THE HISTOLOGICAL STRUCTURE AND HISTOMORPHOMETRY OF GRANULOCYTE IN BALI CATTLE POST MINERAL ADMINISTRATION
on
Buletin Veteriner Udayana
pISSN: 2085-2495; eISSN: 2477-2712
Volume 8 No. 2: 151-158
Agustus 2016
Struktur Histologi Dan Histomorfometri Granulosit Pada Sapi Bali Pasca Pemberian Mineral
(THE HISTOLOGICAL STRUCTURE AND HISTOMORPHOMETRY OF GRANULOCYTE IN BALI CATTLE POST MINERAL ADMINISTRATION)
Ni Luh Sri Sundari Rahayu1, Ni Ketut Suwiti2, Putu Suastika2
1Praktisi dokter hewan di Kabupaten Karangasem 2Laboratorium Histologi Veteriner Universitas Udayana, Jln. PB. Sudirman Denpasar-Bali, Email: [email protected]
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui struktur histologi dan histomorfometri granulosit pada sapi bali pasca pemberian mineral. Sebanyak 24 sampel darah sapi bali terdiri dari tiga kelompok perlakuan yang digunakan dalam penelitian ini. Pengambilan sampel darah dilakukan melalui vena jugularis. Apusan darah dibuat dengan menggunakan metode slide kemudian diikuti oleh fiksasi dan pewarnaan Hematoxilin Eosin. Pengukuran granulosit dilakukan dengan menggunakan mikroskop perbesaran 100x, dan dianalisis dengan analisis varian. Struktur histologi analisis dengan deskriptif kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian mineral dalam pakan tidak berpengaruh nyata terhadap histomorfometri dari neutrofil, eosinofil, dan basofil. Selain itu struktur histologi granulosit sapi bali juga tidak berbeda nyata diantara kelompok perlakuan.
Kata kunci: sapi bali, mineral, struktur histologi, histomorfometri granulosit
ABSTRACT
The aims of this study was to describe the histologycal structure and histomorphometry of granulocyte in bali cattle post mineral administration. A total of 24 blood samples of bali cattle consist of three treatment groups were used in this study. Blood sampling was done through the jugular vein. The blood slides were made using slide method performed in the field then followed by fixation and staining Hematoxilin Eosin. Granulocyte measurements performed a microscope using a 100x magnification, and then analyzed by analysis of variant. The structire histological analyzed by qualitative descriptive analysis. The results showed that administration of minerals in the feed has no significant effect for histomorphometry of the neutrophils, eosinophils, and basophils cell. In addition, there was alsos no defference of histological structure of granulocyte in between group.
Keywords: bali cattle, minerals, histological structure, histomorphometry granulocyte
PENDAHULUAN
Sapi bali (Bos sondaicus) adalah salah satu bangsa sapi asli dan murni Indonesia (Handiwirawan dan Subandriyo, 2004). Sapi bali tidak hanya terdapat di Bali melainkan sudah banyak tersebar di beberapa daerah di Indonesia yakni NTB, NTT, Kalimantan, Sulawesi, dan Jawa Timur. Sapi bali ini merupakan plasma nutfah yang perlu dipertahankan
keberadaannya dan dilestarikan karena memiliki beberapa keunggulan spesifik, diantaranya memiliki sifat reproduksi dan kualitas karkas sangat baik, tahan pada kondisi lingkungan tropis dan pakan yang buruk, serta mempunyai fertilitas yang tinggi.
Bagi peternak, sapi bali di Provinsi Bali merupakan hewan ternak yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan masyarakat petani dan memiliki empat
fungsi penting bagi masyarakat yaitu: sebagai tenaga kerja pertanian, sebagai sumber pendapatan, sebagai sarana upacara keagamaan, sebagai hiburan, dan objek pariwisata (Nur, 2005). Sapi bali banyak dipelihara oleh masyarakat sebagai tabungan bukan sebagai bisnis yang menjanjikan keuntungan, sehingga peternak sapi bali terkadang tidak memperhatikan kebutuhan pakan sapi tersebut dan hanya memberikan pakan hijauan yang didapat dari lingkungan sekitarnya tanpa ada pakan tambahan (Sariubang dan Surya, 2000).
