ANATOMICAL PATHOLOGY OF ASPERGILLOSIS AND RAILLIETINOSIS COMPLICATING CORYZA IN COMMERCIAL LAYERS HY-LINE BROWN IN RANCAEKEK, BANDUNG REGENCY
on
Buletin Veteriner Udayana Volume 15 No. 6: 1307-1316
pISSN: 2085-2495; eISSN: 2477-2712 Desember 2023
Online pada: http://ojs.unud.ac.id/index.php/bulvet https://doi.org/10.24843/bulvet.2023.v15.i06.p30
Terakreditasi Nasional Sinta 4, berdasarkan Keputusan Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi, Riset, dan Teknologi No. 158/E/KPT/2021
Patologi Anatomi Komplikasi Aspergillosis dan Raillietinosis pada Kasus Koriza di Ayam Petelur Komersial Hy-Line Brown di Rancaekek, Kabupaten Bandung
(ANATOMICAL PATHOLOGY OF ASPERGILLOSIS AND RAILLIETINOSIS COMPLICATING CORYZA IN COMMERCIAL LAYERS HY-LINE BROWN IN RANCAEKEK, BANDUNG REGENCY)
Nafisa Raihana Amany1, Rafika Guci1, Tyagita Hartady1,2*, Shafia Khairani1,2, Sarasati Windria1,2, Okta Wismandanu1, Aziiz Mardanarian Rosdianto1,2, Faisal Amri Satryo1
-
1Program Profesi Dokter Hewan Universitas Padjadjaran, Jl. Hegarmanah, Kec. Jatinangor, Kabupaten Sumedang, Jawa Barat, 45363;
-
2Departemen Ilmu Kedokteran Dasar, Jl. Hegarmanah, Kec. Jatinangor, Kabupaten Sumedang, Jawa Barat, 45363.
*Corresponding author email: [email protected]
Abstrak
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk melaporkan kasus penyakit yang menyerang sistem pernafasan bagian atas pada ayam yang disebabkan oleh bakteri Haemopillus paragallinarum atau yang dikenal sebagai infeksius koriza (koriza/snot). Penyakit ini merupakan penyakit menular pada ayam yang bersifat akut sampai kronis. Pengamatan yang dilakukan meliputi patologi anatomi dan hasil isolasi identifikasi bakteri. Ayam dilakukan nekropsi dan diamati perubahan pada organ kemudian dilakukan isolasi pada media. Studi kasus yang didapat merupakan penyakit koriza yang menginfeksi ayam petelur komersial jenis Hy-Line Brown, berat badan 1,2 kg, memiliki warna bulu coklat yang dibawa ke Rumah Sakit Hewan Pendidikan Universitas Padjadjaran dengan keluhan adanya eksudat kaseosa berwarna kuning pada mata sebelah kiri dan pembengkakan sinus infraorbitalis, terdapat discharge hidung, dan nafas terengah-engah. Dilakukan pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang berupa pemeriksaan nekropsi, pemeriksaan identifikasi endoparasit, dan pemeriksaan isolasi dan identifikasi jamur pada ayam kasus. Pada pemeriksaan patologi anatomi ditemukan hemoragi ptechiae pada trakea, paru-paru mengalami pneumonia intertisialis, diskolorasi warna hati menjadi kuning, hemoragi pada jejunum, temuan endoparasit Raillietina spp. pada usus besar, hemoragi ekimosa pada caecal-colon sekum, warna ginjal pucat, dan ovarium mengalami ooforitis. Pemeriksaan mikrobiologi dengan isolasi sampel jengger ayam kasus menunjukkan hasil tumbuhnya spora Aspergillus niger. Berdasarkan anamnesa, gejala klinis, patologi anatomi, pemeriksaan mikrobiologi isolat jamur, disimpulkan ayam didiagnosa mengalami infeksi primer infeksius koriza dan infeksi sekunder raillietinosis dan aspergillosis. Diperlukan pemeriksaan penunjang lebih lanjut dengan penanaman isolat sampel hewan kasus pada media agar coklat yang memiliki faktor V dan X, sehingga dapat mendukung diagnosa koriza.
