Buletin Veteriner Udayana

ISSN : 2085-2495

Vol.1 No.1. :13-19

Pebruari 2009

PENGARUH PENYUNTIKAN EKSTRAK HIPOFISIS TERHADAP BERAT TESTES, GAMBARAN MIKROSKOPIS TESTES, DAN

KUALITAS SEMEN AYAM HUTAN MERAH (GALLUS GALLUS)

(THE EFFECT OF EXTRACT HYPOPHYSIS INJECTION ON TESTES WEIGH, PICTURE OF MICROSCOPIS TESTES, AND SEMEN QUALITY OF RED JUNGGLE FOWL (GALLUS GALLUS)

I W PIRAKSA1) dan W. BEBAS2)

1) Lab. Histologi Veteriner, 2) Lab. Teknologi Repdoduksi Veteriner

Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Udayana, Denpasar-Bali

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh penyuntikan ekstrakhipofisis terhadap berat testes, gambaran mikroskopis testes, dan kualitas semen ayam hutan merah (Gallus gallus). Penelitian ini menggunakan Rancangan AcakLengkap dengan 4 kelompok perlakuan masing masing kelompok menggunakan 4ekor ayam hutan merah sebagai ulanga n : Kelompok I (T0) : sebagai kontrol disuntikdengan 0,25 ml NaCl 0,9% secara intramuscular. Kelompok II (T1) : disuntik dengan 0,25 ml ekstrak hipofisis dengan konsentrasi 25% secara intra muskuler. Kelompok III (T2) : disuntik dengan 0,25 ml ekstrak hipofisis dengan konsentrasi 50% intramuskuler. Kelompok IV (T3) : disuntik dengan 0,25 ml ekstrak hipofisis dengan konsentrasi 75% intra muskuler. Penyuntikan dilakukan sebanyak 8 kali, dilakukan setiap 12 jam selama 4 hari. 12 jam setelah penyuntikan yang terakhir hewan coba diambil semennya dan dievaluasi, lalu dibunuh untuk diamati berat testes dan gambaran mikroskopisnya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa : penyuntikan ekstrak hipofisis berpengaruh sangat nyata (P<0,01) meningkatkan berat testes, meningkatkan aktifitas spermatogenesis yang ditandai dengan semakin padatnya lumen tubuli seminiferi,semakin menebalnya lapisan spermatogenik, dan semakin tebalnya lapisan interstitial, dan juga meningkatkan kualitas semen ayam hutan merah dengan meningkatnya konsentrasi spermatozoa secara sangat nyata (P<0,01).

ABSTRACT

The objective of this study was to find out the effect of exstract hypophysis injection on testes weigh, picture of microscopis testes, and semen quality of red jungle fowl (Gallus gallus). The exsperimental design used in this study was a completely randomised design. Twenty red jungle fowl were divided randomly into four group. Group I (T0): was injection with NaCl 0,9% intramuscular. Group II (T1): was injection with 25% hypophysis exstract intramuscular, Group III (T2): was injection with 50% hypophysis exstract. Group IV (T3): was injection with 75% hypophysis exstract. Injection to carried out eight times, every twelve hours until four days. Twelve hours after finish injection the sample was to collected semen by massage, and then to kill to examination the testes weigh, and picture of microscopis testes. Data of microscopis testes were analyzed using quality descriptive analysis Testes weigh and semen quality were analyzed using anava and Duncan Multiple range test. The result showed the ekstract hypophysis injection there were increasing of testes weigh, increasing spermatogenesis activity of seminiferous tubules, and increasing of semen quality(P<0,01)

Key Word : Hypophysis exstract, red junggle fowl, testesweigh, semen quality.

PENDAHULUAN

Menurut Crawford (1990) bahwa ayam hutan merah disebut dengan Gallus gallus atau Gallus bankiva v atau Gallus ferryngineus. Saat ini populasi ayam hutan merah sudah semakin menghawatirkan, karena banyak ditangkap untuk maksud diperdagangkan ataupun dipelihara sebagai hewan kesayangan, karena ayam hutan merah mempunyai penampilan yang gagah dan energik dengan suara yang merdu dan nyaring. Bulu ayam hutan merah sangat menarik dengan kombinasi bulu dada bagian bawah berwarna hitam dan mengkilat, bulu leher, punggung dan sayap berwarna merah mengkilat, jengger bergerigi tebal, berdiri tegak dan merah memiliki dua buah pial yang terletak diantara kedua tulang rahang bawah. Di bawah telinga kanan dan kiri terdapat gedoh (bulatan) berwarna putih, bulu ekor yang melengkung dan lebat. Dengan keistimewaan itulah maka ayam hutan merah banyak diminati penggemar dan mempunyai potensi untuk diekspor (Sudrajat, 1997).

