EfectofSintering Temperature on Formation of Gd095Lao05Ba795Sr005Cu3O7S Compounds.........

(Asni Mulyati Jeni, dkk)

Pengaruh Suhu Sintering terhadap Pembentukan Senyawa

Gd0,95La0,05Ba1,95Sr0,05Cu3O7-δ

Effect of Sintering Temperature on Formation of Gd0.95La0.05Ba1.95Sr0.05Cu3O7-s Compounds

Asni Mulyati Jeni1, Made Sumadiyasa1*, Ida Bagus Made Suryatika1 1Program Studi Fisika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Udayana, Kampus Bukit Jimbaran, Badung, Bali, Indonesia 80361

Email: [email protected],*[email protected].id, [email protected]c.id

Abstrak – Telah dilakukan penelitian variasi suhu sintering antara 900 ºC - 950 ºC selama 12 jam pada sintesis fase Gd1Ba2Cu3O7-δ tersubstitusi La dan Sr dengan komposisi stoikiometri Gd0,95La0,05Ba1,95Sr0,05Cu3O7-δ Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pada suhu berapa senyawa Gd0,95La0,05Ba1,95Sr0,05Cu3O7-δ dapat terbentuk secara maksimal. Sampel dengan komposisi Gd0,95La0,05Ba1,95Sr0,05Cu3O7-δdibuat dari bahan awal Gd2O3, La2O3, BaO, Sr2O3 dan CuO. Sampel disintesis dengan menggunakan metode reaksi padatan (solid-state reaction) dengan pencampuran basah (wet-mixing) dengan asam nitrat (HNO3) sebagai pelarut. Sampel disintering dalam bentuk pelet di dalam tungku tanpa pemberian annealing gas oksigen. Sampel hasil sintesis dikarakterisasi dengan X-Ray Difraction (XRD) dan dianalisis dengan Program Match-3. Dengan menggunakan referensi Entry number 96-153-9606, hasil analisisnya menunjukkan bahwa suhu sintering adalah berdampak terhadap pembentukan senyawa fase Gd0,95La0,05Ba1,95Sr005Cu3O7.δ Memperlihatkan bahwa fraksi volume bertambah seiring dengan bertambahnya suhu sintering, terutama pada suhu 930 °C sampai dengan 950 °C. Fraksi volume tertinggi sebesar 75,43 % didapat pada sampel yang disintering pada suhu 950°C. Hasil refinemen dengan metode analisis Rietveld menunjukkan fase Gd0,95La0,05Ba1,95Sr0,05Cu3O7-δ yang terbentuk adalah dalam simetri ortorombik. Volume unit sel adalah cenderung meningkat seiring bertambahnya suhu sintering.

Kata kunci: Suhu sintering, senyawa Gd0,95La0,05Ba 1,95Sr0,05Cu3O7-δ fraksi volume, ortorombik, volume unit sel

Abstract – Research has been conducted variations in sintering temperature between 900 ºC – 950 ºC for 12 hours on the synthesis phase of Gd1Ba2Cu3O7-δsubstituted La and Sr with stoichiometric composition Gd095La0 05Ba195Sr005Cu3O7S This study is intended to find out at what temperature the compound Gd0.95La0.05Ba1.95Sr0.05Cu3O7s can be formed to the maximum. Samples with composition Gd0.95La0.05Ba1.95Sr0.05Cu3O7s made from the raw materials Gd2O3, La2O3, BaO, Sr2O3 and CuO. Samples are synthesized using solid-state reaction method by wet mixing with nitric acid (HNO3) as solvent. The sample is sintering in the form of pellets in the furnace without annealing of oxygen gas. The synthesis results were characterized by X-Ray Diffraction (XRD) and analyzed with the Match-3 Program. By using the Entry number 96-153-9606, the results of it analysis showed that sintering temperature had an impact on theformation ofphase compounds Gd095La005Ba195Sr005Cu3O7S Show that the volume fraction is increases with increasing of the sintering temperature, especially from temperatures of 930 ºC to 950 ºC. The highest volume fraction of 75.43% was obtained in samples that sintering at 950 ºC. Refinement results with Rietveld analysis method showed phase Gd095La0 05Ba195Sr005Cu3O7-Sformed is in orthorhombic symmetry. The volume of cell units is likely to increase as the temperature increases.

