Buletin Fisika Vol 22 No. 1 February 2021 : 29 – 37

Sintesis Carbon Dot Dengan Bahan Dasar Asam Sitrat Menggunakan Metode Pemanasan Secara Berulang di Dalam Oven Microwave

Synthesis of Carbon Dot with Citric Acid as a Base Material Using Repeated Heating in a Microwave Oven

  • G. Agus Permana Putra Sujana1, Isnaeni2, M. Sumadiyasa1*

  • 1Jurusan Fisika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Udayana, Kampus Bukit Jimbaran, Badung, Bali, Indonesia 80361

  • 2P2F Lipi, Kawasan Puspitek, Serpong, Tanggerang Selatan, Indonesia 15314

Email: aguspermanaputrasujana@gmail.com, isnaeniusman@gmail.com, sumadiyasa64@gmail.com*

Abstrak – Pada penelitian ini telah disintesis carbon dot menggunakan asam sitrat dan polietilen, dengan metode pemanasan secara berulang di dalam microwave. Hasil sintesis dikarakterisasi dengan spektroskopi UV-Vis, FTIR, Fotoluminesensi (PL) dan TRPL. Hasil karakterisasi UV-Vis memperlihatkan bahwa sampel telah menunjukkan dua absorpsi dengan intensitas maksimum pada rentang panjang gelombang antara 200-280 nm dan sekitar 330 nm. Ini menandai transisi eksitasi π→π* dan n→π* yang merupakan karakteristik carbon dot . Karakterisasi FTIR telah menunjukkan adanya pita vibrasi regangan O-H, karbonil aromatik C=O, regangan C-O dan frekuensi vibrasi regangan dari sulfat, masing-masing pada bilangan gelombang 3292, 1623, 1129 dan 996 cm-1. Dari karakterisasi PL dengan menggunakan sinar laser pengeksitasi 320, 420 dan 530 nm (violet, biru dan hijau), sampel carbon dot menghasilkan emisi radiasi masing-masing pada panjang gelombang 453, 525 dan 590 nm. Hasil penghitungan TRPL diperoleh bahwa rata-rata masa hidup fotoluminesensi berada pada orde 10-9 detik, yang merupakan karakteristik dari fotoluminesensi fluoresensi. Hasil-hasil yang diperoleh menunjukkan telah berhasil disintesis carbon dot dengan emisi radiadif yang bergantung pada sinar laser pengeksitasinya.

Kata kunci: Carbon dot, fotoluminesensi, transisi eksitasi, emisi radiatif, waktu-hidup

Abstract – In this research, a carbon dot has been synthesized using citric acid and polyethylene by heating repeatedly in the microwave. The results of the synthesis were characterized by UV-Vis, FTIR, Photoluminescence (PL) and TRPL spectroscopy. The UV-Vis characterizations show that the sample has shown two peaks with the wavelength 200-280 nm and ~330 nm. This marks the π→π* and n→π* excitation transitions which are characteristic of the carbon dot. FTIR characterization has shown the presence of O-H strain vibration bands, C=O aromatic carbonyl, C-O strain and sulfate strain vibration frequencies on wave numbers 3292, 1623, 1129 and 996 cm-1, respectively. From the PL characterization using excitation laser beams of 320, 420 and 530 nm (violet, blue and green) obtained that the carbon dot samples produced radiation emission at wavelengths of 453, 525 and 590 nm, respectively. The TRPL calculation results show that the average lifetime of the photoluminescence is in the order of 10-9 s, which is characteristic of fluorescence photoluminescence. These results show that a carbon dot has been successfully synthesized with radiadifferent emission characteristics depends on the laser beam.

Key words: Carbon dot, photoluminescence, excitation transition, radiative emission, lifetime

  • 1.    Pendahuluan

Nanopartikell/nanomaterial sering didefinisikan sebagai material yang memiliki ukuran dalam skala < 100 [1]. Carbon dots (CDs) adalah material berbasis karbon yang memiliki diameter rata-rata kurang dari 10 nm, biasanya berbentuk bola yang terdiri dari jaringan karbon hibrida sp2 dan sp3 [2]. Oleh karena itu carbon dot adalah salah satu nanopartikel. Sintesis nanomaterial telah menarik minat peneliti dalam dekade belakangan ini karena potensi akan aplikasinya dalam pengobatan, energi dan perbaikan lingkungan [3].

