Determination of Fault Type of Lombok Earthquakes from July 1 to December 31, 2018, using Focal Mechanism Method
on
Buletin Fisika Vol 22 No. 2 Agustus 2021 : 91 - 96
Penentuan Jenis Sesar pada Gempabumi Lombok Tanggal 1 Juli sampai 31 Desember 2018 Menggunakan Metode Mekanisme Fokus
Determination of Fault Type of Lombok Earthquakes from July 1 to December 31, 2018, using Focal Mechanism Method
Ni Nyoman Susi Kesuma Wardani1*, Komang Ngurah Suarbawa1, Ridwan Kusnandar2
-
1Jurusan Fisika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Udayana, Kampus Bukit Jimbaran, Badung, Bali, Indonesia 80361
-
2Balai Besar Meteorologi Klimatologi dan Geofisika Wilayah III, Jl. Raya Tuban, Badung,Bali, Indonesia 80361
Email: [email protected]; [email protected]; ridwan.kusnandar@gmail. com
Abstrak – Telah dilakukan penelitian penentuan jenis sesar pada gempabumi Lombok pada tanggal 1 Juli sampai 31 Desember 2018 menggunakan metode mekanisme fokus. Mekanisme fokus merupakan metode peninjauan parameter sesar yang meliputi strike, dip dan rake berdasarkan penetuan arah gerak awal gelombang P yang terekam oleh stasiun pencatat, yang kemudian di proyeksikan menjadi bola fokus. Stasiun pencatat yang digunakan sebanyak 246 yang tersebar di beberapa negara. Terjadi sebanyak 139 kali gempabumi dengan M≥4,0 pada tanggal 1 Juli sampai 31 Desember 2018, pada koordinat 7,0o LS-9,0o LS dan 115,50 BT-117,50 BT. Hasil dari parameter bidang sesar tersebut, yaitu pada nodal 1 strike=520-1490, dip=60-750, rake=390-1430 dan pada nodal 2, strike=2330-3130, dip=180-840, rake=580-1190, kemudian diproyeksikan menjadi bola fokus. Berdasarkan hasil tersebut menunjukkan bahwa gempabumi yang terjadi akibat dari pergerakan thrust fault.
Kata kunci: Gempabumi, mekanisme fokus, sesar, strike, dip, rake.
Abstract – Research has been conducted on determining the type of fault in Lombok earthquake on July 1 to December 31 2018 using the focal mechanism method. The focal mechanism is a method of reviewing fault parameters that include strike, dip and rake based on the initial movement direction of P wave recorded by the station, which then projected into a focal ball. There are 246 stations are used in several countries. There were 139 earthquakes with M≥4.0 on July 1 to December 31 2018, at coordinates 7.0o S-9.0o S and 115.50 E-117.5o E. The result of fault field parameters is at nodal 1 strike=520-1490, dip=60-750, rake=390-1430 and at nodal 2, strike=2330-3130, dip=180-840, rake=580-1190, then projected into focus ball. Based on these results shows that earthquakes occur as a result of thrust fault movement.
Key words: Earthquake, focal mechanism, fault, strike, dip, rake.
Pulau Lombok di Provinsi Nusa Tenggara Barat terletak diantara Pulau Bali dan Pulau Sumbawa. Pulau ini merupakan salah satu wilayah yang rawan dan berpotensi terlanda bencana gempabumi dan tsunami. Sumber gempabumi yang mengancam wilayah Lombok berasal dari zona subduksi di selatan dan Flores back arc thrust [1].
