Profil Mineral Kalium (K) Dan Kobalt (Co) pada Serum Sapi Bali yang Dipelihara Di Lahan Perkebunan
on
Buletin Veteriner Udayana
ISSN : 2085-2495
Vol. 6 No. 2
Agustus 2014
Profil Mineral Kalium (K) Dan Kobalt (Co) pada Serum Sapi Bali yang Dipelihara Di Lahan Perkebunan
(PROFILE OF THE POTASSIUM (K) AND COBALT (Co) IN THE BALI CATTLE ARE KEPT ON THE PLANTATION)
Putu Satya Dwipartha1, I Nyoman Suarsana2, Ni Ketut Suwiti3
-
1) Mahasiswa Fakultas Kedokteran Hewan
-
2) Laboratorium Biokimia, 3) Laboratorium Histologi, Fakultas Kedokteran Hewan, Universitas Udayana, Denpasar, Bali
E-mail : [email protected]
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui profil mineral Kalium (K) dan Kobalt (Co) pada 15 ekor sapi bali yang dipelihara di lahan perkebunan di Kecamatan Payangan, Kabupaten Gianyar, Provinsi Bali. Metode yang digunakan untuk mengukur kadar mineral serum darah yaitu dengan metode pengabuan basah menggunakan HNO3 dan H2SO4. Data dianalisis dengan analisis deskriptif kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan rataan Kalium sebesar 24,8436 ±0.02591mg/l dan Kobalt sebesar 1,8026±0.01709 mg/l. Data ini lebih tinggi dibandingkan dengan kadar mineral sapi normal
Kata Kunci: Sapi Bali, Lahan Perkebunan, Kalium, Kobalt
ABSTRACT
This study aimed to determine the profile of the mineral potassium (K) and Cobalt (Co) on 15 bali cattle reared on the farm in the Payangan Village, District of Gianyar, Bali Province. The method used to measure the mineral content of the blood serum with a wet ashing method using HNO3 and H2SO4. Data were analyzed using qualitative descriptive analysis. The result show that the mean of 24.8436 ±0.02591 mg / l potassium and cobalt at 1.8026 ±0.01709 mg/l for Cobalt. This data is higher than normal levels of minerals in cattle.
Key Words: Bali Cattle, Plantation, Potassium, Cobalt
PENDAHULUAN
Untuk menunjang proses fisiologis dan pertumbuhan, sapi bali membutuhkan nutrien yang cukup dan lengkap. Unsur mineral dikenal juga sebagai zat anorganik, merupakan salah satu komponen yang sangat diperlukan oleh makhluk hidup di samping karbohidrat, lemak, protein, dan vitamin. Mineral esensial yaitu mineral yang sangat diperlukan dalam proses fisiologis makhluk hidup untuk membantu kerja enzim atau pembentukan organ. Unsur-unsur mineral esensial dalam tubuh terdiri atas dua golongan, yaitu mineral makro dan mineral mikro. Pembagian kategori tersebut berdasarkan jumlah mineral yang dibutuhkan oleh tubuh. Mineral makro dibutuhkan oleh tubuh dalam
jumlah besar, sedangkan mineral mikro dibutuhkan oleh tubuh hanya dalam jumlah kecil.
Mineral makro Kalium (K) dan mikro Kobalt (Co) mempunyai peran yang penting dalam proses pertumbuhan maupun pemeliharaan kesehatan. Agar dapat berperan dengan baik dalam proses pertumbuhan, kadar mineral Kalium dan Kobalt dalam tubuh sapi bali harus tercukupi dan seimbang. Jika terjadi ketidakseimbangan mineral, baik itu kekurangan atau kelebihan justru akan menghambat proses pertumbuhan.
Kalium (K) bersama Natrium (Na) merupakan mineral makro yang memegang peranan dalam pemeliharaan keseimbangan cairan dan elektrolit, keseimbangan asarn basa 125
dalam tubuh, pemindahan impuls saraf, dan pemindahan potensial membran. Di dalam sel, kalium berfungsi sebagai katalisator dalam reaksi biologik, terutama dalam metabolisme energi dan sintesis glikogen. Kadar kalium ditemukan dalam jumlah banyak di dalam tanah, tetapi hanya sebagaian kecil yang digunakan oleh tanaman yaitu yang larut dalam air atau yang dapat dipertukarkan (dalam bentuk koloid tanah). Kalium dalam bentuk K2O merupakan kalium yang dapat dipertukarkan untuk dapat diserap tanaman dan protein. Pada tanah dengan pH rendah kalium akan lebih sulit diserap tanaman.