Secara umum, ada dua pendekatan dalam mensintesis nanomaterial, yaitu apa yang disebut sebagai bottom-up dan top-down [1, 2]. Sintesis nanomaterial dengan pendekatan bottom-up memungkinkan untuk mengontrol parameter seperti ukuran, geometri, perbandingan doping oleh berbagai elemen dan tingkat aglomerasi partikelnya. Sebagaimana dijelaskan Nasir dkk 2019 [1] bahwa pada pendekatan bottom-up proses sintesis nanomaterial terjadi interaksi atom atau/dan beberapa spesies molekuler melalui serangkaian reaksi kimia. Prekursor biasanya berupa cairan atau gas yang terionisasi, dipisahkan, disublimasikan atau diuapkan, kemudian dikondensasikan untuk membentuk nanomaterial amorf atau/dan kristal. Pendekatan ini menghasilkan nanomaterial dengan cacat lebih sedikit, komposisi kimia yang homogen, kontaminasi lebih sedikit dan partikel dengan distribusi ukuran yang kecil. Pada pendekatan top-down material awalnya adalah material dalam bentuk bulk. Dalam sintesis material dipecah pecah menjadi fragmen atau partikel yang lebih kecil dengan memberikan energi dari sumber energi tertentu. Energi yang digunakan dapat berupa energi mekanik, termal, atau bisa juga bentuk energi lain seperti iradiasi laser. Misalnya pada penggunaan energi laser, energi diserap oleh material dan diubah menjadi energi kimia dan/atau termal untuk memutus ikatan antar molekul dari material bulk. Pendekatan ini biasanya menghasilkan partikel dengan distribusi ukuran yag luas, dan dianggap sebagai salah satu kelemahan dari metode top-down. Pendekatan bottom-up dianggap lebih sederhana dan lebih tepat dalam sintesis partikel-partikel yang kurang dari 100 nm, tetapi pendekatan top-down lebih disukai untuk sintesis film tipis dan partikel kecil tetapi lebih besar dari 100 nm.

Sampai saat ini telah banyak dilakukan penelitian carbon dot tetapi sebagian besar carbon dot menunjukkan emisi yang bergantung pada panjang gelombang pengeksitasi dengan emisi maksimumnya terbatas di wilayah cahaya biru. Pada tahun 2015 Bhasire dkk. melaporkan telah berhasil membuat carbon dot berbahan dasar asam sitrat yang dapat memperlihatkan fluoresensi antara 350-600 nm. Kemudian Kiang Miao dkk. pada 2017 [4] dan Hui Ding pada 2017 [5] juga menggunakan asam sitrat sebagai bahan baku untuk pembuatan carbon dot yang dapat menghasilkan emisi dengan pajang gelombang cahaya biru sampai merah (430-630 nm). Selanjutnya, Hui Ding, dkk. pada 2017 [6] menggunakan jus lemon sebagai sumber karbon untuk membuat carbon dot yang apat menghasilkan emisi cahaya dengan panjang gelombang antara 518-616 nm. Dipercaya bahwa keadaan permukaan pada permukaan carbon dot yang melibatkan group fungsional C=O dan C=N, dan turunan nitrogennya di dalam inti carbon dot bersinergi untuk menghasikan fluoresensi merah.

Gugus pada permukaan dan proses perangkap pada permukaan carbon dot memiliki peran penting dalam proses emisi, melindungi dan meningkatkan fitur fluoresensi dari carbon dot dan peningkatan intensitas fluoresensi [7]. Pada penelitian ini digunakan asam sitrat (citric acid) sebagai bahan baku dan polyethylene sebagai pasivasi (passivation) untuk memberikan group permukaan pada carbon dot.