Kata kunci: Hy-Line Brown; Infeksius Coryza; Raillietinosis; Aspergillosis.
Abstract
The aim of this study is to report a case of the upper respiratory system disease in chickens caused by the bacterium Haemopillus paragallinarum or what is known as infectious coryza (coryza/snot). This disease is an infectious disease in chickens that is acute to chronic. Observations made included anatomical pathology and bacterial isolation results. Poultry was necropsed and observed changes in the organs and then isolated them in media. The case study obtained was coryza disease which infected commercial laying hens of the Hy-Line Brown type, weight 1.2 kg, had brown feathers which were brought to the Padjadjaran University Teaching Veterinary Hospital with complaints of yellow caseous
exudate in the left eye and Swelling of the infraorbital sinuses, nasal discharge, and shortness of breath. Physical examinations and supporting examinations were carried out in the form of necropsy examinations, endoparasite removal examinations, and fungal isolation and identification examinations in the case of chickens. On anatomical pathology examination, petechiae hemorrhage was found in the trachea, the lungs had interstitial pneumonia, liver discoloration became yellow, hemorrhage in the jejunum, findings of the endoparasite Raillietina spp. in the large intestine, ecchymatous hemorrhage in the caecum-colon, the kidneys are pale in color, and the ovaries experience oophoritis. Microbiological examination by isolating chicken comb samples showed the growth of Aspergillus niger spores. Based on the anamnesis, clinical symptoms, anatomical pathology, microbiological examination of fungal isolates, it was concluded that the chicken was diagnosed as having primary infectious coryza infection and secondary infections of raillietinosis and aspergillosis. Further supporting examination is needed by planting case animal sample isolates on chocolate agar media which has factors V and X, so that it can support the diagnosis of coryza.
Keywords: Hy-Line Brown; Infectious Coryza; Raillietinosis; Aspergillosis.
PENDAHULUAN
Ayam ras petelur merupakan salah satu ternak unggas yang diternakkan di Indonesia secara khsusus untuk diambil telurnya (Tenggara dan Ndaru, 2021). Salah satu jenis ayam petelur yang biasa digunakan oleh peternak adalah ayam strain Hy-Line. Strain Hy-line Brown diciptakan di Amerika dan memiliki kemampuan daya hidup pada masa pertumbuhan 98 %, masa bertelur 97 %, dan presentase puncak produksi strain ini mencapai 95-96 % (Setiawan, 2020). Koriza merupakan penyakit saluran pernafasan bagian atas yang menyerang hewan unggas (Welkis, 2017). Penyakit ini disebabkan oleh bakteri gram negatif Haemophilus paragallinarum yang berbentuk batang pendek atau coccobacilli (Moenek, 2016). Gejala klinis yang timbul dalam penyakit ini ditandai dengan keluarnya eksudat yang mula-mula berwarna jernih dan encer tetapi lambat laun berubah menjadi kuning kental dan bernanah dengan bau khas, sinus infraorbitalis membengkak secara unilateral maupun birateral sehingga menyebabkan lipatan sekitar mata membengkak dan mata menjadi tertutup, suara ngorok terderngar pada saat hewan kesulitan bernafas, diare, dan pertumbuhan ayam menjadi terlambat (Kementrian Pertanian, 2014). Penyakit ini memberikan kerugian ekonomi pada industri perunggasan terutama peternakan ayam
petelur karena penurunan produksi telur dengan presentase 10-40 % (Welkis, 2017). Patologi anatomi yang dapat ditemukan pada ayam yang mengalami koriza diantaranya adalah di dalam sinus infraorbitalis terdapat eksudat yang kental berwarna putih kekuning-kuningan dengan bau yang khas, pada keadaan kronik terdapat peradangan air sac dan mata sering terdapat eksudat (Tabbu, 2019).
