INDUKSI ESTRUS DENGAN PMSG DAN GN-RH PADA SAPI PERAH ANESTRUS POSTPARTUM
on
Buletin Veteriner Udayana
ISSN : 2085-2495
Vol.1 No.2. :83-87
Agustus 2009
INDUKSI ESTRUS DENGAN PMSG DAN GN-RH PADA SAPI PERAH ANESTRUS POSTPARTUM
(Induction of Oestrus with PMSG and Gn-RH in the Postpartum an Oestrus Dairy Cattle)
Oleh; Tjok Gde Oka Pemayun
Laboratorium Reproduksi Veteriner FKH-UNUD.
Email: tjokormas@yahoo.co.id.
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh Gn-RH dan PMSG terhadap munculnya estrus pada sapi perah anestrus postpartum. Sebanyak 21 ekor sapi perah anestrus postpartum yang dibagi kedalam 3 kelompok perlakuan yaitu kelompok I. Injeksi tunggal Gn-RH dengan dosis 500 ug/im/ekor (Gn-RH 1x), kelompok II. Injeksi dua Gn-RH dengan dosis 250 ug/im/ekor dengan interval 24 jam dan kelompok III. Injeksi tunggal PMSG dosis 1000 IU/im//ekor. Hasil penelitian menunjukkan munculnya estrus paling cepat terjadi pada penyuntikan PMSG yaitu rata-rata yaitu 3,43 ± 0,79 hari(2-4 hari) dan paling lama adalah pada pada penyuntikan Gn-RH 1x yaitu rata-rata 7,17 ± 3,24hari(5-10 hari). Hasil ini dapat disimpulkan bahwa baik PMSG maupun Gn-RH mempunyai daya efektivitas yang sama untuk menginduksi munculnya estrus.
Kata Kunci; Gn-RH, PMSG, Anestrus postpartum, sapi perah,
ABSTARCT
This study was conducted to observe the effect of Gn-RH and PMSG on onset of oestrus in the postpartum anoestrus dairy cattle. The total of twenty one postpartum anoestrus dairy cattle for used for this study. They were divided into three groups i.e. (I) treated with single dose injection of 500 ug Gn-RH /im/head (Gn-RH 1x), (II) treated with twice injection 250 ug Gn-RH/im/head (at 24 hours interval) (Gn-RH 2x), and (III) treated with single dose injection of 1000 IU PMSG/im/head. The result showed that the onset of oestrus wich treated with PMSG was earlier (3,43 ± 0,79 days) than Gn-RH 1x (7,17 ± 3,24 days). In coclusion, The PMSG was as effective as Gn-RH to the onset of oestrus
Key Word; Gn-RH, PMSG, postpartum anoestrus, dairy cattle
PENDAHULUAN
Anestrus sering merupakan penyebab infertilitas pada sapi. Gangguan reproduksi ini umumnya terjadi pada sapi induk sesudah partus atau inseminasi/perkawinan tanpa terjadi konsepsi. Kegagalan reproduksi merupakan salah satu faktor utama yang dapat menghambat laju perkembangan populasi ternak. Umumnya calving intervals harus tidak lebih dari 365 hari untuk dapat melahirkan satu anak dalam setahun, dan untuk mencapai 365-day calving interval 365 hari diperlukan diperlukan kembalinya aktivitas ovarium setelah melahirkan (Opsomer and de Kruif, 1999).
Ditinjau dari produksi susu yang tinggi dan kondisi pakan yang buruk, maka hipofungsi ovarium mungkin adalah penyebab utama kegagalan reproduksi pada sapi perah. Kegagalan estrus atau anestrus pada ternak sapi merupakan gejala utama dari banyak faktor lain yang mempengaruhi siklus birahi. Menurut Hafez (2000) bahwa anestrus akibat hipofungsi ovarium sering berhubungan dengan gagalnya sel-sel folikel menanggapai rangsangan hormonal, adanya perubahan kuantitas maupun kualitas sekresi hormonal, menurunnya rangsangan yang berhubungan dengan fungsi hipotalamus-pituitaria-ovarium yang akan menyebabkan menurunnya
sekresi gonadotropin sehingga tidak ada aktivitas ovarium setelah melahirkan.