  • 2.    Eksperimen

    2.1    Material dan sintesis

Skema sintesis Carbon dot dengan pemanasan secara berulang ditunjukkan pada Gambar 1. Langkah langkah sintesis: pertama, ditimbang asam sitrat dan polyethylene masing masing sebanyak 1200 mg dan 30 mg. Selanjutnya, asam sitrat dan polyethylene dicampur dengan 40 mL air terdestilasi di dalam gelas beaker. Campuran diaduk dengan menggunakan magnetic stirrer selama 30 menit. Campuran asam sitrat- polyethylene kemudian dipanaskan menggunakan oven microwave dengan daya 450 watt (suhu di dalam oven ~160°C). Sampel pertama dipanaskan (tanpa pengulangan) selama 40 menit. Sampel kedua dipanaskan selama 20 menit kemudian didinginkan sampai suhunya ~25°C. Sampel dipanaskan kembali selama 20 menit. Sampel ketiga, sampel dipanaskan selama 10 menit kemudian didinginkan sampai suhunya ~25°C. Langkah ini dilakukan sebanyak 4 kali sehingga total waktunya 40 menit. Hasil pemanasan setelah dingin ~25°C disaring dengan kertas saring Whatman berpori-pori 11 μm dan diambil filtratnya (larutan hasil penyaringan). Sampel pertama, kedua dan ketiga diberi label masing masing sebagai B1, B2 dan B3.

Gambar 1. Skema sintesis Carbon dot dengan pemanasan secara berulang.


  • 2.2    Karakterisasi

Karakterisasi pada penelitian ini meliputi: karakterisasi spektroskopi UV-Vis dengan Spektrometer Shimadzu UV 1201. Karakterisasi ini dilakukan untuk melihat keberadaan panjang gelombang dimana terjadi absorbsi maksimum λmax pada kisaran 234 dan 340 nm. Panjang gelombang maksimum λmax tersebut merepresentasikan transisi absorbsi karakteristik dari carbon dot, yaitu adanya transisi π→π* dan n→π* [4, 9, 10]. Karakterisasi spektroskopi FTIR dilakukan dengan menggunakan FTIR Thermoscientific Nicolet IS-10. Karakterisasi FTIR dilakukan untuk mengetahui adanya gugus fungsi karakteristik dari carbon dot, antara lain adanya gugus fungsi C=O dari aromatik karbonil, gugus aromatik C=C, regangan C–O, regangan O–H dan vibrasi regangan pada permukaan [4, 7, 9].

Karakterisasi fotoluminesensi (PL) dilakukan dengan PDL-800-D dengan panjang gelombang sinar laser 325, 420 dan 530 nm. Karakterisasi PL dilakukan untuk mengetahui sifat optik dari carbon dot, yaitu dihasilkannya fluorosensi pada cahaya tampak [7, 11]. Karakterisasi Time-Resolved Photoluminescence (TRPL) adalah untuk mengetahui berapa cepat proses dari keadaan eksitasi menuju ke keadaan kesetimbangan dimana dihasilkannya emisi foton (proses fluoresensi). Untuk itu, dilakukan analisis dengan program aplikasi Origin dengan membuat grafik intensitas ternormalisasi terhadap waktu emisi. Kurva kemudian difitting dengan tiga fungsi eksponensial seperti persamaan (1) [12].

y (t) = yo+Ae / τ1 + Ae /τ 2 + A3et /τ 3 (1)

dengan y0, t, τi dan Ai berturut-turut adalah nilai baseline puncak, waktu peluruhan emisi, konstanta berdimensi waktu yang disebut dengan lifetime fotoluminesensi dan konstanta (intensitas ternormalisasi maksimum). Lifetime rata-rata dihitung

τ . rata - rata


=Yr1T

ii i


(2)


dimana Ri adalah faktor perbandingan relative, persamaan (3).

A

Ri =  3 i                                                                                                     (3)

