Buletin Veteriner Udayana

p-ISSN: 2085-2495

Volume 7 No. 1: 17-25

Pebruari 2015

Karakteristik Protein Daging Sapi Bali Dan Wagyu Setelah Direbus

(THE PROTEIN CHARACTERISTICS OF BALI AND WAGYU BEEF BOILED)

Widodo Cipto Subagyo1, Ni Ketut Suwiti2, I Nyoman Suarsana3 1Program Studi Magister Kedokteran Hewan Universitas Udayana 2Laboratorium Histologi Veteriner Universitas Udayana 3Laboratorium Biokimia Veteriner Universitas Udayana

Jl. PB. Sudirman Denpasar-Bali Email:[email protected]

ABSTRAK

Protein merupakan salah satu komponen penyusun daging. Keberadaan protein dan asam amino akan menentukan karakteristik dan kualitas daging. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui karakteristik pita protein, komposisi dan konsentrasi asam amino pada daging sapi bali dan wagyu segar setelah direbus. Penelitian ini menggunakan daging sapi bali dan wagyu yang diambil dari otot bisep femoraolis dalam keadaan segar dan direbus. Sampel daging yang digunakan untuk pemeriksaan pita protein, dibuat ektrak kemudian dialisis dengan metode SDS-PAGE (sodium dodecyl sulfat polyacrilamide gel electrophoresis). Keberadaan asam amino dianalisis menggunakan metode HPLC (high performance liquid chromatography). Hasil penelitian menunjukkan daging sapi bali dan wagyu segar dan direbus selama 15 menit muncul lima pita protein, sedangkan pada perebusan 30 menit pada daging sapi bali muncul empat pita protein dan daging wagyu muncul tiga pita protein. Hasil HPLC menunjukkan pada daging sapi bali dan wagyu mengandung masing-masing sembilan jenis asam amino esensial dan enam jenis asam amino non-esensial. Setelah perebusan 30 menit, konsentrasi asam amino esensial daging sapi bali menurun sebanyak 56,65% dan daging wagyu sebesar 27,37%, sedangkan konsentrasi asam amino non-esensial daging sapi bali menurun sebanyak 63,05% dan daging wagyu sebanyak 67,17%.

Kata kunci: Daging sapi bali dan wagyu, pita protein, asam amino, HPLC, SDS-PAGE.

ABSTRACT

The protein is one of the meat component. The exestence of the protein and amino acid will determine the charateristic and the quality of meat. The aim of the reseach is to know the characteristic of protein bands, composition and consentration of amino acid in bali and wagyu beef after boiled. This research was used bali and wagyu beef wich taken from femoralis biceps muscle. Meat size of 1x1x1 cm was boiled for 15 and 30 minutes, five g of each beef (bali and wagyu) extracted, subsequently analized using the SDS-PAGE (sodium dodecyl sulfat polyacrilamide gel electrophoresis) method, in order to know the bands of protein. While the HPLC (high performance liquid chromatography) metode was used to analize the amino acid. The results showed that boiled for 15 minutes of bali and wagyu beef appear five bands of protein both bali and wagyu beef. While boiling for 30 minutes show four protein bands for bali beef, and just 3 three protein bands for wagyu beef respectively. Results of HPLC showed both bali and wagyu beef contains nine types of essensial amino acid and six types of non-essensial amino acid. After 30 minutes of boiled, the essensial amino acid decreases as much as 56,65% for bali beef and 27,37% for wagyu beef. On the other hands, the consentration of non-essensial amino acid for bali beef decreases as much as 63,05% and wagyu beef 67,17% respectively.

Keywords: bali and wagyu beef, protein bands, amino acid, HPLC, SDS-PAGE.

PENDAHULUAN

Seiring dengan pertumbuhan penduduk yang sangat pesat dan disertai dengan kesadaran penduduk yang semakin tinggi tentang pentingnya protein hewani, maka perlu diimbangi dengan penyediaan sumber protein yang memadai. Salah satu bahan pangan asal ternak yang merupakan sumber protein bagi masyarakat adalah daging (Trujillo et al., 1997; Manuela et al., 2000).

