EVALUASI INSEKTISIDA DELTAMETRIN 0,6% EC TERHADAP RHIPICEPHALUS SANGUINEUS
on
Buletin Veteriner Udayana
ISSN : 2085-2495
Vol.1 No.1. :35-40
Pebruari 2009
EVALUASI INSEKTISIDA DELTAMETRIN 0,6% EC TERHADAP RHIPICEPHALUS SANGUINEUS
(Evaluation of Insecticide Delmatrin 0,6% EC to Control Riphicephalus sanguineus)
I Wayan Sudira
Laboratorium Farmakologi Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Udayana Jl. PB.
Sudirman Denpasar Bali 80232, e-mail : wayan_sudiradrh@yahoo.com
ABSTRAK
Parasit Rhipicephalus sanguineus (Acarina : Ixodidae) menyerang hewan peliharaan/ternak khususnya anjing, kambing dan babi. Penggunaan insektisida untuk mengendalikan parasit ini informasinya belum begitu banyak. Suatu percobaan untuk mengevaluasi insektisida Deltametrin 0,6% EC terhadap Rhipicephalus sanguineus telah dilakukan di laboratorium pada bulan Mei , Juni, Juli 2007 di Denpasar. Hasilnya menunjukkan bahwa Deltametrin 0,6% Ec sangat baik untuk mengontrol Rhipicephalus sanguineus. Untuk pemakaian pada manusia perlu diteliti lebih lanjut.
Kata kunci :Insektisida, Deltametrin, Acarina, Rhipicephalus sanguineus.
ABSTRACT
Parasite Rhipicephalus sanguineus (Acarina : Ixodidae) attack pets / livestock particulary dog, goat and pig. The information for the use of unsectiside to control by this parasite is scanly. An experimental study was caried out to evaluase the use of insentiside Deltamintri 0,6 % to control of Rhipicephalus sanguineus the study was condacted on May, June, July 2007 in Denpasar. The results of the study showed that Deltamentrin 0,6 % Ec is usefull to contrroly Rhipicephalus sanguineus shown LC50 happened to dosis 2,35 ppm and LC 95 happened to dosis 12 ppm. For usage on human being required to be more research.
Key word : Insecticide,Deltametrin , Acarina,
PENDAHULUAN
Deltametrin 0,6% EC merupakan insektisida yang termasuk dalam kelompok pestisidapyrethroids. Secara umum insektisida ini sebagai modelnya adalah pyrethrins , mempunyai aktifitas insetisidal (Davies, 1985). Insektisida ini bersifat lipophilic dan umumnya sukar larut dalam air. Penelitian-penelitian di Inggris berhasil mengisolasi bagian yang beracun yaitu : pyrethroid ester. Deltametrin sering kali juga digunakan
Rhipicephallus sanguineus.
untuk mengontrol penyebaran penyakit yang dibawa oleh caplak terutama pada anjing, tikus dan binatang lainnya. Pemanfaatan lainnya adalah untuk memberantas serangga rumah tangga.(Bowman, 2006). Kekuatan racun Deltametrin secara proporsional tergantung pada elemen racunnya. Racun ini dapat sebagai racun kontak, racun perut dan fugimen. Kekuatan racunnya dapat 50-10.000 kali dibandingkan dengan ester lainnya (metcalf) (Matsimura, 1999). Deltametrin
mempunyai kemampuan penetrasi kutikula serangga secara cepat, mestimulir saraf pusat dan menimbulkan kebingungan. Insektisida ini juga beracun terhadap mamalia, dengan dosis akut oral : LD50 = 125 mg/kg (Sherman)(Lucien Mahin,2007)
Rhipicephalus sanguineus (Acarina : Ixodidae) adalah sejenis caplak yang tersebar luas baik di daerah tropis maupun di daerah subtropis. Di Indonesia penduduk setempat menyebutnya kutu anjing atau kutu babi, sedangkan di luar negeri disebut kutu anjing coklat (brown dog tick). Caplak ini berhasil dikoleksi dari kambing di Lhokseumawe, dari babi di Padang Sidempuan, dari anjing di sebagian besar kota-kota di Jawa, dari sapi di Madura dan Menado, dari sapi dan anjing di Singaraja(Saim ,1992). Didapatkan juga caplak ini dari kambing, anjing dan sambar (Cervus unicolor equinus) di Lampung(Matsimura 1999).