Ai 1

  • 3.    Hasil dan Pembahasan

Karakterisasi dengan spektroskopi UV-Vis menghasilkan data absorbansi sebagai fungsi panjang gelombang seperti ditunjukkan pada Gambar 2. Gambar tersebut memperlihatkan pengaruh dari pengulangan pemanasan dalam mensintesis carbon dot terhadap intensitas dan panjang gelombang di mana terjadi absorbsi maksimum. Dapat dilihat bahwa terdapat dua pita absorbsi, pertama pita dengan posisi puncak (intensitas) maksimum pada panjang gelombang λmaks(1) yang berbeda, yaitu λmaks(1) = 231,83, 235,15 dan 238,47 nm masing-masing secara berurutan untuk sampel yang dipanaskan 4, 2 dan tanpa pengulangan (B3, B2, B1). Dalam hal ini tampak adanya pergeseran posisi puncak pita dari panjang gelombang λmaks yang tinggi ke arah yang lebih pendek (pergeseran biru) dengan betambahnya jumlah pengulangan pemanasan. Pita yang kedua adalah pita yang melebar dengan posisi puncak maksimum λmaks(2) terletak pada panjang gelombang yang hampir sama yaitu λmaks(2) = ~331,48 nm.

Pada Gambar 2 dapat teramti bahwa sampel yang disintesis selama 40 menit (tanpa pengulangan) memberikan absorbansi yang paling tinggi. Tampak adanya penurunan intensitas dengan bertambahnya jumlah pengulangan.

Gambar 2. Spektra UV-Vis sampel yang disintesis dengan variasi sesi pemanasan.

Gambar 2 memperlihatkan bahwa puncak pita absorbsi berada pada rentang antara 200-280 nm yang menandai adanya transisi eksitasi π→π* dari atom karbon sp2 pada ikatan kovalen C=C [12]. Sementara itu, puncak pita pada panjang gelombang maksimum λmaks yang kedua pada kisaran λmaks(2) = ~331,48 nm sesuai dengan transisi eksitasi n→π* berkaitan dengan transisi pada C=O [8,10]. Oleh karena itu, dari karakterisasi UV-Vis. dapat disimpulkan bahwa pada sampel hasil sintesis pada penelitian ini telah terbentuk carbon dot.

Untuk mengetahui keberadaan gugus fungsi karakteristik carbon dot terutama adanya ikatan kovalen antara ikatan karbon, yaitu ikatan C=C dan C=O (atom karbon sp3 dan sp2) [1] telah dilakukan karakterisasi FTIR, hasilnya seperti diperlihatkan pada Gambar 3.

Bilangan gelombang (cm-1)

Gambar 3. Spektra FTIR sampel yang disintesis dengan variasi pengulangan pemanasan.

Dari Gambar 3 tampak pita melebar dengan puncak berada pada bilangan gelombang 3292 cm-1 yang menandai adanya puncak transmitansi dari stretching group fungsional O-H, lebarnya pitanya menunjukkan besarnya group O-H [4, 9]. Pita tajam dengan puncak pada bilangan gelombang 1623 cm-1 adalah dari vibrasi C=O yang berasal dari gugus fungsional aromatic carbonyl [9]. Pita transmitansi dari vibrasi C-O stretching berada pada bilangan gelombang 1129 cm-1, dan adanya belokan kecil (small shoulder) pada bilangan gelombang 996 cm-1 menunjukkan adanya vibrasi stretching sulfat pada permukaan carbon dot. Dapat juga teramati puncak puncak kecil pada bilangan gelombang 553 nm-1, menunjukkan adanya ikatan dari metal-oksida. Dengan demikian, karakterisasi FTIR telah menunjukkan bahwa sampel yang diperoleh pada penelitian ini adalah berupa carbon dot.

Karakterisasi PL ditujukan untuk mengetahui adanya fotoluminesensi (fluoresensi) jika sampel diberikan sinar (laser) dengan panjang gelombang tertentu. Fotoluminesensi pada dasarnya adalah mekanisme eksitasi sehingga terjadi absobrsi energi radiasi, kemudian dalam waktu tertentu dalam orde nano detik diikuti transisi emisi fluoresensi. Pada penelitian ini dilakukan karakterisasi PL dengan sinar laser pengeksitasi berpanjang gelombang 225 nm (ultraviolet), 420 nm (biru) dan 530 nm (hijau). Hasil eksitasi menghasilkan fotoluminesensi seperti ditunjukkan pada Gambar 4.