Keyword: Sintering temperature,  Gd0.95La0.05Ba1.95Sr0.05Cu3O7s compound, volume fraction,

orthorhombic, cell unit volume

  • 1.    Pendahuluan

Salah satu material superkonduktor bersuhu tinggi yang masih banyak diteliti sampai saat ini adalah material Superkonduktor GdBa2Cu3O7-δ (Gd-123) yang memililki Tc~94 K [1]. Supaya Superkonduktor

tersebut dapat dimanfaatkan secara maksimal masih perlu ditingkatkan Tc, Jc, dan unjuk kerjanya di dalam medan magnet. Untuk tujuan tersebut, telah dilakukan penggantian sebagian Gd dengan La dan Ba dengan Sr baik secara terpisah maupun secara bersamaan [2-4].

Pada substitusi La terhadap Gd dengan komposisi Gdi-χLaχBa2Cu3O7-s diperoleh bahwa senyawa dengan komposisi Gd0,95La0,05Ba2Cu3O7-δ memperlihatkan fraksi volume ~78% [2]. Kemudian, pada substitusi unsur Sr terhadap Ba dengan komposisi Gd1Ba2-χSrχCu3O7-s diperoleh fraksi volume ~88% untuk x=0,05 [3]. Sementara itu, pada sintesis senyawa Gd0,85La0,15Ba2-xSrxCu3O7-δ untuk x=0,05 diperoleh fraksi volume 82,6% [4]. Pada ketiga penelitian tersebut suhu Sinteringnya adalah 900 °C. Bahan awal yang digunakan adalah senyawa oksida Gd2O3, La2O3, BaO, SrO dan CuO dengan titik leleh berturut-turut 2.420°C, 2.325°C, 2,.325 °C, 2.531°C, dan 1.326 °C. Karena perbedaan titik leleh senyawa La2O3 dan SrO ada kemungkinan terjadinya perubahan suhu sintering untuk pembentukan fase Gd1Ba2Cu3O7-s tersubstitusi La dan Sr. Oleh karena itu penting dilakukan penelitian untuk menentukan pada suhu berapa fase Gd1Ba2Cu3O7-s tersubstitusi La dan Sr dapat terbentuk secara maksimal. Pada penelitian pengaruh suhu dan waktu sintering terhadap fase superkonduktor GdBa2Cu3O7-δ dengan variasi suhu sintering 800 ºC-950 ºC yang dilakukan oleh Purwamargapratala dkk. diperoleh bahwa kondisi penumbuhan fasa GdBa2Cu3O7-δ maksimum adalah pada suhu sintering 950 °C [5]. Pada penelitian ini telah dilakukan variasi suhu sintering antara 900 ºC-950 ºC selama 12 jam untuk pembentukan senyawa Gd1Ba2Cu3O7-δ tersubstitusi La dan Sr khususnya untuk komposisi Gd0j95La0j05Ba1j95Sr0,05Cu3O7.

  • 2.    Landasan Teori

Setelah penemuan superkonduktor La2-xBaxCuO4 oleh Bednorz dan Muller dengan suhu kritis sekitar 30 K, selanjutnya Wu et al. mengganti unsur La dengan unsur Y dan dapat meningkatkan suhu kritis menjadi 90 K pada superkonduktor YBa2Cu3O7-δ (YBCO) [6]. Kemudian dengan mengganti blok Y dengan blok RE maka rumusan kimia superkonduktor YBa2Cu3O7-δ berubah menjadi REBa2Cu3O7-δ dengan suhu kritis 93 K. Unsur rare earth (RE) merupakan unsur tanah jarang seperti Nd, Eu, Gd, Dy, Sm, Ho dan Er [7].

Zhuo et al. telah meneliti bagaimana efek substitusi Sr terhadap Ba untuk superkonduktor Hg0,7Pb0,3Ba2Ca2Cu3Oy [8]. Diperoleh bahwa garis ireversibilitas untuk senyawa tersubstitusi Sr jauh lebih tajam dibandingkan dengan sampel murni. Dari analisis magnetisasi reversibelnya, ditemukan bahwa fluktuasi magnetisasi jauh berkurang pada sampel yang tersubstitusi Sr. Kekuatan interlayer-kopling dapat ditingkatkan dengan substitusi Sr. Medan kritis atas HC2 (0) dari sampel tersubstitusi Sr adalah sekitar dua kali dari sampel tanpa Sr.

