Buletin Fisika Vol. 19 No. 2 Agustus 2018 : 73 – 79

Penentuan Nilai vp/vs Provinsi Bali: Kasus Gempabumi Bali 22 Maret 2017

Determination of vp/vs on Bali Province: Case of Bali Earthquake March 22, 2017

Febi Niswatul Auliyah1, Komang Ngurah Suarbawa1, Indira2

  • 1Program Studi Fisika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Udayana,

Kampus Bukit Jimbaran, Badung, Bali, Indonesia 80361

  • 2Balai Besar Meteorologi Klimatologi dan Geofisika Wilayah 3 Denpasar

Email: niswatul.auliyah@student.unud.ac.id; *suarbawa@unud.ac.id

Abstrak - Telah diteliti perbandingan kecepatan gelombang P dan kecepatan gelombang S di wilayah Provinsi Bali dengan menggunakan studi kasus gempabumi pada tanggal 22 Maret 2017. Penelitian difokuskan untuk mengetahui apakah ada anomali nilai vp/vs sebelum dan sesudah gempabumi. Data gempabumi didapatkan dari Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Wilayah III Denpasar, yang terdiri dari gempabumi utama pada tanggal 22 Maret 2017 dan data gempabumi pada bulan Agustus 2016 sampai Mei 2017. Data diolah dengan menggunakan metode diagram wadati, diperoleh bahwa nilai vp/vs pada stasiun SRBI, IGBI, DNP dan RTBI adalah sebeser 1,5062 sampai 1,8261. Sebelum terjadi gempabumi ditemukan anomali nilai vp/vs pada keempat stasiun tersebut, yaitu pada stasiun SRBI sebesar 10,35%, pada stasiun IGBI sebesar 16,16%, pada stasiun DNP sebesar 12,27% dan pada stasiun RTBI sebesar 4,62%.

Kata kunci: Prekursor, anomali, nilai vp/vs , Diagram Wadati, gempabumi.

AbstractP-wave velocity and S-wave velocity have been investigated in the Bali Province by using earthquake case studies on March 22, 2017. The study was focused on finding out whether there were anomalies in the values of vp/vs before and after the earthquake. Earthquake data was obtained from the Meteorology, Climatology and Geophysics Agency (BMKG) Region III Denpasar, which consisted of the main earthquake on March 22, 2017 and earthquake data in August 2016 to May 2017. Data was processed using the wadati diagram method, obtained that the vp/vs on SRBI, IGBI, DNP and RTBI stations are shifted from 1.5062 to 1.8261. Before the earthquake occurred the anomaly of the value of vp/vs was found on the four stations, at the SRBI station at 10.35%, at the IGBI station at 16.16%, at DNP station at 12.27% and at RTBI station at 4.62%.

Keywords: Precursor, anomaly, value vp/vs, Wadati Diagram, earthquake.

dipermukaan bumi sampai batas radius tertentu, luas daerah yang terkena pengaruh bergantung pada besarnya energi yang dilepaskan dan posisi sumber gempa [2].

Menurut teori pergerakan lempeng tektonik yang ditunjukkan pada Gambar 1, bagian luar kulit bumi tersusun dari beberapa lempeng tektonik yang saling bergerak. Pada lapisan paling atas merupakan lapisan litosfer yang bersifat kaku dan memiliki bentuk yang terpisah-pisah karena dari sifat kekakuannya tersebut tidak dapat bertahan dari getaran-getaran bumi yang bergerak secara terus-menerus. Litosfer memiliki ketebalan sekitar 15 km di bawah samudera dan sampai 80 km di daratan. Dibawah litosfer terdapat lapisan astenosfer yang berbentuk padat dan materialnya dapat bergerak karena adanya perbedaan tekananyang disebabkan oleh adanya arus konveksi yang terjadi di dalam bumi [3].

Gambar 1. Lempeng-lempeng tektonik dunia [4].