Kobalt (Co) merupakan unsur mineral esensial untuk pertumbuhan hewan, dan merupakan bagian dari molekul vitamin B12. Ternak ruminansia (sapi, domba, dan kambing) memakan hijauan pakan, di mana tanaman menyerap kobalt dari dalam tanah dan mikroorganisme yang ada di dalam rumen menggunakan kobalt dalam penyusunan vitamin B12. Hewan menyerap vitamin B12 dan mendistribusikannya ke seluruh jaringan tubuh (Davis dan Mertz 1987; Mills 1987; Darmono 1995). Berbeda dengan kalium, peningkatan pH dengan pengapuran dapat menurunkan pengambilan kobalt oleh tanaman yang selanjutnya dapat menyebabkan defisiensi pada hewan yang mengkonsumsi tanaman tersebut.
Kadar mineral pada sapi bali dipengaruhi oleh jumlah mineral yang dikonsumsi, banyaknya mineral yang dapat dimetabolisme tubuh serta ketersediaan mineral di lingkungan, karena tubuh sapi bali tidak dapat menghasilkan mineral sendiri. Di Bali lahan peternakan yang digunakan sebagai pengembalaan sapi bali terdiri dari lahan persawahan, tegalan, perkebunan, dan hutan. Masing – masing lahan tersebut memilliki unsur hara yang berbeda. Lahan perkebunan merupakan salah satu lahan yang sering digunakan sebagai lahan pengembalaan sapi bali. Nilai pH lahan perkebunan bervariasi dari asam sampai alkalis dan berpengaruh terhadap penyerapan mineral oleh hijauan yang menjadi pakan sapi bali. Pemupukan dan pengapuran merupakan manajemen tanah yang dapat mempengaruhi tingkat pH tanah. Lahan perkebunan yang ditanami terus menerus juga
mempengaruhi ketersediaan mineral. Peternak sapi bali di Bali banyak memanfaatkan hijauan yang ada di sekitar lahan perkebunan sebagai pakan sapi bali. Hal ini menyebabkan sumber mineral yang dibutuhkan untuk pertumbuhan sapi bergantung pada kondisi lingkungan perkebunan dan kadar mineral pada hijauan.
Oleh sebab itu perlu dilakukan penelitian terhadap profil mineral makro Kalium (K) dan mineral mikro Kobalt (Co) sapi bali yang dipelihara di lahan perkebunan, karena kedua mineral tersebut merupakan faktor penting dalam membantu pertumbuhan ternak sapi bali disamping mineral lainnya. Kalium merupakan koofaktor dalam metabolisme karbohidrat dan Kobalt memiliki peran penting dalam pertumbuhan mikroorganisme dalam rumen.
METODE PENELITIAN
Materi Penelitian
Sampel penelitian adalah serum darah sapi bali dewasa kelamin yang dipelihara di lahan perkebunan, Kecamatan Payangan, Kabupaten Gianyar, Prvinsi Bali. Bahan lainnya adalah Aquades, HNO3, H2SO4, Lantanium Klorida (LaCl3.7H2O), Larutan Stock 1000 mg/l, Alkohol.
Alat penelitian yang digunakan adalah: Venoject, Spuit, Labu Kjeldahl berleher panjang, Penjepit, Ground glass joint No. B.24, Pemanas, Tabung Erlenmeyer, Corong gelas, Tabung/tube. Sedangkan alat utama yang digunakan untuk mengukur kandungan mineral serum darah adalah: Atomic Absorbtion Spectrometer (AAS) Varian Type Spectr Aa-30.