Toulemonde et al. pada tahun 2004 telah meneliti bagaimana pengaruh tekanan kimia Sr pada superkonduktivitas pada Hg2(Ba1-ySry)2YCu2O8-δ [9]. Dari penelitian tersebut diperoleh bahwa sampel tersubstitusi Sr menunjukkan Tc yang meningkat dengan substitusi Sr yaitu mencapai 42 K untuk y = 1,0. Dari difraksi netron diperoleh bahwa terjadi penurunan jarak ikatan Ba/Sr-O, dan mengakibatkan penyusutan terhadap ikatan Cu-O in-plane (sumbu-a) dan Cu-O apical (sumbu-c). Kandungan Sr mengakibatkan perubahan struktur dan mempengaruhi transfer muatan antara reservoir dan blok superkonduktif yang mana bertanggung jawab pada peningkatan Tc. Liyanawaduge et al. telah meneliti sifat magnetik dan medan kritis atas (Bc2) superkonduktor polikristalin Y(Ba1-xSrx)2Cu3O7-δ [10]. Secara struktur, terjadi pengurangan parameter kisi terutama dalam arah sumbu-c. Pada sampel tersubstitusi Sr yang rendah terjadi peningkatan kerapatan arus kritis (Jc), medan kritis atas (BC2).

Superkonduktor sistem GBCO dengan rumusan kimia Gd1Ba2Cu3O7-δ memiliki struktur kristal ortorombik atau tetragonal yang serupa dengan struktur Y1Ba2Cu3O7-δ dimana atom Y diganti dengan atom Gd [11]. Strukturnya otrorombik atau tetragonal tergantung pada kandungan oksigennya (nilai δ) [12]. Fase non-superkonduktif memiliki atom oksigen yang terdistribusi secara acak pada posisi O(1) yang berada pada sumbu-y (parameter kisi b) dan O(5) yang berada pada sumbu-x (parameter kisi a), sehingga strukturnya adalah bersimetri tetragonal. Sebaliknya, fase superkonduktif YBCO-123 pada suhu kritis yang tinggi dimana nilai δ pada rentang 0,0≤δ≤0,2 oksigen pada posisi O(5) adalah kosong, strukturnya adalah bersimetri ortorombik [12].

EfectofSintering Temperature on Formation CfGd095La005Ba19t5Sr005Cu3O7-S Compounds.........

(Asni Mulyati Jeni, dkk)

  • 3.    Metode Penelitian

Pada penelitian ini disintesis senyawa Gd0,95La0,05Ba1,95Sr0,05Cu3O7-δ dengan fokus pada variasi suhu sintering. Penelitian ini menggunakan bahan awal serbuk Gd2O3 (99,99%), La2O3 (99,99%), BaO (99,99%), Sr2O3 (99,99%) dan CuO (99,99%). Metode yang digunakan adalah metode reaksi padatan (solid state reaction) dengan pencampuran basah (wet mixing) menggunakan larutan HNO3 [2, 3]. Bahan awal ditimbang sesuai dengan stoikiometri senyawa Gd0,95La0,05Ba1,95Sr0,05Cu3O7-δ dengan berat total 20 gram. Semua serbuk dicampurkan di dalam 100 ml HNO3 diaduk menggunakan magnetic stirrer selama 24 jam. Campuran kemudian dipanaskan pada suhu 200 ºC sampai terbentuk kerak. Sampel yang berbentuk kerak dipanaskan kembali pada suhu 300 ºC selama 3 jam dalam tungku pemanas (furnace) kemudian didinginkan dan digerus. Sampel yang telah digerus tersebut dikalsinasi di dalam tungku pemanas pada suhu 400 ºC selama 2 jam, 500 ºC selama 2 jam dan 600 ºC selama 6 jam. Sampel hasil kalsinasi digerus kemudian dicetak menjadi 10 pelet dalam cetakan berdiameter 15 mm dengan alat press hidrolik pada tekanan 500 kPa. Sampel pelet kemudian disintering pada tungku pemanas pada suhu 900 ºC, 920 ºC, 930 ºC, 940 ºC dan 950 ºC masing-masing selama 12 jam.

