PEGAGAN (Centella asiatica) SEBAGAI ALTERNATIF PENCEGAHAN PENYAKIT INFEKSI PADA TERNAK
on
Buletin Veteriner Udayana Vol.1 No.2. :61-67
ISSN : 2085-2495 Agustus 2009
PEGAGAN (Centella asiatica) SEBAGAI ALTERNATIF PENCEGAHAN PENYAKIT INFEKSI PADA TERNAK
(Alternative of Pegagan (Centella asiatica) to Desease Prevention in Animal)
I Nengah Kerta Besung
Laboratorium Mikrobiologi Veteriner FKH Unud
E.mail :kertabesung@fkh.unud.ac.id
PENDAHULUAN
Penyakit infeksi adalah penyakit yang disebabkan oleh berbagai agen infeksi yang meliputi : virus, bakteri, parasit, maupun jamur. Agen infeksi biasanya ada di alam dan akan masuk ke dalam tubuh sehingga menimbulkan penyakit pada tubuh, dengan gejala seperti demam, muntah-muntah, diare, hilangnya napsu makan, rasa sakit disekujur tubuh dan lain-lain. Kematian dapat terjadi akibat penanganan yang tidak memadai.
Penyakit bisa menyerang manusia dan hewan, walaupun tidak semua penyakit pada manusia dapat terjadi pada hewan. Pada beberapa kasus,penyakit pada hewan kejadiannya hampir sama dengan yang terjadi pada manusia. Bahkan beberapa penyakit bersifat zoonosis yaitu dapat ditularkan dari manusia ke hewan atau sebaliknya. Penyakit yang disebabkan oleh bakteri antara lain: Kolibasilosis, Streptokokosis, Septikemia Epizootika, Anthraks, Tuberkulosis dan Bruselosis. sedangkan penyakit yang disebabkan oleh infeksi virus, diantaranya New Castle diasease,
Gumboro, penyakit Jembrana, dan Hog cholera.
Untuk menanggulangi kejadian penyakit pada ternak akibat agen infeksi tersebut diatas dapat dilakukan berbagai usaha yakni : memperbaiki manajemen peternakan, menjaga kebersihan kandang dan memberikan makanan yang berkualitas dan teratur serta melakukan pengobatan terhadap ternak yang sakit atau melakukan vaksinasi untuk pencegahan timbulnya penyakit. Sedangkan vaksinasi merupakan salah satu upaya pencegahan penyakit pada hewan. Pemberian vaksin berperan untuk meningkatkan ketahanan tubuh terhadap infeksi. Walaupun vaksinasi sebagai pencegahan penyakit memberikan hasil yang lebih baik, namun ada beberapa kendala dalam aplikasinya. Penyebabnya adalah belum tersedianya vaksin untuk semua jenis penyakit, sulit memperoleh vaksin dimasyarakat dan harga vaksin relatip mahal sehingga tidak terjangkau oleh sebagian besar peternak.
Selain dengan vaksinasi, akhir-akhir ini berkembang cara baru untuk pencegahan penyakit, yakni dengan memanfaatkan
bahan kimia. Bahan yang mampu meningkatkan ketahanan tubuh atau meningkatkan respon imun dikenal dengan nama imunostimulator (Tizard, 2000). Bahan tersebut antara lain emulsi minyak dalam air, mikroorganisme seperti BCG, polinukleotida, levamisol dan bahan nabati. Penelitian membuktikan beberapa bahan nabati atau bahan herbal yang dapat meningkatkan respon imun diantaranya adalah pegagan (Januwati dan Yusron, 2007).
Pegagan (Centella asiatica Urb.) telah lama dimanfaatkan sebagai obat tradisional baik dalam bentuk bahan segar, kering maupun dalam bentuk ramuan (jamu). Di Australia telah dibuat obat dengan nama “Gotu Kola” yang bermanfaat sebagai anti pikun dan anti stress. Di Asia Tenggara pegagan telah banyak dimanfaatkan sebagai obat untuk penyembuhan luka, radang, reumatik, asma, wasir, tuberkulosis, lepra, disentri, demam dan penambah selera makan. Di India dan Sri Langka, pegagan dimanfaatkan sebagai obat untuk memperlancar sirkulasi darah, bahkan dianggap lebih bermanfaat dibandingkan dengan ginko biloba atau ginseng. Pegagan juga digunakan untuk mengobati sakit kulit, syphilis, rematik, epilepsi dan pengobatan lepra (Matsuda et.al.,2001).
Centella asiatica Urb/ C. Asiatica, mengandung berbagai bahan aktif dan yang terpenting adalah triterpenoid
saponin. Triterpenoid saponin meliputi asiaticoside, centelloside, madecassoside, dan asam asiatik. Komponen yang lain adalah minyak volatil, flavonoid, tannin, fytosterol, asam amino, dan karbohidrat (Yu et al, 2006). Kandunga triterpenoid saponin pada pegagan berfungsi untuk meningkatkan aktivasi makrofag (Ito et al., 2000).