Metode Penelitian
Sejumlah 15 sampel darah sapi Bali diambil dengan menggunakan spuit sebanyak 510 ml dari vena jugularis, kemudian darah dimasukkan ke dalam tabung. Darah yang sudah dimasukkan kedalam tabung di biarkan pada suhu kamar sampai serum darahnya keluar, setelah serumnya keluar kemudian dipisahkan dan ditaruh di dalam tabung yang lain. Serum darah selanjutnya akan dianalisis untuk mengetahui kandungan mineral K dan Co. Metode yang digunakan untuk mengukur kadar mineral serum darah yaitu metode
pengabuan basah menggunakan HNO3 dan H2SO4 (Apriantono et al. , 1989). Sampel sebanyak 2 ml dimasukkan kedalam labu kjeldal, tambahkan 10 ml H2SO4 dan 10 ml HNO3. Dipanaskan perlahan-lahan sampai larutan berwarna gelap dan dihindarkan dari pembentukan buih yang berlebihan. Selanjutnya ditambahkan 1-2 ml HNO3 dan pemanasan dilanjutkan sampai larutan menjadi lebih gelap. Tambahkan HNO3 sedikit demi sedikit sambil dipanaskan sampai semua zat organik teroksidasi (berwarna kuning bening). Larutan dibiarkan sampai dingin, kemudian tambahkan 5 ml aquades dan didihkan sampai berasap. Selanjutnya larutan didinginkan kemudian diencerkan. Sampel siap dibaca dengan alat Atomic Absorbtion Spectrometer (AAS) Varian Type Spectr Aa-30.
Analisis Data
Data yang diperoleh berupa kadar kalium dan kobalt serum, kemudian dianalisis dengan menggunakan analisis deskriptif kualitatif yaitu mentabulasikan kadar kalium dan kobalt serum darah sapi bali yang dipelihara di lahan perkebunan.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Hasil penelitian profil mineral kalium dan kobalt dari 15 ekor sapi bali yang dipelihara pada tipe lahan perkebunan, menunjukkan rerata Kalium sebesar 24,8436 mg/l dan Kobalt sebesar 1,8026 mg/l. Hasil lengkapnya ditampilkan dalam tabel 1.
Tabel 1. Kadar mineral K dan Co pada serum
sapi bali yang dipelihara di lahan perkebunan
Kalium (mg/l) |
Kobalt (mg/l) | |
Rataan |
24,8436 |
1,8026 |
SD |
±0.02591 |
±0.01709 |
Pembanding |
20 mg/l* |
0,02-1,0 mg/l* |
*Sumber : McDowell (1985)
Tabel di atas menunjukkan rerata hasil analisis mineral Kalium dan Kobalt pada sapi bali yang dipelihara di lahan perkebunan yaitu kalium sebesar 24,8436 mg/l dan kobalt sebesar
1,8026 mg/l. Apabila dibandingkan dengan kadar mineral pada sapi jenis lain yaitu Kalium sebesar 20 mg/l dan Kobalt sebesar 0,02-1,0 mg/l (McDowell, 1985), menunjukkan bahwa rerata kalium dan kobalt pada sapi bali yang dipelihara di perkebunan berada diatas normal. Hasil tersebut dapat diakibatkan oleh beberapa faktor seperti tingkat konsumsi mineral, jumlah mineral yang diserap dan dimetabolisme serta ketersediaan mineral dalam pakan dan lahan tempat sapi bali digembalakan.
Pembahasan
Kandungan mineral dalam tubuh ternak dapat dihubungkan dengan keragaman biokimiawi pakan yang terkait juga dengan keragaman geokimiawi, mengikuti konsep adanya keterkaitan antara lingkungan (tanah, air dan udara), pakan, dan ternak. Status mineral tubuh ternak dapat pula dihubungkan dengan rantai biogeokimiawi (Georgievskii et al., 1982). Mineral-mineral tertentu sangat diperlukan dalam proses metabolisme dalam tubuh, walaupun dalam jumlah kecil, sehingga defisiensi atau kelebihan akan salah satu/beberapa mineral dapat mengganggu produktivitas ternak.
Kekurangan kalium jarang terjadi selama ternak diberikan hijauan yang cukup. Kandungan K sangat dipengaruhi oleh kualitas hijauan, semakin rendah kualitas hijauan maka semakin rendah kadar K yang dikandungnya. Hal ini menandakan bahwa sapi bali yang dipelihara di lahan perkebunan mendapatkan pasokan hijauan yang baik sehingga tidak mengalami defisiensi kalium. Apabila kelebihan K akan menyebabkan hiper-irritabilitas. Keracunan K+ (hiperkalemia) sering terjadi pada ginjal karena ginjal tidak mampu membuang kelebihan K+.. Selain itu apabila ruminansia mengkonsumsi kalium yang banyak, tidak hanya masalah keracunan yang ditakutkan, tetapi kemungkinan untuk mengganggu penyerapan dan retensi Mg juga perlu diperhatikan. Apabila hal tersebut terjadi akan menyebabkan masalah grass tetany. Toleransi ruminansia terhadap kalium cukup besar, hal ini disebabkan karena relatif cepatnya terekskresi. Bila kadar K ekstraseluler meningkat dari 5 menjadi 10 meq/liter, maka keracunan dapat terjadi (Parakkasi, 1999).
