Buletin Veteriner Udayana

p-ISSN: 2085-2495

Volume 7 No. 1: 59-65

Pebruari 2015

Kadar Kalsium Dan Fosfor Pada Tulang Tikus Betina Yang Diberi Tepung Tempe Rendah Lemak

(CALCIUM AND PHOSPHORUS LEVELS ON RAT BONE FEMALES GIVEN FAT-LOW TEMPE FLOUR)

Reggy Raisa Tangalayuk1, I Nyoman Suarsana2, Iwan Harjono Utama2 1Mahasiswa Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Udayana 2Laboratorium Biokimia Veteriner Universitas Udayana

Jl.PB Sudirman Denpasar Bali Email: [email protected]

ABSTRAK

Tempe mengandung sumber mineral yang dapat digunakan untuk membantu pembentukan tulang pada masa pertumbuhan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kadar kalsium, fosfor, dan rasio kalsium-fosfor tulang tibia tikus betina yang diberi tepung tempe rendah lemak. Penelitian ini menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) yang terdiri atas lima kelompok perlakuan dan lima kali ulangan. Penelitian ini menggunakan 25 ekor tikus betina strain Spraque Dawley umur dua bulan dibagi dalam lima kelompok perlakuan, yaitu K1: tikus perlakuan kontrol normal; K2 - K5: tikus normal yang diberi masing-masing 1; 2; 4; dan 6 mg/200g bb/hari tepung tempe rendah lemak secara oral. Pada akhir perlakuan tikus dikorbankan dengan cara dibius. Tulang tibia diambil untuk analisis kadar kalsium dan fosfor menggunakan metode Atomic Absorbance Spectrophotometric (AAS) dan metode spektrofotometri. Hasil penelitian menunjukkan kadar kalsium tulang tibia tikus perlakuan cendrung meningkat seiring dengan meningkatnya pemberian dosis bila dibandingkan dengan tikus perlakuan kontrol meskipun tidak berbeda nyata. Kadar fosfor cendrung meningkat dengan meningkatnya dosis dan berbeda nyata. Sebaliknya, rasio kalsium dan fosfor tulang tibia menurun dengan meningkatnya pemberian dosis tepung tempe rendah lemak tetapi tidak berbeda nyata.

Kata kunci: kalsium, fosfor, tulang, tempe, tikus

ABSTRACT

Tempe contains of resources mineral that can be used to help bone formation during growth. This study aimed to determine the levels of calcium, phosphorus and calcium-phosphorus ratio tibia on female rats administered fat-low tempe flour. This study was used completely randomized design (CRD) consisted of five treatment groups, each consisted of three rats. This study was used of 25 female rats Spraque Dawley strain age two months were divided into five treatment groups i.e., K1: rat control normal treatment; K2 - K5: normal rats given fat-low tempe flour doses of 1, 2, 4, and 6 mg/200g bb/day repectively, orally. At the end of treatment the rats were sacrificed by anesthesia. Tibia bones were taken for analysis of the calcium and phosphorus levels using AAS method (atomic absorbance spectrophotometer) and spectrophotometry method. The results showed calcium levels in rats treated with low-fat soybean flour tends to increase with increasing dose when compared to control although not significantly different. Phosphorus levels was tend to increase with increasing dose and significantly different. In contrast, the ratio of calcium and phosphorus tibia decreased with increasing dose of fat-low tempe flour but not significantly different.

Keywords: calcium, phosphor, bone, tempe, rat

PENDAHULUAN

Tulang berfungsi sebagai alat gerak pasif, tempat pertautan otot, tendo, dan ligamentum, sebagai penopang tubuh, melindungi organ tubuh yang lunak dan mudah rusak, memberi bentuk tubuh dan tempat hemophoesis darah. Tulang menjadi keras dan kuat karena mengandung kalsium, mineral, protein tulang, dan serabut kolagen yang membentuk kristal hidroksiapatit, sehingga tulang juga berfungsi sebagai tempat deposit mineral, khususnya kalsium, fosfat, dan magnesium dengan kepadatan tertentu melalui pengaturan sistem hemostasis tubuh (Burger et al., 1995).