Koriza dapat didiagnosa dengan pemeriksaan fisik seperti inspeksi dan palpasi berdasarkan gejala klinis dan temuan patologi anatomi. Pemeriksaan penunjang yang disarankan untuk penyakit ini adalah tes diagnostik tradisional dengan fenomena satelit dan isolasi bakteri pada media agar coklat, pemeriksaan molekular dengan PCR, dan pemeriksaan serologis dengan HI test dan ELISA (telah digunakan tetapi tidak ada pengujian yang meyakinkan terbukti secara relevan untuk deteksi penyakit atau pemantauan program vaksinasi (Blackall and Soriano, 2020). Fenomena satelit merupakan pembiakan H. paragallinarum dengan metode streak pada media agar darah kemudian dilakukan cross-streak dengan bakteri pengumpan Staphylococcus hyicus, media diinkubasi di inkubator CO2 5 % pada suhu 37 °C selama 24-48 jam. Fenomena satelit ditunjukkan dengan pertumbuhan H. paragallinarum di sekitar S. hyicus (Hastuti et al., 2018). Agar coklat dapat menjadi diagnosa penunjang penyakit ini karena memiliki vaktor V
(NAD) dan faktox X (hemin) yang dibutuhkan oleh bakteri H. paragallinarum untuk tumbuh secara in vitro (Tangkonda et al., 2019).
Namun tak jarang penyakit koriza menjadi bukan menjadi satu-satunya diagnosa di lapangan. Infeksi sekunder seperti helminthiasis dan aspergillosis kerap dijumpai karena koriza bersifat imunosupresi (Ali et al., 2013). Pengelolaan peternakan yang baik dan vaksinasi diperlukan sebagai salah satu cara untuk mecegah kerugian karena penyakit koriza (Setiawan, 2020). Adapun tujuan penulisan studi kasus ini adalah untuk mengetahui gejala klinis dan patologi anatomi kasus koriza yang disertai infeksi sekunder apsergillosis dan ralietinosis pada ayam.
METODE PENELITIAN
Metode Pengambilan Sampel
Hewan yang digunakan adalah ayam petelur komersial jenis Hy-Line Brown berumur satu tahun dengan berat badan 1,2 Kg. Ayam tersebut menampakkan gejala adanya eksudat kaseosa berwarna kuning pada mata sebelah kiri dan kebengkakan sinus infraorbitalis, terdapat discharge hidung, dan nafas terengah-engah. Ayam ini didapatkan dari peternakan komersial ayam petelur di daerah Rancaekek, Kabupaten Bandung. Metode yang digunakan adalah pemeriksaan fisik dan pengamatan secara makroskopis berupa pemeriksaan nekropsi yang dilakukan di Rumah Sakit Hewan Pendidikan (RSHP) Universitas Padjadjaran.
Metode Nekropsi
Tata laksana nekropsi dilakukan dengan penyembelihan dan memastikan telah mencapai taraf kematian, kemudian dilanjutkan dengan pengamatan kondisi seluruh tubuh dan mencabut bulu ayam tersebut. Nekropsi dilakukan sesuai dengan standar nekropsi dan pemeriksaan dilakukan secara menyeluruh dan memperhatikan setiap perubahan yang tampak (Goljan, 2014).
Metode Isolasi dan Identifikasi Jamur
Pemeriksaan penunjang berupa isolasi dan identifikasi jamur yang dilakukan pada media SDA (Sabouraud Dextrose Agar) di Laboratorium Mikrobiologi Fakultas Kedokteran UNPAD. Sampel jengger diambil sebagian menggunakan forceps anatomi kemudian dibiakkan ke media SDA dengan metode direct stamp pada bagian tengah jamur, setelah itu media SDA diinkubasi selama 4 hari.