Potensi pengembangan sapi bali sebagai sumber daging sangat besar, sehingga perlu usaha pemberdayaan dan peningkatan kualitas maupun kuantitas, dan diketahui memiliki potensi yang besar dan banyak dipelihara oleh masyarakat. Keadaan ini sangat mendukung upaya mewujudkan ketahanan pangan hewani asal ternak berbasis sumber daya domestik melalui Program Swasembada Daging Sapi tahun 2014 (PSDS-2014).

Daging merupakan salah satu bahan pangan asal ternak yang mengandung zat-zat gizi bernutrisi tinggi yang sangat layak dikonsumsi manusia. Kandungan gizi daging sebagian besar terdiri dari air (65-80)%, protein (16-22)%, lemak (1,5-13)%, substansi non protein nitrogen sekitar 1,5%, karbohidrat dan mineral sebesar 1,0% (Cavali et al., 2006). Daging segar kisaran pH normal: 5,4 sampai 5,9 (Sandra et al., 2008; Misun et al., 2008).

Di Bali hotel dan restoran cenderung menyediakan daging wagyu produksi Kobe Jepang, dan melalui uji tingkat kesukaan konsumen wisatawan asing lebih menyukai daging wagyu dibandingkan daging sapi bali karena daging wagyu diakui sebagai daging yang mempunyai citarasa dan kualitas yang sangat baik sehingga sangat sesuai dengan selera wisatawan (Suwiti et al., 2013)

Sapi wagyu dikembangkan dari Jepang tepatnya di Kobe. Kata “wa” dan

“gyu”, “wa” berarti jepang dan “gyu” berarti sapi. Sapi tersebut merupakan sapi bertanduk berbulu hitam atau merah, betisnya kuat dengan berat lahir sekitar 700 ponds. Ternak wagyu, diternakan dalam lokasi penggemukan selama 300 hari hingga 600 hari, dihindarkan dari stres dan diberikan perlakuan tertentu dan perawatan kesehatan. Sapi ini mampu menghasilkan daging dengan kualitas sangat bagus, rasanya lezat alami serta mempunyai keempukan, sehingga harganya menjadi mahal. Apabila dibandingkan antara daging sapi bali dan daging wagyu, daging sapi khas Jepang ini mempunyai karakter persebaran lemak otot yang tinggi dan merata, kualitas marbling tinggi, yaitu pola urat menyerupai marmer yang terbentuk dari lemak tak jenuh yang terdiri atas lemak tak jenuh (Omega-3 dan Omega-6) dan berperan dalam kesehatan.

Berbagai hal dapat berpengaruh terhadap kualitas daging, seperti pemanasan atau proses saat dimasak karena semakin tinggi temperatur pemasakan dan semakin lama waktu pemanasan maka semakin besar kadar cairan daging yang hilang (Laemmli, 1970), Perebusan daging pada suhu tinggi (900C) akan menyebabkan kerusakan jaringan epimisium, perimisium, dan endomisium, sehingga jaringan daging akan menyusut sekitar 30%. Selain itu pemanasan juga berpengaruh terhadap protein yang ada di dalam daging, dimana protein dapat mengalami denaturasi.

METODE PENELITIAN

Pemeriksaan Sampel Daging

Masing-masing sampel daging dipotong ukuran 1x1x1 cm. Sampel daging direbus setelah air mendidih masing-masing selama 15 menit dan 30 menit. Sebanyak lima g masing-masing daging segar dan direbus dicincang dan

digerus dengan lumpang. Kemudian daging yang sudah halus ditambah buffer fosfat 0,1 M sebanyak lima ml dan disentrifius 3.000 rpm selama 10 menit.

Analisis Karakteristik Protein

Analisis karakteristik protein menggunakan metode SDS-PAGE. (Sodium Dodecyl Sulphate Polycrylamide Gel Electrophorensis).

