GLUTATHION MENINGKATKAN KUALITAS TUBULUS SEMINIFERUS PADA MENCIT YANG MENERIMA PELATIHAN FISIK BERLEBIH
on
Buletin Veteriner Udayana
ISSN : 2085-2495
Vol. 2 No.1. :11-19
Pebruari 2010
GLUTATHION MENINGKATKAN KUALITAS TUBULUS SEMINIFERUS PADA MENCIT YANG MENERIMA PELATIHAN FISIK BERLEBIH
GLUTATHIONE INCREASES THE QUALITY OF TUBULE SEMINIFEROUS ON MICE HAVING PHYSICAL OVERTRAINING
Desak Nyoman Dewi Indira Laksmi
Lab. Reproduksi Veteriner.
Fakultas Kedokteran Hewan, Universitas Udayana, Denpasar Bali.
e-mail : dewiindiralaksmi@yahoo.com
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh glutathion terhadap tubulus seminiferus mencit selama latihan fisik berlebih. Penelitian ini adalah penelitian eksperimental dengan rancangan randomized pretest – posttest control group design.Sampel dalam penelitian ini adalah mencit jantan dewasa strain Balb-C umur 2 – 3 bulan dengan kisaran berat badan 20-25 gram, sebanyak 48 ekor mencit dibagi dua kelompok yaitu 24 ekor mencit kelompok kontrol dan 24 ekor mencit kelompok perlakuan (Po = kelompok pelatihan fisik berlebih dengan aqua pro-injeksi, intraperitoneal dan P1 = kelompok pelatihan fisik berlebih dengan glutathion 6 Mmol/kg BB/hari,Intraperitoneal). Sebelum perlakuan, 12 ekor diambil dari setiap kelompok untuk pre-test dengan pembuatan preparat mikroskopis testis dan pemeriksaan kualitas tubulus seminiferus . Sisa mencit sebanyak 12 ekor dipergunakan untuk post-test yang diberikan perlakuan selama 35 hari. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terjadi peningkatan secara bermakna (p<0,05) kualitas tubulus seminiferus pada pemberian glutathion. Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa pemberian glutathion dapat memperbaiki kualitas tubulus seminiferus pada mencit yang menerima pelatihan fisik berlebih.
Kata kunci : Pelatihan fisik berlebih,glutathion, kualitas tubulus seminiferus.
ABSTRACT
The aims of this study was to find out influence of glutathione on tubule seminiferous quality during the overtraining. This study was experimentally and randomly pretest-posttest with control group design. The samples of this study were strain Balb-C adult male mice with the following criteria: body weight between 20-25 grams, age 2-3 months, randomly, 48 mice were divided into two groups, 24 mice were control group and the other 24 were treatment group (Po = physical overtraining group with aqua proinjection, intraperitoneal, and P1 = physical overtraining group with glutathione 6 Mmol/kg
BW/day, intra-peritoneal). Prior to the treatment, 12 mice were taken from each group for the pre-test, by preparing microscopic preparation testicle and examination was performed to seminiferous tubules quality. The rests of the mice, 12 mice were used as for post-test examination after 35 days treatment. The result showed that the quality of seminiferous tubules significantly increase (p<0, 05) after the glutathione treatment. It can be concluded that the glutathione treatment improved the quality of seminiferous tubules.
Key Words : Physical overtraining, glutathione, seminiferous tubules quality.
PENDAHULUAN
Masalah kesuburan atau fertilitas merupakan hal yang penting dalam menentukan kelangsungan hidup manusia beserta keragaman genetiknya. Kesuburan atau fertilitas pasangan dapat dinilai dari jumlah dan kualitas spermatozoa pada pria dan sel telur (ovum) pada wanita.
Testis dalam proses reproduksi mempunyai dua fungsi utama yaitu memproduksi hormon dan spermatozoa. Kedua fungsi tersebut secara anatomi berlangsung terpisah yaitu hormon testosteron dihasilkan oleh sel leydig, sedangkan sel spermatozoa dihasilkan oleh sel epithel tubulus seminiferus (Burger et al, 1977 ; Guyton & Hall, 1966).