Pada bulan Juli sampai Desember 2018, Pulau Lombok mengalami beberapa kali guncangan gempabumi dengan magnitudo besar yang mengakibatkan banyak kerusakan dan korban jiwa. Pada hari Minggu, tanggal 29 Juli 2018 pukul 05.47 WIB terjadi gempabumi dengan kekuatan M=6,4 yang berlokasi di darat pada jarak 47 km arah timur laut Kota Mataram pada kedalaman 24 km. Kemudian hingga pukul 22.00 WIB di hari yang sama, telah terjadi 213 kali gempabumi susulan dengan kekuatan M=5,7 sebagai gempabumi terbesar. Pada 5 Agustus 2018 pukul 18.46 WIB terjadi gempabumi dengan kekuatan M=7,0 yang memberikan dampak yang luas. Hingga tanggal 6 Agustus 2018 dini hari pukul 02.30 WIB, BNPB tercatat 82 orang meninggal dunia, ratusan mengalami luka-luka dan ribuan rumah mengalami kerusakan. Gempabumi tersebut sampai pukul 05.00 WIB tercatat sebanyak 121 gempa
susulan. Empat belas hari setelahnya, pada tanggal 19 Agustus 2018 terjadi kembali gempa, dimulai dengan gempa berkekuatan M=6,3 disusul dengan M=6,9, diikuti oleh 484 gempa sususlan yang tercatat hingga tanggal 31 Agustus 2018 pukul 18.00 WIB, 23 diantaranya dirasakan. Hingga 31 Agustus 2018 BNPB mencatat 560 jiwa penduduk meninggal dunia, 396.032 jiwa penduduk mengungsi, 83.392 rumah rusak [2].
Mekanisme fokus gempabumi merupakan metode yang digunakan untuk menentukan jenis sesar, dengan meninjau parameter sesar yang meliputi strike, dip dan rake berdasarkan penentuan arah gerak awal gelombang P yang terekam oleh stasiun pencatat, yang kemudian di proyeksikan menjadi bola fokus. Aktivitas tektonik yang terjadi di Pulau Lombok diperlukan penjelasan lebih lanjut mengenai jenis sesar yang mengakibatkan terjadinya gempabumi pada tanggal 1 Juli sampai 31 Desember 2018.
Secara tektonik, Pulau Lombok terletak pada dua patahan mayor, Flores back arc thrust dan zona subduksi. Zona subduksi terjadi akibat pertemuan lempeng Indo-Australia yang merayap dari selatan ke utara dan lempeng Eurasia yang bergerak dari utara ke selatan. Hal ini menyebabkan Lombok rawan dan berpotensi terjadinya gempabumi [3]. Flores back arc thrust berada di utara pulau yang menjadi penyebab gempabumi mematikan. Terbukti beberapa kali menjadi penyebab gempabumi dangkal dan bermagnitudo besar. Flores back arc thrust dikenal sebagai pusat gempabumi merusak yang akan terus-menerus mengancam untuk mengguncang Pulau Lombok [4]. Flores back arc thrust berada di utara Pulau Lombok yang membentang dari utara Pulau Flores sampai ke utara Pulau Bali. Sesar ini terjadi akibat reaksi terhadap tekanan yang timbul pada busur kepulauan Nusa Tenggara karena adanya tumbukan antara busur tersebut dengan dorongan Lempeng Indo-Australia [5].
Gelombang P merupakan gelombang badan yang menjalar dalam tubuh bumi. Gelombang ini dapat merambat pada media padat, cair (air, magma) dan gas atau udara. Gerakan gelombang ini searah dengan rambatan gelombang, sehingga elemen batuan kadang-kadang mampat (compression) dan merenggang (dilatation). Gelombang ini mempunyai kecepatan yang lebih tinggi dibandingkan dengan gelombang-gelombang lainnya dan yang pertama tercatat oleh seismograf [6] .
Mekanisme fokus gempabumi merupakan metode yang digunakan untuk menentukan jenis sesar dengan meninjau parameter sesar yang terdiri dari strike, dip dan rake berdasarkan penentuan arah gerak awal gelombang P yang terekam oleh stasiun pencatat [7]. Arah gerakan pertama gelombang P dibagi menjadi dua, yaitu kedatangan gelombang P yang naik atau kompresi (tekanan) dan menurun atau dilatasi (tarikan). Arah gerakan pertama gelombang P tersebut dilihat pada seismogram dari masig-masing stasiun. Distribusi gelombang P yang menjalar ke segala arah mengakibatkan titik disuatu episentrum yang dimisalkan sebagai suatu bola yang disebut sebagai bola fokus. Bola tersebut dibagi menjadi empat kuadran yang dipisahkan oleh dua buah nodal yang membentuk suatu mekanisme fokus gempabumi [8].