Teknik Pemisahan Protein

Teknik pemisahan protein dengan elektroforesis dilakukan dalam tiga tahap. Tiga tahap tersebut adalah ekstraksi protein dari sampel, pembuatan gel dengan menggunakan sodium dodecyl sulfat-polyacrilamide gel electrophpresis (SDS-PAGE) dan pemisahan protein dengan menggunakan teknik elektoforesis yang dilanjutkan dengan pendeteksian pita-pita atau fraksi-fraksi protein yang terbentuk.

Pembuatan Sampel Buffer

Preparasi sampel menggunakan sampel buffer yang terdiri dari 4 ml dH2O; 1 ml larutan 0,5 M Tris - HCL pH 6,8; 0,8 ml gliserol; 1,6 ml larutan SDS 10%; 0,4 ml larutan β-mercaptoethanol; 0,2 ml larutan bromophenol blue 0,05%. Supernatanya diambil 20μ1 lalu ditambah lemle sebanyak 20μl dengan perbandingan 1:1. Setelah itu supernata tercampur dengan lemle dipanaskan dengan suhu 1000C selama 5 menit. Tujuannya agar terjadi reaksi enzimatis. Setelah dingin baru dimasukkan kedalam sumur sebanyak 30μ1, kemudian dianalisis pola-pola atau pita-pita menggunakan SDS-PAGE.

Pembuatan Gel Pemisah

Pembuatan gel pemisah (running gel) konsentrasi 12,5% (resolving gel/lapisan bawah) terdiri dari 3.200 μl dH2O ditambahkan 2.500 μl larutan 1,5 M Tris -HCL pH 8,8; 100 μl larutan SDS 10%; 4.050 μl larutan akrilamid 30%; 50 μl

larutan APS 10%; 16 μl TEMED) dan 4% stacking gel (lapisan atas) terdiri dari 3.050 μl dH2O ditambahkan 1.250 μl larutan 0,5 M Tris – HCL pH 6,8; 50 μl larutan SDS 10%; 650 μl larutan akrilamid 30%; 25 μl larutan APS 10%; 6 μl TEMED) (harus selalu dalam keadaan baru dilarutkan). Untuk preparasi gel pengumpul (stacking gel) dicetak dengan bantuan “sisir” (comb) untuk membuat sumur-sumur memasukkan contoh yang akan dipisahkan. Ketebalan gel yang dibuat adalah 4 mm. Gel yang didapat kemudian dipasang. Setelah gel mengeras, sisir diangkat.

Elektroforesis

Proses pemisahan protein menggunakan buffer pemisah (running buffer) yang terdiri dari Tris HCL 9 gram; glycine 43,2 gram; SDS 10% 3 gram dan H2O sebanyak 600 ml. Buffer elektroforesis dimasukkan dan alat elektroforesis dirangkai. Sampel lalu dimasukkan ke dalam sumur dengan menggunakan mikro pipet sebanyak 1020 μl, tergantung tebal tipisnya pita protein yang diinginkan. Perangkat elektroforesis dijalankan pada suhu rendah dengan tegangan 100 volt dan arus 125 mA selama 1-1,5 jam hingga bromphenol blue mencapai 1 cm dari batas bawah gel. Setelah elektroforesis selesai, gel difiksasi dengan larutan Commassie brilian blue R-250 (larutan 0,05% commassie blue sebanyak 0,50 gram yang dilarutkan dalam 45% methanol sebanyak 225 ml dan 10% acetic acid sebanyak 50 ml dalam 45% dH2O), kemudian gel dipucatkan dengan larutan destain yang terdiri dari campuran 50% dH2O 250 ml; 10% asam asetat 50 ml; 40% metanol 200 ml, gel direndam dengan pewarnaan biru konasi (sambil digoyang-goyang) selama 24 jam. Setelah itu gel dipucatkan dengan larutan peluntur dan digoyang-goyangkan sampai terlihat pita-pita protein (Laemmli, 1970). Pita-pita protein yang muncul dan hasil

SDS-PAGE dihitung retardation factor (Rf) dengan menggunakan rumus (Cavalli et al., 2006):

Rf = Jarak gerak Pita Protein Awal

Jarak gerak Warna Pelacak Awal

Berdasarkan nilai Rf berat molekul dihitung dengan persamaan regrasi logaritma dengan rumus :

Y =( a x Ln(X)) + b.