Pemberian hijauan saja tidak akan mencukupi kebutuhan nutrisi mineral, karena tidak semua unsur mineral yang dibutuhkan sapi bali terdapat pada pakan yang tumbuh di suatu lahan (Dian, 2014). Dalam hal ini, ketersediaan mineral dipengaruhi oleh lahan atau tanah. Mineral dalam darah berperan untuk proses fisiologis tubuh, proses enzimatis dan hormon, perbaikan sel, sebagai katalis dan regulator, reproduksi serta untuk kekebalan tubuh yang diperankan oleh sel darah putih (McDonald, 2010).
Suwiti et al. (2012) menyatakan bahwa sapi bali di Bali mengalami defisiensi mineral makro (P, K dan Cl) serta defisiensi mineral mikro (Zn, Mn, Se dan Cu). Walaupun mikro mineral diperlukan dalam jumlah yang sedikit oleh tubuh, namun sangat berperan dalam pembentukan darah, seperti mineral Fe berperan dalam pembentukan sel darah merah, terutama dalam pembentukan hemoglobin (Dharma et al., 2005 ; Arifin, 2008). Sedangkan Zn, Mn, Se, dan Cu sangat dibutuhkan oleh tubuh untuk sistem kekebalan tubuh, baik secara humoral ataupun seluler (Spears, 1999). Kebutuhan mineral sangatlah penting dalam sistem pertahanan, terutama proses hematopoiesis. Mineral dapat diberikan dalam berbagai bentuk, seperti mencampurnya dalam pakan. Bentuk pemberian mineral dapat diberikan berupa : bentuk mix dan cetak.
METODE PENELITIAN
Materi Penelitian
Sampel berupa darah sapi bali jantan sebanyak 24 ekor yang dipelihara di Desa Catur, Kecamatan Kintamani, Bangli. Sapi tersebut diberi tiga perlakuan berbeda yaitu : kontrol, bentuk mix, dan cetak. Bahan yang digunakan untuk pembuatan preparat apusan darah dalam penelitian ini adalah methyl alkohol absolut (metanol absolut), pewarna Hematoxilin Eosin, alkohol, aquadest, dan minyak emersi. Sedangkan bahan yang digunakan sebagai perlakuan bentuk mix terdiri dari 500 gram dedak padi, 500 gram jagung kuning, 7,5 gram mineral premix, dan bahan yang digunakan dalam pembuatan bentuk cetak sama dengan bahan bentuk mix hanya saja ditambahkan 30 gram tepung kanji serta 600 liter air. Pakan yang diberikan pada sapi yang menjadi kontrol terdiri dari 70% rumput dan 30% leguminosa (lamtoro, kaliandra, dadap, dan lain-lain).
Alat-alat yang digunakan untuk pembuatan preparat apusan darah berupa : spuit 3 ml, obyek gelas, gelas fiksasi (coplin jar), beaker gelas, rak pewarna, mikroskop, dan lensa ukur sel darah (mikrometer mikroskop). Sedangkan alat-alat yang digunakan untuk pembuatan bentuk mix dan cetak berupa : timbangan, pencetak pakan, mortar, baskom besar, sendok, panci penangas, spatula, kompor, oven, plastik pembungkus, dan aluminium foil.
Metode Penelitian
Sebelum dilakukan penelitian, terlebih dahulu dilakukan uji palatabilitas. Uji ini dilakukan selama satu minggu yang bertujuan untuk mengetahui tingkat kesukaan sapi bali terhadap formulasi ransum yang akan digunakan sebagai perlakuan, dan secara tidak langsung dapat melakukan adaptasi serta mencari metode yang digunakan selama penelitian.
Sampel darah diambil setelah tiga bulan pemberian perlakuan mineral bentuk mix dan cetak. Sampel darah dari 24 ekor sapi bali jantan diambil dengan menggunakan spuit 3 ml yang aseptik melalui vena jugularis. Sampel darah tersebut kemudian dibuat apusan darah sebanyak 24 buah sesuai jumlah sampel sapi. Pembuatan sampel apusan darah dan fiksasi langsung dibuat di lahan tempat pemeliharaan sapi. Metode yang digunakan dalam pembuatan sampel apusan darah yaitu dengan metode slide. Sedangkan proses pewarnaan Hematoxilin Eosin serta pemeriksaan histologi dan histomorfometri dilakukan di Laboratorium Histologi Fakultas Kedokteran Hewan, Universitas Udayana.
