

Kata kunci: Babi Landrace, eceng gondok, timbal (Pb), histopatologi, hati dan ginjal.

ABSTRACT

The aim of this study is to determine the effect of water hyacinth (Eichornia crassipes) collected from Lead (Pb) polluted water in feed to histopathological changes in pig’s liver and kidney. A total of eight Landrace pigs were used in this study, consisted of four groups: pigs were fed without hyacinth (A), pigs were fed with 2.5% hyacinth (B), pigs were fed with 5.0% hyacinth (C), and pigs were fed with 7.5% hyacinth (D). The sample of dead pigs were dissected at the end of study to examined the liver and kidney. Both organs sample were immersed in a fixative solution of 10% neutral buffered formalin. The samples were then processed for tissue processing by using Hematoxillin-Eosin method before performing histophatological examination by using 100x, 200x and 400x magnificence under a microscope. Data were then analyzed descriptively by comparing the pathological changes in the liver and kidneys between groups. The results showed that the administration of water hyacinth (Eichornia crassipes) collected from Lead (Pb) polluted water causes a histopathological changes in the liver and kidneys of Landrace pigs. The changes include degeneration, necrosis and inflammation.

Keywords: Landrace pigs, water hyacinth, lead (Pb), histopathology, liver and kidney.

PENDAHULUAN

Usaha budidaya ternak babi masih dipertahankan sebagai kebutuhan yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan masyarakat, khususnya masyarakat Bali (Agustina et al., 2016). Saat ini, pakan babi yang biasa dipakai peternak harganya cukup mahal dan masih sulit didapat. Salah satu upaya untuk mengatasi masalah tersebut adalah memanfaatkan limbah pertanian atau perkebunan sebagai bahan pakan ternak. Salah satu limbah yang dapat digunakan sebagai alternatif tambahan pakan babi adalah eceng gondok. Eceng gondok telah dipakai sebagai pakan ternak di beberapa daerah. Namun kajian ilmiah tentang pemanfaatan eceng gondok sebagai bahan penyusun ransum babi belum ada. Eceng gondok (Eichornia crassipes) berkembang biak dengan cepat sehingga eceng gondok selama ini dikenal sebagai gulma air yang mengganggu dan sulit dibasmi. Namun, eceng gondok ternyata mempunyai kandungan gizi (mineral, protein dan lemak) yang cukup tinggi, sehingga baik untuk pakan ternak (Riswandi, 2014).

Eceng gondok dapat menyerap bahan-bahan pencemar air, dan dianggap terkontaminasi oleh bahan pencemar tersebut. Eceng gondok yang ditambahkan ke dalam pakan babi berasal dari perairan yang tercemar, sehingga eceng gondok tersebut mengandung logam berat, salah satunya adalah timbal (Pb). Tidak hanya eceng gondok, hewan air yang hidup di perairan tersebut juga dapat terkontaminasi logam berat timbal. Kandungan logam berat timbal (Pb) dalam tubuh ikan Mujair yang hidup di Dam Estuari Suwung melebihi ambang batas yang ditetapkan dalam SNI 7378:2009 sebesar 0,3 mg/kg yaitu mencapai 19,4 mg/kg. Pada eceng gondok juga mengandung timbal (Pb) sekitar 0,2 mg/kg (Kusumadewi et al., 2014). Hewan dengan mudah menyerap timbal dari makanan dan terakumulasi dalam jaringan seperti hati dan ginjal (Agustina, 2010).

Sampai saat ini belum ada informasi tentang pemanfaatan eceng gondok dari perairan tercemar timbal serta pengaruhnya terhadap organ hati dan ginjal. Untuk itu perlu dilakukan penelitian tentang penggunaan eceng gondok sebagai bahan pakan babi serta pengaruhnya terhadap gambaran histopatologi hati dan ginjal babi.