Keterangan : Y = berat molekul.

X = nilai Rf sampel. a = nilai koefisien. b = nilai konstanta.

Persamaan ini diperoleh dari grafik antar Log BM sebagai ordinat dan Rf sebagai absis. Berdasarkan kurva kalibrasi maka dapat dihitung BM masing-masing pita protein.

Analisis Asam Amino

Analisis asam amino menggunakan metode HPLC (High Performance Liquid Chromatography)

Tahap Pembuatan Hidrolid Protein

Sampel daging ditimbang seberat 3 mg dioven selama 24 jam pada 70oC dan dihancurkan. Sampel yang sudah hancur dimasukkan kedalam tabung ulir, kemudian menambahkan HCl 6 N sebanyak 1 ml. Hidrolisis dengan memanaskan tabung dalam oven pada suhu 110oC selama 24 jam. Pemanasan didalam oven dilakukan dengan tujuan menghilangkan gas atau udara yang ada pada sampel agar tidak mengganggu kromatogram yang dihasilkan dan untuk mempercepat reaksi hidrolisis.

Tahap Pengeringan

Sampel yang sudah dihidrolisis pada suhu kamar selanjutnya didinginkan kemudian disaring dengan sintered glass kemudian dibilas berapa kali dengan HCl

0,01 N dan diulang-ulang proses ini sebanyak 3 kali. Kemuadian sampel dikeringkan menggunakan vacum evaporator. Sampel yang sudah kering kembali dilarutkan dengan 5 ml HCI 0,01 N lalu disaring dengan kertas saring milipore.

Tahap Derivatisasi

Larutan derivatisasi dibuat dengan cara menambahkan buffer kalium borat 0,5 M pH 10,4 pada sampel dengan perbandingan 1:1. Kemudian dimasukkan kedalam vial kosong yang bersih 5 μl sampel dan tambahkan 25 μl pereaksi Ortoftaldehida (OPA), biarkan 1 menit agar derivatisasi berlangsung sempurna. Proses derivatisasi dilakukan agar detektor mudah untuk mendeteksi senyawa yang ada pada sampel. Pembuatan pereaksi OPA dengan cara mencampurkan 50 mg OPA ke dalam 4 ml metanol dan 0,025 ml mercaptoetanol, dikocok hati-hati dan ditambahkan larutan brij-30 30% sebanyak 0,050 ml dan buffer kalium borat 0,5 M, pH 10,4 sebanyak 1 ml. Larutan tersebut dapat disimpan selama dua minggu pada suhu 4oC dengan memakai botol yang berwarna gelap.

Injeksi HPLC

Sampel yang sudah derivatisasi ditambahkan kalium borak dengan perbandingan 1:1. Kedalam vial kosong dimasukkan 5 μl sampel di atas kemudian ditambah 25 μl pereaksi OPA, biarkan selama 1 menit agar derivatisasi berlangsung sempurna. Injeksikan kedalam HPLC sebanyak 5 μl kemudian tunggu sampai pemisahan asam amino selesai, waktu yang diperlukan sekitar 30 menit.

Kandungan asam amino dalam 100 gram (μ mol) bahan dalam larutan tersebut dapat dihitung dengan rumus :

luas puncak sampel x C x fp luas puncak standar

Keterangan:

C = Konsentrasi standar asam amino (0,5 μmol/ml). fp = faktor pengenceran (5 ml).

Analisis Data

Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental dengan menggunakan Rancangan Acak Lengkap pola faktorial. Faktor 1: menggunakan dua jenis daging (sapi bali dan wagyu); faktor 2: lama perebusan suhu 1000C (0 menit, 15 menit, dan 30 menit). Sehingga kombinasi perlakuan menjadi 2x3 dan diulang sebanyak 8 kali.