Dari Gambar 4a – 4c memperlihatkan fenomena fotoluminesensi (transisi emisi fluoresensi) dengan panjang gelombang sinar laser pengeksitasi yang berbeda, demikian juga intensitasnya. Jika sampel B1, B2 dan B3 diberi radiasi sinar laser berpanjang gelombang 325 nm (kurva berwarna biru) dapat dihasilkan fotolumenesensi dengan puncak/intensitas maksimum terletak pada panjang gelombang λEm yang berbeda, yaitu masing-masing pada panjang gelombang λEm=451,9163, 454,0867, dan 461,2142 nm. Tampak transisi emisi terjadi sekitar 125 nm di atas panjang gelombang sinar pengeksitasinya. Dapat juga teramati bahwa intensitasnya adalah semakin berkurang dengan bertambahnya pengulangan.

Jika sampel B1, B2 dan B3 diberikan radiasi sinar laser pengeksitasi dengan panjang gelombang 420 nm (kurva berwarna hijau) dapat dihasilkan fotolumenesensi dengan intensitas maksimum terletak pada panjang gelombang λEm masing-masing pada λEm=526,7065, 525,0067 dan 521,5141 nm. Tampak terjadi transisi emisi pada panjang gelombang sekitar 100 nm di atas sinar pengeksitasinya. Dengan jelas tampak bahwa intensitas fotolumenesensinya adalah semakin berkurang dengan bertambahnya jumlah pengulangan pemanasan.

Gambar 4. Fotoluminesensi (PL) dari sampel yang disintesis dengan pemanasan (a) langsung 40 menit, (b) 2 kali pengulangan masing masing selama 20 menit, dan (c) 4 kali pengulangan masing masing 10 menit.

Sampel yang sama bila dieksitasi dengan radiasi sinar laser berpanjang gelombang 530 nm dapat dihasilkan fluoresensi dengan intensitas maksimum terletak pada panjang gelombang λEm masing-masing

pada panjang gelombang λEm=590,0208, 584,6010 dan 583,8794 nm. Tampak bahwa intensitas fotolumenesensi tertinggi diberikan oleh sampel yang dipanaskan dengan 2 kali pengulangan. Transisi emisi terjadi pada panjang gelombang sekitar 50 nm diatas panjang elombang sinar pengeksitasinya.

Dari penjelasan Gambar 4a-c di atas dapat diperoleh petunjuk bahwa carbon dot yang dihasilkan pada penelitian ini adalah carbon dot dengan fotoluminesensi multi-emisi, yaitu fotoluminesensi yang tegantung pada panjang gelombang radiasi pengeksitasinya [13]. Panjang gelombang tertinggi fotoluminesensi adalah 590,0208 nm, yaitu pada daerah pita cahaya kuning. Hasil ini berbeda sekitar 28 nm dibandingkan dengan fotolumenesensi dari carbon dot yang dihasilkan oleh Hui Ding dkk. pada 2017 [6, 7].

Dari Gambar 4a – 4c teramati dengan jelas bahwa intensitas fotolumineseni tertinggi dihasilkan oleh sampel yang dieksitasi dengan radiasi laser berpanjang gelombang 420 nm. Dalam hal ini, intensitas fotoluminesensi tertinggi pada penjang gelombang sekitar 525, yaitu pada pita cahaya hijau.

Fluoresensi dari sampel akan teramati sebagai fungsi waktu setelah dieksitasi dengan pulsa cahaya laser. Perhitungan TRPL (Time-Resolved Photoluminescence) dilakukan untuk mengetahui nilai lifetime fotoluminesensi, yaitu waktu yang diperlukan sedemikian rupa sehingga intensitas radiasi dari transisi emisinya turun menjadi 1/e=~37% [13]. Semakin besar nilai lifetime fotoluminesensi, maka semakin kecil laju emisi fluoresensinya (emisive rate of fluorophores) [14]. Oleh karenanya, besar nilai lifetime menunjukkan waktu dapat teramatinya fotoluminesensi. Material fotoluminesensi dengan lifetime antara 10-9-10-7 detik merupakan karakteristik dari fotoluminesensi fluoresensi (fluorescence).

Telah dilakukan pengukuran TRPL pada sampel yang dieksitasi dengan sinar laser dengan panjang gelombang 420 nm, diperoleh grafik peluruhan seperti ditunjukkan pada Gambar 5.

Gambar 5. Kurva perhitungan lifetime untuk sampel yang dibuat dengan 1, 2, dan 4 kali pengulangan.