Metode Identifikasi Endoparasit
Dilakukan pemeriksaan identifikasi endoparasit cacing cestoda yang ditemukan di usus besar hewan kasus di Laboratorium Mikrobiologi Fakultas Kedokteran UNPAD menggunakan mikroskop stereo.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Sinyalemen dan anamnesa
Ayam petelur komersial jenis Hy-Line Brown, berumur satu tahun, berat badan 1,2 kg, memiliki warna bulu coklat. Hewan dibawa ke Rumah Sakit Hewan Pendidikan (RSHP) Universitas Padjadjaran dengan keluhan adanya eksudat kaseosa berwarna kuning pada mata sebelah kiri dan pembengkakan sinus infraorbitalis, discharge hidung, dan nafas terengah-engah. Keluhan tersebut sesuai dengan gejala klinis penyakit koriza yaitu, terdapat discharge dari hidung dan mata (Dereja dan Hailemichael, 2017). Eksudat kaseosa nekrosa tersebut sudah ada sejak empat bulan yang lalu. Ayam memiliki riwayat vaksinasi lengkap dengan umur terakhir vaksinasi dilakukan pada umur 8 bulan. Peternak juga sudah pernah memberikan obat antibiotik Sterptomycin sulfate, Oxytetracycline, Neomycin sulfate, dan antihelmintik. Saat dipalpasi pada bagian eksudat kaseosa nekrosa, ayam menunjukkan respon kesakitan dan ketakutan dengan memundurkan kepala dan menutup mata kanan yang normal. Ayam kasus memiliki nafsu makan yang menurun, sedangkan defekasi dan urinasi normal.
Pemeriksaan fisik dan tanda klinis
Pemeriksaan fisik dilakukan dengan cara inspeksi dan palpasi. Pemeriksaan keadaan umum luar menunjukkan adanya ektoparasit kutu yang sangat banyak di tubuhnya. Pemeriksaan mukosa mulut normal dan pemeriksaan mata menunjukkan adanya pembengkakan pada sinus infraorbitalis dan adanya eksudat kaseosa disekitar mata kiri (Gambar 1A dan 1B), sedangkan pemeriksaan mata kanan menunjukkan hasil normal. Temuan ini sesuai dengan gejala klinis dari koriza yaitu pembengkakan pada sinus infraorbitalis dan adanya timbunan eksudat kaseosa pada mata (Kementrian Pertanian, 2014). Pemeriksaan hidung menunjukkan adanya discharge berwarna bening. Selain itu, terdapat temuan jamur pada jengger ayam kasus (Gambar 2). Pemeriksaan fisik hewan kasus secara umum hasilnya normal, kecuali pada bagian mata dan hidung.
Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan penunjang yang
dilakukan adalah pemeriksaan nekropsi, pemeriksaan isolasi dan identifikasi jamur, dan pemeriksaan identifikasi endoparasit. Hasil pemeriksaan nekropsi pada sistem respirasi menunjukkan sinus hidung yang dikuakkan tidak menunjukkan adanya cairan eksudat yang terdapat didalam sinus (Gambar 3), air sac bening dan tidak menunjukkan adanya abnormalitas (Gambar 4), namun pada daerah anterior di trakea menunjukkan hemoragi petechiae (Gambar 5A). Patologi anatomi berupa hemoragi pada trakea dapat disebabkan oleh koriza (Gambar 5B) (Adnin, 2016). Pemeriksaan organ paru-paru menunjukkan pneumonia intertitialis (Gambar 6) yang dapat disebabkan salah satunya oleh infeksi jamur (Kementerian Pertanian, 2014).
Hasil pemeriksaan nekropsi sistem kardiovaskular, sistem muskuloskeletal, sistem endokrin dan limfatik, dan sistem saraf pusat pada hewan kasus tidak menunjukkan abnormalitas. Sedangkan hasil pemeriksaan nekropsi pada sistem digesti, yaitu organ hati mengalami diskolorasi warna menjadi kuning pada
beberapa bagian tanpa adanya lesi atau hemoragi (Gambar 7) yang dapat disebabkan oleh Syndrome Fatty Liver (SFL). SFL merupakan penyakit metabolik yang sebagian besar menyerang ayam petelur yang diberi pakan berenergi tinggi dan ditandai dengan penurunan produksi telur dan peningkatan akumulasi lemak di hati (Sounjaya, 2020). Selain itu, diskolorasi warna hati menjadi kuning dapat disebabkan juga oleh pemberian pakan jagung serta pigmen xantophyll ke dalam diet pakan.
Organ sistem digesti lain yang mengalami abnormalitas adalah jejunum, dimana pada jejunum bagian anterior terdapat hemoragi (Gambar 8). Selain jejunum, ditemukan pula infestasi endoparasit cacing cestoda pada usus besar ayam kasus tanpa adanya lesi pada usus besar (Gambar 9). Namun, terdapat lesi hemoragi ekimosa di bagian caecal-colon sekum ayam kasus (Gambar 10. Lesi hemoragi pada usus dapat disebabkan oleh infeksi virus, infeksi bakteri, atau infestasi endoparasit cacing dalam tubuh ayam.