Data yang diperoleh dari hasil analisis SDS-PAGE (dalam bentuk BM) dan hasil analisis HPLC (dalam bentuk konsentrasi asam amino) dianalisis secara diskriptif.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil Karakteristik Protein Daging

Hasil uji karakterisasi protein daging sapi bali dan wagyu segar dan direbus disajikan pada Gambar. 1 dan Gambar.2

Gambar 1. Hasil elektroforesis pita-pita protein dengan metode SDS PAGE pada daging sapi bali segar dan direbus.

Keterangan :

B1T0 : Daging Sapi Bali Segar.

B1T1 : Direbus 15 menit.

B1T2 : Direbus 30 menit.

M : Marker.

Berdasarkan data Gambar 1 dapat

dihitung BM masing-masing pita protein menggunakan rumus persamaan regresi logaritma Y=axln(x)+b. Hasil perhitungan BM marker dan protein daging sapi bali dan sapi wagyu segar dan direbus disajikan pada Tabel 1 dan Tabel 2. Pada Tabel 1 terlihat jumlah pita protein yang muncul pada B1T1 yaitu 11 pita, sedangkan jumlah pita pada B1T1 muncul lima pita dan pada B1T2 muncul empat pita. Jumlah pita protein yang muncul pada W1T0 yaitu 11 pita, sedangkan jumlah pita pada W1T1 muncul lima pita dan pada W1T2 muncul tiga pita.

Gambar 2. Hasil elektroforesis pita-pita protein dengan metode SDS PAGE pada daging sapi wagyu segar dan direbus.

Keterangan :

W1T0 : Daging Sapi Wagyu Segar.

W1T1 : Direbus 15 menit.

W1T2 : Direbus 30menit.

M : Marker.

Hasil penelitian menunjukkan pita-pita protein yaitu baik daging sapi bali dan wagyu dalam keadaan segar muncul 11 pita protein dengan intensitas pita protein yang bervariasi terlihat tebal dan tipis. Menurut De la Fuente et al. (2003), perbedaan tebal dan tipisnya pita yang terbentuk disebabkan karena perbedaan jumlah dari molekul yang termigrasi, pita tebal merupakan fiksasi dari beberapa

pita. Pita yang memiliki kekuatan ionik lebih besar akan termigrasi lebih jauh daripada pita yang berkekuatan ionik

kecil. Protein dapat digunakan sebagai ciri genetik untuk mempelajari keragaman individu dalam satu populasi.

Tabel 1. Hasil perhitungan Berat molekul SDS-PAGE elektroforesis daging sapi bali dan wagyu segar dan direbus

Pita

Daging sapi bali

Daging sapi wagyu

B1T0

B1T1

B1T2

W1T0

W1T1

W1T2

1

-

-

-

614,04

-

-

2

223,78

-

-

-

-

-

3

171,82

-

-

-

-

-

4

102,75

102,75

-

-

-

-

5

90,89

-

-

90,89

-

-

6

-

-

-

81,57

-

-

7

-

-

-

62,62

-

-

8

-

54,35

54,35

54,35

54,35

-

9

-

48,08

48,08

48,08

48,08

48,08

10

-

45,47

45,47

-

-

-

11

43,15

-

-

43,15

43,15

43,15

12

41,05

-

-

41,05

41,05

-

13

37,45

-

-

37,45

-

-

14

35,88

-

-

-

-

-

15

31,91

-

-

-

-

-

16

3078

-

-

30.78

-

-

17

22,82

22,82

22,82

22,82

22,82

22,82

Jumlah

11

5

4

11

5

3

Hasil Analisis Asam Amino Daging Sapi Bali dan Wagyu Segar dan Direbus.