METODE PENELITIAN

Perlakuan sampel

Babi diberikan pakan dengan eceng gondok dari perairan tercemar dengan 4 perlakuan dan dengan 2 ulangan, sehingga jumlah babi yang digunakan sebanyak 8 ekor. Pemeliharaan dilakukan selama 4 bulan. Keempat perlakuan tersebut adalah: A: Babi yang mendapat ransum tanpa eceng gondok

B: Babi yang mendapat ransum yang ditambah dengan 2,5% eceng gondok, C: Babi yang mendapat ransum yang ditambah dengan 5% eceng gondok, D: Babi yang mendapat ransum yang ditambah dengan 7,5% eceng gondok

Pengambilan sampel

Pengambilan sampel organ dilakukan dengan cara nekropsi pada semua babi yang dijadikan sampel di akhir penelitian. Sampel organ berupa hati dan ginjal kemudian dimasukkan ke dalam tabung yang berisi neutral buffer formalin 10%.

Pembuatan preparat

Pembuatan preparat histopatologi dilakukan dengan tahapan sebagai berikut: organ hati dan ginjal difiksasi dengan larutan neutral buffer formalin 10% minimal 24 jam. Kemudian jaringan dipotong-potong dan dimasukkan ke dalam wadah spesimen. Selanjutnya proses dehidrasi pada konsentrasi alkohol bertingkat yaitu alkohol 70%, 80%, 90%, alkohol absolut I dan absolut II. Tahapan selanjutnya adalah penjernihan dengan xylol dan pencetakan menggunakan parafin, lalu disimpan dalam lemari es. Kemudian dipotong tipis 4-5 μm

Buletin Veteriner Udayana pISSN: 2085-2495; eISSN: 2477-2712 Online pada: http://ojs.unud.ac.id/index.php/buletinvet menggunakan mikrotom. Hasil potongan diapungkan dalam waterbath agar jaringan tidak berlipat. Kemudian sediaan diletakkan pada gelas objek untuk pewarnaan Hematoksilin dan Eosin (HE).

Pada pewarnaan HE, sediaan direndam dalam xylol 1 dan 2 untuk dilakukan deparafinasi kemudian rehidrasi dengan perendaman pada alkohol absolut, alkohol 95%, dan alkohol 80% masing-masing selama 2 menit, lalu dicuci dengan air mengalir. Pewarnaan dengan Hematoksilin dilakukan selama 8 menit, dibilas dengan air mengalir, lalu dicuci dengan Lithium karbonat selama 15-30 detik, dibilas dengan air mengalir. Pewarnaan Eosin selama 2-3 menit. Sediaan yang diwarnai eosin dicuci dengan air mengalir lalu dikeringkan. Kemudian sediaan dimasukkan ke dalam alkohol 95% dan alkohol absolut masing-masing sebanyak 10 kali celupan dan ke dalam alkohol absolut 2 selama 2 menit. Selanjutnya ke dalam xylol 1 selama 1 menit dan xylol 2 selama 2 menit. Sediaan kemudian diteteskan dengan perekat permount dan ditutup dengan gelas penutup dan selanjutnya diperiksa di bawah mikroskop.

Standarisasi Pemeriksaan Preparat Histopatologi

Pemeriksaan preparat histopatologi jaringan hati dan ginjal babi yang diberikan ransum eceng gondok diamati menggunakan mikroskop dengan perbesaran  100x, 200x dan 400x.

Perubahan   yang diamati seperti :

degenerasi   melemak, nekrosis dan

peradangan.

Analisis Data

Data yang diperoleh dianalisis secara deskriptif kualitatif dengan melihat perubahan yang terjadi pada hati dan ginjal babi antara kelompok perlakuan dan kontrol.

Lokasi dan Waktu Penelitian

Pemeliharaan babi untuk penelitian dilakukan di Desa Candikusuma, Jembrana. Untuk pemeriksaan gambaran

histopatologi dilakukan di Laboratorium Patologi Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Udayana. Penelitian dilakukan selama 4 bulan.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pemeriksaan mikroskopis pada hati ditemukan degenerasi melemak, yaitu terdapat vakuola-vakuola berwarna putih yang mendesak nukleus ke tepi sel. Selain itu ditemukan juga sel-sel hati yang mengalami nekrosis dan inflamasi. Pada daerah nekrosis ditemukan proliferasi sel kuffer dan infiltrasi sel limfosit. Sedangkan pada pemeriksaan mikroskopis ginjal ditemukan adanya degenerasi melemak pada glomerulus, tubulus proksimal dan tubulus distal. Selain itu pada ginjal juga ditemukan adanya nekrosis serta inflamasi.