Makrofag yang teraktivasi tampak lebih besar dengan pseudopodi yang bertambah panjang dan produksi enzym-enzym yang ada di dalam makrofag seperti katepsin G, asam fosfatase, lisozim, beta glukoronidase, esteroprotease, hidrolise, myeloperok-sidase, dan arilsulfatase akan meningkat. Sehingga meningkatnya kemampuan fagositosis dan sekresi interleukin. Sekresi interleukin ini akan memacu sel B untuk menghasilkan antibodi.
Pegagan yang tumbuh subur di daerah tropis seperti sawah, ladang dan tepi selokan sangat gampang dan mudah dijumpai. Pegagan yang mengandung bahan aktif triterpenoid saponin dapat berfungsi meningkatkan aktivasi makrofag dan meningkatkan total sel darah putih. Dengan demikian manfaat pegagan sebagai alternatif dalam pencegahan penyakit infeksi pada hewan perlu dikaji lebih mendalam.
Sistem Imun
Sistem imun merupakan sistem yang sangat rumit dengan berbagai peran ganda dalam usahanya menjaga keseimbangan dalam tubuh. Seperti juga sistem endokrin, sistem imun yang bertugas mengatur keadaan keseimbangan, menggunakan komponennya yang beredar seluruh tubuh agar supaya dapat mencapai sasaran yang jauh dari pusatnya. Semua vertebrata mampu memberikan tanggapan dan menolak benda dengan konfigurasi asing karena memiliki sel khusus yang bertugas untuk mengenali dan membedakan benda asing tersebut. Sel khusus yang dimaksud adalah limfosit yang merupakan sel imunokompeten dalam sistem imun. Konfigurasi asing tersebut dikenal dengan nama antigen, sedangkan proses serta fenomena yang menyertainya dinamakan respon imun.
Dalam melaksanakan aktivitasnya, sistem imunitas yang merupakan jaringan atau kumpulan sel letaknya tersebar di seluruh tubuh, misalnya di dalam sumsum tulang, kelenjar limfe, limpa, saluran nafas, saluran cerna, dan organ lain. Jaringan ini terdiri dari bermacam sel yang dapat menunjukkan respon terhadap suatu rangsangan sesuai dengan sifat dan fungsinya.
Sistem imun yang telah terpapar oleh antigen akan menimbulkan dua jenis respon imun yaitu respon imun
nonspesifik dan respon imun spesifik. Respon imun nonspesifik merupakan respon tubuh terhadap antigen yang belum pernah terpapar antigen, sedangkan respon imun spesifik merupakan respon tubuh terhadap antigen yang sebelumnya sudah pernah dikenalinya. Kedua respon ini saling berinteraksi satu sama lainnya. Interaksi tersebut berlangsung bersama-sama sehingga menghasilkan suatu aktivitas biologik yang seirama dan serasi. Dalam berbagai mekanisme tidak dapat dipisahkan antara satu dengan yang lain.
Sel makrofag dan monosit berperan penting dalam melindungi tubuh terhadap infeksi. Kedua sel ini tidak dapat dibedakan secara mikroskopik, sehingga keduanya dianggap identik. Kedua sel mempunyai kemampuan bergerak dalam jaringan yang berlangsung secara acak dan terarah terhadap suatu rangsangan kimiawi. Pergerakan ini dibantu oleh kemampuan makrofag menghasilkan enzim proteolitik yang akan merintis lintasannya. Selain ituterdapat sejumlah substansi yang dihasilkan oleh jaringan selama berlangsungnya reaksi radang yang dapat mempercepat kemotaksis. Beberapa faktor yang dihasilkan oleh limfosit T, limfosit B, makrofag dan komplemen dapat merangsang pergerakan makrofag (Stite, 1991).
Beberapa jam setelah infeksi, netrofil berperan sebagai pertahanan primer dan
efektifitas maksimal pada 6 – 12 jam setelah infeksi. Setelah 24 – 48 jam, fungsi netrofil diambil alih oleh makrofag. Makrofag ini mampu bertahan di tempat infeksi sampai berbulan-bulan. Di daerah infeksi umumnya bersifat asam dan makrofag lebih tahan dalam suasana asam dibandingkan dengan netrofil. Keadaan ini menyebabkan kemampuan fagositosis makrofag lebih besar dan enzim-enzim yang dilepaskannya lebih aktif (Tortora et.al, 1995).
Pegagan Sebagai Alternatif Pencegahan Penyakit Infeksi.
