Studi Kasus Perhitungan Tingkat Morbiditas, Mortalitas, dan Fatalitas Kolibasilosis pada Babi yang Dipelihara Semi-intensif
on
Buletin Veteriner Udayana
ISSN : 2085-2495
Vol. 4 No.1. :17-22
Pebruari 2012
Studi Kasus Perhitungan Tingkat Morbiditas, Mortalitas, dan Fatalitas Kolibasilosis pada Babi yang Dipelihara Semi-intensif
(CASE STUDY OF MORBIDITY, MORTALITY, AND CASE FATALITY RATE OF SWINE COLIBASILLOSIS)
I Made Kardena, I Gusti Ketut Suarjana, Putri Udayani
Fakultas Kedokteran Hewan, Universitas Udayana Jalan PB Sudirman, Denpasar
Email [email protected]
ABSTRAK
Telah dilakukan studi kasus mengenai tingkat morbiditas, mortalitas dan fatalitas kasus kolibasilosis pada anak babi. Dua ratus empat puluh empat babi umur 1 hari sampai 4 minggu dari peternakan semi-intensif dipakai sebagai sampel pada penelitian ini. Seluruh sampel diperoleh dari peternakan babi di wilayah Desa Sudimara, Tabanan, diamati selama tiga puluh hari untuk mengamati adanya infeksi kolibasilosis. Penentuan kasus kolibasilosis didasarkan pada gejala klinis berupa diare, dan uji mikrobiologi dengan uji EMBA. Persentase morbiditas, mortalitas dan fatalitas kasus dikalkulasi berdasarkan formula Roberson (2008). Hasil penelitian menunjukkan tingkat morbiditas, mortalitas, dan fatalitas kasus masing-masing diperoleh 8,6%, 2,05% dan 23,8%. Hasil ini menunjukkan tingkat morbiditas, mortalitas, dan fatalitas kasus kolibasilosis pada babi yang dipelihara secara semi-intensif relatif rendah. Hal ini dapat dipengaruhi oleh sistem pemeliharaan babi secara semi-intensif, dimana kandang, pakan, dan tingkat kebersihan ternak babi mendapat perhatian yang lebih baik bila dibandingkan dengan sistem pemeliharaan ternak babi secara tradisional.
Kata Kunci: morbiditas, mortalitas, tingkat fatalitas, kolibasilosis, babi,
ABSTRACT
A case study on morbidity, mortality and case fatality rate of swine colibasillosis was done. A total of 244 pigs aged 1 day to 4 weeks that were collected from semi-intensive pig farms was used in this study. All of the young pigs were obtained from Sudimara Village, in Tabanan District, Bali. The observation of the disease was evaluated in 30 days. Confirmation of Colibasillosis infection was based on the diarrhea clinical sign, and then confirmed with microbiological test using EMBA. The percentage of morbidity, mortality and case fatality rate were calculated based on the formula of Roberson (2008). Results showed the morbidity, mortality and case fatality rate were 8.6%, 2.05%, and 23.8% respectively. These results indicating that morbidity, mortality and case fatality rate in young pigs that were rising in semi-intensive farm were relatively low. It seemed that the low level of morbidity, mortality, and case fatality rate were influenced by the pig rising system where the feed, captive, and hygiene are much better than the traditional pig farming system.
Keywords: morbidity, mortality, case fatality rate, swine colibasillosis
PENDAHULUAN
Babi merupakan ternak potensial yang masih banyak diinvestasikan oleh masyarakat. Begitu pula dengan meningkatnya kebutuhan akan daging babi, sejalan dengan peningkatan jumlah penduduk tiap tahunnya. Di Bali, selain peningkatan jumlah konsumsi daging babi terjadi karena meningkatnya kebutuhan akan konsumsi protein hewani, juga disebabkan oleh penggunaan babi pada saat upacara adat. Perkembangan sistem peternakan babi di Bali semakin meningkat. Puluhan tahun lalu, sebagian besar babi di Bali diternakkan dengan manajemen tradisional. Kini, semakin banyak peternak yang memelihara babinya dengan sistem kandang secara semi intensif sampai intensif. Sehingga manajemen pemeliharaan secara tradisional sudah semakin jarang. Hal ini juga berpengaruh terhadap peningkatan produktivitas dari peternakan babi itu sendiri, baik sebagai usaha penggemukan maupun pembibitan babi (Ardana dan Harya Putra, 2008).