Dari delapan sampel hati dan delapan sampel ginjal babi Landrace yang diberi perlakuan ransum eceng gondok, ditemukan adanya perubahan histopatologi yaitu mulai dari konsentrasi 2,5%, 5%, dan 7,5%. Sedangkan pada jaringan hati dan ginjal perlakuan kontrol tidak ditemukan adanya perubahan seperti degenerasi melemak, nekrosis dan inflamasi. Hasil pemeriksaan hati dengan perlakuan eceng gondok konsentrasi 2,5 % hanya ditemukan adanya nekrosis, sedangkan degenerasi melemak dan infiltrasi sel radang tidak ditemukan. Pada perlakuan eceng gondok konsentrasi 5% hanya ditemukan perubahan berupa degenerasi melemak dan nekrosis serta tidak ditemukan inflamasi. Sedangkan pada perlakuan eceng gondok 7,5% ditemukan perubahan berupa degenerasi melemak, nekrosis dan inflamasi.

Pada pemeriksaan ginjal dengan perlakuan 2,5 % eceng gondok hanya ditemukan adanya nekrosis, sedangkan degenerasi melemak dan inflamasi tidak ditemukan. Pada perlakuan eceng gondok konsentrasi 5% hanya ditemukan perubahan berupa degenerasi melemak dan nekrosis serta tidak ditemukan inflamasi. Sedangkan pada perlakuan 7,5% eceng

gondok ditemukan degenerasi melemak, nekrosis serta inflamasi. Gambaran histopatologi hati dan ginjal babi Landrace berdasarkan perlakuan disajikan pada Gambar 1-8.

Tabel 1. Hasil Pemeriksaan Histopatologi

Jaringan Hati dan Ginjal Babi Landrace paska Pemberian Eceng Gondok dari

Perairan Tercemar Timbal (Pb).

Organ

Perlakuan

U

D

N

I

Kontrol

1

-

-

-

2

-

-

-

2,5%

1

-

+

-

Hati

2

-

-

-

5%

1

+

+

-

2

+

+

-

7,5%

1

+

+

+

2

+

+

+

Kontrol

1

-

-

-

2

-

-

-

2,5%

1

-

-

-

Ginjal

2

-

+

-

5%

1

+

+

-

2

+

+

-

7,5%

1

+

+

+

2

+

+

+

Keterangan :

(+) : Ditemukan adanya perubahan histopatologi

(-) : Tidak ditemukan adanya perubahan histopatologi

U  : Ulangan      D : Degenerasi

N   : Nekrosis       I : Inflamasi

Berdasarkan intensitas keparahan lesi, pada pemberian eceng gondok konsentrasi 7,5% ditemukan perubahan seperti degenerasi melemak, nekrosis dan inflamasi. Temuan ini menunjukkan bahwa pasca pemberian eceng gondok konsentrasi 7,5% perubahannya paling berat dibandingkan perlakuan eceng gondok konsentrasi 5%, 2,5% dan kontrol baik pada jaringan hati maupun ginjal. Pada perlakuan eceng gondok konsentrasi 5% ditemukan perubahan degenerasi

melemak dan nekrosis. Pada perlakuan eceng gondok konsentrasi 2,5% hanya ditemukan perubahan nekrosis. Perubahan nekrosis pada konsentrasi eceng gondok 2,5% secara teori didahului oleh adanya perubahan degenerasi melemak (Hestianah et al., 2010). Sedangkan pada kontrol tidak ditemukan adanya perubahan histopatologi.

Gambar 1. Gambaran histopatologi hati babi kontrol. Terlihat adanya vena sentralis ( ) dan hepatosit ( → ). (Pewarnaan HE, 100x).

Gambar 2. Gambaran histopatologi ginjal babi kontrol. Terlihat adanya glomerulus (→ ), tubulus proksimal (→ ) dan tubulus distal ( ). (Pewarnaan HE, 100x).