Hasil analisis asam-asam amino daging sapi bali dan wagyu segar dan direbus menggunakan HPLC disajikan pada Tabel 2 dan 3. Tabel 2 terlihat, baik daging sapi bali dan wagyu mengandung 6 asam amino non-esensial yaitu asam aspartat, asam glutamat, serin, glisin, alanin, tirosin. Konsentrasi asam amino non-esensial pada daging sapi bali segar (28,059) terlihat lebih tinggi dibandingkan dengan kadar asam amino non-esensial pada sapi wagyu (25,173). Secara umum perebusan menyebabkan penurunan konsentrasi asam amino, semakin lama perebusan terjadi penurunan konsentrasi asam amino yang lebih besar. Secara total jumlah asam amino pada daging sapi wagyu yang

direbus selama 30 menit menurun sebesar 67,17% dari kadar awal sapi wagyu segar (W1T0) 25,173 menjadi 8,263 pada sapi wagyu lama perebusan 30 menit (W1T2), sedangkan pada daging sapi bali menurun sebesar 63,05% dari kadar awal sebesar sapi bali segar 28,059 (B1T0) menjadi 10,366 pada sapi bali lama perebusan 30 menit (B1T2) setelah perebusan 30 menit.

Pada daging yang direbus diperoleh hasil pita-pita protein yaitu pada daging sapi bali dan wagyu perebusan 15 menit masih ditemukan lima pita protein, sedangkan hasil pita-pita protein pada daging sapi bali perebusan 30 menit muncul empat pita protein, sedangkan pada sapi wagyu perebusan 30 menit muncul tiga pita protein. Perlakuan pemanasan dapat mengakibatkan denaturasi protein sehingga konsentrasi

protein total terlarut menjadi lebih rendah (Wahniyati dan Ali, 2005).

Hal ini menunjukan bahwa proses pengolahan yang berbeda mempengaruhi pemisahan pita-pita protein dan menghasilkan pita-pita protein dengan berat molekul tertentu. Pernyataan ini

sesuai dengan Basmal et al. (1997) dan Cavalli et al. (2006) yang menyatakan bahwa proses pemanasan dapat mengurangi pita-pita protein yang dominan, tetapi dapat pula menimbulkan sejumlah pita-pita protein yang baru.

Tabel 2. Hasil analisis asam amino non-esensial pada sapi bali dan sapi wagyu direbus.

No

Asam Amino non-esensial

Konsetrasi Asam Amino (%)

W1T0

W1T1

W1T2

B1T0

B1T1

B1T2

1

Asam Aspartat

4,009

3,169

1,126

5,227

4,738

2,299

2

Asam Glutamat

5,701

5,497

1,419

9,140

5,837

3,862

3

Serin

9,905

3,022

0,326

7,563

11,157

1,655

4

Glisin

0,728

1,805

1,037

1,250

0,807

0,702

5

Alanin

1,409

2,261

2,144

2,835

1,501

1,143

6

Tirosin

3,421

1,323

2,211

2,044

2,020

0,705

Total

25,173

17,077

8,263

28,059

26,060

10,366

Tabel 3. Hasil analisis asam amino esensial pada sapi bali dan sapi wagyu direbus.

No

Asam Amino

Konsetrasi Asam Amino (%)

esensial

W1T0

W1T1

W1T2

B1T0

B1T1

B1T2

1

Histidin

4,681

4,603

0,848

4,779

4,665

1,626

2

Threonin

1,572

1,386

1,448

3,146

1,567

0,936

3

Arginin

2,567

3,377

2,886

4,356

2,673

2,467

4

Methionin

0,762

2,576

1,345

3,526

3,672

1,203

5

Valin

1,094

1,938

1,046

1,228

1,219

2,333

6

Phenilalanin

2,717

3,195

1,817

3,757

4,153

1,585

7

Isoleusin

2,879

1,376

1,368

2,537

2,916

0,965

8

Leusin

1,544

1,752

1,159

2,379

3,664

1,181

9

Lisin

3,533

3,064

3,589

6,152

3,906

1,516

Total

21,349

23,267

15,506

31,860

28,435

13,812

Tabel 3 terlihat, daging sapi bali dan wagyu mengandung 9 jenis asam amino esensial yaitu histidin, thereonin, arginin, methionin, valin, phenilalanin, isoleusin, leusin, lisin. Konsentrasi asam amino esensial pada daging sapi bali segar (31,860) lebih tinggi dibandingkan dengan daging sapi wagyu segar (21,349). Secara umum perebusan menyebabkan penurunan konsentrasi asam amino, semakin lama perebusan terjadi penurunan konsentrasi asam amino yang lebih besar. Secara total