Jika dua buah lempeng bertumbukan pada perbatasan dua lempeng salah satu lempeng akan menyusup ke bawah lempeng lainnya kemudian masuk ke bawah lapisan astenosfer. Pada umumnya lempeng samudra akan menyusup ke bawah lempeng benua karena lempeng samudera memiliki densitas yang lebih besar dibandingkan lempeng benua. Pada saat tumbukan terjadi peningkatan tegangan, apabila tegangan semakin membesar hingga melewati kekuatan kulit bumi mengakibatka adanya patahan kulit bumi pada daerah yang terlemah. Kulit bumi yang patah melepaskan energi sebagian atau seluruhnya untuk kembali ke keadaan semula. Peristiwa pelepasan energi ini merupakan peristiwa gempabumi [3].

  • 2.2 Prediksi gempabumi

Prediksi gempabumi yaitu kegiatan meramalkan kejadian gempabumi dimasa yang akan datang. Kegiatan tersebut sangat mengandung resiko sosial dibandingkan dengan ramalan cuaca. Menurut teoritis, sebelum terjadi gempabumi biasanya akan terjadi perubahan parameter secara fisis yang disebut precursor gempabumi [4].

Scholz. dkk tahun 1973 mengungkapkan bahwa, untuk memprediksi gempabumi dapat dilakukan dengan berbagai macam cara, yaitu menggunakan teori vp/vs, resistivitas listrik (electrical resistivity), kenaikan air tanah (rate of flow water) Pengukuran Geodetik (Geodetic Measurements) dan jumlah kejadian seismik (number of seismic events) [5]:

  • a.    Teori vp/vs

Teori ini merupakan perbandingan perubahan kecepatan gelombang P (vp) dan kecepatan gelombang S (vs) atau Vp/vs. Dalam kejadian gempabumi perubahan vp∕vs dapat diamati dan dihitung menggunakan diagram wadati. Untuk mengamati perubahan vp/vs diperlukan parameter diantaranya selisih waktu tiba gelombang S dan waktu tiba gelombang P (ts-tp) dan selisih waktu tempuh gelombang P dengan waktu kejadian gempabumi atau origin time (tp-tOT). Perubahan vp/vs sangat berkaitan dengan kejadian gempabumi, hal ini dikarenakan jika suatu batuan yang diberi gaya secara berkelanjutan akan patah (melebihi batas elastisitas). Sebelum batuan mengalami tingkat elastisitas yang maksimal, terjadi perubahan stress dan strain disekitar fokus patahan sehingga pada sekitar episenter terjadi deformasi pada lapisan batuan karena adanya penumpukan energi sebelum dilepaskan menjadi gelombang seismik.

  • b.    Resistivitas listrik

Penelitian tentang kelistrikan bumi digunakan untuk mengetahui perubahan resistivitas dan potensial bumi. Pengamatan perubahan anomali potensial bumi berhubungan dengan aktivitas seismik. Sebelum

gempabumi terjadi dilaporkan bahwa resistivitas dibawah permukaan pada daerah fokal menurun sekitar 10-20%.

  • c.    Kenaikan air tanah

Sebelum terjadi gempabumi adanya gaya tekan ke dalam sehingga mengangkat level permukaan air tanah sedangkan setelah terjadi gempabumi, maka timbul gaya reaksi kembali ke keadaan semula sehingga air sempat turun dan bercampur menjadi payau.

  • d.    Pengukuran geodetik

Beberapa ilmuan menyelidiki hubungan antara fenomena gempabumi dan kemagnetan bumi. Mereka menemukan bahwa precursor gempabumi ditunjukkan dengan melihat perubahan anomali geomagnetika ULF (Ultra Low Frequency) yaitu adanya variasi perbandingan aktivitas magnetik antara komponen vertikal dan horizontal yang ditandai dengan kenaikan harga standar deviasi.

  • e.    Jumlah kejadian seismik

Didefinisikan sebagai kekosongan distribusi gempabumi di suatu wilayah pada sudut pandang pengamatan ruang atau waktu. Hal ini dapat dijadikan referensi bahwa pada wilayah yang mengalami kekosongan distribusi gempabumi tersebut, akan terjadi gempabumi dimasa yang akan datang.