Perubahan-perubahan ini terkait dengan metabolisme timbal (Pb) di dalam tubuh. Timbal dalam sistem pencernaan kemudian terakumulasi dalam darah. Selanjutnya melalui peredaran darah, timbal masuk ke dalam jaringan seperti hati dan ginjal (Kamilatussaniah dan Iswari, 2015).

Gambar 3. Gambaran histopatologi hati babi pada perlakuan 2,5%. Ditemukan perubahan berupa nekrosis pada hepatosit (→ ). (Pewarnaan HE, 400x).



Gambar 4. Gambaran histopatologi ginjal babi pada perlakuan 2,5%. Ditemukan perubahan berupa nekrosis pada tubulus proksimal dan tubulus distal ( ). (Pewarnaan HE, 400x).


Gambar 6. Gambaran histopatologi ginjal babi pada perlakuan 5%. Pada tubulus proksimal, tubulus distal dan glomerulus ditemukan adanya degenerasi melemak (→ ) dan nekrosis ( →∙ ). (Pewarnaan HE, 400x).

Gambar 5. Gambaran histopatologi hati babi pada perlakuan 5%. Pada hepatosit ditemukan adanya degenerasi melemak (→ ) dan nekrosis ( → ). (Pewarnaan HE, 200x).



Gambar 7. Fotomikrograf histopatologi hati babi pada perlakuan 7,5%. Pada hepatosit ditemukan adanya degenerasi melemak ( → ), nekrosis ( ), proliferasi sel kupffer ( —► ) dan infiltrasi sel radang. (Pewarnaan HE, 400x).

Dalam jangka waktu lama Pb akan terakumulasi serta mengakibatkan kerusakan dengan menginduksi pembentukan radikal bebas dan kemampuan sistem antioksidan tubuh menurun, kemudian akan terjadi stres oksidatif (Kamilatussaniah dan Iswari, 2015). Timbal yang masuk ke dalam tubuh menjadi senyawa kimia Pb2+ dengan atom bebas pada lapisan luarnya. Timbal berubah menjadi radikal bebas karena memiliki atom bebas yang berusaha melengkapi lapisan luarnya menjadi lebih stabil dengan cara mengikat molekul lain dari organ tubuh. Dalam mencapai

kestabilan tersebut, Pb2+ akan mengikat lipid dari membran sel hati dan ginjal serta membentuk peroksidasi lipid sehingga menyebabkan stres oksidatif dan kerusakan pada membran sel hati maupun ginjal (Hidayat et al., 2013).

Gambar 8. Fotomikrograf histopatologi ginjal babi pada perlakuan 7,5%. Pada tubulus proksimal, tubulus distal dan glomerulus ditemukan adanya degenerasi melemak ( → ), nekrosis ( ) dan inflamasi ( ). (Pewarnaan HE, 400x)

Stres oksidatif mengakibatkan terbentuknya radikal hidroksil. Senyawa timbal yang masuk melalui makanan menyebabkan kerusakan hati dan ginjal dengan melibatkan pembentukan radikal bebas. Radikal bebas dengan jumlah berlebih di dalam tubuh dapat menyebabkan kerusakan sel, asam nukleat, protein dan asam lemak. Rusaknya sel akibat radikal bebas reaktif diawali dengan kerusakan membran sel antara lain mengubah fluiditas, struktur dan fungsi membran sel. Timbal adalah senyawa lipofilik sehingga mudah berikatan dengan lipid dari membran sel serta membentuk peroksidasi lipid. Terpapar timbal dalam jangka waktu lama dapat menyebabkan nekrosis dan kerusakan sel hati dan ginjal (Hidayat et al., 2013).

Kerusakan sel yang ditemukan pada pemeriksaan hati dan ginjal babi Landrace yang diberi perlakuan eceng gondok dari perairan tercemar timbal (Pb) adalah degenerasi melemak, nekrosis dan inflamasi pada sel hati dan ginjal babi. Degenerasi merupakan perubahan

morfologi sel akibat gangguan metabolisme intraselular yang selanjutnya menimbulkan perubahan struktur sel. Perubahan yang terjadi bersifat reversible (Dewi dan Sutejo, 2011). Jenis degenerasi sel yang ditemukan adalah degenerasi melemak (perlemakan hati). Degenerasi melemak (fatty degeneration) merupakan akumulasi lemak dalam sitoplasma sel. Biasanya terjadi dalam sel-sel parenkimatosa, misalnya sel hepar dan tubulus ginjal. Pada pewarnaan hematoksilin eosin (HE), lemak yang hilang akibat proses dehidrasi dengan alkohol akan terbentuk vakuola-vakuola. Lemak dalam sitoplasma sel dapat mendesak inti sel ke pinggir yang tampak pada pemeriksaan mikroskopik (Berata et al., 2016).