Pengukuran granulosit dilakukan di bawah mikroskop dengan menggunakan pembesaran lensa obyektif 100x dibantu dengan meneteskan minyak emersi untuk mengurangi terjadinya bias. Pengukuran dilakukan dengan metode mikrometer mikroskop. Proses kerja mikrometer mikroskop yaitu dengan memasang mikrometer okuler di atas lensa okuler mikroskop. Kemudian dilanjutkan dengan memasang mikrometer objektif di bawah lensa objektif yakni di meja benda mikroskop. Langkah berikutnya mencari bayangan skala mikrometer objektif dan mikrometer okuler yang paling jelas. Kalibrasi dilakukan dengan mensejajarkan kedua bayangan skala, yakni skala mikrometer okuler dan skala mikrometer objektif dengan memutar bagian atas lensa okuler.
Pada penelitian ini skala okuler yang diperoleh yaitu 3,5 skala dan skala objektifnya 5 skala. Jadi skala kalibrasi yang digunakan yaitu 7 µm. Pengukuran dilakukan pada granulosit sapi bali yang masing-masing dihitung lima sel pada setiap preparat lalu ukuran yang didapat dikalikan dengan hasil kalibrasi (7 µm) kemudian dirata-ratakan dan dianalisis.
Analisis Data
Data yang diperoleh berupa ukuran sel darah granulosit dianalisis dengan analisis varian. Sedangkan struktur histologi dianalisis dengan deskriptif kualitatif menggunakan SPSS 17 (Sampurna dan Nindhia, 2008).
HASIL DAN PEMBAHASAN
Struktur Histologi Granulosit (Neutrofil, Eosinofil, Basofil) Sapi Bali
Struktur histologi neutrofil sapi bali kontrol, bentuk mix, dan cetak disajikan pada Gambar 1. Hasil pengamatan struktur histologi granulosit sapi bali pasca pemberian mineral dalam bentuk mix, dan cetak terhadap struktur histologi pada 24 sampel menunjukkan berbagai variasi. Struktur histologi granulosit sapi bali kontrol dengan diberi tambahan mineral dalam bentuk mix dan cetak tidak berbeda. Neutrofil memiliki tiga gelambir dan terlihat jelas.
Pada Gambar 1 terlihat bahwa struktur histologi neutrofil sapi bali kontrol, bentuk mix, dan cetak memberikan berbagai variasi bentuk. Terlihat pada gambar neutrofil perlakuan bentuk cetak memiliki bentuk gelambir lebih besar dibandingkan dengan gelambir pada neutrofil sapi kontrol dan bentuk mix. Bila dibandingkan dengan neutrofil pada sapi bali yang diberikan perlakuan bentuk mix terlihat gelambirnya sama besar seperti pada kontrol, namun bila dicermati terlihat ada perbedaan pada bagian sitoplasmanya. Sitoplasma sel netrofil yang diberikan mineral terlihat lebih besar dan jelas dibandingkan dengan kontrol. Hal ini mungkin disebabkan oleh faktor pemberian mineral yang ditambahkan pada pakan. Menurut Suwiti et al. (2012) mineral berpengaruh terhadap struktur sel-sel sistem pertahanan.
Gambar 1. Variasi struktur histologi neutrofil sapi bali A. kontrol, B. bentuk mix, dan C. cetak. Panah berwarna putih menunjukkan gambaran nukleus, dan panah berwarna hitam menunjukkan gambaran sitoplasma. Pewarnaan Hematoxilin Eosin dengan pembesaran 100X.
