ANALISIS RISIKO BENCANA GEMPABUMI DI WILAYAH NUSA TENGGARA BARAT
on
Analisis Risiko Rencana Gempa Bumi Di Wilayah NTB
(Melki Adi Kurniawan,dkk)
ANALISIS RISIKO BENCANA GEMPABUMI DI WILAYAH NUSA TENGGARA BARAT
Melki Adi Kurniawan1, Komang Ngurah Suarbawa1, Ardhianto Septiadhi2
1Jurusan Fisika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Udayana, Kampus Bukit Jimbaran, Badung, Bali Indonesia 80361.
Indo-Australia di selatan Nusa Tenggara Barat dan patahan naik busur belakang (back arc thrust) di utara Nusa Tenggara Barat. Hal inilah yang menyebabkan frekuensi
kejadian gempabumi di Nusa Tenggara Barat tinggi, Berdasarkan data BMKG terdapat beberapa gempabumi yang cukup besar dan menimbulkan bencana di kepulauan Sumbawa.
Setiap kejadian gempabumi
menghasilkan goncangan tanah yang dapat diidentifikasikan melalui nilai percepatan getaran tanah pada suatu tempat. Semakin besar nilai percepatan getaran tanah yang terjadi disuatu tempat, semakin besar bahaya gempabumi yang mungkin terjadi. Besar kecilnya nilai percepatan getaran tanah tersebut menjadi salah satu faktor yang dapat menunjukkan tingkat risiko gempabumi.
Secara demografi, wilayah Nusa Tenggara Barat merupakan daerah yang mempunyai jumlah penduduk 4.773.795 jiwa. Kondisi tersebut merupakan salah satu faktor kerentanan berisiko tinggi yang sewaktu-waktu dapat menimbulkan kerugian besar jika terjadi bencana alam.
Semakin tinggi nilai IPM (Indeks Pembangunan Masyarakat) semakin tinggi kemampuan masyarakat untuk
mempersiapkan diri dalam menghadapi bencana (Pusat Penelitian dan
Pengembangan Sumber Daya Air, 2008), berdasarkan faktor bahaya, kerentanan dan kapasitas tersebut digunakan untuk menentukan tingkat risiko bencana gempabumi di wilayah Nusa Tenggara Barat.
Magnitude ini didefinisikan berdasarkan catatan amplitudoterbesardari gelombang P yang menjalar melalui bagian dalam bumi (Lay. T and Wallace.T.C. 1995). Secara umum perumusan magnitude body adalah:
mB = log (A / T) + Q (h,Δ) (2.1)
dimana :
A = amplitudo maksimum
T = periode
Q ( h,Δ ) = koreksi kedalaman dan jarak
Magnitude tipe ini didapatkan sebagai hasil pengukuran terhadap amplitude maksimum gelombang permukaan (surface waves). Perumusan magnitude surface sama denga magnitude body namun ampitudo yang digunakan adalah gelombang permukaan.
Dengan menggunakan data- data historis gempabumi, konversi Ms dan mB dapat dinyatakan dalam persamaan (Ibrahim, 2005):
mB = 2.5 + 0.63 Ms (2.2)
atau
Ms = 1.59 mB – 3.97 (2.3)
Pada bangunan yang berdiri di atas tanah memerlukan kestabilan tanah agar bangunan tetap stabil. Percepatan gelombang gempa yang sampai di permukaan bumi disebut juga Peak Ground Acceleration (PGA) merupakan gangguan yang perlu dikaji untuk setiap kejadian gempabumi. Rumus empiris atenuasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah rumus Fukushima dan Tanaka (1990) dengan bentuk rumusanya adalah:
log10( PGA) = 0.41 Ms
-
- log10( R + 0.032 MO0'41 Ms) (2.4)
-
- 0.0034R +1.30
dimana: PGA= Percepatan Tanah,
R=Jarak dari hiposenter ke titik pengukuran
Semakin padat penduduk di suatu daerah maka akan semakin rentan daerah tersebut terhadap bencana. Tingginya kepadatan penduduk mampu mengurangi tingkat pelayanan sosial wilayahnya misalnya kurangnya akses masyarakat untuk mendapatkan pelayanan sosial seperti kesehatan dan pendidikan sehingga hal ini mampu mengurangi kesiapan fisik dan pemahaman penduduk dalam menghadapi
kejadian bencana. Kepadatan penduduk juga dapat mempersulit proses evakuasi.