jumlah asam amino pada daging sapi wagyu yang direbus selama 30 menit menurun sebesar 27,37% dari kader awal 21,349 daging wagyu segar (W1T0) menjadi 15,506 pada sapi wagyu lama perbusan 30 menit (W1T2), sedangkan pada daging sapi bali menurun sebesar 56,65% dari kadar awal menjadi sebesar 31,860 daging sapi bali segar (B1T0) menjadi 13,812 (B1T2) setelah perebusan 30 menit.

Menurut Irigoyen et al. (2000), perebusan yang dilakukan pada suhu

65oC-70oC selama ± 20 menit untuk daging sapi dapat menyebabkan protein yang terkandung dalam daging keluar dan larut dalam air perebusan. Hal ini mungkin disebabkan oleh protein berubah bentuk atau terbentuk ikatan baru hasil pemecahan protein tersebut. Menurut Sandra et al. (2008) panas dapat menyebabkan pembentukan ikatan yang baru pada protein. Namun demikian, pemanasan 100oC tidak sampai merusak molekul protein secara total (Hawab, 1999). Pemanasan diatas 60oC menyebabkan molekul nutrien seperti protein, karbohidrat, lemak, dan asam nukleat tidak stabil (Hawab, 1999).

Hasil penelitian menunjukkan daging sapi bali segar mempunyai total konsentrasi asam amino esensial dan non-esensial lebih tinggi dibandingkan dengan sapi wagyu segar. Setelah perebusan selama 30 menit konsentrasi asam amino esensial pada sapi wagyu menurun sebesar 27,37% dari kadar awal 21,349 menjadi 15,506, sedangkan asam amino non-esensial menurun sebesar 67,18% dari kadar awal 25,173 menjadi 8,263. Pada daging sapi bali asam amino esensial menurun sebesar 56,65% dari kadar awal 31,860 menjadi 13,812, sedangkan asam amino non-esensial menurun sebesar 63,05% dari kadar awal 28,059 menjadi 10,366.

Jenis asam amino esensial pada daging sapi wagyu yang mengalami penurunan paling menonjol setelah 30 menit direbus histidin dan isoleusin, sedangkan asam amino non-esensial yaitu serin, asam glutamat, dan asam aspartat. Jenis asam amino esensial pada daging sapi bali yang mengalami penurunan paling menonjol setelah direbus 30 menit yaitu lisin, histidin, threonin, arginin, metionin, phenillalanin, isoleusin dan leusin, sedangkan asam amino nonesensial yaitu asam glutamat, serin, asam aspartat dan alanin.

Asam amino umumnya berbentuk serbuk dan mudah larut dalam air, namun

tidak larut dalam pelarut organik non polar (Sitompul, 2004). penurunan ini dapat dikarenakan selama proses perebusan asam amino yang ada di dalam bahan mengalami proses denaturasi akibat pengaruh suhu tinggi selama proses pemasakan (Basmal et al., 1997). Setiap jenis asam amino memiliki karakteristik yang berbeda satu sama lain, begitu juga pengaruh suatu pengolahan terhadap kemantapannya. Pengaruh pengolahan secara umum dengan menggunakan panas dapat mengakibatkan terjadinya penyusutan jumlah asam amino hingga 40% tergantung dari jenis pengolahan, suhu dan lamanya proses pengolahan (Hawab, 1999).

Menurut Georgiev et al. (2008), protein daging bersifat tidak stabil dan mempunyai sifat dapat berubah dengan berubahnya kondisi lingkungan. Kualitas protein ditentukan oleh kandungan asam amino penyusunnya. Tidak semua protein mempunyai jumlah dan jenis asam amino yang sama. Penurunan asam amino lebih dari 10% berpengaruh signifikan terhadap mutu pangan (Ekop, 2008).