Rangsangan aktivitas ovarium pada kasus anestrus postpartum (hipofungsi ovarium), telah banyak dilaporkan seperti penyuntikan hormon gonadotropin pada sapi (Hafez,2000). Penyuntikan Gn-RH juga dilaporkan pada sapi potong dapat menginduksi pelepasan FSH dan LH (Yavas and Walton, 2003). Penyuntikan Gn-RH juga dilaporkan pada domba yang mengalami anestrus dapat menginduksi pelepasan FSH dan LH (Ainsworh et al., 1982). Penggunaan PMSG pada kasus anestrus juga telah banyak dilaporkan dapat menginduksi timbulnya estrus (Jubb et al., 1989 ; Putro, 1991 ; Hafez, 2000). Gabungan hormon estrogen dengan progesteron juga pernah dicoba pada sapi perah yang mengalami anestrus postpartum, namun kurang berhasil dibandingkan hormon gonadotropin, dan penanganan yang paling efektif pada kasus hipofungsi adalah pemberian FSH yang diikuti dengan pemeberian LH (McDougall and Compton, 2005)
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh PMSG dan Gn-RH terhadap munculnya estrus pada sapi perah anestrus postpartum.
MATERI DAN METODA
Penelitian ini menggunakan 21 ekor sapi perah Friesian Holstein (FH) lokal yang mengalami anestrus postpartum dan
sudah pernah melahirkan dua hingga empat kali dilimaperusahaan sapi perah di Kodya Surabaya. Sapi-sapi yang mengalami anestrus postpartum setelah melahirkan 90 hari dan berdasarkan palpasi tidak ada aktivitas ovarium (tidak ada perkembangan folikel maupun korpus luteum) dikelompokan menjadi tiga kelompok perlakuan dan masing-masing kelompok terdiri dari 7 ulangan. Kelompok I disuntik Gn-RH (Fertagyl, Intervet Inc.).satu kali (Gn-RH 1x) dengan dosis 500 ug/im/ekor, kelompok II disuntik Gn-RH dua kali (Gn-RH 2x) dengan interval 24 jam dengan dosis 250 ug/im/ekor dan kelompok III disuntik PMSG (Folligon, Intervet Canada Ltd.) dosis 1000 iu/im/ekor.
Rancangan yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) dan pengamatan estrus setelah perlakuan dilakukan 3 kali sehari yaitu 2 kali pada saat pemerahan (jam 03 – 11.00 WIB) dan sore hari pada jam 17.00 WIB. Indikasi berahi ditandai dengan adanya kegelisahan, kuak berkali-kali, vulva membengkak dan kemerahan serta keluarnya lendir dari vulva (Hafez, 2000). Analisis yang digunakan terhadap rata-
rata waktu timbulnya estrus adalah Analisis of Varaians (ANOVA). Bila berbeda nyata dilanjutkan dengan uji Tukey,s (Pengolahan data menggunakan program SPSS).
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pengaruh penyuntikan hormon eksogenus terhadap timbulnya estrus dari ketiga kelompok perlakuan, ternyata 1 keor sapi yang tidak menunjukkan estrus yaitu kelompok pada kelompok perlakuan penyuntikan Gn-RH satu kali . Hal ini sesuai dengan kerja hormon seperti yang dilaporkan oleh Hafez (2000) bahwa Gn-RH berfungsi menginduksi pelepasan FSH dan LH di hipofisa anterior sehingga menyebabkan perkembangan folikel dan terjadinya estrus, demikian juga dengan dengan PMSG yang aktivitas FSH yang tinggi dan sedikit aktivitas LH mampu memicu perkembangan folikel dan terjadinya estrus.
Hasil terhadap rataan timbulnya estrus adalah 7,17 ± 3,24, 6,29 ± 1,60, dan 3,43 ±0,79 hari masing-masing untuk kelompok perlakuan Gn-RH 1x, Gn-RH 2x dan kelompok perlakuan PMSG (Tabel).
Tabel 1. Rataan (X) ± SD Timbulnya Berahi (hari) setelah perlakuan Gn-RH dan PMSG.