Neutrofil merupakan sel darah granulosit yang paling banyak ditemukan pada kebanyakan hewan. Memiliki granul halus pada sitoplasma, inti bergelambir, inti kromatin terlihat pekat dan bergerombol. Inti neutrofil tidak berbentuk bulat melainkan berlobus yang berjumlah 2-5 lobus bahkan dapat lebih. Neutrofil memiliki fungsi sebagai garis pertahanan pertama (first line of defense) terhadap serangan mikroorganisme, trauma jaringan atau pemicu sinyal
inflamasi lainnya. Peningkatan neutrofil muda mencerminkan infeksi yang terjadi masih baru (akut), disebut dengan istilah shift to the left (bergeser kekiri). Peningkatan neutrofil tua yang abnormal dan hiperpigmentasi mencerminkan adanya infeksi kronis atau stress, disebut dengan istilah shift to the right (bergeser ke kanan) (Leslie, 2004). Struktur histologi eosinofil sapi bali kontrol, bentuk mix, dan cetak disajikan pada Gambar 2.
Gambar 2. Variasi struktur histologi eosinofil sapi bali D. kontrol, E. bentuk mix, dan F. cetak. Panah berwarna putih menunjukkan gambaran nukleus, dan panah berwarna hitam menunjukkan gambaran sitoplasma. Pewarnaan Hematoxilin Eosin dengan pembesaran 100X.
Hasil pengamatan terhadap struktur histologi eosinofil yakni memiliki inti bergelambir dua dengan bentuk tidak
beraturan. Struktur histologi eosinofil sapi bali yang diberikan tambahan mineral mix dan cetak disajikan pada
(Gambar 2). Pada pengamatan struktur histologi eosinofil tidak ditemukan perbedaan antara sapi bali kontrol dengan sapi bali yang diberikan perlakuan mineral bentuk mix dan cetak. Eosinofil pada sapi bali kontrol terlihat memiliki sitoplasma yang besar dan terlihat jelas. Pada sapi bali kontrol dan dengan perlakuan bentuk mix memiliki benang kromatin yang jelas dan gelambirnya dihubungkan oleh benang kromatin tersebut. Sedangkan pada perlakuan bentuk cetak gelambir eosinofil tidak dipisahkan oleh benang kromatin.
Hasil penelitian ini mendukung hasl yang dilaporkan Harvey (2012) yang menyatakan ukuran, bentuk dan jumlah granul eosinofil berbeda tiap spesies. Pada sapi dan babi eosinofil memiliki ukuran bentuk dan jumlah granul kecil dibandingkan spesies lainnya. Inti eosinofil mirip dengan inti neutrofil, perbedaanya inti eosinofil memiliki dua lobus. Lobus tersebut biasanya tertutup oleh granul. Granul eosinofil pada ruminansia berwarna orange cerah (Weiss
dan Wardrop, 2010). Struktur histologi basofil sapi bali kontrol, bentuk mix, dan cetak disajikan pada Gambar 3.
Hasil pengamatan terhadap struktur histologi basofil yakni inti terdiri atas dua gelambir dengan bentuk tidak beraturan. Granul pada sitoplasma berwarna biru tua atau ungu agak cerah dan menutupi inti. Pada pengamatan struktur histologi basofil (Gambar 3) tidak ditemukan perbedaan antara sapi bali kontrol dengan sapi bali yang diberikan perlakuan mineral bentuk mix dan cetak. Namun ditemukan beberapa variasi pada masing-masing basofil tersebut. Basofil pada sapi bali kontrol terlihat memiliki nukleus yang hampir memenuhi seluruh sel, bahkan ada yang memenuhi seluruh sel sehingga sitoplasmanya tidak terlihat jelas. Sedangkan pada perlakuan bentuk cetak sel terlihat memiliki nukleus lebih kecil dibandingkan dengan basofil kontrol dan perlakuan bentuk mix. Apabila dicermati terlihat ada perbedaan dari ketiga perlakuan tersebut yaitu nukleusnya terlihat tidak padat.
Gambar 3. Variasi struktur histologi basofil sapi bali G. kontrol, H. bentuk mix, dan I. cetak. Panah berwarna putih menunjukkan gambaran nukleus, dan panah berwarna hitam menunjukkan gambaran sitoplasma. Pewarnaan Hematoxilin Eosin dengan pembesaran 100X.