Jaringan tulang dibentuk oleh sel-sel tulang, yaitu osteosit, osteoblas, dan osteoklas. Osteosit adalah sel osteoblas yang terpendam di dalam matriks tulang. Osteoblas berfungsi sebagai pembentuk osteosit (matriks tulang) dan serabut kolagen tulang. Osteoklas berfungsi sebagai penghancur tulang. Dalam keadaan normal, osteoblas dan osteoklas bekerja sama dalam pembentukan struktur tulang yang mencakup proses modeling dan remodeling (Smith, 1993).

Dalam menjalankan tugasnya, tulang akan selalu mengalami proses perusakan dan pembentukan kembali (proses remodeling). Pada dasarnya, hormon juga sangat berpengaruh dalam proses pembentukan tulang, diantaranya adalah hormon estrogen, testosteron, dan hormon paratiroid yang akan meningkatkan aktifitas osteoblas dan pertumbuhan tulang. Pertumbuhan tulang dipercepat selama masa pubertas (masa pertumbuhan) dimana kadar hormon pada masa tersebut melonjak. Oleh karena itu diharapkan pertumbuhan tulang dapat terjadi dengan baik selama masa pertumbuhan. Apabila usia telah lanjut dan telah terjadi menopause maka kadar hormon estrogen menurun (Cassidy et al., 2006), sehingga aktifitas osteoblas menjadi berkurang, yang mengakibatkan resorpsi tulang meningkat.

Goldberg (2004), menyatakan bahwa modeling dimulai sejak di dalam kandungan sampai mencapai puncak massa tulang yang dipengaruh oleh faktor-faktor fisiologis dan mekanis. Pembentukan tulang terjadi melalui mekanisme pengerasan tulang endokondrial. Semasa pertumbuhan, tulang mengalami perubahan dan pembaharuan tulang secara berkesinambungan, baik perubahan bentuk dan ukuran (modelling) atau pembaharuan struktur (remodelling). Remodeling adalah proses yang berlangsung terus-menerus secara aktif dengan membangun dan memperbaiki pembentukan tulang yang dilakukan oleh osteoklas (resorbsi tulang) dan osteoblas (formasi tulang).

Selain kandungan proteinnya yang cukup baik, tempe ternyata kaya akan zat gizi lain misalnya asam lemak esensial, vitamin dan mineral makro dan mikro dalam jumlah yang cukup (Sulchan dan Nur, 2007). Nutrisi ini sangat baik untuk mencegah penyaki jantung, osteroporosis, dan gangguan gejala menopause (Babu et al., 2009)

Messina dan Messina (2000) melaporkan isoflavon dalam kedelai meningkatkan kandungan mineral tulang wanita postmenopause, mengurangi kemungkinan osteoporosis. Kesehatan tulang yang baik sepanjang hidup membantu mencegah osteoporosis. Penelitian menunjukkan bahwa mengkonsumsi kedelai protein dapat membantu melindungi tulang dari menjadi lemah dan rapuh, terutama bagi wanita menopause yang risiko menderita osteoporosis.

Tepung tempe rendah lemak yang digunakan dalam penelitian ini dibuat dengan tujuan untuk menyediakan kandungan kalsium dan fosfor yang tinggi. Kandungan kedua mineral tersebut diharapkan dapat meningkatkan kadar mineral kalsium dan fosfor dalam plasma tikus betina dalam pertumbuhan normal (Nurdin et al., 2002). Diharapkan, efek positif yang terjadi pada tikus masa pertumbuhan normal dapat diaplikasikan

untuk mencegah kasus-kasus kerapuhan tulang seperti osteoporosis.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kadar kalsium, fosfor dan rasio kalsium-fosfor tulang tibia tikus betina yang diberi tepung tempe rendah lemak pada masa petumbuhan.