Sampel senyawa Gd0,95La0,05Ba1,95Sr0,05Cu3O7-δ hasil sintering dikarakterisasi dengan XRD dalam bentuk Bulk pada sudut 2θ antara 5º sampai dengan 90º. Data hasil XRD (intensitas dalam satuan count per second (cps) dan sudut 2θ dalam satuan derajat (°) dianalisis dengan program Match-3. Dalam hal ini, pertama dilakukan identifikasi apakah pada sampel sudah/belum terbentuk fase GdBa2Cu3O7-s. Kedua dilakukan refinement dengan metode analisis Rietveld untuk mengetahui parameter kisi dan volume sel satuan. Dari hasil analisis dilakukan perhitungan fraksi volume dengan rumus:

^ Jumlah Intensitas Puncak Difraksi Gd -123 Jumlah Intensitas Seluruh Puncak Difraksi

(1)


Persamaan ini memberikan gambaran berapa banyak (dalam %) fase GdBa2Cu3O7-s yang terbentuk pada sampel. Perubahan struktur kristal disamping dapat dilihat dari adanya perubahan volume unit sel juga dilihat dari perubahan keortorombikannya (orthorhombicity) melalui perhitungan dengan Persamaan (2) [13].

a - b

(2)


Orthorombicity (η) =--------

2( a + b)

dengan a dan b adalah parameter kisi masing-masing dalam arah sumbu-x dan y.

  • 4.    Hasil Dan Pembahasan

Hasil karakterisasi XRD senyawa Gdo,95La0,o5Ba1,95Sro,o5Cu3O7-s yang disintering pada suhu 900 °C, 920 ºC, 930 ºC, 940 ºC, dan 950 ºC selama 12 jam yang diperlihatkan dalam Gambar 1. Tampak spektrum dalam bentuk puncak-puncak (peaks) yang sempit-runcing. Ini mengindikasikan bahwa pada sampel telah terbentuk senyawa dalam bentuk kristal. Dengan analisis search-match menggunakan program Match-3 diperoleh bahwa pola spektrum XRD dari sampel sesuai dengan pola difraksi XRD referensi fase Gd1Ba2Cu3O7-s dengan Entry number 96-153-9606. Dari hasil refinement dapat ditandai puncak-puncak difraksi yang berasal dari bidang (hkl) yang sesuai dengan fase Gd1Ba2Cu3O7-δ, seperti diperlihatkan pada angka-angka di atas suatu puncak difraksi pada Gambar 1.

Dari Gambar 1 tampak puncak-puncak difraksi telah memperlihatkan puncak-puncak utama dari fase Gd1Ba2Cu3O7-δ [2]. Puncak-puncak utama tersebut adalah

  • -    Puncak-puncak difraksi dari bidang (hkl) = (013) dan (103) pada sudut 2θ antara 32,0° - 32,8°;

  • -    Puncak-puncak difraksi dari bidang (hkl) = (020) dan (200) pada sudut 2θ antara 46,0° - 47,3°;

  • -    Puncak-puncak difraksi dari bidang (hkl) = (123) dan (213) pada sudut 2θ antara 57,5° - 58,5°.

Berdasarkan hasil refinement dan pelabelan puncak-puncak yang sesuai sebagaimana ditunjukkan pada Gambar 1. Berdasarkan nilai intensitasnya maka dapat dihitung fraksi volume (FV) dengan menggunakan Persamaan (1). Hasil perhitungan fraksi volume untuk setiap sampel diperlihatkan pada Tabel 1. Dari Tabel 1 selanjutnya dapat dibuat grafik perubahan fraksi volume (%) seiring dengan bertambah tingginya suhu sintering seperti ditunjukkan pada Gambar 2.


suhu

950 °C


suhu

940 °C


suhu

930 °C


suhu

920 °C


suhu

900 °C


Gambar 1. Pola spektrum XRD hasil karakterisasi sampel Gd0,95La0,05Ba1,95Sr0,05Cu3O7-δ disintering s elama 12 jam. Angka-angka di atas suatu puncak menunjukkan nilai (hkl) yang sesuai antara nilai (hkl) dari fase Gd1Ba2Cu3O7-δ dengan referensi entry number 96-153-9606.