Kerusakan sel atau jaringan yang merupakan kelanjutan dari degenerasi sel adalah nekrosis sel yang sifatnya irreversible (Hestianah et al., 2010). Masuknya suatu substansi toksik dalam waktu yang lama akan menyebabkan nekrosis pada sel hati dan ginjal. Nekrosis diawali dengan perubahan morfologi inti sel yaitu piknosis. Tahap berikutnya inti pecah (karioheksis) dan inti menghilang (kariolisis) (Swarayana et al., 2012; Adikara et al., 2013). Pada daerah nekrosis ditemukan adanya infiltrasi sel radang berupa limfosit serta proliferasi sel kuffer pada hati. Adanya sel-sel ini mungkin dikarenakan inflamasi yang bersifat kronis. Hal ini sesuai dengan pernyataan Mitchell dan Cotran (2003), yaitu jika inflamasi yang terjadi bersifat kronis, ditandai dengan infiltrasi sel mononuklear (seperti makrofag, limfosit, dan sel plasma), destruksi jaringan dan perbaikan (meliputi proliferasi pembuluh darah baru/angiogenesis dan fibrosis). Sel – sel radang yang terakumulasi pada daerah inflamasi merupakan respon adanya faktor kemotaktik (Sugito et al., 2006). Inflamasi atau reaksi peradangan merupakan mekanisme penting yang diperlukan tubuh untuk mempertahankan diri dari berbagai bahaya yang mengganggu keseimbangan

Buletin Veteriner Udayana

pISSN: 2085-2495; eISSN: 2477-2712

Online pada: http://ojs.unud.ac.id/index.php/buletinvet juga memperbaiki struktur serta gangguan fungsi jaringan yang ditimbulkan bahaya tersebut (Adinata et al., 2012).

Keracunan yang bersifat kronis terjadi karena absorbsi timbal (Pb) dalam jumlah yang kecil, tetapi terpapar dalam jangka waktu cukup lama dan terakumulasi dalam organ dan jaringan tubuh terutama hati dan ginjal (Hidayat et al., 2013). Perubahan-perubahan histopatologi hati babi Landrace yang diberi pakan eceng gondok dari perairan tercemar timbal (Pb) sesuai dengan penelitian Triadayani et al. (2010) yang menyatakan bahwa, logam timbal (Pb) berpengaruh terhadap struktur jaringan hati ikan kerapu bebek (Cromileptes altivelis) yaitu dapat menyebabkan kerusakan berupa degenerasi melemak, degenerasi hidrofik, hemoragi, kongesti dan nekrosis hepatitis. Sedangkan perubahan yang terjadi pada ginjal sesuai dengan penelitian Dragan et al. (2009) yang menyatakan bahwa logam berat yang terakumulasi pada ginjal babi dapat mengakibatkan perubahan histopatologi yaitu perdarahan pada korteks, degenerasi melemak, distrofi dan degenerasi vakuolar pada sel epitel tubulus proksimal serta nefritis interstitial fokal.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa pemberian eceng gondok dari perairan tercemar timbal (Pb) dalam ransum sampai dengan konsentrasi 7,5% menyebabkan perubahan degenerasi melemak, nekrosis serta inflamasi pada jaringan hati dan ginjal babi Landrace jantan.

Saran

Perlu penelitian lebih lanjut untuk mengetahui perubahan histopatologi organ-organ lain yang menjadi sasaran dari keracunan timbal (Pb) seperti jantung dan pankreas babi Landrace yang diberi pakan eceng gondok dari perairan tercemar timbal (Pb) dengan waktu penelitian yang

diperpanjang, sehingga perubahan-perubahan mikroskopis lain dapat diketahui.