Secara umum memang caplak tersebut ditemukan pada anjing tetapi sering juga terdapat pada mamalia lainnya (Audy dkk 2000) menemukan tidak saja dari anjing bahkan dari manusia. (Wilson N,1980) bahkan menemukan dari satwa yang lebih beraneka ragam yaitu dari sapi (Bos javanicus) dari kerbau (Bubalus bubalis), dari sambar (Cervus unicolor equinus) dan dari ayam.(Munaf H.B.,1978)
Selanjutnya disebutkan bahwa R. sanguineus adalah parasit penghisap darah, merupakan ektoparasit yang kosmopolitan. Parasit ini dapat menularkan beberapa penyakit, di antaranya Boutonneus fever, tick typhus pada manusia, rickettsiosis dan anaplosmosis pada binatang. Peranannya sebagai parasit ternak menduduki peringkat kedua sesudah Boophilus microplus (Anastos, 2000). Penelitian mengenai upaya pengendalian R. sanguineusdengan bermacam-macam insektisida, khususnya dengan Deltametrin 0,6% EC belum ada. Yang sudah ada, informasi hasil penelitian Rhodiocide 60 EC (etion) terhadap Boophilus sp (Anonim, 1998) dan hexachlorocyclohexane 0,5% EC terhadap R. Sanguineus.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengevaluasi Deltametrin 0,6% EC terhadap R. sanguineus di laboratorium.
MATERI DAN METODE
Rhipicephalus sanguineus dikoleksi dari anjing peliharaan yang ditempatkan di atas lantai porselin putih. Tempat koleksi adalah di daerah Denpasar dan Gianyar Propinsi Bali. Anjing disikat dengan sikat ijuk kasar, sehingga R. Sanguineus berjatuhan di lantai dan dapat dilihat dengan jelas. Kemudian disendok dengan kertas dan dimasukkan ke dalam botol air mineral bekas, ukuran 0,5 liter, yang sebelumnya dipotong dibagian bawah
lehernya, dilengkapi dengan kain kasa putih dan karet gelang yang berfungsi sebagai tutup. Tidak kurang dari 50 caplak berhasil dimasukkan ke dalam satu botol, kemudian ditutup dengan kain kasa dan karet gelang. Dari 2 ekor anjing yang selalu bersama-sama, berhasil dikoleksi 4 botol caplak, kemudian dibawa ke laboratorium Farmakologi dan toksikologi FKH Universitas Udayana Denpasar, Bali. Di laboratorium caplak-caplak ini diberi makan darah tikus yang belum tumbuh bulu (suckling mice), dengan jalan memasukkan 2 ekor suckling mice (ke dalam tiap botol). Caplak-caplak yang sudah makan darah (berwarna coklat tua) kemudian digunakan untuk percobaan. Sebanyak 15 caplak ditempatkan dalam 1 tabung reaksi, dengan menggunakan kuas kecil. Jumlah tabung reaksi yang diperlukan disesuaikan dengan beban percobaan per hari.
Percobaan di laboratorium dilakukan dalam 3 tahap. Tahap pertama keanekaan dosis adalah sama untuk semua perlakuan yaitu 0,6%. Keanekaan pemaparan, didasarkan pada waktu papar, yaitu 2 jam, 1 jam, 30 menit dan 15 menit. Tahap kedua, waktu papar disamakan untuk semua perlakuan, yaitu pengamatan setelah 2 jam pemaparan dan setelah 24 jam pemaparan, tetapi dosis pada tahap ini dibuat 4 macam, dosis diencerkan menjadi : 250 ppm, 125 ppm, 65 ppm, 40 ppm. Tahap ke tiga, waktu papar tetap
seperti tahap ke dua, namun dosis lebih diencerkan lagi menjadi 20 ppm, 10 ppm, 5 pmm, dan 2,5 ppm.
Untuk mencegah kontaminasi, pemaparan dilakukan tidak dalam tabung reaksi melainkan dalam kertas saring yang sudah dibasahi dengan cairan Deltametri 0,6% sesuai dosis yang diinginkan,setelah waktu papar selesai (2 jam untuk tahap ke dua dan tahap ke tiga) semua caplak dimasukkan kembali ke dalam tabung reaksi semula. Untuk kontrol diambil jumlah caplak yang sama yaitu 15 ekor dan ditempatkan agak jauh dari perlakuan. Pengamatan dilakukan 2 jam setelah penempatan kembali caplak ke tabung semula, dan setelah dibiarkan selama semalam. Kemudian dilakukan perhitungan mortalitas dalam persen dan dicari posisi LC50 dan LC95 sesuai dengan petunjuk dalam brosur-brosur standar WHO.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil penelitian menunjukkan bahwa LC50 terjadi pada dosis 2,35 ppm dan Lc95 terjadi pada dosis 12 ppm. Rincian hasil percobaan yang menyangkut mortalitas dapat dilihat pada Tabel 1, Tabel 2 dan Tabel 3.