Telah dilakukan analisis dengan menggunakan software Origin. Dengan melakukan fitting dengan pendekatan eksponensial persamaan (1) dan nilai rata-rata lifetime dihitung dengan menggunakan persamaan (2), diperoleh data seperti pada Tabel 1. Dari Tabel 1 diperoleh petunjuk bahwa pada penelitian ini telah dapat dibuat carbon dot dengan nilai lifetime dalam orde 10-9 detik, ini sesuasi dengan karakteristik fotoluminesensi fluoresensi [16].

Tabel 1. Hasil fiting dengan pedekatan eksponensial persamaan (1)

Sampel

y0

A1

τ1 (ns)

A2

τ2 (ns)

A3

τ3 (ns)

τrata-rata (ns)

B1

1,3401

-64,7190

3,2965

358,98

3,2971

745,59

0,6854

1,4245

B2

2,2855

261,0389

2,3251

693,0441

0,5622

51,5003

5,7807

1,2871

B3

4,9057

90,6603

5,1259

288,9313

1,7658

652,1826

0,5069

1,2654

Dari Gambar 6 dapat dilihat bahwa intensitas emisi dan nilai lifetime adalah turun dan panjang gelombang transisi emisi λEm bergeser ke arah panjang gelombang yang lebih pendek, yaitu 526,7065,

525,0067 dan 521,5141 nm seiring naiknya jumlah pengulangan pemanasan. Dari Gambar 6 juga dapat teramati bahwa lifetime bertambah dengan bertambahnya panjang gelombang transisi emisi λEm, ini sesuai dengan yang diungkapkan oleh Tang, dkk. 2013 [11] bahwa pada rentang 470 - 590 nm nilai rata-rata lifetime adalah bertambah dengan bertambahnya panjang gelombang transisi emisi.

Gambar 6. Nilai lifetime fotoluminesensi dengan panjang gelombang sinar Laser pengeksitasi 420 nm.

  • 4.    Kesimpulan

Dari hasil karakterisasi UV-Vis dan FTIR serta pembahasannya dapat diambil kesimpulan bahawa carbon dot dapat disitesis dengan menggunakan bahan baku asam sitrat dan polyethelene dengan metode pemanasan di dalam oven microwave. Hasil karakterisasi UV-Vis menunjukkan ada dua transisi absorbsi yaitu, pada panjang gelombang antara 231-239 nm dan ~331 nm. Hasil karakterisasi FTIR memperlihatkan adanya pita transmitansi pada bilangan gelombang 3292, 1623, 1129 dan 996 cm-1. Hasil karakterisasi PL dengan panjang gelombang sinar laser pengeksitasi 320, 420 dan 530 nm

memperlihatkan fenomena fotoluminesensi dengan intensitas maksimum masing masing pada panjang gelombang 453, 525 dan 590 nm. Dari perhitungan TRPL diperoleh rata-rata lifetime fotoluminesensinya adalah dalam orde 10-9 detik, yang mana sesuai dengan fenomena fotoluminesensi fluoresensi.

Ucapan Terima Kasih

Ucapan terimakasih saya sampaikan kepada P2F LIPI dan Program Studi Fisika FMIPA Universitas Udayana atas fasilitas yang telah diberikan sehingga penelitian ini dapat berjalan dengan lancar.

Pustaka

  • [1]    Nasir, S., Hussein, M.Z., Zainal, Z., Yusof, N. A., Zobir, S. A. M., Alibe, I. M, Potential Volarizationof By-produc Material from Oil Palm : S review Alternative and Sustainable Carbon Sources for Carbon-base Nanomaterial Synthesis, BioResourcer, vol. 14(1), 2019, pp. 23532388.