Sesar merupakan struktur rekahan yang telah mengalami pergeseran. Gempabumi sangat mempengaruhi pergerakan batuan dan lempeng pada sesar ini [9]. Untuk dapat mengetahui jenis sesar maka parameterparameter sesar tersebut harus diketahui, diantaranya :
-
a. Jurus atau strike (ϕ) adalah arah garis perpotongan jurus sesar dengan arah utara. Strike diukur dari arah utara ke timur searah dengan jarum jam hingga jurus patahan. Besar sudut dari strike adalah 0o<Φ<360o.
-
b. Dip (δ) sudut yang dibentuk oleh bidang sesar dengan bidang horizontal dan diukur pada bidang vertikal dengan arahnya tegak lurus jurus patahan. Besar sudut dip adalah 0o<δ<90o.
-
c. Rake (λ)adalah sudut yang dibentuk oleh slip dan strike. Rake bernilai positif pada sesar naik dan negative pada sesar turun. Besar sudut rake adalah -180o<λ<180o [10].
Ilustrasi dari parameter-parameter sesar dapat dilihat seperti pada Gambar 1.
Gambar 1. Strike, dip dan rake pada sesar [10].
Secara umum sesar dikelompokan menjadi tiga, yatitu:
-
a. Strike slip faults adalah sesar yang bergerak atau bergeser secara horizontal. Apabila bidang didepan bergerak ke kiri disebut left-lateral, sedangkan jika ke kanan disebut right-lateral. Parameter jenis ini memiliki nilai δ= 90o dan λ= G0 (left-lateral) atau λ=180o [11]. Hubungan jenis sesar ini dengan bola fokus ditunjukkan pada Gambar 2 bagian a.
-
b. Dip-slip fault adalah sesar yang bergerak secara vertikal. Apabila salah satu bidang sesar bergerak naik disebut normal/thrustfault. Sesar ini memiliki nilai δ= 0 dan δ= 9Go dan 0o<λ<180o. Sedangkan apabila salah satu bidang sesar bergerak turun disebut normal fault. Sesar ini memiliki nilai δ= Go dan δ= 9Go dan 0o<λ<-180o. Hubungan jenis sesar ini dengan bola fokus ditunjukkan pada Gambar 2 bagian b dan c
-
c. Dip-strike slip fault merupakan kombinasi antara strike-slip fault dengan dip-slip fault. Sesar kombinasi ini umumnya disebut Obique fault [6]. Hubungan jenis sesar ini dengan penggambaran bola fokus ditunjukkan pada Gambar 2 bagian d.
Hubungan antara bola fokus dan jenis sesar dapat dilihat seperti pada Gambar 2. Pada gambar tersebut merupakan hubungan dari jenis sesar yang kemudian digambarkan menjadi bola fokus. Penggambaran ini menggunakan hasil dari analisis gelombang P.
Gambar 2. Hubungan bola fokus dan jenis sesar [12].
Pada penelitian ini menggunakan tiga data, yaitu data parameter gempabumi, data waveform dan data stasiun. Data-data tersebut bersumber dari webdc3 BMKG periode 1 Juli sampai 31 Desember 2018, dengan gempabumi berkekuatan M≥4,0 dan pada koordinat 7,0o LS-9,0o LS dan 115,50 BT-117,50 BT.