Kobalt sangat esensial bagi ruminansia. Pasokan kobalt berasal dari pakan. Bakteri-bakteri yang ada di dalam lambung (rumen) menggunakan kobalt dalam penyusunan vitamin B12. Ketika makan, sapi terkadang secara tidak sengaja juga memakan sedikit tanah yang terbawa di pakan maupun memakan tanah secara langsung. Hal ini dapat mengakibatkan konsumsi kobalt yang berlebihan. Pada hewan yang mengalami keracunan Co dengan dosis yang tinggi gejala yang terjadi adalah nafsu makan yang menurun, penurunan bobot badan, anemia parah. Keracunan Co yang lebih tinggi lagi dapat menyebabkan kematian, dari hasil pemeriksaan patologis memperlihatkan degenerasi hati, kongesti hati dan pendarahan di usus kecil.
Beberapa mineral berkorelasi dengan mineral-mineral lain atau zat-zat makanan lain setelah dikonsumsi, yang dimaksud di sini bahwa mineral-mineral atau zat-zat lain tersebut bersifat antagonis terhadap mineral yang dimaksud sehingga kebutuhan hewan terhadap mineral tersebut akan meningkat. Sifat antagonis tersebut dapat mulai terlihat dalam proses penyerapan sampai ke dalam proses metabolismenya dalam tubuh (Parakkasi, 1999).
Bila terjadi suatu defisiensi terhadap suatu elemen yang esensial, fungsi biologis tubuh tidak akan bekerja dengan maksimal. Sebaliknya, bila konsumsi mineral tersebut tinggi, maka fungsi biologis tubuh akan meningkat pula sampai batas maksimal. Jika melebihi batas maksimal akan menimbulkan toksisitas. Bila titik maksimal tersebut terlampaui maka akan terjadi keracunan dan fungsi biologis tersebut akan menurun lagi. Sehingga rataan kalium dan kobalt yang di atas standar tersebut dapat berakibat buruk pada ternak walaupun secara fisik hal tersebut belum terlihat.
SIMPULAN DAN SARAN. Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa rerata profil mineral kalium dan kobalt sapi bali yang dipelihara di perkebunan yaitu kalium sebesar 24,8436 ±0.02591 mg/l dan kobalt sebesar 1,8026 ±0.01709 mg/l.
Saran
Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut terhadap mineral lainnya dan formulasi pakan pada sapi bali yang dipelihara secara tradisional lebih diperhatikan agar menerima asupan mineral secara lengkap dan seimbang.
UCAPAN TERIMA KASIH
Penelitian ini merupakan bagian dari MP3EI, peneliti mengucapkan terima kasih kepada Kementrian Pertanian, Balai Besar Veteriner Denpasar, UPT Laboratorium Analitik. Peneliti juga mengucapkan terima kasih kepada Dekan Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Udayana. Selain itu, peneliti juga mengucapkan terima kasih kepada Prof. Dr. Drh. Ni Ketut Suwiti, M.Kes dan Prof. Dr. Drh. I Nyoman Suarsana, M.Si atas bimbingan dan arahannya dalam pembuatan jurnal.
DAFTAR PUSTAKA
Apriyantono, A., D. Fardiaz, N. L. Puspitasari, Sedamawati dan S. Budiyanto. 1989. Analisis Pangan. PAU Pangan dan Gizi. IPB Press.
Darmono. 1995. Logam dalam Sistem Biologi Makhluk Hidup. Penerbit Universitas Indonesia (UI Press). hlm. 55-56, 65-69.
Davis, G.K. and W. Mertz. 1987. Copper. p.
301-364. In W. Mertz (Ed.) Trace Elements in Human and Animal Nutrition. Academic Press, Inc. San Diego, CA.
Georgievskii VI, Amenkov BN, Samokhin VT. 1982. Mineral Nutrition of Animal. Butterwoths, London.
McDowell, L.R. 1985. Nutrition of Grazing Ruminants in Warm Climates. Academic Press, Inc. Orlando, Florida. 756 pp.
Mills, C.F. 1987. Biochemical and physiologic indicators of mineral status in animals: copper, cobalt, and zinc. J. Anim. Sci. 65: 1.702-1.711.
Parakkasi, Aminuddin. 1999. Nutrisi dan Makanan Ternak Ruminansia. Jakarta: UI-Press.
128
Discussion and feedback