Percobaan tahap satu dan tahap dua memberikan angka mortalitas 100 % pada semua jenis pengamatan dapat dijelaskan dosis masih sangat pekat sehingga dosis lebih rendah pada percobaan tahap tiga.
Tabel 1.Hasil pemaparan R. sanguineus, dalam angka mortalitas terhadapDeltametrindalam dosis 0,6% (sesuai lebel).
Wakħι Papar WVV-AwwV |
Jumlah wvwwww⅛*>* Yang Dipapar |
Mortalitas vwvwwwwwvww- | ||
Pensaniatan vvvwwVWwvvvwvvvvvv' setelah 1 Jam pemaparan |
Pensaniatan wwwvVWvwwvwvww-Setelah 24 Jam Pemaparan |
Kontrol | ||
2 jam |
15 |
15 (100%) |
15 (100%) |
0 (0%) |
1 jam |
15 |
15 (100%) |
15 (100%) |
0 (0%) |
30 menit |
15 |
15 (100%) |
15 (100%) |
0 (0%) |
15 menit WWWVWW |
15 |
15 (100%) |
15 (100%) |
0 (0%) |
Tabel 2.Hasil pemaparan R. sanguineus, dalam angka mortalitas, terhadap waktu papar 1 jam dengan Deltametrin keanekaan dosis : 250 ppm, 125 pmm, 65 pmm, dan 40 pmm.
Waktu wvwwvww Papai' WWWWWV |
Jumlah Yang Dipapar |
Mortalitas wwwwwwvwww* | ||
Pengamatan wwvw¼wvvwvvwvww* setelah 1 Jain wwvwwww pemaparan |
Peiisaniatan wwvwWvwwwvwww* Setelah 24 Jam wwwwwww Pemaparan |
Kontrol vwwwwwww | ||
250 pinm •wvwww |
15 |
15 (100%) |
15 (100%) |
0 (0%) |
125 pinm ♦vwwww |
15 |
15 (100%) |
15 (100%) |
0 (0%) |
65 pinm |
15 |
15 (100%) |
15 (100%) |
O(O0O) |
40 pinm WVWWWW |
15 |
15 (100%) |
15 (100%) |
0 (0%) |
Tabel 3. Hasil pemaparan R. sanguineus, dalam angka mortalitas, terhadap Deltametrin dalam waktu papar 1 jam dengan keanekaan dosis : 20 ppm, 10 pmm, 5 pmm, dan 2,5 pmm.
waktu Pnpsr VWWWWW |
Jiiiiilali Yang Dipapar vwwwwwww* |
Mortalitas | ||
Pengamatan setelah1 Jam pemaparan |
Pengamatan Setelah 24 Jam wwwwwww Pemaparan |
Kontrol vwwwwwww | ||
20 pmm ♦vwwww |
15 |
10 (66,6%) |
15 (100%) |
0(0%) |
10 pmm ♦vwwww |
15 |
7(46,6%) |
15 (100° o) |
0 (0%) |
5 i)iιιιn •wwwwv |
15 |
5 ∣-5j.3%) |
11 (77,06%) |
0(0oo) |
2,5 pmm " ■ ■ ..... |
15 |
0 (0° o) |
8 Ci 33%) |
0 (0%) |
Dalam percobaan ini ada perbedaan mortalitas pada pengamatan setelah 2 jam dan pada pengamatan setelah 24 jamini menunjukkan bahwa proses kematian R. sanguineus memerlukan waktu yang relative panjang . Mortalitas 77,06 % pada dosis 5 ppm dan mortalitas 53,3 % pada dosis 2,5 ppm .
Deltametrin 0,6% , yang dipergunakan dalam penelitian ini memang sudah terjual bebas di apotik dan toko- toko obat, sebenarnya obat ini digunakan untuk membasmi serangga, kecoa, semut dankutu manusia dengan aturan pakai: digosokan pada tempat yang dilalui kecoa dan serangga atau dicoretkan di rambut dan dibiarkan selama satu malam tanpa dibilas. Bila dikaitkan dengan literatur, bahwa senyawa yang terkandung didalamnya adalah jenis pyretroids yang dapat berupa racun kontak, fumigen dan racun perutbaik untuk serangga maupun untuk mamalia , ini berarti obat ini dapat menyebabkan resiko keracunan pada pemakainya. Resiko keracunan yang bersifat oral, tentunya akan mudahdihindarkan kecuali ketidak sengajaan atau upaya bunuh diri,tetapi sifat sifat racun kontak dan fumigen kiranya resiko keracunan tidak dapat dihindarkan. Resiko keracunan sangat tergantung dari lamanya waktu kontak dengan zat racun dan tingkat kepekatan racun tersebut.