Salah satu prediksi gempabumi yaitu menggunakan teori vp/vs yang berhubungan dengan teori dilatansi. Teori dilatansi memiliki 5 tahap seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2 [5], yaitu pada tahap pertama ketika nilai vp/vs dianggap normal. Tahap kedua, mulai mengalami penurunan karena adanya regangan elastik yang menyebabkan batuan mengalami dilatancy (kenaikan volume batuan) sehingga munculnya retakan-retakan mikro dan air keluar dari batuan yang menyebabkan nilai vp mengalami penurunan saat melewati batuan. Pada tahap ketiga mulai mengalami kenaikan karena terjadi perembesan air tanah yang mengisi celah-celah retakan mikro sehingga menyebabkan nilai vp meningkat. Tahap keempat, merupakan terjadinya gempabumi dan tahap kelima nilai vp/vs kembali pada keadaan normal.

Gambar 2. Tahapan gempabumi dan hubungannya dengan vp/vs [5].

  • 3.    Metode Penelitian

    3.1    Sistem pengambilan data

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data gempabumi pada bulan Agustus 2016 sampai Mei 2017 untuk wilayah Provinsi Bali dengan koordinat 8π LS sampai 10π LS dan 114,40π BT sampai 116π BT seperti ditunjukkan pada Gambar 3 yang bersumber dari Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Wilayah III Denpasar. Jumlah kejadian gempabumi yang digunakan sebanyak 120 kejadian gempabumi dengan

kedalaman yang bervariasi dan memiliki magnitudo 2. Kejadian gempabumi tersebut merupakan gabungan dari gempabumi yang terekam di stasiun pengamatan SRBI (Singaraja Bali Indonesia), IGBI (Ingas Bali Indonesia), DNP (Denpasar) dan RTBI (Rangdo Tabanan Bali Indonesia). Parameter yang digunakan diantaranya waktu tiba gelombang P (tp), waktu tiba gelombang S (ts) dan waktu kejadian gempabumi atau origin time (tOT).

Gambar 3. Peta daerah penelitian.


  • 3.2    Metode pengolahan

Metode pengolahan yang digunakan untuk mendapatkan anomali nilai (vp/vs) secara garis besar yaitu, pertama, adalah menentukan perubahan kecepatan gelombang P dengan kecepatan gelombang S (vp/vs). Kedua, menentukan hubungan vp dan vs menggunakan metode statistik berupa diagram wadati. Ketiga, menentukan anomali perubahan kecepatan gelombang P dengan kecepatan gelombang S (vp/vs). Perhitungan secara detail pada keempat stasiun pengamatan untuk mengamati bahwa adanya perubahan (vp/vs), maka diperlukan beberapa parameter diantaranya selisih waktu tiba gelombang S dan waktu tiba gelombang P (ζ tp ) sebagai yi dan

selisih waktu tempuh gelombang P dengan waktu kejadian gempabumi atau origin time (tp10r) sebagai Xi.

Kemudian mencari xi.yi, xi2 dan yi2 selanjutkan menghitung nilai b menggunakan persamaan [4]:

h = nl-xiyi b =  nx2 - (X )2

(1)


(2)


Sehingga nilai vp/vs dapat dinyatakan sebagai berikut:

v

= b +1

vs

Nilai anomali perubahan kecepatan gelombang P dengan kecepatan gelombang S (vp/vs) dapat dihitung menggunakan rumus sebagai berikut:

X-Y

∆ = —^—100%                                                     (3)

dengan merupakan besar anomali (%), X merupakan nilai Vp/vs terendah sebelum gempabumi, Y merupakan nilai vp/vs pada keadaan normal sebelum gempabumi dan Z merupakan rata-rata nilai vp/vs.

  • 4.    Hasil Dan Pembahasan

Hasil perhitungan nilai b dan nilai vp/vs pada stasiun pengamatan SRBI, IGBI, DNP dan RTBI yang ditunjukkan pada Tabel 1, 2, 3 dan 4.

Tabel 1.

Stasiun pengamatan SRBI.

Tabel 2.

Stasiun pengamatan IGBI.