Aktivitas sehari-hari dilaporkan dapat mengganggu proses tubulus seminiferus yang dampaknya akan mempengaruhi produksi spermatozoa, salah satu aktivitas adalah olahraga yang berlebih. Berolahraga meningkatkan konsumsi oksigen (VO2), yang digunakan untuk menghasilkan energi berupa ATP,
melalui proses fosforilasi oksidatif dalam mitokondria. Dalam proses fosforilasi, sekitar 4-5 % oksigen akan berubah menjadi senyawa oksigen reaktif (SOR) yang terjadi di rantai transport elektron yang terdapat di membran dalam mitokondria. Pada olahraga yang berlebih, konsumsi oksigen (VO2) akan meningkat 100 kali lebih besar dibandingkan saat istirahat. Hal ini akan mengakibatkan radikal bebas yang terbentuk lebih banyak melalui rantai transport elektron (Sutarina & Edward, 2004).
Penelitian pada tikus yang diberi beban aktivitas fisik berlebih yaitu berenang sampai hampir tenggelam, diketemukan tingginya produksi radikal bebas asam reactive thiobarbituric (TBARS) pada jaringan testis 235,27 nmol/mg jaringan, dibandingkan tanpa perlakuan 196,79 nmol/mg jaringan (Misra et al, 2005). Manna et al (2003) melaporkan bahwa tingginya kadar malondialdehyd (MDA) dan conjugated dienes (CD) bersamaan dengan menurunnya antioksidan enzimatik yaitu glutathion (GSH), superokside dismutase
(SOD), katalase, glutathion-s-transferase (GST) dan peroksidase pada testis tikus yang direnangkan dengan intensitas tinggi dan durasi lama.
Pada latihan fisik yang berlebih jumlah antioksidan intrasel tidak mampu menetralisir radikal bebas, akibatnya muncul stres oksidatif. Stres oksidatif dapat menyebabkan kerusakan jaringan testis terutama tubulus seminiferus (Fuchs et al.,1997).
Glutathion (GSH) secara langsung dapat berperan sebagai scavenger radikal bebas dan dapat menstabilkan struktur membran dengan cara menghilangkan atau meminimalkan pembentukan asil peroksida dalam reaksi peroksidasi lipid ( Irvine, 1996 ; Shah, 2004 ; Winarsi, 2007).
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peranan glutathion sebagai antioksidan untuk memperbaiki kualitas tubulus seminiferus pada mencit yang menerima pelatihan fisik berlebih.
METODE PENELITIAN
Hewan Coba
Hewan yang dipakai dalam penelitian ini adalah 48 ekor mencit jantan dewasa strain Balb-C, umur 2 – 3 bulan dengan kisaran berat badan 20 – 25 gram. Mencit dilakukan aklimatisasi selama satu minggu di kandang hewan coba dan diberi pakan serta minum
secara ad libitum. Setelah masa adaptasi selama satu mingu dilakukan penelitian sesuai dengan rancangan penelitian. Penelitian. Penelitian dilakukan di Bagian Reproduksi Veteriner, Fakultas Kedokteran Hewan, Universitas Udayana dan Balai Besar Veteriner (BBV).
Rancangan Penelitian
Rancangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah eksperimental dengan polarandomized pretest-posttest control group design. Sebanyak 48 ekor mencit yang dipakai dalam penelitian ini dikelompokkan menjadi 2 kelompok dan setiap kelompok terdiri atas 24 ekor yaitu kelompok P1 (perlakuan pelatihan fisik berlebih tanpa glutathion) dan kelompok P2 (perlakuan pelatihan fisik berlebih dengan glutathion).
Prosedur Penelitian dan Pemeriksaan Sample Testis.
Sebelum pelatihan, masing – masing kelompok perlakuan diambil 12 ekor mencit sebagai pretest kemudian dilakukan pembedahan dan pengambilan testis untuk pembuatan sediaan histopatologi dan dinilai secara mikroskopis. Untuk posttest masing-masing kelompok perlakuan dilakukan pelatihan sebagai berikut: pada kelompok pelatihan tanpa glutathion diberikan aquabidest steril 0,2 cc secara intraperitoneal dan pada kelompok pelatihan dengan glutathion diberikan
glutathion dengan dosis pemberian 6 Mmol/kg berat badan mencit secara intraperitoneal. Setelah satu jam pemberian glutathion, mencit dilakukan pelatihan renang maksimal sampai hampir tenggelam satu kali sehari dengan lama total pelatihan adalah 35 hari, demikian pula pada kelompok pelatihan tanpa glutathion. Pada hari ke-36, seluruh mencit perlakuan dibunuh secara intrakardial, kemudian setiap mencit dibedah untuk diambil testisnya. Testis segera ditampung dalam botol yang sebelumnya sudah diisi buffer formalin 10%, dan selanjutnya dibawa ke laboratorium. Lebih lanjut di laboratorium dilakukan pemeriksaan PA dan pengamatan gambaran histologi testis dengan mikroskop cahaya pembesaran 400 kali.