Dalam penelitian ini terbukti bahwa pemberian mineral tetap penting dilakukan karena akan mendapatkan persentase granulosit yang normal. Pemberian mineral dalam bentuk mix dan cetak pada sapi tidak memberikan
pengaruh terhadap struktur histologi granulosit sapi bali, namun dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu faktor penyerapan mineral dalam tubuh hewan yang kurang efektif dan pengaruh status kesehatan hewan yang memang tidak
menunjukkan gejala sakit, sehingga pengaruh mineral tidak terlihat pada struktur histologi granulosit sapi bali tersebut (Pujiastari et al., 2015).
Mineral sangat penting untuk berbagai fungsi tubuh dan sebagian besar mineral dapat diperoleh pada pakan hijauan sapi bali, namun beberapa mineral kandungannya rendah dalam tanah hal ini disebabkan karena faktor geologis dan jenis tanahnya. Pada sapi yang digunakan sebagai perlakuan dalam penelitian ini tidak mengalami defisiensi mineral, hal ini kemungkinan terjadi karena kondisi tanah di Desa Catur Kecamatan Kintamani, Bangli sangat subur terbukti dengan tumbuhnya banyak pakan hijauan seperti leguminosa. Dimana sumber kalsium banyak diperoleh secara alami yaitu dapat diperoleh dari susu, tanaman berdaun hijau, kacang-kacangan, dan leguminosa (McDonald et al., 2010; Putra et al., 2016).
Histomorfometri granulosit (neutrofil, eosinofil, dan basofil) sapi bali
Hasil penelitian pengaruh pemberian mineral dalam bentuk mix dan cetak terhadap histomorfometri granulosit sapi bali disajikan pada Tabel 1. Histomorfometri granulosit sapi bali menunjukkan tidak terdapat perbedaan antara ketiga perlakuan (P>0,05). Rerata histomorfometri neutrofil sapi bali kontrol, diberikan tambahan mineral mix, dan cetak berturut-turut, yaitu 4,31 µm, 4,28 µm, dan 4,13 µm. Rerata histomorfometri eosinofil sapi bali kontrol, diberikan tambahan mineral mix, dan cetak berturut-turut, yaitu 4,19 µm, 4,17 µm, dan 4,08 µm. Rerata histomorfometri basofil sapi bali kontrol, diberikan tambahan mineral mix, dan cetak berturut-turut, yaitu 4,31 µm, 4,40 µm, dan 4,33 µm.
Tabel 1 Rerata histomorfometri (+SD) granulosit pada sapi bali
Kelompok |
Neutrofil |
Eosinofil |
Basofil |
Kontrol |
4,31+0,28a |
4,19+0,28a |
4,31+0,46a |
Mix |
4,28+0,28a |
4,17+0,33a |
4,40+0,47a |
Cetak |
4,13+0,37a |
4,08+0,30a |
4,33+0,22a |
Keterangan: huruf yang sama kearah kolom menunjukkan tidak berbeda nyata (P>0,05).
Hasil pengamatan terhadap histomorfometri atau ukuran granulosit sapi bali pasca pemberian mineral bentuk mix dan cetak tidak menunjukkan perbedaan (P<0,05. Walaupun ukuran sel granulosit tersebut hampir tidak berbeda nyata secara statistik, namun dengan pengamatan secara lebih detail tampak bahwa ukuran granulosit pada sapi yang diberikan tambahan mineral memiliki ukuran yang bervariatif. Apabila diamati ukuran granulosit (neutrofil, eosinofil, basofil) sapi bali kontrol, bentuk mix,
dan cetak berada pada kisaran 3,5-5,6 µm, 2,8-5,6 µm, dan 2,8-5,6 µm.
Histomorfometri granulosit sapi bali lebih kecil dibandingkan dengan sapi jenis lainnya. Ukuran neutrofil sapi jenis lain berkisar 10-12 µm sedangkan pada sapi bali berkisar 5,6 µm. Ukuran eosinofil sapi bali tergolong kecil yaitu 5,6 µm dengan perbandingan ukuran sapi jenis lain yaitu 10-15 µm.