METODE PENELITIAN

Materi penelitian

Hewan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah 50 ekor tikus putih betina strain Spraque Dawley umur dua bulan dengan berat badan rata-rata 200 g. Bahan-bahan yang digunakan adalah pakan tikus, sekam, aquadest, tempe komersial, tricloroacetic acid (TCA) 17%, ammonium molibdat, H2SO4 96-98%, FeSO4.7H2O, KH2PO4. Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain kandang tikus berupa kotak plastik dan tutup kandang yang terbuat dari anyaman kawat, botol tempat minum tikus, spuit 3 ml, sekam, alat bedah, sentrifugasi, mikropipet, pipet, lemari pendingin, spektrofometer, atomic absorbance spectrohotometric (AAS), sonde lambung, mortar, inkubator, dan tabung reaksi

Persiapan hewan percobaan

Penelitian ini menggunakan metode eksperimental dengan rancangan acak lengkap (RAL) yang terdiri atas lima kelompok perlakuan. Penelitian ini merupakan bagian penelitian hibah kompetensi (Suarsana et al., 2010) menggunakan 50 ekor tikus betina strain Spraque Dawley umur dua bulan dibagi dalam lima kelompok perlakuan, yaitu K1: tikus perlakuan kontrol; K2 - K5: tikus normal yang diberi masing-masing tepung tempe rendah lemak dengan kandungan isoflavon 1; 2; 4; dan 6 mg/200 g bb/hari secara oral. Sebelum perlakuan, tikus percobaan diadaptasikan dengan kondisi laboratorium selama dua minggu. Perlakuan diberikan selama dua bulan. Pada akhir perlakuan, semua tikus dikorbankan dengan cara dibius dengan

ketamin-HCl. Tulang tibia diambil dan dibersihan untuk dianalisis kandungan kalsium, fosfor, dan rasio kalsium-fosfor.

Analisis kadar kalsium tulang

Sebanyak satu g sampel tulang ditambahkan lima ml asam nitrat pekat dan didiamkan selama satu jam pada suhu kamar. Kemudian dipanaskan di atas hot plate dengan suhu rendah selama 4-6 jam dan dibiarkan selama satu malam. Selanjutnya ditambahkan 0,4 ml asam sulfat pekat dan dipanaskan di atas hot plate selama satu jam. Ditambahkan 2-3 tetes larutan campuran HclO4:HNO3 (2:1) sampai ada perubahan warna menjadi kuning muda. Sampel dipindahkan dan didinginkan dan ditambah dua ml aquades dan 0,6 ml HCl. Kemudian dipanaskan kembali selama 15 menit dan disaring dengan glass woll ke dalam labu takar 100 ml. Hasil pengabuan di analisis dengan menggunakan atomic absorbance spectrohotometric (AAS). Standar kalsium yang digunakan adalah 200 ppm dan blanko menggunakan air suling.

Analisis kadar fosfor tulang

Analisis kadar fosfor tulang dilakukan seperti yang digambarkan oleh Suarsana et al. (2011) dengan beberapa modifikasi. Larutan sampel tulang dipipet 0,3 ml dan dituangkan ke tabung reaksi lalu ditambah aquades sebanyak 2,7 ml lalu ditambah dua ml larutan A (Larutan A terdiri atas 10 gr ammonium molibdat ditambah 60 ml aquadest, kemudian ditambah 28 ml H2SO4 96-98% dan 5 g FeSO4.7H2O dan dijadikan 100 ml dengan aquadest). Penambahan larutan A sebanyak dua ml, dilakukan juga terhadap deret larutan standar fosfor (P) yang sudah dibuat dan blanko (aquadest). Semua sampel, standar, dan blanko di vortex (dihomogenkan) lalu nilai absorbansi dibaca dengan spektrofotometer UV-VIS L 200 Series Camspec dengan λ 660 nm. Larutan standar P dibuat dengan konsentrasi 0, 1, 2, 3, 4, dan 5 ppm dari larutan stok standar P 1000 ppm (larutan standar P 1000 ppm

dibuat dengan melarutkan 4.394 gr KH2PO4 sampai 1 liter).