Langkah pertama diawali dengan menentukan arah gerak awal gelombang P, yaitu naik atau kompresi (c) dan turun atau dilatasi (d), menggunakan software Seisgram2K. Kemudian hasilnya akan dikonversi untuk c menjadi 1 dan d menjadi -1. Data hasil konversi arah gerak awal gelombang P, lintang, bujur, kedalaman dan stasiun pencatat gempabumi kemudian diolah menggunakan software Azmtak. Hasilnya berupa polaritas, take off angle dan azimuth stasiun pencatat. Hasil tersebut kemudian diolah kembali menggunakan software PINV. Hasilnya adalah pengelompokan dari take off angle dan azimuth yang memisahkan antara daerah kompresi dan dilatasi, yang diproyeksikan ke dalam bentuk bola fokus. Selain itu juga akan didapatkan nilai parameter-parameter sesar, yang kemudian dapat ditentukan mekanisme fokus sumber gempabumi tersebut. Kemudian hasil parameter-parameter sesar, lintang dan bujur gempabumi akan digunakan untuk membuat peta persebaran bola fokus menggunakan software GMT. Dari peta ini akan terlihat persebaran gempabumi dan gambaran bola fokus.
Menentukan akurasi hasil parameter mekanisme fokus gempabumi dengan melihat tingkat kesalahannya. Hasil yang diambil adalah hasil yang mempunyai tingkat kesalahan atau inconsistent data ≤ 30% [7].
Pada tanggal 1 Juli sampai 31 Desember 2018 terjadi sebanyak 139 kali gempabumi. Gambar 2 merupakan salah satu hasil dari gempabumi yang terjadi pada tanggal 28 Juli 2018, berkekuatan M=6,4 pada kedalaman 13 km. Nilai parameter bidang sesar untuk nodal 1 yaitu, strike= 90o, dip= 140, dan rake= 880. Sedangkan untuk nodal 2 yaitu, strike= 2720, dip= 760, dan rake= 910. Pada gambar tersebut sumbu T berada di kuadran kompresi atau daerah yang diarsir, dengan kotak berwarna merah. Sedangkan sumbu P berada di kuadran dilatasi dengan kotak berwarna biru. Pusat diagram dari bola fokus berada di dalam kuadran kompresi bersama dengan sumbu T. Hasil nilai rake pada nodal 1 dan nodal 2 masing-masing 880 dan 910 atau yang bernilai positif. Dari hasil tersebut menunjukkan bahwa gempabumi terjadi akibat dari thrust fault.
Gambar 2. Hasil bola fokus gempabumi Lombok tanggal 28 Juli 2018.
Berdasarkan hasil pengolahan data menggunakan software Seisgram2K, Azmtak dan PINV, hasil parameter-parameter sesar untuk 139 kejadian gempabumi, yaitu pada nodal 1 strike= 520-1490, dip= 60750, rake= 390-1430. Sedangkan ada nodal 2 nilai parameter sesar yaitu, strike= 2330-3130, dip= 180-840, rake= 580-1190. Jika dilihat dari nilai rake yang bernilai positif (+) atau 0o≤λ≤180o maka, dapat diindikasikan bahwa gempabumi yang terjadi akibat dari pergerakan thrust fault. Thrust fault atau sesar naik terjadi apabila salah satu bidang sesar bergerak naik. Persentase consistent data pada semua kejadian gempabumi antara 71,43%-100%. Hal ini memenuhi standar, yaitu minimal > 70% atau inconsistent data ≥ 30%. Inconsistent data ini dapat terjadi dikarenakan kurang ketelitian dalam pembacaan arah gerak awal gelombang P.
Gambar 3 menunjukkan peta persebaran bola fokus. Titik-titik merah kecil merupakan pusat terjadinya gempabumi. Dari pusat gempabumi tersebut kemudian dapat diproyeksikan menjadi bola fokus, atau pada gambar lingkaran berwarna merah dan putih. Pada gambar bola fokus tersebut memiliki pola gambar yang hampir sama. Hal ini dapat diindikasikan akibat dari sumber yang sama, dimana waktu dan lokasi kejadian gempabumi tersebut berdekatan.
Gambar 3. Peta persebaran bola fokus di Pulau Lombok.