Tabel 1. Hasil perhitungan fraksi volume.

Suhu (°C)

Fraksi volume (%)

900

920

930

940

950

50,90

53,96

54,28

68,71

75,43

100

80


α>-

60

o:

40

(Λ t


0

890   900   910   920   930   940   950960

Suhu (°C)

Gambar 2. Pengaruh variasi suhu sintering terhadap fraksi volume fase Gd0,95La0,05Ba1,95Sr0,05Cu3O7-δ. Garis putus-putus pada gambar menunjukkan kecenderungan perubahan fraksi volume.

Dari grafik pada Gambar 2 dapat dilihat bahwa fraksi volume cenderung meningkat dengan bertambah tingginya suhu sintering, terutama pada suhu sintering dari 930 °C sampai dengan 950 °C. Ini memberi indikasi bahwa suhu sintering sangat berpengaruh terhadap pembentukan senyawa Gd0,95La0,05Ba1,95Sr0,05Cu3O7-δ. Tetapi dalam penelitian ini, sampel belum memperlihatkan suhu sintering dimana fraksi volumenya maksimum dan persentase fraksi volume tertinggi diperoleh pada suhu sintering 950 ºC, yaitu sebesar 75,43 %. Ini berarti sampel belum berfase tunggal, masih mengandung impuritas. Adanya impuritas tersebut ditunjukkan oleh adanya sejumlah puncak yang tidak terlabel pada Gambar 1. Penelitian tentang pertumbuhan fase GdBa2Cu3O7-S yang dilakukan oleh Purwamargapratala dkk. (2017) memperlihatkan petumbuhan maksimum terjadi pada suhu sintering 950 °C [5].

Hasil refinement dengan metode analisis Rietveld (RIETAN) terhadap hasil karakterisasi XRD sampel Gd0,95La0,05Ba1,95Sr0,05Cu3O7-δ diperoleh nilai parameter kisi dan volume unit sel diperlihatkan pada Tabel 2. Dari Tabel 2 selajutnya dibuat grafik perubahan parameter kisi seiring dengan bertambahnya suhu sintering, seperti ditunjukkan pada Gambar 3a dan 3b.

(a)


(b)


Tabel 2. Nilai Parameter Kisi dan Volume Unit Sel.

Suhu

Sintering

Parameter Kisi

Volume Unit Sel (Å3)

a (Å)

b (Å)

c (Å)

900 °C

3,8842±0,0015

3,8700±0,0019

11,5809±0,0062

174,08±0,14

920 °C

3,8736±0,0026

3,8666±0,0027

11,6616±0,0062

174,67±0,19

930 °C

3,8823±0,0009

3,8723±0,0009

11,6663±0,0031

175,39±0,07

940 °C

3,8879±0,0021

3,8761±0,0027

11,6405±0,0099

175,42±0,21

950 °C

3,8918±0,0018

3,8710±0,0008

11,6636±0,0060

175,71±0,13

Gambar 3. Perubahan parameter kisi karena peningkatan suhu : (a) parameter kisi a dan b; (b) parameter kisi c. Garis putus-putus tidak merepresentasikan garis regresi, korelasi tetapi hanya untuk memperlihatkan kemungkinan arah kecenderungan perubahan parameter kisi.

Dari Gambar 3a dengan garis putus-putus dapat teramati bahwa nilai parameter kisi a dan b secara rata-rata cenderung bertambah besar seiring dengan bertambah tingginya suhu sintering. Sedangkan parameter kisi c adalah naik dari suhu sintering 900 ºC sampai pada 930 ºC kemudian cenderung menurun sebagaimana ditunjukkan pada Gambar 3b. Hal tersebut menunjukkan adanya pengaruh suhu sintering terhadap parameter kisi a, b dan c.

Perubahan parameter kisi a, b dan c memberikan indikasi adanya perubahan volume unit sel, seperti diberikan pada kolom ke-4 pada Tabel 2. Grafik perubahan volume unit sel seperti pada Gambar 4, dapat teramati bahwa volume unit sel cenderung bertambah besar seiring bertambah tingginya suhu sintering. Ini dengan jelas memberikan petunjuk bahwa suhu sintering berpengaruh terhadap struktur kisi kristal.