Analisis data

Data yang diperoleh dianalisis dengan analisis ragam (ANOVA). Jika perlakuan memberikan pengaruh yang nyata, maka pengujian dilanjutkan dengan uji beda

Duncan pada taraf 5%.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil penelitian untuk mengetahui pengaruh pemberian tepung tempe rendah lemak terhadap kadar kalsium, fosfor dalam tulang tikus, disajikan pada Tabel 1 dan Gambar 1.

Tabel 1. Rata-rata kadar kalsium dan fosfor dalam tulang tikus yang diberi tepung tempe rendah lemak.

Perlakuan

Kadar Ca tulang      Kadar P tulang       Rasio Ca/P

(mg/g)              (mg/g)

K 1

K 2

K 3

K 4

K 5

29,93±0,92a          18,18±0,58a         1,65±0,05a

30,93±0,92a         18,77±0,20ab         1,65±0,04a

31,03±0,77a         19,21±0,44bc         1,61±0,05a

31,24±0,91a          19,92±0,72c         1,57±0,08a

31,23±0,92a          19,85±0,76c         1,57±0,09a

Ket: Angka yang diikuti dengan huruf subscrift yang sama pada kolom yang sama menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata (P>0,05). K1 adalah kelompok kontrol negatif atau perlakuan dengan aquades 0,5cc, K2, K3, K4, K5 masing-masing diberi tepung tempe rendah lemak dengan dosis 1, 2, 4, 6 mg/200g BB.

Hasil analisis statistik menggunakan sidik ragam, menunjukkan bahwa pemberian tepung tempe rendah lemak tidak berpengaruh nyata (P>0,05) terhadap kadar kalsium dalam tulang. Namun, berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap kadar fosfor. Rata-rata kadar fosfor dalam tulang perlakuan K3, K4, K5 berbeda nyata (P<0,05) dibandingkan dengan perlakuan K1, K2 (Tabel 1).

Data Tabel 1 memperlihatkan pemberian tepung tempe rendah lemak pada masa pertumbuhan tidak menyebabkan perubahan kalsium, tetapi meningkatkan kadar fosfor tulang. walaupun hasil analisis pada kalsium tidak berbeda nyata (P>0,05. Hal ini dikarenakan suplementasi fosfor dalam tepung tempe rendah lemak ternyata mampu meningkatkan kadar fosfor tulang. Dengan adanya fosfor yang tinggi maka proses modeling dan remodeling pada tulang berjalan dengan baik.

□ Kalsium         □ Fosfor

Gambar 1. Kadar kalsium dan fosfor tulang tikus yang diberi tepung tempe rendah lemak.

Peningkatan kadar kalsium dan fosfor tulang pada tikus perlakuan yang diberi ekstrak tempe sangat menguntungkan untuk pertumbuhan dan kekuatan tulang. Menurut Faibish et al. (2006) kekuatan tulang meningkat sebanding dengan kandungan mineral yang ditemukan.

Selama masa pertumbuhan terjadi

aktivitas pembentukan tulang yang besar. Pada awal masa pertumbuhan, pertumbuhan ke arah longitudinal terjadi lebih cepat dibanding proses deposisi mineral (Bostrom, 2000). Dalam matriks tulang, kalsium merupakan komponen yang terbesar. Untuk membentuk struktur tulang dan metabolisme kalsium, mineralmineral lain juga diperlukan seperti halnya fosfor dan zat besi (Tucker, 2003). Fosfor merupakan mineral kedua terbanyak setelah kalsium yang terdapat dalam tubuh dan bersama-sama dengan kalsium terikat dalam kerangka tulang (Ilich dan Kerstetter, 2000).