Saat ini habitat ayam hutan merah semakin sempit, terdesak oleh pemukiman bahkan pemakain mesin-mesin mekanik diabad modern ini kiranya akan lebih mengusik ketenangan hidup dan perkembang biakan unggas yang semakin langka ini. Oleh sebab itu pelestarian ayam hutan merah sudah saatnya mendapat keperdulian dari mereka yang sadar arti pelestarian lingkungan yang seimbang. Ayam hutan merah yang merupakan plasma nutfah Indonesia yang sangat potensial memiliki kualitas yang tinggi yang perlu dilestarikan

dan dikembangkan dengan memanfaatkan teknologi yang telah ada (invovet, 1996, Zahraddeen, et al., 2005).

Inseminasi buatan adalah merupakan alternatif yang paling tepat yang dapat diharapkan untuk mengatasi kesulitan upaya pelestarian unggas liar tersebut. Teknik inseminasi buatan selain dapat meningkatkan populasinya juga dapat memprakarsai pemurnian galur Gallus gallus dan juga dapat dicari keturan silangnya yang disebut Ayam Burgo yang merupakan hasil silang antara ayam hutan jantan merah (Gallus gallus) dengan ayam kampung betina yang berpotensi untuk dijadikan ayam kesayangan.

Dalam rangka menunjang penerapan teknologi inseminasi buatan maka diperlukan kualitas semen yang baik (Das, 2002, Brillard, 1999). Semen terdiri dari plasma semen yang diproduksi oleh ampula fasdeferen dan spermatozoa dihasilkan di tubuli seminiferi melalui proses spermatogenesis (Hafez and Hafez, 2000).

Kelenjar hipofisis merupakan suatu kelenjar endokrin yang sangat penting pada hampir setiap fungsi tubuh. Kelenjar ini mengatur seluruh mekanisme yang dapat menyelamatkan keturunan mahluk hidup. Mengatur perkembangan tubuh yang amat erat hubungannya dengan perkembangan alat reproduksi seperti testes yang berpengaruh terhadap daya reproduksi.(Campbell, et al., 2003) Pada kelenjar hifofisis mensekresikan hormon seperti FSH (Follicle Stimulating Hormone) yang pada hewan jantan berfungsi untuk mendorong pertumbuhan tubulus seminiferus dan mempunyai

peranan dalam proses spermatogenesis. LH (Luteinizing Hormone) yang pada hewan jantan disebut ICSH (Interstitial Cell Stimulating Hormone) berfungsi untuk mendorong produksi dan sekresi hormon testosteron yang berperan untuk menimbulkan sifat kelamin sekunder dan pendewasaan sel spermatozoa (Parvathi dan Puruhit, 1977). Menurut Bahri (1991) penyuntikan ekstrak hipofisis sapi pada kambing jantan lokal dapat merangsang proses spermatogenesis terutama produksi spermatosit primer.

Dari uraian diatas dilakukan penelitian apakah penyuntikan ekstrak hipofisis berpengaruh terhadap berat testes, gambaran mikroskopis testes, dan kualitas semen ayam hutan merah (Gallus gallus)

MATERI DAN METODE

Materi

Hewan percobaan yang digunakan adalah 16 ekor ayam hutan merah yang sudah dewasa kelamin Ayam hutan diberi makan campuran antara beras merah, jagung giling, dan gabah dengan perbandingan 1:1:1 (Mufarid, 1996). Ayam hutan dipelihara dalam sangkar sendiri dengan ukuran sangkar tinggi 50 cm dengan diameter 50 cm

Metode

Ekstrak hipofisa dibuat dengan cara kepala ayam kampung segar umur + 20 minggu yang baru dipotong dimasukkan kedalam termos es kemudian dibawa ke laboratorium dan segera hipofisisnya dipisahkan. Hipofisis dihancurkan dengan mortir forselin lalu dilarutkan dengan NaCl 0,9%, dan selanjutnya dibuat konsentrasi 25%, 50%, dan 75%. Masing-masing konsentrasi dicentrifugasi dengan kecepatan

3000 rpm selama 10 menit sehingga terbentuk endapan dan cairan supernatan yang berwarna bening (Bahri, 1991). Rancangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Rancangan Acak Lengkap dengan 4 kelompok perlakuan masing masing kelompok menggunakan 5 ekor ayam hutan merah sebagai ulangan: Kelompok I (T0): sebagai kontrol disuntik dengan 0,25 ml NaCl 0,9% secara intramuskuler. Kelompok II (T1): disuntik dengan 0,25 ml ekstrak hipofisis dengan konsentrasi 25% secara intramuskuler. Kelompok III (T2): disuntik dengan 0,25 ml ekstrak hipofisis dengan konsentrasi 50% intramuskuler. Kelompok III (T3): disuntik dengan 0,25 ml ekstrak hipofisis dengan konsentrasi 75% intramuskuler. Penyuntikan dilakukan sebanyak 8 kali, dilakukan setiap 12 jam selama 4 hari (Bahri, 1991).