Pegagan (Centella asiatica) merupakan tanaman liar yang banyak tumbuh di perkebunan, ladang, tepi jalan, pematang sawah ataupun diladang yang agak basah. Tanaman ini berasal dari daerah Asia tropik, tersebar di Asia tenggara, termasuk Indonesia, India, Republik Rakyat Cina, Jepang dan Australia kemudian menyebar ke berbagai negara-negara lain. Nama yang biasa dikenal untuk tanaman ini selain pegagan adalah daun kaki kuda dan antanan. Klasifikasi ilmiah pegagan adalah sebagai berikut : Kerajaan Tanaman, Divisi Spermatophyta, Kelas Dicotyledone, Orda Umbillales, Famili Umbilliferae (Apiaceae), Genus Centella dan Spesies C. asiatica.
Gambar 1. Tanaman Pegagan (Wikipedia, 2009)
Pegagan lebih dikenal dengan sebutan Centella memiliki kandungan utama yaitu triterpenoids saponins termasuk asiaticoside, thankuniside, isotankuniside, madecassoside, brahmoside, brahmic acid, brahminoside, madasiatic acid, meso-inositol, centelloside, carotenoids, hydrocotylin, vellarine, tanin serta garam mineral seperti kalium, natrium, magnesium, kalsium dan besi.
Pegagan mengandung berbagai bahan aktif dan yang terpenting adalah triterpenoid saponins, termasuk asiaticoside, centelloside, madecassoside, dan asam asiatik. Komponen yang lain adalah minyak volatile, flavonoid, tannin, phytosterols, asam amino, dan karbohidrat (Satake et.al, 2007). Triterpenoid terdiri dari kerangka 3 siklik 6 yang bergabung dengan siklik 5 atau kerangka 4 dengan siklik 6 yang mempunyai gugus fungsi pada siklik tertentu. Penamaan triterpenoid telah disederhanakan dengan memberikan penomoran pada tiap atom karbon sehingga memudahkan dalam penentuan substituen pada masing-masing atom karbon (Lenny, 2006).
Saponin mengandung gugus gula terutam a glukosa, galaktosa, xylosa,rhamnosa ata u methilpentosa yang berikatan dengan su atu aglikon hidrofobikberupa triterpenoid, steroid atau steroid alkaloid. Ikatan triterpenoid saponindapat mengandung satu atau lebih ikatan C-C tak jenuh (Suparjo, 2008). Rantai oligosakarida umumnya terikat pada posisi C3, tetapi beberapa saponin mempunyai gugus gula tambahan pada C26 atau C28 seperti gambar di bawah ini.
Gambar 2. Rumus Bangun Triterpenoi Saponin (WHO, 1999)
Mekanisme pegagan untuk mengaktifkan makrofag belum jelas. Namun demikian diduga bahwa komponen pegagan seperti triterpenoid ditangkap oleh makrofag melalui reseptor protein G (Ito et al., 2000). Protein G dengan GDP yang terdapat di dalam membran sel,akan mendekati ligan tersebut. Selanjutnya GDP akan digantikan oleh GTP sehingga protein G tersebut menjadi aktif. Selanjutnya ikatan Protein G dengan GTP menuju keadenyl cyclase (protein efektor) yang akan mengaktifkan adenylcyclase dan mengubah ATP
menjadi cAMP sebagai second messenger.
Gambar 3. Proses Aktivasi di Dalam Sel
Protein G ini juga mampu mengaktifkan Guanylyl Cyclase yang akan menghasilkan cGMP. Disamping ituProtein G juga dapat mengaktifkan phospholipase C menjadi phosphoinositol yang akan menghasilkan inositol triphosphat (IP3) atau diacylglycerol (DAG). Inositol triphosphat akan meningkatkan Ca++ di dalam sitoplasma. Inositol triphosphat membuka katup pada endoplasmik retikulum sehingga keluarnya ion ca ke dalam sitoplasma. Dandiacylglycerol akan menghasilkan Proteinkinase C (Nauclér, 2002).
Kajian ilmiah terhadap pegagan sudah banyak dilakukan. Pegagan berpengaruh meningkatkan hyperplasia seluler dan meningkatkan sel kolagen pada jaringan luka (Sagrawat dan Khan,2007). Jayathirtha dan Mishra, (2004) mendapatkan bahwa pemberian ekstrak C. asiatica 100 sampai 500 mg/kg bb pada mencit mampu meningkatkan secara nyata total sel darah putih (White Blood
Cells/ WBC) dan meningkatkan kemampuan fagositosis makrofag terhadap pembersihan karbon. Di samping itu didapatkan pula ada hubungan linear yang nyata antara dosis yang diberikan dengan total sel darah putih dan kemampuan fagositosis makrofag terhadap karbon tersebut. Tikus yang diberikan pegagan menunjukkan sel dendrit hypokampus memanjang dengan sangat nyata (Rao et al., 2006)
PENUTUP
Pegagan merupakan tanaman yang banyak tumbuh di daerah trofis. Pegagan mengandung bahan aktif triterpenoid saponin yang bermanfaat untuk meningkatkan total sel darah putih, aktivasi makrofag dan titer antibodi, sehingga dapat dipakai sebagai pencegahan terhadap penyakit infeksi pada hewan maupun pada manusia. Dengan demikian perlu diteliti lebih lanjut tentang peranan pegagandalam mencegah infeksi virus, bakteri, jamur dan parasit baik pada ternak maupun hewan kesayangan.