Perubahan parameter kisi a, b dan c memberikan indikasi adanya perubahan volume unit sel, seperti diberikan pada kolom ke-4 pada Tabel 2. Grafik perubahan volume unit sel seperti pada Gambar 4, dapat teramati bahwa volume unit sel cenderung bertambah besar seiring bertambah tingginya suhu sintering. Ini dengan jelas memberikan petunjuk bahwa suhu sintering berpengaruh terhadap struktur kisi kristal.

176.0


175.5

175.0

174.5

174.0

173.5

890  900  910  920  930  940  950  960

Suhu (°C)


Gambar 4. Perubahan volume unit sel seiring bertambahnya suhu sintering.

Dari garis-garis putus-putus pada Gambar 3a tampak kecenderungan peningkatan parameter kisi a lebih besar dari peningkatan parameter kisi b. Ini diduga berhubungan dengan terjadinya distribusi penempatan oksigen dalam proses pemanasan dimana penempatan oksigen secara rata-rata pada sumbu a lebih besar dari pada b, akibatnya ekspansi parameter kisi a lebih besar dari pada ekspansi pada parameter kisi b. Karena adanya perbedaan pertambahan parameter kisi a dan b tersebut mengakibatkan adanya perubahan keortorombikan (orthorhombicity) kisi kristal. Dengan menggunakan Persamaan (2) dan nilai parameter kisi pada Tabel 2, keortorombikan setiap sampel dapat dihitung dan hasilnya ditunjukkan pada Tabel 3. Tampak nilai keortorombikan sangat kecil, kurang dari pada 0,1 (dalam orde 10-3). Perubahan keortorombikan seiring bertambahnya suhu sintering diperlihatkan pada Gambar 5, tampak keortorombikan mula-mula dari suhu 900 °C ke 920 °C turun kemudian cenderung berubah naik sampai pada suhu sintering 920 °C.

Gambar 5. Pengaruh variasi suhu sintering terhadap keortorombikan fase Gd0,95La0,05Ba1,95Sr0,05Cu3O7-δ.


Tabel 2. Nilai Keortorombikan.

Suhu Sintering (°C)

Keortombikan

(× 10-3)

900

0,9111

920

0,4483

930

0,6416

940

0,7580

950

1,3417

  • 5.    Kesimpulan

Dari penelitian variasi suhu sintering pada sintesis fase Gd0,95La0,05Ba1,95Sr0,05Cu3O7-δ, berdasarkan hasil karakterisasi XRD dan analisis dengan software Match-3 dapat disimpulkan bahwa pertama, suhu sintering berpengaruh terhadap pembentukan fase Gd0,95La0,05Ba1,95Sr0,05Cu3O7-δ. Akan tetapi belum memperlihatkan adanya suhu sintering dimana terjadi fraksi volume maksimum. Hal ini diindikasi dari

teramatinya bahwa fraksi volumenya bertambah besar seiring dengan bertambah tingginya suhu sintering sampai pada 950 °C dengan fraksi volume tertinggi 75,43 %. Kedua, suhu sintering berpengaruh terhadap struktur kristal fase Gd0,95La0,05Ba1,95Sr0,05Cu3O7-δ. Ini terindikasi dari teramatinya parameter kisi a dan b bertambah besar dengan bertambah tingginya suhu sintering. Sampai pada batas suhu sintering 950  °C kisi cenderung memiliki simetri ortorombik. Volume unit sel kisi kristal fase

Gd0,95La0,05Ba1,95Sr0,05Cu3O7-δ bertambah besar dengan bertambahnya suhu sintering.

Ucapan Terima Kasih

Penulis sampaikan ucapan terima kasih kepada FMIPA Universitas Udayana yang telah memberikan dukungan dana untuk penelitian ini. Demikian juga kepada Laboratorium Eksperimen Fisika Material Program Studi Fisika FMIPA Universitas Udayana atas fasilitas yang diberikan sehingga penelitian ini dapat dikerjakan dengan baik.