Pengamatan

Tiga hari setelah penyuntikan ekstrak hipofisa ayam hutan diambil semennya dengan metode pemijatan untuk dievaluasi konsentrasi spermatozoa (Hemositometer) dan motilitas spermatozoa. Setelah itu ayam hutan dibunuh (dislokasi cervicalis) dan diambil testesnya untuk ditimbang beratnya. Setelah itu testes dipotong menjadi tiga bagian dan dimasukkan kedalam buffer formalin 10% dan diproses untuk pembuatan preparat mikroskopis dengan pengecatan HE (Hematosilin Eosin). Data yang diperoleh seperti berat testes, dan kualitas semen dianalisis dengan analsis ragam jika hasilnya berbeda dilanjutkan dengahn uji Wilayah Berganda Duncan.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil

Rataan hasil penelitian berat testes ayam hutan merah pada perlakuan T0, T1, T2,

dan T3 adalah masing masing 6,68, 6,74, 8,04, dan 8,62 gram. Tabel 1.

Hasil penelitian gambaran mikroskopis testes pada perlakuan T3 dapat dilihat pada Gambar 3.

Tabel 1. Rataan Berat Testes Ayam HutanMerah Akibat Pengaruh Penyuntikan Ekstrak Hipofisis.

Perlakuan

Rata rata berat testes (gram)

TO

6,68 + 0,30a

T1

6,74 +0,29a

T2

8,04 + 0,20b

T3

8,62 + 0,44:


Hasil penelitian gambaran mikroskopis testes pada perlakuan T0 dapat dilihat pada Gambar 1.


Gambar 1. Penampang melintang testes perlakuan T0 (HE 1000x 3R)

Keterangan : A. Tubulus Seminiferi. B. Lapisan Spermatogenik. C. Interstitial Sel

Hasil penelitian gambaran mikroskopis testes pada perlakuan T1 dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 3. Penampang melintang testes perlakuan T0 (HE 1000x 3R)

Keterangan : A. Tubulus Seminiferi. B.

Lapisan Spermatogenik. C. Interstitial Sel

Hasil penelitian gambaran mikroskopis testes pada perlakuan T4 dapat dilihat pada Gambar 4.

Gambar 2. Penampang melintang testes perlakuan T0 (HE 1000x 3R)

Gambar 4. Penampang melintang testes perlakuan T0 (HE 1000x 3R)

Keterangan : A. Tubulus Seminiferi. B.

Lapisan Spermatogenik. C. Interstitial Sel

Rataan hasil penelitian penyuntikan ekstrak hipofisis terhadap konsentrasi spermatozoa ayam hutan merah pada perlakuan T0, T1, T2, dan T3 adalah masing masing 6,5, 7,6, 7,7, 8,9 milyar/ml. Tabel 2

Keterangan : A. Tubulus Seminiferi. B.

Lapisan Spermatogenik. C. Interstitial Sel


Tabel 2 Rataan Konsentrasi Spermatozoa Ayam Hutan Merah Akibat Pengaruh. Penyuntikan Ekstrak Hipofisis

Perlakuan

Rata-rata Konsentrasi (Milyar/ml)

TO

6,2a

T1

7,6a

T2

7.7a

T3

8.9a

Rataan hasil penelitian penyuntikan ekstrak hipofisis terhadap motilitas progresif spermatozoa ayam hutan merah pada perlakuan T0, T1, T2, dan T3 adalah masing masing 82, 83, 84, dan 84%. Tabel 3

Tabel 3. Rataan Motilitas Progresif Spermatozoa Ayam Hutan Merah Akibat Pengaruh Penyuntikan Ekstrak Hipofisis

Perlakuan

Rata rata spermatozoa yang motil progresif W

TO

82a

T1

83=

T2

84a

T3

84a

Pembahasan

Hasil penelitian pengaruh penyuntikan ekstrak hipofisis terhadap berat testes, gambaran mikroskopis testes, dan kualitas semen ayam hutan merah (Gallus gallus)adalah sebagai berikut :