  • [2]    Biswajit Gayen, Soubantika Palchoudhury, and Joydeep Chowdhury, Carbon Dots: A Mystic Star in the World of Nanoscience. Journal of Nanomaterials, vol. 2019, Article ID 3451307, 2019, pp. 1-20. https://doi.org/10.1155/2019/3451307

  • [3]    Ying Zhoum Yao Liu, Yeqing Li, Ziying He, Quan Xu, Yusheng Chen, Jason Street, Hao Guof and Michael Nelles, Multicolor carbon nanodots from food waste and their heavy metal ion detection application, Royal Society of Chemistry Advances, vol. 8, 2018, pp. 23657-23662

  • [4]    Mukesh Lavkush Bhaisare, Abou Talib, M. Shahnawaz Khan, Sunil Pandey, Hui-Fen Wu, Synthesis Of Fluorescent Carbon Dots Via Microwave Carbonization of Citric Acid in Presence of Tetraoctylammonium Ion, and Their Application to Cellular Bioimaging, Microchim Acta, Springer-Verlag Wien, 2015. https://doi.org/10.1007/s00604-015-1541-5

  • [5]    Xiang Miao, Dan Qu, Dongxue Yang, Bing Nie, Yikang Zhao, Hongyou Fan and Zaicheng Sun, Synthesis of Carbon Dots With Multiple Color Emission By Controlled Graphitization and Surface Functionalization, Advanced Materials, vol. 30(1), 2017. 10.1002/adma.201704740

  • [6]    Hui Ding, Ji-Shi Wei, Ning Zhong, Qing-Yu Gao, and Huan-Ming Xiong, Highly Efficient Red-Emitting Carbon Dots with Gram-Scale Yield for Bioimaging, Langmuir, vol. 33, 2017, pp. 12635-12642, https://doi.org/10.1021/acs.langmuir.7b02385

  • [7]    Hui Ding, Yuan Ji, Ji-Shi Wei, Qing-Yu Gao, Zi-Yuan Zhou and Huan-Ming Xiong, Facile Synthesis of Red-Emitting Carbon Dots From Pulp-Free Lemon Juice For Bioimaging, J. Mater. Chem. B, vol. 5, 2017, pp. 5272-5277. https://doi.org/10.1039/c7tb01130j

  • [8]    Konstantinos Dimos, Tuning Carbon Dots Optoelectronic Properties with Polymers, Polymers, 2018, vol. 10, pp. 1-19.

  • [9]    Rohit Ranganathan Gaddam, D. Vasudevan, Ramanuj Narayan, and K. V. S. N. Raju, Controllable Synthesis Of Biosourced Blue-Green Fluorescent Carbon Dots From Camphor For The Detection of Heavy Metal Ions in Water, RSC Adv., vol. 4, 2014, pp. 57137–57143. https://doi.org/10.1039/c4ra10471d

  • [10]    Schneider, J., Reckmeier, C.J., Xiong, Y., Molecular Fluorescence in Citric Acid-Based Carbon Dots, The Journal of Physical Chemistry,  2017, vol. 121, pp. 2014-2022.

https://doi.org/10.1021/acs.jpcc.6b12519

  • [11]    Tang, L., Energy-level structure in nitrogen-doped graphene quantum dots, Journal of Material Chemistry C, vol. 1, 2013, pp. 4908-4915. https://doi.org/10.1039/C3TC30877D

  • [12]    Xu, D., Lei, F., 2019, One-Step Hydrothermal Synthesis and Optical Properties of SelfQuenching-Resistant Carbon Dots Towards Fluorescent Ink and as Nanosensors for Fe3+ Detection, RSC Advance, vol. 9, 2019. pp. 8290-8299. https://doi.org/10.1039/c8ra10570g

  • [13]    Himaja A. L., Karthik P.S., Singh S.P., Synthesis of Carbon Dots from Kitchen Waste: Conversionof Waste to Value Added Product, Journal of Fluorescence, vol. 24, 2014, pp. 17671773. https://doi.org/10.1007/s10895-014-1465-1

  • [14]    Horiba     Scientifict,     Time‐Resolved     Fluorescence     Lifetime     Measurements.

https://www.horiba.com/fileadmin/uploads/Scientific/Documents/Fluorescence/Tech_Note1_-_Lifetime_measurements.pdf [Cited 2020 June 1].

  • [15]    Lakowicz, J. R., Principles of Fluorescence spectroscopy, Springer, Maryland, 2006, pp. 8-9

  • [16]    Olympus, Basic Concepts in Fluorescence.

https://www.olympuslifescience.com/en/microscoperesource/primer/techniques/fluorescence/fluo rescenceintro [Cited 2020 July 10].

37