DAFTAR PUSTAKA
WHO. 1999. WHO monographs on selected medicinal plants. Volume 1. World Health Organization. Geneva. Pp. 77-84.
Wikipedia. 2009.Pegagan. http://id.wikipedia.org/wiki/Pegagan. Tgl.
8 Juli 2009.
Ito Y, Pandey P, Place A., Sporn MB., Gribble GW., Honda T.,
Kharbanda S.and Kufe D. 2000.
The Novel Triterpenoid 2-Cyano-3,12-dioxoolean-1,9-dien-28-oic Acid Induces Apoptosis of Human Myeloid Leukemia Cells by a Caspase-8-dependent Mechanism. Cell Growth & Differentiation. Vol. 11, 261–267.
Januwati M dan Yusron M.. 2007. Budidaya Tanaman Pegagan. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Balai Penelitian Tanaman Obat dan Aromatika. Sirkuler No. 11., http: //www.balittro.go.id
Jayathirtha MG and Mishra SH. 2004. Preliminary Immunomodulatory A ctivities of Methanol Extracts of Eclipta alba and Centella asiati ca. Phytomedicine11: 361–365, http://www.elsevier.de/phymed
Kusmardi, Kumala S dan Triana EE. 2007 .Efek Immunomodulator Ekstrak Daun Ketepeng Cina (Cassia alata L.) terhadap Aktivitas Fagositosis Makrofag.Makara, Kesehatan, Vol 11, NO. 2. Pp 50-53.
Lenny S.2006. Senyawa Terpenoida dan Steroida. Karya Ilmiah. Departemen Kimia. Fak. MIPA. Univ. Sumatera Utara. Medan.
Matsuda H, Morikawa T, Ueda H, and Yoshikawa M. 2001. Saponin Constituents of Gotu Kola (2): Structures of New Ursane and Oleanane Type Triterpene Oligoglycosides, saponins B, C, and D, from C.asiatica Cultivated in Sri Lanka. Chem. Pharm. Bull. Vol. 49, No. 10. Pp 13681371.
Nauclér C. 2002. Degranulation in Macrophages and Other Leukocytes: Regulation by
Calcium, Phosphoinositide 3-kinase, and Proteinkinase C. Akademisk Avhandling. Printed by Bloms Lund Tryckeri AB, Lund, Sweden.
http://www.lub.lu.se/luft/diss/med6 17.pdf. Tgl. 1 Pebruari 2008.
Rao KGM, Rao SM and Rao SG,
2006. Centella asiatica (L.) Leaf Extract Treatment During the Growth Spurt Period Enhances Hippocampal CA3 Neuronal Dendritic Arborization in Rats. Original Article. Advance Access Publication 14 June 2006. doi: 10.1093/ecam/nel024 eCAM2006; 3(3)349–357.
Sagrawat H and Khan MY. 2007. Immunomodulatory Plants: A Phytopharmacological Review. Vol 1, Issue 2. pp 83-89.http://www.phcogrev.com
Satake T, Kamiya K, An Y, Oishi T and Yamamoto J. 2007. The AntithromboticActive Constituents from Centella Asiatic. Biol. Pharm . Bull. 30(5) 935-940.
Stite DP.1991.Basic &n Clinical
Immunology.7thed. California. A Lange Medical Publication, pp. 723-741.
Suparjo. 2008. Saponin. Peran dan Pengaruhnya bagi Ternak dan Manusia. Laboratorium Makanan Ternak. Fakultas Peternakan. Universitas Jambi.
http://jajo66. wordpress.com/2008/ 06/07/saponin-peran-dan-pengaruhnya bagi-ternak-dan-manusia/
Tizard. 2000.Veterinary Immunology. An Introduction. 6thed. WB Saundres Company. Philadelpia. Pp. : 2634,
Tortora GJ, Funke BR, and Case
CL.1995. Microbiology an Introduction, 5th,ed, TheBenjamin Cummings Publishing Company. Pp. 409-414.
Yu QL, Duan HQ, Takaishi Y and
Gao WY. 2006. A Novel Triterpene from Centella asiatica. Molecules 2006, 11, 661
665. http://www.mdpi.org
67
Discussion and feedback