Pemeriksaan nekropsi pada organ urogenital menunjukkan ginjal berwarna pucat tanpa disertai lesi dan terdapat patologi anatomi pada ovarium berupa ooforitis kronis (Gambar 11). Ooforitis merupakan peradangan pada ovarium yang paling sering ditemukan pada ayam petelur pada awal periode bertelur atau selama masa produksi (Toelle, 2013). Ooforitis kronis ditandai oleh sebagian besar calon folikel yang tidak aktif dan berwarna kekuning-kuningan serta ukuran folikel dewasa yang tidak teratur.
Berdasarkan hasi identifikasi, endoparasit yang ditemukan pada usus besar ayam kasus merupakan cacing cestoda Raillietina spp. (Gambar 12). Cacing Raillietina spp. memiliki morfologi ukuran panjang lebih dari 10 cm, rostelum dipersenjatai kait berbentuk palu yang tersusun dalam lingkaran ganda, asetabulanya juga dipersenjatai kait kecil dengan garis bagan melingkar yang tersusun dalam beberapa lingkaran, dan
tubuh cacing tersusun oleh proglotid-proglotid (Zalizar et al., 2021). Lesi yang terdapat pada anterior jejunum dan caecal-colon sekum disebabkan oleh infestasi cacing di dalam usus ayam. Hal tersebut sesuai pernyataan Adrianto (2020), bahwa keberadaan Raillietina spp. dalam tubuh unggas menyebabkan ralietinosis dengan menimbulkan lesi pada usus.
Hasil pemeriksaan isolasi dan identidikasi jamur pada media SDA didapatkan adanya pertumbuhan spora jamur berwarna hitam yang berada di tengah media (Gambar 13). Menurut Putra et al. (2010), bentuk makroskopis spora berwarna putih kehitaman merupakan jamur Aspergillus niger. Jamur ini juga memiliki ciri mikroskopis vesikel yang berbentuk bulat dengan diameter yang berkisar antara 17,52 sampai 23,4 µm. Konidia jamur ini berbentuk bulat dengan kisaran diamter antara 3,5 sampai 4,5 µm. Konidioforanya panjang dan berbentuk silinder tidak berwarna (hialin). Hal tersebut sesuai dengan hasil pemeriksaan mikroskopi spora A.niger yang menunjukkan adanya vesikel, konidia, dan konidiofor. Selain ditemukan adanya spora berwarna hitam, media SDA yang sudah diinkubasi menunjukkan pula adanya spora berwarna hijau yang menunjukkan jamur A. fumigatus. Kedua jenis jamur tersebut dapat dijumpai pada unggas sebagai agen penyebab aspergillosis (Arafat et al., 2022).
Diagnosa dan prognosa
Diagnosa yang dapat ditentukan pada ayam kasus adalah infeksi primer oleh penyakit koriza dengan infeksi sekunder berupa raillietinosis dan aspergillosis. Koriza pada ayam kasus didukung dengan adanya gejala patognomis berupa pembengkakan pada sinus infraorbitalis dan adanya eksudat kaseosa pada mata kiri ayam kasus. Infeksi sekunder raillietinosis didukung dengan hasil identifikasi cacing cestoda Raillietina spp. yang ditemukan pada usus besar ayam kasus dan aspergillosis didukung dengan hasil isolasi dan identifikasi jamur pada media SDA yang menghasilkan pertumbuhan jamur A.
niger dan A. fumigatus. Prognosa ayam kasus adalah dubius hingga fausta, hal ini sesuai dengan tingkat morbiditas koriza yang lebih tinggi dibandingkan dengan tingkat mortilitasnya. Tingkat kematian atau mortalitas koriza pada ayam pedaging rata-rata berkisar 1-5 % namun dapat meningkat hingga 8-30 % apabila terjadi infeksi sekunder. Sedangkan pada ayam petelur tingkat kematian berada sekitar 1-2 % dan dapat meningkat hingga 14 % apabila terdapat komplikasi penyakit lain terutama mikotosokosis, kemudian tingkat kesakitan atau morbiditas dapat mencapai 20-50 % dan sering terjadi pada ayam berumur dewasa.