Ukuran basofil pada sapi jenis lain adalah 10-12 µm sedangkan pada sapi bali hanya 5,6 µm. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ukuran granulosit
sapi bali relatif lebih kecil, hal ini memperlihatkan bahwa ras juga menentukan ukuran dari sel-sel darah.
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Simpulan yang bisa ditarik dari penelitian ini adalah pemberian mineral bentuk mix dan cetak dalam pakan menyebabkan terjadinya variasi struktur histologi granulosit sapi bali, namun secara histomorfometri sel darah granulosit tidak berpengaruh nyata.
Saran
Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut tentang pengaruh pemberian mineral bentuk mix dan cetak terhadap struktur histologi dan histomorfometri sel agranulosit sapi bali, serta hubungannya dengan respon imun.
UCAPAN TERIMAKASIH
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih kepada Kemendiknas c.q Hibah Penelitian Kompetitif Nasional MP3EI Tahap III, dan staf Puskeswan Nusa Penida atas kesempatan dan bantuan dalam proses penelitian ini.
DAFTAR PUSTAKA
Arifin Z. 2008. Beberapa unsur mineral esensial mikro dalam sistem biologi dan metode analisisnya. Jurnal Litbang Pertanian, 27(3): 99-105.
Dharma WA, Sudaryat S, Aryasa KN, Suandi IKG. 2005. Peran Suplementasi Mineral Mikro Seng Terhadap Peran Suplementasi Mineral Mikro Seng Terhadap Kesembuhan Diare. Sari Pediatri, 7(1): 15-18.
Handiwirawan E, Subandriyo. 2004.
Potensi Dan Keragaman
Sumberdaya Genetik Sapi Bali. Wartazoa, 14(3): 107-115.
Harvey JW. 2012. Veterinary Hematology: A Diagnostic Guide and Color Atlas. Elseiver Inc. Florida.
Leslie C, Sharkey. Veterinary Clinical Pathology. Veterinary Clin Path, 33(4): 252.
McDonald P, Edward RA, Greenhalgh JFD, Morgan CA, Sinclair LA,Wilkinson RG. 2010. Animal Nutrition. Seventh Edition. Pearson Publishers, England.
Nur CA. 2005. Karakteristik Sumberdaya Genetik Ternak Sapi Bali (Bos-bibos banteng) dan Alternatif Pola
Konservasinya. Biodiversitas, 6(1): 70-75.
Pujiastari NNT, Suastika P, Suwiti NK. 2015. Kadar Mineral Kalsium Dan Besi Pada Sapi Bali Yang Dipelihara Di Lahan Persawahan. Bul. Vet. Udayana, 7(1): 66-72
Putra IPC, Suwiti NK, Ardana IBK. 2016. Suplementasi Mineral Pada Pakan Sapi Bali Terhadap Diferensial Leukosit Di Empat Tipe Lahan. Bul. Vet. Udayana, 8(1): 8-16
Sampurna IP, Nindhia TS. 2008. Analisis Data Dengan SPSS: Dalam Rancangan Percobaan. Udayana University Press. Denpasar.
Sariubang M, Tambing SN. 2000. Analisis Pola Usaha Pembibitan Sapi Bali Yang Dipelihara Secara Ekstensif Dan Semi Intensif. Proc. Seminar Nasional Peternakan dan Veteriner, 408-412.
Spears JW. 1999. Reevaluation Of The Metabolic Essentiality Of The Minerals. Asian Aust. J Anim Sci, 6(12): 1002-1008.
Sujani NKS, Piraksa IW, Suwiti NK. 2014. Profil mineral magnesium dan
tembaga serum darah sapi bali yang dipelihara di lahan tegalan. Buletin Veteriner Udayana, 6(2): 119-123
Suwiti NK, Putra S, Puja N, Watiniasih NL. 2012. Peningkatan Produksi Sapi Bali Unggul Melalui Pengembangan Model Peternakan Terintegrasi. Laporan Penelitian
Prioritas Nasional (MP3EI) Tahap I. Pusat Kajian Sapi Bali Universitas Udayana.
Weiss DJ, Wardrop KJ. 2010. Schalm’s Veterinary Hematology, Sixth
Edition. Blackwell Publishing.
United State.
158
Discussion and feedback