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Terdapat perbedaan karakteristik pita protein pada daging sapi bali dan wagyu setelah direbus. Setelah direbus 15 menit terjadi penurunan konsentrasi asam amino (esensial dan non-esensial) pada daging sapi bali maupun sapi wagyu.

Saran

Untuk mempertahankan karakteristik protein dan konsentrasi asam amino (esensial dan non-esensial) pada daging sapi bali dan wagyu, disarankan tidak melakukan perebusan lebih dari 15 menit.

UCAPAN TERIMA KASIH

Ucapan terimakasih kepada Ketua

Pusat Kajian Sapi Bali Universitas Udayana atas dukungan biaya penelitian, dan pihak yang telah membantu dalam penelitian di Laboratorium Bioteknologi Balai Besar Veteriner Denpasar.

DAFTAR PUSTAKA

Basmal J, Bagus SB, Utomo, Taylor KDA. 1997. Pengaruh perebusan, penggaraman dan penyimpanan terhadap penurunan kandungan lisin. J Penelitian Perikanan Indonesia, 3(2): 54-62.

Cavalli SV, Silva SV, CiminoC, Malcata FX, Priolo N. 2006. Hydrolysis of caprine and ovine milk proteins, brought about by aspartic peptidases from silybum marianum. J Plant Physiol, 1-7.

De la Fuente MA, Hemar Y, Singh H. 2003. Influence of K-carrageenan on the aggregation behaviour of proteins in heated whey protein isolate solutions. J Food Chem, 86: 1-9.

Ekop AS. 2008. Change in amino acid composition of african yam beens (sphenostylis stenocarpas) and african locust beens (parkia filicoida) on coocing. Pakistan J Nut, 5(3): 254-256.

Georgiev L, Penchev G, Dimitrov D, Pavlov A. 2008. Structural changes in common carp fish meat during freezing. Bulgarian J Vet Med, 2(2): 131-136.

Hawab HM. 1999. Pengaruh pemanasan beras menjadi nasi sebagai peubah turunnya nilai nutrien beras. J Bul Kimia, 14: 69-80.

Irigoyen A, Izco JM, Ibanez FC, Torre P. 2000. Evaluation of the effect of rennet type on casein proteolysis in

an ovine milk cheese by means of capillary electrophoresis. J Chromatogr A, 881(1-2): 59-67.

Laemmli UK. 1970. Cleavage on structural protein during the assembly of the head of bacteriopage T4. J Nature, 227: 680-685.

Manuela E, Pintado A, Malcata FX. 2000. Hydrolysis of ovine, caprine and bovine whey proteins by trypsin and pepsin. J Bioproces Eng, 23(3): 275-282.

Misun D, Curda L, Jelen P. 2008. Batch and continuous hydrolysis of ovine whey proteins. J Small Ruminat Res, 8(1): 51-58.

Sandra VC, Silva SV, Cecilia C, Malcata FX, Priolo N. 2008. Hydrolysis of caprine and ovine milk proteins, brought about by aspartic peptidases from Silybum marianum flowers. J Food Chem, 106(3): 997-1003.

Sitompul S. 2004. Analisis asam amino dalam tepung ikan dan bungkil kedelai. Bul Teknik Pertanian, 9(1): 33-37.

Suwiti NK, Suastika P, Swacita IBN, Piraksa W. 2013. Tingkat kesukaan wisatawan di bali terhadap daging sapi bali dan wagyu. Proc. Seminar Nasional Peningkatan Kualitas Daging Sapi Bali.

Trujillo AJ, Guamis B, Carretero C. 1997. Hydrolysis of caprine casein by plasmin. J Dairy Sci, 80: 22582263.

Wahniyathi H, Ali HM. 2005. Karakteristik protein daging dengan penambahan NaCl pada berbagai waktu aging post mortem. Tesis. Fak. Peternakan Universitas Hasanudin. Makasar.

25