UCAPAN TERIMAKASIH

Penelitian ini merupakan bagian dari Penelitian Hibah Grup Riset yang dibiayai dari Dana PNBP Universitas Udayana. Terima kasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi dalam penelitian ini.

DAFTAR PUSTAKA

Adikara IA, Winaya IBO, Sudira IW. 2013. Studi histopatologi hati tikus putih (Rattus norvegicus) yang diberi ekstrak etanol daun kedondong (Spondias Dulcis G. Forst) secara oral. Bul Vet Udayana 5(2): 107-113.

Adinata MO, Sudira IW, Berata IK. 2012. Efek ekstrak daun ashitaba (Angelica keiskei) terhadap gambaran histopatologi ginjal mencit (Mus musculus) jantan. Bul Vet Udayana 4(2): 55-62.

Agustina T. 2010. Kontaminasi logam berat pada makanan dan dampaknya pada kesehatan. Teknubuga 2(2): 5365.

Agustina KK, Dharmayudha AAGO, Oka IBM, Dwinata IM, Kardena IM, Dharmawan NS, Damriyasa IM. 2016c. Case of entamoebiasis in pigs raised with a free range systems in Bali, Indonesia. J Vet 17(4): 570-575.

Berata IK, Winaya IBO, Adi AAAM, Adnyana IBW, Kardena IM. 2016. Patologi Veteriner Umum. 3thEd. Swasta Nulus. Denpasar.

Dewi R, Sutejo IR. 2011. Pemberian minyak goreng bekas pakai dalam menimbulkan kerusakan se—sel hati mencit dan penurunan kadar albumin serum mencit. Moluca Medica 4(1): 61-69.

Dragan RM , Milijan J, Verica BJ, Zoran IP, Srđan MS. 2009. Toxicological assessment of toxic element residues in swine kidney and its role in public

health risk assessment. Int J Env Res Pub Health 6: 3127-3142.

Hestianah EP, Hidayat N, Koesdarto S. 2010. Pengaruh lama pemberian ekstrak rimpang temu ireng (Curcuma aeruginosa Roxb.) terhadap gambaran histopatologi hati mencit (Mus musculus) jantan. Vet Medika 3(1): 1.

Hidayat A, Christijanti W, Marianti A. 2013. Pengaruh Vitamin E terhadap kadar SGPT dan SGOT tikus putih galur wistar yang dipapar timbal. Unnes J Life Sci 2 (1): 16-21.

Kamilatussaniah AY, Iswari RS. 2015.

Pengaruh suplementasi madu kelengkeng terhadap kadar TSA dan MDA tikus putih yang diinduksi timbal (Pb). J MIPA 38(2): 107-113.

Kusumadewi MR, Suyasa IWB, Berata IK. 2014. Tingkat biokonsentrasi logam berat dan gambaran histopatologi ikan mujair (Oreochromis mossambicus L) yang hidup di perairan tukad badung kota denpasar. Ecotrophic 9(1): 2534.

Mitchell RN, Cotran RS. 2003. Acute and Chronic Inflammation. Dalam SL Robbins, V Kumar. Robbins Basic Pathology Philadelphia: Elsevier Saunders (7thEd): 33-59.

Riswandi. 2014. Kualitas silase eceng gondok    (Eichhornia    crassipes)

dengan penambahan dedak halus dan ubi kayu. J Pet Sriwijaya 3(1): 1-6.

Sugito W, Manalu DA, Astuti E, Handharyani, Chairul. 2006. Histopatologi hati dan ginjal pada ayam broiler yang dipapar cekaman panas dan diberi ekstrak kulit batang jaloh (Salix tetrasperma Roxb). JITV 12(1): 728-734.

Swarayana IMI, Sudira IW, Berata IK. 2012. Perubahan histopatologi hati mencit (Mus musculus) yang diberikan ekstrak daun ashitaba (Angelica keiskei). Bul Vet Udayana 4(2): 119-125.

Triadayani AE, Aryawati R, Diansyah G. 2010. Pengaruh logam timbal (Pb) terhadap jaringan hati ikan kerapu bebek (Cromileptes altivelis). Maspari J 1(1):42-47.

8