Parameter dan Analisis Data
Parameter yang diukur dalam penelitian ini adalah tingkat perbaikan kualitas tubulus seminiferus. Katagori kerusakan tubulus seminiferus menurut Burkitt, 1993 adalah
-
1. Atrofi tubuler yang ditandai dengan kehilangan sel–sel spermatogenik di dalam tubulus.
-
2. Nekrosis tubuler yang ditandai dengan kerusakan seluruh unsur sel di dalam tubulus dan terlihat adanya sisa-sisa bahan nekrotik,
-
3 Hilangnya sel-sel intermedia di dalam tubulus. Sel intermedia adalah bentuk
akhir spermatogonium A sebelum berubah menjadi spermatogonium B
-
4. Adanya penurunan spermatogenesis yaitu penurunan paling sedikit 75% dari jumlah spermatozoa yang terlihat dalam lumen dengan bentuk intermedia yang utuh.
Data yang diperoleh pada penelitian ini dianalisis dengan menggunakan SPPS 13.0 (for windows).
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Kualitas Tubulus Seminiferus
Presentase kualitas tubulus seminiferus pretest – posttest kelompok kontrol dan kelompok perlakuan ditunjukkan pada tabel 1.
Hasil yang dipaparkan pada tabel 1 menunjukkan bahwa presentase kualitas tubulus seminiferus dalam lima lapang pandang setelah pelatihan fisik berlebih tanpa pemberian glutathion (kelompok kontrol-post-test), jauh lebih rendah jika dibandingkan dengan kelompok yang tidak diberi pelatihan fisik berlebih (kelompok kontrol-pretest) dan kelompok pelatihan fisik berlebih dengan pemberian glutathion (kelompok perlakuan-post-test). Sedangkan kelompok yang diberi pelatihan fisik berlebih dengan pemberian glutathion tidak ada perbedaan dengan kelompok yang tidak mendapat pelatihan fisik berlebih (kelompok perlakuan-
pretest). Setelah dilanjutkan dengan uji wilcoxonmenunjukkan bahwa pre-testpost-test kelompok kontrol berbeda secara bermakna (p<0,05) sedangkan pre-testpost-test kelompok perlakuan tidak berbeda secara bermakna (>0,05). Hasil uji Mann-Whitney menunjukkan bahwa post-test kelompok kontrol dan kelompok perlakuan berbeda secara bermakna (p<0,05).
Gambar 2. : Gambaran histologi tubulus seminiferus mencit setelah diberi pelatihan fisik berlebih (kelompok posttest perlakuan P1) dengan pembesaran 400x.
Nampak dalam gambar kerusakan tubulus seminiferus ditandai dengan hilangnya sel intermedia (katagori 3) dan penurunan sel – sel spermatogenik (katagori 4) (A=
Tubulus seminiferus, B= Sel-sel spermatogenik).


Gambar 1 : Gambaran histologi tubulus seminiferus mencit tanpa pelatihan fisik (kelompok pretest) pembesaran 400x.
Nampak dalam gambar kualitas tubulus seminiferus normal dengan sel – sel spermatogenik cukup padat (A=Tubulus seminiferus, B= Sel-sel spermatogenik, C=Sel intermedia).
Gambar 3. Gambaran histologi tubulus seminiferus mencit setelah diberi pelatihan fisik berlebih dengan glutathion (kelompok posttest perlakuan P2) pembesaran 400x.
Nampak dalam gambar peningkatan tubulus seminiferus normal ditandai
dengan peningkatan sel – sel
spermatogenik bahkan sama dengan kelompok pretesst (A= Tubulus seminiferus, B= Sel-sel spermatogenik, C= Sel Intermedia).