Dalam usaha beternak pembibitan babi, ada beberapa kendala yang sering dihadapi peternak, salah satunya adalah penyakit yang dapat menyerang ternak babi, terutama bibitnya. Ada berbagai penyakit pada babi yang dapat mengancam produktivitas suatu peternakan, apalagi bila babi yang terserang penyakit tersebut sampai menimbulkan kematian. Adapun penyakit yang dapat menyerang babi diantaranya: hog cholera, streptococcosis, salmonellosis, maupun kolibasilosis (Doyle & Dolares, 2006).
Kolibasilosis merupakan penyakit yang disebabkan oleh bakteri Escherecia coli strain patogen (Jorgensen et al, 2007).
Pada babi penyakit ini sering disebut sebagai piglet scour (Narayanan et al, 2008). Berdasarkan kelompok umur babi yang diserang, dikelompokkan seperti: kelompok babi yang berumur dibawah 2 minggu, diantara 2 dan 4 minggu, dan umur diatas 4 minggu. Dua kelompok pertama tersebut merupakan kelompok umur babi yang lebih sering terserang penyakit kolibasilosis dibandingkan dengan kelompok umur babi diatas 4 minggu. Namun, umur babi sampai dengan 4 minggu masih tergolong dalam babi muda yang memiliki resiko yang tinggi terinfeksi penyakit kolibasilosis (Francis, 2002).
Kolibasilosis pada babi merupakan salah satu penyakit yang perlu mendapat perhatian. Bila terjadi wabah, dapat merugikan peternak secara ekonomi (Zhang et al, 2007). Diare hebat dan berlangsung cukup lama merupakan klinis dari penyakit ini, bahkan bisa menyebabkan kematian bagi babi penderita. Diare yang terjadi diakibatkan oleh toxin yang dihasilkan bakteri Escherichia coli pathogen yang dapat mengganggu mekanisme intestinal babi (Duan et al, 2011).
Studi mengenai penyakit kolibasilosis pada babi di Bali masih relatif terbatas, khususnya pada babi yang diternakkan secara semi intensif. Besung (2010) melakukan studi tentang tingkat kejadian penyakit kolibasilosis pada babi muda yang diternakkan secara semi intensif di Bali sebesar 42%, termasuk faktor resiko dari kejadian penyakit tersebut berdasarkan kelompok umur. Namun, studi pada penyakit terkait tentang tingkat morbiditas, mortalitas dan fatalitas kasus penyakit kolibasilosis pada babi belum pernah dilaporkan. Tulisan ini membahas mengenai tingkat morbiditas, mortalitas,
dan tingkat fatalitas kasus kolibasilosis pada babi yang diternakkan secara semi-intensif.
MATERI DAN METODE
Materi Penlelitian
Sebanyak 244 ekor anak babi umur antara 1 hari hingga 4 minggu dari 28 unit induk digunakan dalam penelitian ini. Seluruh sampel babi muda tersebut diperoleh dari peternakan pembibitan babi yang diternakkan secara semi-intensif di Desa Sudimara, Tabanan, Bali. Pemilihan unit indukan yang memiliki anak babi dilakukan secara acak, namun pemilihan anak babi dilakukan secara purposive disesuaikan dengan jumlah anak babi yang dimiliki masing-masing indukan. Survey tempat dan wawancara dilakukan sebelum penelitian untuk meyakinkan bahwa dalam waktu 30 hari kedepan anak babi yang akan dipakai sampel dalam penelitian ini tidak dipotong ataupun dijual.
Metode Penelitian
Pengamatan terhadap tingkat morbiditas, mortalitas dan fatalitas kasus dilakukan pada periode 30 hari yang diperoleh berdasarkan penghitungan jumlah kasus kolibasilosis pada seluruh sampel studi. Kolibasilosis dinyatakan positif berdasarkan pengamatan gejala klinis berupa diare encer berwarna putih kekuningan. Babi yang mengalami diare, kemudian dikonfirmasi dengan uji mikrobiologi. Feses babi yg mengalami diare ditanam pada media Eosin Methylen Blue Agar (EMBA). Positif kolibasilosis ditandai dengan pertumbuhan kuman yang berwarna hijau metalik berdasar metode Carter & Cole (1990). Pengujian mikrobiologi dilakukan di Laboratorium
Mikrobiologi Veteriner, Fakultas Kedokteran Hewan, Univeritas Udayana.