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Berdasarkan anamnesa dan temuan klinis, kucing kasus didiagnosa mengalami infeksi primer koriza dan infeksi sekunder berupa raillietinosis dan aspergillosis. Infeksi primer tersebut didukung oleh adanya gejala patognomonis berupa eksudat kaseosa dan pembengkakan sinus infraorbitalis pada ayam kasus. Infeksi sekunder raillietinosis dibuktikan dengan temuan cestoda dewasa Raillietina spp. pada usus besar dan aspergillosis yang disebabkan oleh A. niger pada sampel jengger pada ayam kasus.
Saran
Diperlukan pemeriksaan penunjang lebih lanjut dengan penanaman isolat sampel hewan kasus pada media agar coklat yang memiliki faktor V dan X, sehingga dapat mendukung diagnosa koriza.
UCAPAN TERIMAKASIH
Ucapan terima kasih kepada Program Pendidikan Dokter Hewan (PPDH) Universitas Padjadjaran dan seluruh staf Laboratorium Mikrobiologi Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran dalam memberikan bimbingan, fasilitas, dan dukungan kepada penulis hingga penulis dapat menyelesaikan artikel ini.
DAFTAR PUSTAKA
Adnin N. 2016. Gambaran patologi trakea pada ayam petelur yang terserang snot (Coryza) setelah pemberian ekstrak daun sirih (Piper betle linn). (Disertation). Makassar. Universitas Hasanuddin.
Adrianto H. 2020. Buku ajar parasitologi: buku pegangan kuliah untuk mahasiswa biologi pendidikan biologi. Penerbit Andi.
Ali M, Hossain MS, Akter S, Khan M, Hossain M. 2013. Pathogenesis of infectious coryza in chickens (Gallus gallus) by Avibacterium
paragallinarumn isolate of
bangladesh. The Agric. 11(1): 39-46.
Arafat MY, Islam MM, Ahmed S, Mahmud MM, Rahman MB, Nazir KHMNH. 2022. Molecular detection of Aspergilli from commercial chicken in selected areas of Bangladesh. J. Adv. Vet. Anim. Res. 9(2): 184–190.
Blackall P, Soriano-Vargas E. 2020. Infectious coryza and related bacterial infections. Dis. Poult. 20: 890-906.
Dereja IA, Hailemichael D. 2017. Infectious coryza in Jimma Backyard Chicken Farms: clinical and
bacteriological investigation. J. Vet. Sci. Technol. 8(1): 412.
Goljan EF. 2014. Rapid review pathology fourth edition, Elsevier Saunders, Philadelphia. Pp. 296.
Hastuti Wahyuni AET, Tabbu CR, Artanto S, Aryani T, Prakasita VC. 2018. MP-16 Characterization of avibacterium paragallinarum caused infectious
coryza/snot: satellite colony
phenomenon. Hemera Zoa.
Kementrian Pertanian. 2014. Manual penyakit unggas. Jakarta: Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementrian Pertanian. Pp. 119-125.
Moenek DY, Haryanto A, Tabu CR. 2016. Perubahan patologis hepar akibat cemaran aflatoksin b1 pada pakan ayam pedaging komersial di Kota Kupang. J. Kajian Vet. 4(1): 5-11.
Putra GW, Ramona Y, Proborini MW. 2020. Eksplorasi dan identifikasi mikroba pada rhizosfer tanaman stoberi (Fragaria x ananassa Dutch) di kawasan Pancasari Bedugul.
Metamorfosa: J. Biol. Sci. 7(2): 205213.
Setiawan AN. 2020. Studi tingkat produksi ayam petelur strain ISA brown dan hyline brown di PT. UJA Kaponan Farm Magelang. (Disertation). Kabupaten Jember. Politeknik Negeri Jember.