Bulan

Nilai b

Nilai vp/vs

Bulan

Nilai b

Nilai vp/vs

Ags-2016

0,7232

1,7232

Ags-2016

0,7190

1,7190

Sep-2016

0,7428

1,7428

Sep-2016

0,7266

1,7266

Okt-2016

0,7174

1,7174

Okt-2016

0,7827

1,7827

Nov-2016

0,7380

1,7380

Nov-2016

0,7750

1,7750

Des-2016

0,7310

1,7310

Des-2016

0,5062

1,5062

Jan-2017

0,6937

1,6937

Jan-2017

0,5897

1,5897

Feb-2017

0,5617

1,5617

Feb-2017

0,7194

1,7194

Mar-2017

0,7242

1,7242

Mar-2017

0,7920

1,7920

Apr-2017

0,7213

1,7213

Apr-2017

0,7978

1,7978

Mei-2017

0,6789

1,6789

Mei-2017

0,6998

1,6998

Tabel 3.

Stasiun pengamatan DNP.

Tabel 4.

Stasiun pengamatan RTBI.

Bulan

Nilai b

Nilai vp/vs

Bulan

Nilai b

Nilai vp/vs

Ags-2016

0,7112

1,7112

Ags-2016

-

-

Sep-2016

0,7361

1,7361

Sep-2016

-

-

Okt-2016

0,7065

1,7065

Okt-2016

-

-

Nov-2016

0,6756

1,6756

Nov-2016

0,8080

1,8080

Des-2016

0,5650

1,5650

Des-2016

0,8227

1,8227

Jan-2017

0,5300

1,5300

Jan-2017

0,7394

1,7394

Feb-2017

0,6536

1,6536

Feb-2017

0,7961

1,7961

Mar-2017

0,7366

1,7366

Mar-2017

0,8261

1,8261

Apr-2017

0,7393

1,7393

Apr-2017

0,8218

1,8218

Mei-2017

0,7385

1,7385

Mei-2017

0,8068

1,8068

Hasil perhitungan nilai vp/vs yang diperoleh dari pengolahan data parameter gempabumi di stasiun pengamatan SRBI, IGBI, DNP dan RTBI dapat ditunjukkan pada Gambar 4, 5, 6 dan 7.

Bulan, Tahun

Gambar 4. Grafik nilai vp/vs di Stasiun SRBI.

Dari Gambar 4, teramati bahwa nilai vp/vs pada bulan Agustus 2016 sampai bulan Mei 2017 di stasiun pengamatan SRBI mengalami perubahan pada tiap bulannya, ini menindikasikan bahwa terdapat anomali sebelum gempabumi utama terjadi pada tanggal 22 Maret 2017. Anomali tersebut berupa pola penurunan nilai vp/vs dimulai dari bulan November 2016 yang diikuti dengan peningkatan kembali kearah normal sampai bulan Maret 2017. Dari 3 bulan sebelum gempabumi utama anomalinya mencapai 10,35 % dari nilai normal.

Untuk stasiun pengamatan IGBI, perubahan nilai vp/vs seperti ditunjukkan pada Gambar 5, tampak adanya perubahan nilai vp/vs dari bulan Agustus 2016 sampai bulan Mei 2017.

1.9

1.8

1.8

1.7

1.7

1.6

1.6

1.5

1.5

1.4

1.4



Bulan, Tahun

Gambar 5. Grafik nilai vp/vs di Stasiun IGBI.


Teridentifikasi terdapat anomali sebelum gempabumi utama terjadi pada tanggal 22 Maret 2017. Anomali tersebut berupa pola penurunan nilai vp/vs dimulai dari bulan Oktober 2016 yang diikuti dengan peningkatan kembali kearah normal sampai bulan Maret 2017. Anomali sebesar 16,16 % dari nilai normal teramati dari 4 bulan sebelum gempabumi utama.