Pengamatan gejala klinis kolibasilosis ditentukan pada pengamatan hari pertama diare yang dilanjutkan dengan uji secara mikrobiologi dengan pertimbangan hari berikutnya sampel akan memperoleh pengobatan. Kematian pada sampel ditentukan apabila sampel yang mati memiliki latar belakang diare dan hasil uji mikrobiologinya positif yang ditandai dengan pertumbuhan kuman berwarna hijau metalik pada media EMBA.
Data yang dipakai pada penelitian ini berupa hasil uji mikrobiologi yang positif terhadap penyakit kolibasilosis baik yang sakit maupun yang mati yang memiliki latar belakang gejala klinis diare. Selanjutnya data dianalisis dengan menghitung tingkat morbiditas, mortalitas dan fatalitas kasus yang disesuaikan dengan metode Robertson (2008).
HASIL DAN PEMBAHASAN
Sebanyak 244 ekor anak babi yang berumur 1 hari sampai 4 minggu dari 28 unit indukan diperoleh sebanyak 32 ekor babi muda yang mengalami diare (Tabel 1). Namun, dari 32 ekor babi muda tersebut setelah diuji secara mikrobiologi hanya 21 ekor yang positif terinfeksi kolibasilosis. Dengan demikian perhitungan terhadap tingkat morbiditas diperoleh sebesar 8,6%. Namun, ada juga sampel babi yang mengalami kematian dan positif setelah diidentifikasi secara mikrobiologi. Jumlah babi yang mengalami kematian dengan latar belakang gejala klinis diare sebanyak 5 ekor, sehingga perhitungan terhadap tingkat mortalitas diperoleh 2,05%. Dengan diperolehnya tingkat morbiditas dan mortalitas sampel, maka tingkat fatalitas kasus diperoleh sebesar 23,8%.
Tabel 1. Data pengamatan sampel babi muda terhadap jumlah yang sakit dan mati dengan
latar belakang gejala klinis diare.
No |
Nomor unit indukan babi |
Jumlah anak |
Jumlah sakit dengan diare |
Jumlah mati |
Positif uji EMBA |
1 |
Unit2/7 D |
7 |
0 |
0 |
0 |
2 |
Unit 3/5D |
8 |
0 |
0 |
0 |
3 |
Unit 3/3A |
11 |
0 |
0 |
0 |
4 |
Unit 3/6A |
11 |
4 |
1 |
4 |
5 |
Unit 3/8D |
8 |
0 |
0 |
0 |
6 |
Unit 2/1A |
8 |
0 |
0 |
0 |
7 |
Unit 4/6A |
8 |
0 |
0 |
0 |
8 |
Unit 5/7D |
8 |
2 |
0 |
2 |
9 |
Unit 4/3A |
8 |
2 |
0 |
2 |
10 |
Unit 5/10A |
8 |
0 |
0 |
0 |
11 |
Unit 5/1A |
8 |
0 |
0 |
0 |
12 |
Unit 5/3A |
10 |
1 |
0 |
0 |
13 |
Unit 5/2D |
10 |
0 |
0 |
0 |
14 |
Unit 3/4A |
8 |
0 |
0 |
0 |
15 |
Unit 2/5A |
7 |
0 |
0 |
0 |
16 |
Unit 4/5A |
10 |
3 |
1 |
3 |
17 |
Unit 4/10D |
12 |
3 |
0 |
3 |
18 |
Unit 4/6D |
10 |
2 |
0 |
0 |
19 |
Unit 5/5A |
9 |
4 |
1 |
4 |
20 |
Unit 5/6A |
10 |
0 |
0 |
0 |
21 |
Unit 5/6D |
5 |
0 |
0 |
0 |
22 |
Unit 3/4B |
6 |
0 |
0 |
0 |
23 |
Unit 1/12B |
5 |
1 |
1 |
0 |
24 |
Unit 5/9A |
10 |
5 |
0 |
0 |
25 |
Unit 5/9D |
11 |
1 |
0 |
0 |
26 |
Unit 5/7D |
12 |
0 |
0 |
0 |
27 |
Unit 4/6A |
9 |
1 |
0 |
0 |
28 |
Unit 3/4D |
7 |
3 |
1 |
3 |
Total |
28 Unit |
244 |
32 |
5 |
21 |
Morbiditas yang diperoleh sebesar 8,6% merupakan tingkat morbiditas yang relatif kecil. Menurut Hartaningsih dan Hasan (1985) tingkat morbiditas dari kolibasilosis pada babi di Bali sekitar 60,7%. Perbedaan ini kemungkinan disebabkan oleh faktor pemeliharaan babi pada saat itu yang kebanyakan dipelihara secara tradisional. Berbeda dengan sebaran sampel pada pengamatan dalam penelitian ini.