Sounjanya S, Lakshman M, Madhuri D. 2020. Fatty liver haemorrhagic syndrome in layers. Int. J. Curr. Microbiol. App. Sci. 9(10): 3080-3085.
Tabbu CR. 2019. Atlas berwarna penyakit unggas. Penerbit Kanisius.
Yogyakarta.
Tangkonda E, Tabbu CR, Wahyuni AETH. 2019. Isolasi, identifikasi dan serotyping avibacterium
paragallinarum dari ayam petelur komersial yang menunjukkan gejala snot. J. Sain Vet. 37(1): 27-33.
Tenggara M, Ndaru S. 2021. Studi performa ayam petelur strain hy-line dan isa brown fase grower di UD. Mahakarya Farm, Banyuwangi. (Disertation). Kabupaten Jember. Politeknik Negeri Jember.
Toelle NN. 2013. Isolasi, identifikasi bakteri dari ovarium yang mengalami infeksi (Ooforitis) pada ayam petelur komersial dan uji sensitivitas terhadap beberapa jenis antibiotik. (Disertation). Yogyakarta. Universitas Gadjah Mada.
Wahyuni AETH, Tabbu CR, Artanto S, Aryani T, Prakasita VC. 2018. Characterization of avibacterium paragallinarum caused infectious coryza/snot: satelite colony
phenomenon. Hemera Zoa. MP-16: 120.
Welkis ET. 2017. Efektivitas vaksin infectious coryza tetravalen pada ayam petelur yang ditantang avibacterium paragallinarum serotipe C-2
(MODESTO) terhadap gejala klinis
dan perubahan patologis serta timbulnya respon kekebalan. (Disertation). Yogyakarta. Universitas Gadjah Mada.
Zalizar L, Winaya A, Malik A, Widodo W, Suyatno S, Anggraini AD. 2021.
Species identification and prevalence of gastrointestinal helminths in Indonesian native chickens, and its impact on egg production. Biodiversitas. 22(10): 4363-4369.
![](https://jurnal.harianregional.com/media/107518-1.jpg)
Gambar 1. Perbandingan keberadaan eksudat kaseus dan pembengkakan sinus infraorbitalis pada mata kiri ayam kasus (A) dan pembengkakan sinus infraorbitalis menurut Manual
![](https://jurnal.harianregional.com/media/107518-2.jpg)
Penyakit Unggas (2014) (B).
Gambar 2. Jamur pada jengger ayam kasus.
Gambar 3. Sinus hidung dari kasus menunjukkan tidak adanya akumulasi cairan.
![](https://jurnal.harianregional.com/media/107518-4.jpg)
Gambar 4. Air sac (bagian thoracic pada tanda panah) hewan kasus menunjukkan warna bening transparan tanpa ada kelainan.
![](https://jurnal.harianregional.com/media/107518-5.jpg)
Gambar 5. Hemoragi petechiae pada anterior trakea hewan kasus (A). dibandingkan dengan hemoragi pada trakea yang disebabkan oleh koriza oleh Adnin, 2016 (B).
![](https://jurnal.harianregional.com/media/107518-6.jpg)
Gambar 6. Pneumonia intetitialis ditemukan pada kedua lobus paru-paru.
Gambar 7. Diskolorasi hati menjadi kuning pada ayam kasus
Gambar 8. Hemoragi ditemukan pada jejunum.
Gambar 9. Infestasi cacing pada usus besar ayam kasus.
Gambar 10. Lesi hemoragi ekimosa pada sekum ayam kasus.
![](https://jurnal.harianregional.com/media/107518-11.jpg)
Gambar 11. Ginjal pucat dan ooforitis pada ayam kasus.
![](https://jurnal.harianregional.com/media/107518-12.jpg)
Gambar 12. Cacing Raillietina spp.
![](https://jurnal.harianregional.com/media/107518-13.jpg)
Gambar 13. Hasil isolasi jamur A. niger dari jengger ayam kasus.
![](https://jurnal.harianregional.com/media/107518-14.jpg)
Gambar 14. Hasil pemeriksaan mikroskopis A. niger. Ketrangan (1) Vesikel, (2) Konidia, dan (3) Konidiofor
1316
Discussion and feedback