Perubahan nilai vp/vs untuk stasiun pengamatan DNP seperti ditunjukkan pada Gambar 6, terlihat adanya perubahan pada tiap bulannya, mengindikasikan terdapat anomali sebelum gempabumi utama terjadi pada tanggal 22 Maret 2017. Anomali tersebut berupa pola penurunan nilai vp/vs dimulai dari bulan September 2016 yang diikuti dengan peningkatan kembali kearah normal sampai bulan Maret 2017. Anomali sebesar 12,27 % dari nilai normal, teramati dari 5 bulan sebelum gempabumi utama.

Bulan, Tahun

Gambar 6. Grafik nilai vp/vs di Stasiun DNP.


Selanjutnya, untuk stasiun pengamatan RTBI, nilai vp/vs seperti ditunjukkan pada Gambar 7. Dari bulan Agustus 2016 sampai Oktober 2016 stasiun pengamatan RTBI mengalami gangguan sehingga sinyal tidak dapat dianalisa. Namun demikian teramati adanya perubahan yang signifikan pada bulan Januari 2017. Terdapat anomali sebelum gempabumi utama terjadi pada tanggal 22 Maret 2017. Anomali tersebut berupa pola penurunan nilai vp/vs dimulai dari bulan Desember 2016 yang diikuti dengan peningkatan kembali kearah normal sampai bulan Maret 2017. Anomali sebesar 4,62% dari nilai normal, teramati dari 2 bulan sebelum gempabumi utama.

2.0

Bulan, Tahun

Gambar 9. Grafik nilai vp/vs di Stasiun RTBI.


1.8

1.6

1.4

1.2

1.0 0.8 0.6 0.4 0.2 0.0

  • 5.    Kesimpulan

Dari hasil penelitian yang diperoleh maka dapat disimpulkan bahwa terdapat anomali dari hasil perhitungan nilai vp/vs pada stasiun SRBI, IGBI, DNP dan RTBI. Besar anomali pada stasiun-stasiun secara berturut-turut yaitu 10,35%, 16,16%, 12,27 % dan 4,62%, yang mana dapat digunakan sebagai salah satu komponen dalam mempredikasi akan terjadinya gempabumi.

Pustaka

  • [1]    Sunarjo, T. Gunawan dan S. Pribadi, Gempabumi Edisi Populer. Jakarta, 2012.

  • [2]    D. Pranata, Analisis Mekanisme Fokus Gempabumi Di Meulaboh (Nanggroe Aceh Darussalam) 9 Mei 2010, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, Jakarta, 2010.

  • [3]    Ibrahim, G. dan Subardjo, Pengetahuan Seismologi, Badan Meteorologi dan Geofisika, Jakarta, 2005.

  • [4]    A. Satriyo, Penentuan Anomali Perubahan Kecepatan Gelombang Primer Dengan Kecepatan Gelombang Sekunder (vp/vs) Pada Daerah Papua Barat Studi Kasus Gempa Bumi Manokwari, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, Jakarta, 2010.

  • [5]    C. H. Scholz, L. R. Sykes dan Y. P. Aggarwal, Earthquake Prediction: A Physical Basis Science, vol. 181, 1973, pp. 803-810.

  • [6]    Daryono, Identifikasi Sesar Naik Belakang Busur (Back Arc Thrust) Daerah Bali Berdasarkan Seismisitas dan Solusi Bidang Sesar, Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika, Jakarta, 2011.

  • [7]    M. Fahmi, Identifikasi Pola Tektonik Daerah Bali Dan Nusa Tenggara Berdasarkan Seismisitas Dan Komposit Mekanisme Sumber Gempabumi, Sekolah Tinggi Meteorologi Klimatologi dan Geofisika, Jakarta, 2014.

  • [8]    D. Harmadhoni, Analisis Mekanisme Fokus Gempa Di Blitar-Jawa Timur 17 Mei 2011, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, Jakarta, 2011.

  • [9]    T. Ismawati, Mekanisme Fokus Gempa Bumi Mentawai, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, Jakarta, 2011.

  • [10]    R. McCaffrey dan J. Nabelek, Earthquakes, Gravity, and The Origin Of The Bali Basin: An Example Of A Nascent Continental Fold and Thrust Belt, Cambridge, Journal of Geophysical Research, vol. 92, no. B1, 1987, pp 441-460.

79