Tabel 1. Rataan ± SD Presentase Kualitas Tubulus Seminiferus Pretest – Posttest Kelompok Kontrol dan Kelompok Perlakuan pada 5 Lapang Pandang Testis Mencit
∣l∣∣r u ∣∣∣b∙Evr |
I-r∣∙ιιι∣∣∣∣ |
k K-Iiiilrii-I |
Kvlvinpok Pwhkfeiaii | |
ETv tert |
l,∣n< It-I |
Prc-IMl |
PaiHcM | |
K ICilil=I-. I∣ιl∣ιιlιι- ScBiinihm |
⅛H,4∣± J1W- |
A∣ι147⅛j,v∣fc |
'⅛.JJ = I.77' |
,⅛ KfitJ1J-I' |
K∙rle∣ruM∣∣=ιM . Mlul fekn<2utt ιιι∕fi⅛**rj'∕∣ Iirl Iivibfe ∣uιlu ∣M∣'I* V*∣∣g Auiiiu
III. IIIi II i ιιk I. H ∣ι∣r∣wιL∣i∣r S Uhfi h>*⅛ I F<∣M,M
Pembahasan
Gambaran Histologi Tubulus Seminiferus
Dari pengamatan gambaran kualitatif, pada kelompok pelatihan fisik berlebih (gambar 2) terlihat adanya penurunan kualitas tubulus seminiferus dengan hilangnya sel-sel intermedia (katagori 3) di dalam tubulus seminiferus dan penurunan spermatogenesis (katagori 4).
Berolahraga meningkatkan konsumsi oksigen yang digunakan untuk menghasilkan energi berupa ATP, melalui proses fosforilasi oksidatif dalam mitokondria. Dalam proses ini oksigen akan tereduksi menjadi air. Namun tidak semua oksigen mengalami reduksi menjadi air, karena sekitar 4-5 % oksigen akan berubah menjadi senyawa oksigen reaktif (SOR) yang terjadi di rantai transport elektron dalam mitokondria (Sutarina & Edward, 2004).
Radikal bebas menyebabkan kerusakan sel-sel spermatogenik dengan
cara peroksidasi komponen lipid dari membran sel. Peroksidasi dari asam lemak tak jenuh yang terjadi pada membran sel spermatozoa adalah reaksi self-propagation, yang dapat meningkatkan disfungsi sel akibat hilangnya fungsi dan integritas membran.
Pemberian glutathion (GSH) secara intraperitoneal dengan dosis 6 Mmol/kg berat badan mencit satu kali sehari selama 35 hari diperoleh kualitas tubulus seminiferus mengalami perbaikan dengan ditandai peningkatan jumlah tubulus seminiferus normal, bahkan tidak ada perbedaan dengan kelompok yang tidak mendapat pelatihan fisik (tabel 1). Ji, (1998) melaporkan bahwa pemberian suplemen glutathion (GSH) dan glutathion ethyl ester (GSH-E) pada tikus dapat mencegah lipid peroksidasi pada otot selama latihan fisik yang diperpanjang. Sen et al, (1994) juga melaporkan terjadi defisiensi GSH selama latihan fisik berlebih yang dihubungkan dengan banyaknya kelainan fisiologis dan biokimia seperti penurunan rasio
GSH:GSSG dan peningkatan peroksidasi lipid di otot skeletal tikus. Pemberian suplemen GSH menyebabkan terjadinya peningkatan plasma GSH sebanyak 20 kali lipat dengan pemberian GSH intraperitoneal.
GSH (∂glutamylcysteinylglycine) adalah sumber thiol non protein di dalam sel dan memiliki beberapa fungsi dalam proteksi jaringan dari kerusakan oksidatif dan mempertahankan stabilitas lingkungan intraselular. GSH dapat menurunkan hidrogen peroksida dan organic-peroksidase melalui reaksi katalisa dengan perantara GSH peroksidase (GPX), GSH berfungsi sebagai scavenger dari -OH dan singlet oksigen (O2-) (Ji, 1999 ).
Kerja antioksidan glutathion ini bekerja sebagai scavenger/penangkap radikal bebas dan mengubah radikal bebas yang telah terbentuk dengan cara memutus reaksi berantai menjadi molekul yang kurang reaktif (Winarsi, 2007).
Gambar 4. Lipid peroksidasi dan sistem pertahanan antioksidan enzim dalam spermatozoa (Dikutip dari Irvine, 1996)
Pada gambar di atas hidrogen peroksida dan lipid peroksida akan didetoksifikasi melalui reduksi oleh enzim glutathion peroksidase yang dikonversi menjadi bentuk glutathion teroksidasi (GSSG). Glutathion bentuk teroksidasi (GSSG) akan direduksi oleh glutathion reduktase melalui penggunaan NADPH. Glutathion tereduksi (GSH) mencegah lipid membran dan unsur – unsur lainnya dari kerusakan oksidasi, dengan cara merusak molekul hidrogen peroksida dan lipid peroksida (Winarsi, 2007 ; Irvine, 1996).