Rendahnya tingkat morbiditas yang diperoleh dapat dipengaruhi oleh sampel babi yang dipakai diperoleh dari sistem
manajemen pemeliharaan babi secara semi-intensif, dimana umumnya tingkat hiegenitas pakan dan kandang dapat perhatian lebih baik bila dibandingkan dengan manajemen pemeliharaan babi secara tradisional. Pada sistem pemeliharaan babi secara tradisional, umumnya kondisi lingkungan kandang sanitasinya lebih buruk, sehingga cenderung memiliki tingkat morbiditas, mortalitas dan fatalitas kasus colibasilosis lebih tinggi.
Lyutskanov (2011) menyatakan pakan dan manajemen kandang merupakan faktor resiko yang dapat berpengaruh
terhadap kejadian penyakit kolibasilosis pada babi dan tentu juga akan mempengaruhi tingkat morbiditas dan mortalitas terhadap kejadian dari penyakit ini. Hal serupa juga dilaporkan oleh Owusu-Asiedu et. al. (2003) yang menyatakan tingkat morbiditas, mortalitas dan tingkat fatalitas kasus bukan hanya dipengaruhi oleh agen penyebab suatu penyakit, tetapi juga dipengaruhi oleh manajemen pemeliharaan dari hewan tersebut.
Tingkat mortalitas pada kasus kolibasilosis babi yang dipelihara secara semi intensif juga relatif rendah. Hal ini dapat terjadi karena pada manajemen pemeliharaan babi secara semi-intensif, peternaknya cenderung lebih responsif terhadap ternaknya, dibandingkan dengan babi yang dipelihara secara tradisional. Apabila terjadi diare dalam tahap awal, umumnya pada peternakan semi-intensif langsung memberikan pengobatan. Secara umum, pengobatan yang diberikan pada babi yang mengalami diare berupa golongan antibiotik.
Manajemen kandang juga berperanan terhadap kejadian suatu penyakit. Kandang yang memiliki tingkat higienitas rendah cenderung memudahkan perkembangbiakan agen penyakit. Kandang yang tidak memiliki sistem drainase yang baik pada kandang babi, dapat menyebabkan tergenangnya air yang bercampur dengan kotoran babi. Keadaan seperti ini dapat mempermudah perbanyakan kuman, tak terkecuali kuman coli yang patogen. Walaupun demikian, kecil kemungkinan tingkat higienitas buruk terdapat pada sistem pemeliharaan babi secara semi intensif, dan hal inilah yang juga dapat berpengaruh terhadap rendahnya tingkat morbiditas, mortalitas, dan tingkat fatalitas kasus colibasilosis pada babi yang dipelihara secara semi intensif.
Dalam sistem pemeliharaan babi, berbagai faktor yang dapat mempengaruhi kesehatan ternak perlu mendapat perhatian. Terkadang tidak hanya satu atau beberapa faktor bisa berpengaruh terhadap produktivitas ternak, namun satu faktor bisa memicu terjadinya faktor lain dan faktor tersebut dapat saling bersinergi yang bisa menimbulkan epidemik suatu penyakit, tak terkecuali penyakit colibasilosis. Hampson (1994) melaporkan berbagai faktor resiko pada sistem pemeliharaan babi, seperti: pakan, tingkat higienitas dan tingkat kelembaban yang cukup tinggi dapat bersinergi dalam menimbulkan outbreak penyakit colibasilosis.