Penyuntikan ekstrak hipofisis berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap rataan berat testes ayam hutan merah. Setelah dilanjutkan dengan uji Wilayah Berganda Duncan rataan berat testes perlakuan T0 tidak berbeda nyata (P>0,05) jika dibandingkan dengan perlakuan T1, tetapi sangat nyata lebih rendah (P<0,01) jika dibandingkan dengan perlakuan T2, dan perlakuan T3. Pelakuan T2 mempunyai rataan berat testes yang sangat nyata lebih

redah (P<0,01) jika dibandingkan dengan perlakuan T3. Menurut Parvathi dan Puruhit (1977) ekstrak hipofisis mengandung hormon FSH dan LH. Penyuntikan ekstrak hipofisis dapat merangsang proses spermatogenesis terutama produksi spermatosit primer. FSH pada hewan jantan befungsi untuk mendorong pertumbuhan tubuli seminiferi yang merupakan tempat terjadinya proses spermatogenesis. LH pada hewan jantan juga disebut ICSH yang berperan merangsang produksi dan sekresi hormon testosteron yang berfungsi untuk timbulnya sifat kelamin sekunder, pendewasaan spermatozoa, memelihara dan perkembangan kelenjar asesoris (Hafez an Hafez, 2000). FSH juga berfungsi untuk menstimulir sintesa ABP (Androgen Binding Protein) yang dihasilkan oleh sel sel sertoli yang kemudian berikatan dengan testosteron yang berfungsi untuk kehidupan spermatozoa dan pematangan sel spermatozoa (Austin dan Short, 1984). Hormon-hormon tersebut mempunyai peran penting untuk pertumbuhan dan pemeliharaan saluran reproduksi jantan sehingga dapat meningkatkan berat testes ayam hutan merah. Perlakuan T0 tidak terdapat perbedaan berat testes jika dibandingkan dengan T1 hal ini disebabkan oleh karena dosis perlakuan T1 belum mampu memberikan efek terhadap testes. Dengan semakin meningkatnya dosis pada perlakuan T2 dan T3 maka berat testes semakin meningkat.

Penyuntikan ekstrak hipofisis mengakibatkan gambaran mikroskopis testes perlakuan T1, T2, dan T3 aktifitas spermatogenesisnya semakin aktif jika dibandingkan dengan gambaran mikroskopis testes pada perlakuan T0. Semakin aktifnya spermatogenesis pada testes disebabkan oleh karena penyuntikan ekstrak hipofisis yang mempunyai kandungan hormon FSH dan LH mampu merangsang proses spermatogenesis terutama produksi spermatosit primer

(Parvathi dan Puruhit, 1977). FSH pada hewan jantan befungsi untuk merangsang pertumbuhan tubuli seminiferi yang merupakan tempat terjadinya proses spermatogenesis. LH pada hewan jantan juga disebut ICSH yang berperan merangsang produksi dan sekresi hormon testosteron yang berfungsi pendewasaan spermatozoa (Hafez an Hafez, 2000). FSH juga berfungsi unutuk menstimulir sintesa ABP yang dihasilkan oleh sel sel sertoli yang kemudian berikatan dengan testosteron yang berfungsi untuk kehidupan spermatozoa dan pematangan sel spermatozoa (Austin dan Short, 1984). Penyuntikan ekstrak hipofisa mengakibatkan gambaran mikroskopis testes terutama proses spermatogenesis pada perlakuan T1, T2, dan T3 menjadi lebih aktif jika idibandingkan dengan perlakuan T0. Hal ini bisa dilihat dari lumen tubuli seminiferi yang sejalan dengan dosis yang diberikan pada perlakuan T1, T2 dan T3 yang semakin padat akibat hasil proses spermatogenesis yang semakin aktif. Lapisan spermatogenik pada tubuli seminiferi pada perlakuan T1, T2, dan T3, terlihat semakin tebal dan padat akibat adanya pertumbuhan dari spermatosit primer menjadi spermatosit sekunder. Lapisan interstitial juga semakin menebal sejalan dengan peningkatan dosis seperti pada perlakuan T1, T2, dan T3.