Jika dikaitkan dengan hasil penelitian diatas,waktu papar satu malam terlalu lama dan dosis cukup 12 ppm dengan waktu papar dua jam, diyakini semua caplak akan terlepas dari induk semangnya,jika masih ada yang bertahan hidup kondisinyapun sudah sangat lemah, dan akan terhanyut bersama air waktu memandikan induk semangnya, maka dengan penelitian ini dapat dijelaskan pemakaian Deltametrin 0,6% untuk pengendalianR. sanguineus sangat bermanfaat.
Apabila digunakan untuk membasmi kutu pada kepala manusia (Pediculus humanus var capitis) masíh perlu dilakukan penelitian lebih lanjut. Saat ini untuk mendapatkan kutu manusia sudah cukup sulit, mungkin untuk anak – anak di perkampungan atau di desa – desa yang tingkat kesadaran kebersihannya kurang baik, lingkungan maupun personal hygienesnya.
Apabila kita berpikir secara prinsip analogi bahwa baik kutu anjing maupun kutu manusia sama sama adalah ektoparasit , maka perbedaan reaksinya terhadap satu jenis insektisida tentunya tidak akan berbeda jauh. Tapi dalam penelitian ini pengaruhnya terhadap R. sanguineus dankutu kepala manusiaterdapat perbedaan yang sangat nyata.Dimana waktu paparnya satu malam (±10 jam)berbanding 2 jam dan dosisnya 500 ppm berbanding 12 ppm.
Kekuatan racunnya jauh lebih kuat dibandingkan dengan isomer lain, 50 – 10.000 kali (Metcalf dalam Matsumura, 1976) Yang berarti resiko keracunan akan lebih besar dibandingkan pemakaian dengan insektisida lainnya. Dengan dasar ilmiah seperti ini pemakaian Deltametrin 0,6 % untuk kutu manusia dengan waktu papar semalam, sangat berlebihan.
Kejadian resistensi mungkin terjadi, tetapi kejadian pada R. Sanguineus tentunya jauh lebih tinggi karena kehidupan R sanguineus yang kurang hygienis, dan lebih sering terpapar insekstisida rumah tangga jenis lainnya karena anjing berada pada zone yang lebih rendah dibandingkan dengan kepala manusia.
SIMPULAN
-
1. Percobaan membuktikan bahwa pemakaian Deltametrin 0,6% efektif terhadap R. sanguineus (LC50 adalah 2,33 ppm, LC 95 adalah 12 ppm).
-
2. Evaluasi ini memperkirakan pemakaian pada kutu manusia dengan waktu papar semalam dikatakan berlebihan.
DAFTAR PUSTAKA
Anasstos, G. 2000.The Scutate Ticks or Ixodidae of Indonesia, Entomologica Americana
Anonim, 1988. Pestisida untuk Pertanian dan Kehutanan. Direktorat Perlindungan Tanaman Pangan . Ditjen Pertanian Tanaman Pangan, Jakarta.
Audy, J.R, Nadchatram M,. Lim Boo Liat, 2000. Malaysia Parasites XLLX, Host Distribution of Malayan Ticks ( Ixodoidea) B.T. Fudge, Government Printer, Federation of Malaya
Bouwman, H et al, 2006. Simultaneous presence of DDT an pyrethroid residues I human breast milk from malaria endemic area in South africa. Enviromental Pollution.
Lucien Mahin, 2007. Observations on diseases of cattle in Marocco.
Matsimura, F.,1999.Toksikology of Insecticides, Departement of
Entomology, University of
Wisconsin-Madison. Plenum Press. New York
Munaf, H.B.1978. Tick Fauna of Baluran. Wildlife Reserve, Indonesia
Munaf,H.B ,1977. Caplak
Anjing, Rhipicephalus sanguineus, Buletin Kebun Raya,
Bogor.Indonesia.
Saim, A.1992.Caplak Stadia Parasitik (Acarina: Ixodidae ) pada
sambar,Cervus unicolor di
Indonesia.Buletin Peternakan
Saim,A. 2003 Hubungan antara Caplak (Acarina Ixodidae) pada Kambing dan hewan budidaya lainnya di beberapa daerah propinsi Lampung. Prosiding Saresehan Usaha Ternak Domba Dan Kambing Menyongsong PJPT II.
Wilson.1980. New Distributional Records of Ticks from Southeast Asia and Pasific (Metastigmata : Argasidae, Ixodidae). Oriental Insect, Vol 4 Departement of Zoology University of New Delhi, India.
40
Discussion and feedback