Faktor pengaturan formasi dan resorbsi tulang dilaksanakan melalui dua proses yang selalu dalam keadaan seimbang dan disebut dengan coupling. Proses ini memungkinkan aktivitas formasi tulang sebanding dengan resorbsi tulang (Broto, 2004). Dalam keadaan normal, kecepatan pengendapan dan absorbsi (penyerapan) tulang tidak berbeda satu dengan lainnya, sehingga massa tulang tetap konstan. Pengendapan tulang berlangsung selama beberapa bulan dan setiap tulang yang baru diletakan pada lapisan berikutnya dari lingkaran konsentris (lamella) pada permukaan dalam rongga tersebut hingga akhirnya rongga tersebut terisi semua (Guyton dan Hall, 1997).

Kepadatan tulang pada masa pertumbuhan merupakan salah satu faktor penting pada kesehatan tulang di usia lanjut. Menurut Whiting et al. (2002), tidak tercapainya kepadatan tulang yang optimal pada masa pertumbuhan akan berkontribusi pada rendahnya kepadatan tulang dan menyebabkan terjadinya osteoporosis di usia lanjut.

Sejalan dengan teori Guyton dan Hall (2007) yang menyatakan bahwa kandungan yang terdapat dalam bahan pangan asal tempe dapat membantu dalam meningkatkan ketersediaan kalsium bagi tubuh. Kadar kalsium dalam plasma darah akan dipertahankan oleh mekanisme homeostasis. Kondisi kalsium plasma

dapat dikatakan optimum jika pemberian tepung tempe rendah lemak dilakukan secara terus menerus. Hal ini karena kadar kalsium plasma yang stabil, akan membantu untuk mendeposisi kalsium pada tulang atau membuangnya melalui ginjal jika berlebih (Cunningham, 1992). Menurut Babu et al., (2009); Messina dan Messina (2000) konsumsi tempe dan kedelai secara teratur dapat meningkatkan kandungan mineral tulang wanita postmenopause dan menghindari kekurangan kalsium dan fosfor sehingga dapat mencegah osteoporosis (Boskey, 1992).

Hal serupa juga terjadi pada kadar fosfor. Pemberian tepung tempe rendah lemak memberi kontribusi dan berperan mempertahankan kadar fosfor dalam tulang. Hal tersebut dapat dimengerti karena tepung tempe rendah lemak yang diberikan mengandung kadar kalisum 311,51 mg/100 g bk. dan fosfor 643,57 mg/100 g bk (Suarsana et al. 2010). Asupan kalsium dan fosfor dalam tepung tempe rendah lemak ikut berperan mempertahankan kadar kalsium dan fosfor dalam tulang, terutama pada hewan muda atau sedang dalam masa pertumbuhan.

Hubungan antara kalsium dan fosfor dalam plasma, mempunyai korelasi yang sangat nyata, yaitu sebesar 0,998. Data kalsium ini menghasilkan perbandingan Ca=1,5P. Ketika P meningkat, maka kadar kalsium meningkat 1,5 kali. Penelitian ini sesuai dengan laporan The European Food Safety Autority (2005) yang melaporkan rasio kalsium dan fosfor plasma untuk pembentukan tulang berkisar 1,5:1

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Pemberian tepung tempe rendah lemak dapat meningkatkan kadar kalsium, fosfor, dan rasio Ca/P pada tulang tibia tikus betina normal masa pertumbuhan.

Saran

Diperlukan penelitian lebih lanjut

tentang pengaruh pemberian tepung tempe rendah lemak terhadap kemampuannya dalam pencegahan osteoporosis pada tikus sebagai hewan model.

UCAPAN TERIMAKASIH

Pada kesempatan ini, ucapan terimakasih disampaikan kepada DP2M Dikti atas dana penelitian Hibah Kompetensi yang dibiayai dari dana DIPA Dikti Nomor: 0041/023-04.1/-/2010, tanggal 31 Desember 2009, Sesuai dengan Surat Perjanjian Pelaksanaan Penelitian Tahun Anggaran 2010, Nomor : 2510/H14/HM/2010, atas nama I Nyoman Suarsana

DAFTAR PUSTAKA

Babu PD, Bhakyaraj R, Vidhyalakshmi R, 2009. A low cost nutritious food “tempeh”. A Review. World J Dairy Food Sci, 4(1): 22-27.