Parameter |
Kelompok | ||
Gn-RH 1x |
Gn-RH 2x |
PMSG | |
Munculnya estrus (hari) |
7,17 ± 3,24a |
6,29 ± 1,60a |
3,43 ± 0,79b |
Kisaran Hari |
5-10 |
4-9 |
2-4 |
n |
6 |
7 |
7 |
Keterangan: Superskrip yang berbeda adalah berbeda nyata pada tatanan 5% (P < 0,05)
Hasil yang diperoleh dalam penelitian seperti yang dipaparkan pada table di atas adalah secara statistik berbeda nyata (P < 0,05) antara kelompok perlakuan Gn-RH 1x dengan PMSG dan kelompok perlakuan Gn-RH 2x dengan PMSG. Jarak yang paling panjang munculnya estrus dari ketiga kelompok perlakuan terlihat Gn-RH 1x yaitu 10 hari dan 9 hari pada kelompok perlakuan Gn-RH 2x, sedangkan yang paling cepat munculnya estrus adalah kelompok perlakuan PMSG yaitu 4 hari. Hasil timbulnya estrus setelah penyuntikan Gn-RH tidak jauh seperti yang dilaporkan sebelumnya yaitu berkisar 9 – 14 hari pada sapi potong (Farin and Estill, 1993), demikian juga hasil yang diperoleh setelah penyuntikan PMSG tidak jauh berbeda seperti yang dilaporkan oleh McDonald (2000) yaitu berkisar 2-8 hari.
Adanya perbedaan panjang pendeknya hari munculnya estrus antara perlakuan Gn-RH dengan PMSG, hal ini disebabkan oleh karena organ sasaran kedua hormon gonadotropin tersebut berbeda. Gn-RH adalah hormon hipotalamus yang menstimulasi pelepasan FSH dan LH di hipofisa anterior yang kemudian akan merangsang aktivitas ovarium (Bearden and Fuquay, 1992 ; Austin and Short, 1990), sedangkan PMSG bekerja langsung ke ovarium untuk menstimulasi aktivitas ovarium (Hafez, 2000).
SIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa kedua preparat hormon gonadotropin baik Gn-RH maupun PMSG mampu menginduksi munculnya estrus pada sapi perah anestrus postpartum.
DAFTAR PUSTAKA
Ainsworh, L ; R. Lachance and Flabric, 1982. Effect of Gn-RH induce endogenous luteinizing hormone release and exogenous progesterone treatment on oavarian activity in the postpartum ewe. J.Anim.Sci.54
Austin, C.R. and R.V. Short, 1990. The Ovary. “Reproduction in mammals” second
ed. CambridgeUniversity Press. CambrigeNew York.
Bearden, H.J. and J. Fuquay, 1992. Applied Animal
Reproduction. Reston Publishing Company, Inc. A Prentice-Hall CompanyReston,Virginia.
Farin PW, Estill CT., 1993. Infertility due to abnormalities of the ovaries in cattle. Vet Clin North Am Food Anim Pract. Jul;9(2):291-308
Hafez, E.S.E., 2000. Anatomy of Male Reproduction. “In Reproduction in Farm Animals”. Hafez ( 7 th ed.). Lippincott William & Wilkins. A Wolter Kluwer Company.
Jubb, T.F. ; P. Brightling ; J. Malno ; M.T. Larcombe ; G.A. Anderson and S.J. Hiden, 1989. Evaluation of regimen using a progesterone releasing intravaginal device (CIDR) ang PMSG as a treatment for postpartum anoestrus in dairy cattle. Australian Vet.J.66.
McDonald, L.E., 2000. Veterinary
Endocrinology and Reproduction. 3rd. Edition. Bailliere Tindall,London.
McDougall,S. and C. Compton, 2005. Reproductive Performance of Anestrous Dairy Cows Treated with Progesterone and Estradiol Benzoate. J. Dairy Sci. 88:2388
Opsomer G and de Kruif A, 1999. Postpartum anestrus in dairy cattle-a review. Feb;27(1):30-5.
Putro, P.P., 1991. The treatment of anoestrus and sub oestrus in dairy cattle using a progesterone controlled internal drug release (CIDR) or a synthetic Gonadotrophin-Releasing hormone Gn-RH. Buletin FKH-UGM. Vol.10 no2.
Yavas, Y. and Walton J., 2003.Postpartum acyclicity in suckled beef cows: A review Theriogenology , Volume 54 , Issue 1 , Pages 25 – 55
87
Discussion and feedback