Adanya diare pada sampel babi yang setelah dilakukan uji secara mikroskopis, menunjukkan bahwa tidak seluruh sampel yang menunjukkan gejala diare positif terinfeksi kolibasilosis. Adanya sampel babi diare yang setelah diuji secara mikroskopis menunjukkan hasil negatif, kemungkinan sampel tersebut terinfeksi penyakit lain, atau babi tersebut bisa saja mengalami digestion intolerant. Gejala klinis berupa diare bukan hanya merupakan sindrom dari penyakit kolibasilosis. Penyakit lain juga dapat menimbulkan gejala diare pada babi, seperti swine dysentri, transmisable gastro-enteritis atau trichuriasis. Klinis diare dapat juga disebabkan oleh agen pathogen lain pada babi atau bisa juga diare terjadi karena penyebab diare lebih dari satu / agen kompleks (Carpenter, 2005).
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Studi kasus morbiditas, mortalitas dan tingkat fatalitas penyakit kolibasilosis pada babi yang dilakukan di peternakan semi-intensif di Desa Sudimara, Tabanan
masing-masing sebesar 8,60%, 2, 05%, dan 23,8%.
Saran
Perlu dilakukan penelitian terkait dengan jumlah peternakan dan jumlah sampel babi yang lebih banyak, sehingga data yang dihasilkan bisa mewakili populasi babi yang ada.
DAFTAR PUSTAKA
Ardana IB dan Harya Putra. 2008. Manajemen Reproduksi, Produksi, dan Penyakit Ternak Babi. Udayana University Press.
Besung INK. 2010. Kejadian Kolibasilosis Pada Anak Babi. Majalah Ilmiah Peternakan.
Vol.13, No.1.
Carpenter JA. 2005. Diarrhoea in Nursery Pigs Associated with Multiple Concurrent Pathogens. J Swine Health Prod. 13(4):218-221.
Carter Gr & Cole J. 1990. Diagnostic Procedures in Veterinary Bacteriology and Mycology. 5th Edition. Academic Press, Inc.
Doyle JE & Dolares GE. 2006. Escherichia coli in Diarrheal Disease.
Duan Q, Yao F, Zhu G. 2011. Major Virulence Factor of Enterotoxigenic Escherichia coli in Pigs. Annals of Microbiology.
Francis DH. 2002. Enterotoxigenic Escherichia coli Infection in Pigs and Its Diagnosis. J Swine Health Prod. 10(4): 171-175.
Hampson DJ. 1994. Postweaning Diarrhoea in Pigs. In:Gyles, GL (ed.) Escherichia coli in Domestic Animals and Humans. CAB, International, Wallingford, UK, pp. 171-185
Hartaningsih N dan Hasan MZ. 1985. Colibasilosis in Young Pigs. Disease Investigation Centre Region VI. Denpasar.
Jorgensen SJ, Cavaco LM, Hasman H, Emborg HD & Guardabassi L. 2007. Occurrence of CTX-M-1-producing Escherichia coli in Pigs Treated with Ceftiofur. Journal of Antimicrobial Chemotherapy.
59(5):1040-1042.
Lyutskanov M. 2011. Epidemiological Characteristics of Post-Weaning Diarrhoea Associated with ToxinProducing Escherichia coli in Large Intensive Pig Farms. Trakia Journal of Sciences. 9(3): 68-73. http://www.uni-sz.bg
Narayanan R, Krishnakumar N, Gopu P, Bharathidasan A, Prabhakaran R. 2008. Effect of Citric Acid As Feed Addictive in Swine Starter Diet. Indian J. Anim Res. 42(4):308-309.
Owusu-Asiedu A, Nyachoti CM, Baidoo SK, Marquardt RR, Yang X. 2003. Response of Early-weaned Pigs to an Enterotoxigenic Escherichia coli (K88) Challenge When Fed Diets Containng Spray-dried Porcine Plasma or Pea Protein Isolate Plus Egg York Antibody. J Anim Sci. 81:17811789.
Robertson I. 2008. VET 641: Principle of Epidemiology. Murdoch
University Press. Perth, Western Australia.
Zhang W, Zhao M, Ruescj L, Omot A, Francis D. 2007. Prevalence of Virolence genes in Eschericia coli Strain Recently Isolated from Young Pigs with Diarrhea in the US. J. Vet. Mic. 123:1-3(145-152).
22
Discussion and feedback