Pustaka

  • [1]    Hott, R., Kleiner R., Wolf, T., and Gertrud Zwicknagl, Superconducting Materials – a Topical Overview. In: Narlikar, A., Frontiers in Superconducting Materials, Springer Verlag, Berlin, 2004, pp. 1-14. https://doi.org/10.1007/3-540-27294-1_1

  • [2]    Sumadiyasa, M., I. Gusti Agung Putra Adnyana, Nyoman Wendri, Putu Suardana, Synthesis and Characterization of GLBCO123 Phase: Gd1-xLxBa2Cu3O7-d (x = 0.0 - 0.5), Journal of Materials Science and Chemical Engineering, vol. 5, 2017, pp. 49-57.

https://doi.org/10.4236/msce.2017.511005

  • [3]    Sumadiyasa, M., Wendri, N. , Suardana, P. and Rupiasih, N., Effect of Substitution Sr Cations on the Structure in the Gd1(Ba2-xSrx)Cu3O7-δ Phases, Journal of Materials Science and Chemical Engineering, 2020, vol. 8, pp. 44-53. https://doi.org/10.4236/msce.2020.81005

  • [4]    Ida Bagus Alit Paramarta, Made Sumadiyasa, I K. W. S. Permana, Sintesis Senyawa Gdo,85Lao,ι5Ba2-xSrxCu3O7-s dengan 0<x<0,50, Laporan Penelitian Unggulan Program Studi, FMIPA Universitas Udayana, 2020.

  • [5]    Purwamargapratala, Y., Didin S. W., dan Engkir Sukirman, Pengaruh Suhu dan Waktu Sinter Terhadap Penumbuhan Fasa Superkonduktor GdBa2CuO7-x, Jurnal Sains Materi Indonesia, Edisi khusus Oktober 2007, pp. 77-82.

  • [6]    W. Wong-Ng, L. P. Cook, H.B. Su, M. D. Vaudin, C. K. Chiang, D.R. Welch, E. R. Fuller, Jr, Z. Yang, L. H. Benett, Phase Transformation in the High Tc Superconducting Compounds RBa2Cu3O (R= Nd, Sm, Gd, Y, Ho dan Er), J. Res. Natl. Inst. Stand. Technol. , vol. 111, 2006, pp. 41-55.

  • [7]    Wu, X.S dan J.Gao, Superconductivity and Structural Changes in Y0.8Ca0.2Ba2-xNdxCu3Oy Cuprates with x 0.50, Journal of Physica C, Vol. 313, 1998, pp. 79-86.

  • [8]    Zhuo, Y., Su-Mi Oh, Jae-Hyuk Choi, Mun-Seog Kim., Sung-Ik Lee., N. P. Kiryakov., M. S. Kuznetsov and Sergey Lee., Effect of Sr Substitution on Dimensionality and Superconducting Properties of Hg0.7Pb0.3Ba2Ca2Cu3Oy, Journal of Phys Rev. B, Vol. 60, 1999, pp.13094.

  • [9]    Toulemonde, P, Odier, P, Bordet, P, S Le Floch dan Suard, E., The effect of Sr Substitution on Superconductivity in Hg2(Ba1-ySry)2YCu2O8-δ: I. A Neutron Powder Diffraction Study, Journal of Physics Condensed Matter, Vol.16, No.23, 2004, pp. 77-88.

  • [10]    Liyanawaduge, N. P, Shiva Kumar Singh, Anuj Kumar, Rajveer Jha, B.SB Karunarathne, V.PS Awana., Magnetization and Magneto-resistance in Y(Ba1^xSrx)2Cu3O7-S (x=0.00-0.50) Superconductor, Journal of Superconductor Science and Technology, vol. 25, No.3, 2012, pp. 017035.

  • [11]    Vinila, S. V., Jacob, R., Mony, A., Nair, G.H., Isaac, S., Rajana, S., Nair, S.A., Sathesssh, J.D., Isaac, J., Ceramic Nanocrystalline Superconductor Gadolinium Barium Copper Oxide (GdBaCuO) at Different Treating Temperatures, CPT, vol. 4, 2014, pp.168-176.

  • [12]    Benzi, P., Elena Bottizzo dan Nicoletta Rizzi, Oxygen Determination From Cell Dimensions in YBCO Superconductors, Journal of Crystal Growth, vol. 269, 2004, pp. 625-629.

  • [13]    Wu, X.S., J. Gao, Superconductivity and Structural Changes in Y0.8Ca0.2Ba2-xNdxCu3Oy Cuprates with x0.5, Physica C, vol. 313, 1999, pp. 79-86.

16