Boskey AL, 1992. Mineral-matrix interaction in bone and cartilago. Clin Orthop, 281: 244-274.

Bostrom MP, 2000. Form and function of bone, orthopaedic basis science: biology and biomechanics of the musculosketal system. 2nd Ed. The American Academy of Orthopaedic Surgeons, pp 324-355.

Broto R. 2004. Manifestasi klinis dan penatalaksanaan osteoporosis. Dexa Media, 17(2): 47-57.

Burger HG, Dudley EC, Hopper JL, Shelley JM, Green A, Smith A, Dennerstein L, Morce C, 1995. The endocrinology of the menopausal transition: a crosssectional study of a population-based sample. J Clin Endocrinol Metab, 80: 3537-3545.

Cassidy A, Alberrtazzi P, Nielzen LI, Hall W, Wlliamson G, Tetens I, Atkins S, Cross H, Manios Y, Wolk A, Stainer C, Branca F, 2006. Critical review of

health effects of soybean phytoestrogens in opost-menopausal women. Proc. Nutrition Society, 65: 76-92.

Cunningham JG, 1992. Textbook of Veterinary Physiology. Philadelphia. W.B. Saunder Company. p. 416-423.

Faibish D, Ott SM, Boskey AL. 2006. Mineral changes in osteoporosis: a review. Clin Orthop Relat Res, 443: 28-38.

Goldberg G, 2004. Nutrition and bone. Women’s Health Med, 1(1): 25-29.

Guyton AC, Hall JE, 2007. Fisiologi Kedokteran. Penerjemah: Setiawan I, Tengadi, LMA KA, Santoso A. EGC. Jakarta.

Ilich JZ, Kerstetter JE, 2000. Nutrition in bone health revisited : a story beyond calcium. Review. J Am College Nutr, 19(6): 715-737.

Messina M, V Messina, 2000. Soy foods, soybean isoflavones and bone health. J Renal Nutr, 10: 63-68.

Nurdin SU, Muchtadi D, Djuwita I, Pawiroharsono S, 2002. Tahu menghambat kehilangan tulang lumbar tikus betina ovariektomi. J Teknologi dan Industri Pangan. 13(3): 246-253.

Smith R, 1993. Bone physiology and the osteoporotic process. Resp Med, 87 (Supp A): 3-7.

Suarsana N, Dharmawan NS, Pontjo BP, 2010. Pemanfaatan nutraceutical isoflavon tempe untuk pencegahan penyakit degeneratif osteoporosis pada tikus sebagai hewan model. Laporan Hibah Kompetensi. Universitas Udayana.

Suarsana N, Sadra Dharmawan N, Priosoeryanto BP, Gorda W, 2011. Tepung tempe kaya isoflavon dapat meningkatkan kadar kalsium, fosfor dan estrogen plasma tikus betina

normal. J Vet, 12(3): 229-234.

Sulchan M, Nur EW. 2007. Nilai gizi dan komposisi asam amino tempe gembus serta pengaruhnya     terhadap

pertumbuhan tikus.     Majalah

Kedokteran Indonesia, 57(3): 80-85.

The European Food Safety Autority. 2005. Opinion of the scientific of the panel on due tetil products, nutrition and allergies on a request from the commision related to the tolerable upper intake level of phosphonis.

EFSA J. 233: 1-19.

Tucker KL, 2003. Bone density and dietary patterns in older adults : the framingharm osteoporosis study. Am J Clin Nutr, 76 : 245-252.

Whitting SJ, Boyle JL, Thompson A, Mirwald RL, Faulkner RA, 2002. Dietary protein, phosphorus and potassium are beneficial to bone mineral density in adult men consuming adequate dietary calcium. J Am Coll Nutr, 21(5): 402 409.

65