Hasil penelitian penyuntikan ekstrak hipofisis berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap konsentrasi spermatozoa ayam hutan merah. Setelah dilanjutkan dengan uji Wilayah Berganda Duncan, rataan konsentrasi spermatozoa pada perlakuan T0 nyata lebih redah (P<0,05) jika dibandingkan dengan rataan konsentrasi spermatozoa perlakuan T1, rataan konsentrasi spermatozoa perlakuan T1 tidak berbeda nyata (P>0,05) jika dibandingkan dengan perlakuan T2, sedangkan rataan konsentrasi spermatozoa perlakuan T2 nyata lebih rendah (P<0,05) jika

dibandingkan dengan perlakuan T3. Hal ini dikarenakan ekstrak hipofisa dapat merangsang proses spermatogenesis terutama produksi spermatosit primer. FSH pada hewan jantan befungsi untuk merangsang pertumbuhan tubuli seminiferi yang merupakan tempat terjadinya proses psermatogenesis. ICSH berperan merangsang produksi dan sekresi hormon testosteron yang berfungsi untuk pendewasaan spermatozoa (Hafez an Hafez, 2000). FSH juga berfungsi untuk menstimulir sintesa ABP yang dihasilkan oleh sel sel sertoli yang kemudian berikatan dengan testosteron yang berfungsi untuk kehidupan spermatozoa dan pematangan sel spermatozoa (Austin dan Short, 1984). Dengan penyuntikan ekstrak hipofisis mengakibatkan konsentrasi spermatozoa pada perlakuan T1, T2, dan T3 menjadi lebih banyak jika dibandingkan dengan perlakuan T0.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa penyuntikan ekstrak hipofisis dapat meningkatkan berat testes, merangsang aktifitas spermatogenesis ditandai dengan semakin padatnya lumen tubuliseminiferi, semakin menebalnya lapisan spermatogenik, dan semakin tebalnya lapisan interstitial, juga dapat meningkatkan kualitas semen dengan semakin meningkatnya konsentrasi spermatozoa.

Saran

Perlu dilakukan uji fertilitas terhadap kualitas semen yang dihasilkan.

DAFTAR PUSTAKA

Invovet (1996). Hewan Kesayangan. Suklemen Invovet Ed. 041, Desember.

Austin, C.R., and R.V. Short (1984).

Reproduction and Mammals, 3 Hormonal Control of Reproduction, 2nd . Cambridge University Press

Bahri, S. (1991). Penyuntikan Ekstrak Hipofisa Sapi pada kambing Jantan local.Peternakan Indonesia, 78; 34.

Bearden and Fuquay (1980). Aplied Animal reproduction. Restyon Pub. Co.

Brillard, J.P. (1993). Sperm Storage and Transport Following Nutural Mating and Artificial Insemination. J. Poultry Sci. 5; 117-143.

Campbell, J.R., M.D. Kenealy, K.L. Campbell (2003). Animal Science. The Biology, Care, and Production of Domestic Animal. McGraw-Hill Higher Education, Avenue of the America, New York..

Crawford, R.D. (1990). Poutry Breeding and Genetics. Development in Animal and Poultry Science. University of Saskatchewan, Saskatoon, Sask S. 7. Nowo, Canada.

Das, S.K. (2002). Effects oF Feeding on Semen Production in Native Cock in Bangladesh. Journal of Biological Science, 2(12); 810-811.

Djanuar, R. (1985). Fisiologi Reproduksi dan Inseminasi Buatan Pada Sapi. Gadjah Mada University Press.

Hafez, E.S.E., B. Hafez (2000). Reproduction In Farm Animal. 7th Ed.. Kiawah Island, South Carolina, USA

Hardjopanjoto,

S. (1980). Physiologi reproduksi. Ed . 2. Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Airlangga Surabaya.

Mufarid,

H. (1996). Beternak Ayam Hutan. P enebar Swadaya.

Nalbandov,

A.V. (1990). Fisiologi Reproduksi P ada Mamalia dan Unggas. Ed. 3. Universitas Indonesia. Jakarta.

Parvathi dan Puruhit (1977). effects of Test osteron on the        Tastes

of SeualityQuiescent Pheasants : Evidence for a Negative Feed Back Mechanism. Br Poultry Sci. 19; 709712.

Stell, R.G.D and J.H. Torrie (1993). Prinsip dan Prosudur Statistika Suatu Pendekatan Biometrik. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

Sudradjat (1997). Menjinakkan Ayam Hutan. Trubua Agriwidya, Jakarta

Toelihere, M.R. (1985). Fisiologi Reproduksi Pada Ternak. Angkasa Bandung.

Yuwanta,                            T.

(1993). Perencanaan dan Tatalaksana Pembibitan Unggas PTP. 683. Sub Bagian Inseminasi Buatan Pada Unggas, Program Studi Ilmu ternak, Fakultas Pascasarjana Gadjahmada, Yogyakarta.

Zahradden,D., I.S.R. Butswar, D.J.U. Kalla, S.M. Sir, and M.T. Bukar (2005). Effect of Frequency on Semen Characteristics in Two Breeds of Turkeys (Meleagrisgallopavo) Raised In a Tropical Environment. .J. Poultry Sci. 4(4): 217-221.

19