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Dari hasil penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa glutathion dapat meningkatkan kualitas tubulus seminiferus pada mencit yang menerima pelatihan fisik berlebih.
Saran
Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut pengukuran kadar radikal bebas langsung pada jaringan tubulus seminiferus dan mengetahui apakah ada efek samping dari pemberian glutathion terhadap organorgan tubuh lainnya.
UCAPAN TERIMA KASIH
Penulis mengucapkan terima kasih atas bantuan dana dari BPPS tahun anggaran 2006, dan laboratorium Reproduksi
Veteriner Unud, laboratorium Biomedik FKH Unud, laboratorium Patologi Balai Besar Veteriner atas fasilitas yang diberikannya.
DAFTAR PUSTAKA
Burkitt, H.G. 1993. Functional Histologis, A Text and Colour Atlas, Langman Group, London.
Burger,H.G.,De
Kretser,D,M.,Hudson,B.1976. Spe rmatogenesis and Its Endocrine Control. In : Hafez,E.S.E, editor. Human Semen and Fertility Regulation in Men. The C.V Mosby Company.Saint Louis. P.3 – 14.
Fuchs,J.,Thiele,J.J.,Ochsendorf,F.R.1997. Oxidative Stress in Male Infertility. Verlag. St Agustin.p 21 – 40
Gayton,A.C and Hall,J.E.1997. Fisiologi Olahraga, dalam : Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Ed.9.Jakarta. Penerbit Buku Kedokteran EGC, hal : 1341-1342.Giam, C.K 1993. Ilmu Kedokteran
Olahraga. Binarupa Aksara. Jakarta. 34 – 37 Gilbert,S.F.1985. Developmental Biology. Sinaeur Association,Inc. Scenderland. Massachusetss.
Irvine, D.S.,1996. Glutathion as a Treatmen for Male Infertility.
Journals of Reproduction and Fertility 1 : 6 – 12.
Ji,L.L and Leeuwenburgh C.
1998. Glutathion and Glutathione Ethyl Ester Supplementation of Mice Alter Glutathion homeostasis During Exercise. Abstract. Available from :jn.nutrition.org/cgi/content/abstract (Accessed : 2008July 22)
Ji,L.L. 1999. Antioxidant and Oxidative Stress in Exercise. Proceeding of the Society for Experimental Biology and Medicine. 222 : 238 – 292.
Kumar, L., Cotran R.S., Robbins, S.L. 2005. Robbins Basic Pathology, In : Cellular Injury Adaptation and Death. WB Sauners. Philadelphia.
Manna, Jana K, Samanta P.K. Effect of Intensive Exercise-Induced Testicular Gametogenic and Steroidogenic Disorders Strain Rats: Correlative Approach to Oxidative Stress. Journal Acta Physiologica Scandinavica volume 178 Issue 1 Page 33-40, May 2003.Abstract. Available from : http://www.blackwell-synergy.com. (Accessed : 2008 March 16)
Misra et al.,2005. Protective Effect of Composite Extract of Withania somnifera, Ocimum sanctum and Zingiber officinale on Swimming-Induced Reproductive Endocrine Dysfunctions in Male Rat. Available from http: //ijpt.iums.ac.ir. (Accessed 2007 Oct. 25).
Murray,R.K.,Granner,D.,Mayes,P.A.,Rod well,V.W.2000. Harper’s
Biochemistry, 25th Ed. P : 124, 156 – 157, 618 – 620.
Sanocka,D and Kurpisz, M. 2004. Reactive Oxygen Species and Sperm Cells. Journal of Reproductive Biology and Endocrinology 2 : 12.
Shah, P. 2004 Male Infertility and Glutathion. Available from: www.1whey2health.com.
(Accessed 2007Nov. 6)
Sutarina, N., Edward, T. 2004. Pemberian Suplemen pada Olahraga. Majalah GizMindo vol.3 No. 9 September 2004. p : 14 – 15.
Winarsi H, 2007. Antioksidan Alami dan Radikal Bebas. Yogyakarta. Penerbit Kanisius, hal : 105 – 109.
19
Discussion and feedback