Berdasarkan kondisi tektonik Pulau Lombok yang terletak diantara dua patahan mayor, yaitu Flores back arc thrust dibagian utara Pulau Lombok dan zona subduksi (Lempeng Indo-Australian dan Eurasia) dibagian selatan Pulau Lombok. Jika dihubungkan dengan lokasi dari gempa tersebut yang berada dibagian utara dan dilihat dari kedalaman gempa tersebut yang dangkal atau h ≤ 60 km, dapat diindikasikan bahwa gempabumi tersebut akibat dari pergerakan sesar aktif di utara Pulau Lombok yaitu Flores back arc thrust. Dimana sesar ini merupakan sesar aktif yang membentang dari utara Pulau Flores sampai ke utara Pulau Bali.
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan bahwa hasil nilai parameter-parameter bidang sesar, yaitu pada nodal 1 strike=520-1490, dip=60-750, rake=390-1430 dan pada nodal 2, strike=2330-3130, dip=180-840, rake=580-1190. Dilihat dari hasil tersebut dan penggambaran bola fokus, jenis sesar pernyebab terjadinya gempabumi di Lombok adalah thrust fault atau sesar naik.
Ucapan Terima Kasih
Terimakasih kepada pihak Balai Besar Meteorologi Klimatologi dan Geofisika Wilayah III Denpasar yang terlah memberikan ijin dan fasilitas untuk dapat melakukan penelitian dan kepada Bapak Ibu Dosen Program Staudi Fisika FMIPA Universitas Udayana yang telah membimbing sampai terselesaikannya penelitian ini.
Pustaka
-
[1] C. Sulaeman, P. A. Minarno, H. Afif, et al., Deformasi Pulau Lombok Berdasarkan Data GPS, Jurnal Lingkungan Hidup dan Bencana Geologi, vol. 10, no. 1, 2019, pp. 12
-
[2] M. Ridwan, D. Arbiyakto, Y. Megantara, et al., Kajian Rangkaian Gempa Lombok Provinsi Nusa Tenggara Barat, Pusat Penelitian dan Pengembangan Perumahan Pemukiman, 2018, pp. 3
-
[3] N. Diaz, Relokasi Gempabumi di Pulau Bali Bagian Utara Tahun 2015-2017 dengan Menggunakan Metode Double Diffrence (DD), Skripsi, Program Studi Fisika Faluktas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Udayana, 2018.
-
[4] H. E. Putra, Gemuruh di Lombok Palu dan Donggala Senyap di Selat Sunda, PT Reasuransi MAIPARK Indonesia, 2019, pp. 1
-
[5] Daryono, Identifikasi Sesar Naik Belakang Busur (Back arc thrust) Daerah Bali Berdasarkan Seismisitas dan Solusi Bidang Sesar, Artikel Kebumian, BMKG, 2011, pp. 1
-
[6] W. Prawirodikromo, Seismologi Teknik dan Rekayasa Kegempaan, Pustaka Pelajar Yogyakarta, 2012, pp. 160
-
[7] M. Utami, Analisis Mekanisme Pusat Gempa Soroako, Skripsi, Program Studi Fisika Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, 2011.
-
[8] T. Ismawati, Mekanisme Fokus Gempabumi Mentawai, Skripsi, Program Studi Fisika Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, 2011.
-
[9] F. A. Mubarok, Estimasi Momen Tensor dan Pola Bidang Sesar Amerika Serikat Pada Tahun 2016-2017 dengan Inversi Waveform Tiga Komponen dengan Program ISOLA, Skripsi, Program Studi Fisika Fakultas Ilmu Alam Institut Teknologi Sepuluh Nopember, 2017.
-
[10] D. Harmadhoni, Analisis Mekanisme Fokus Gempabumi di Blitar-Jawa Timur 17 Mei 2011, Skripsi, Program Studi Fisika Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, 2011.
-
[11] P. Supendi, Identifikasi Sesar Aktif di Jawa Barat Bersadarkan Penentuan dan Relokasi Hiposenter serta Mekanisem Fokus Gempabumi, Tesis, Program Studi Megister dan Sains Kebumian Institut Teknologi Bandung, 2016.
-
[12] P. M. Shearer, Introduction to Seismology, Cambridge University Press, 2009, pp. 256.
SINTA 4 Accreditation Starting on Volume 19 No. 2, 2018
96
Discussion and feedback