IPM adalah suatu indeks sosial ekonomi yang bergantung pada 3 (tiga) faktor yaitu faktor kesehatan, pendidikan dan penghasilan. IPM memberikan suatu ukuran gabungan tiga komponen utama pembangunan manusia, yaitu Indeks panjang umur (longevity),Indeks pendidikan dan Indeks standar kehidupan. Semakin tinggi nilai IPM semakin tinggi kemampuan masyarakat untuk mempersiapkan diri dalam menghadapi bencana. (Pusat Penelitian dan Pengembangan Sumber Daya Air, 2008)
Langkah-langkah yang dilakukan dalam menghitung nilai dan kontur percepatan getaran tanah maksimum adalah sebagai berikut:.
-
1. Memilih data katalog gempabumi di wilayah Nusa Tenggara Barat(7.5° -12.5°LS dan 115° - 120°BT) dengan magnitude (M) ≥ 4.5mB. kemudian dilakukan konversimagnitude body ke magnitude surface menggunakan rumus Gutenberg dan C.F. Richter seperti pada Persamaan 2.6.
-
2. Menghitung jarak episenter dari titik pengamatan dengan Persamaan 3.1.
Gambar 3.1 Garis hubung pusat bumi dengan episenter dan titik pengamatan pada bidang bola
Δ = arc (sin φi sin φ2 + cos ^ cos φ2 cos(λ - ⅛ )).r
(3.1)
di mana :
Δ = jarak episenter
λ1 = bujur posisi episenter
φ1= lintang posisi episenter, λ2 = bujur stasiun pengamat
φ2=lintang stasiun pengamat r = jari-jaribumi = 6.371 km.
-
3. Menghitung jarak hiposenter ke titik pengamatan dengan rumus phytagoras seperti pada Persamaan 3.2.
R = √Δ2 + h2
(3.2)
dimana h = kedalaman sumber gempa (km).
-
4. Pembuatan peta PGA maksimum diawali dengan membuat grid dengan interval 0,15° x 0,15°pada rentang koordinat 7.5o– 9.5o LS dan 115.5– 120 BT.
-
5. Menghitung nilai PGA maksimum menggunakan rumus atenuasi
Fukushima dan Tanaka (1990) sesuai persamaan (2.4).
-
6. Pembuatan kontur PGA maksimum.
Langkah-langkah yang dilakukan dalam menganalisis tingkat risiko bencana gempabumi adalah sebagai berikut:
-
1. Menentukan faktor dan indikator tingkat risiko bencana gempabumi. Identifikasi risiko bencana gempabumi di lokasi penelitian yaitu wilayah Nusa Tenggara Barat dilakukan berdasarkan pada 3 (tiga) faktor, yaitu faktor bahaya (hazard), dengan indikator PGA, faktor kerentanan (vulnerability) dengan indikator
kepadatan penduduk, faktor
ketahanan/kapasitas (capasity) dengan indikator rasio Indeks Pembangunan Manusia (IPM).
-
2. Menghitung standarisasi nilai indikator untuk menghasilkan nilai bakudengan Persamaan 3.3 dan Persamaan 3.4 (Davidson et al,1997).
Untuk suatu indikator faktor bahaya dan kerantanan:
X' - = x IJ
Xlj-(Xl-2Sl) Si
(3.3)
Untuk suatu indikator faktor
ketahanan:
X' - = X IJ
--
-Xij+(Xl+2Si)
Si
(3.4)
dimana:
X’ij = nilai yang sudah dibakukan
untuk indikator i (hazard, vulnerability, capacity) di kecamatan j
Xij = nilai yang belum dibakukan
untuk indikator i di kecamatan j ^^^^^^^^≡
X1 = nilai rata-rata untuk indicator
i
Si = standardeviasi
-
3. Pembobotan faktor dan indikator tingkat risiko bencana gempabumi.
Dalam penelitian ini nilai pembobotan merujuk pada penelitian yang sudah ada sebelumnya. Nilai pembobotan factor risiko bencana gempabumi (Firmansyah,2009), yaitu:
IRBj = Wh.XHj + Wv. Xvj + Wc. Xcj = 0.350 XHj + 0.340Xvj + 0.310Xcj (3.5)
dimana :
Wh, Wv, Wc = bobot untuk setiap
faktor bencana
XH, Xv, Xc = nilai yang sudah
dibakukan setiap faktor bencana
-
4. Menghitung tingkat risiko bencana gempabumi dari faktor-faktor yang mempengaruhinya (faktor bahaya, faktor kerentanan dan faktor ketahanan). Kemudian membaginya menjadi beberapa kelas menurut tingkatannya. Dalam penelitianinipenetapanbanyaknyakelasdib agimenjadi 5, yaitusangattinggi, tinggi, sedang, rendahdansangatrendah.
Pembagian kelas menggunakan fitur data classification dalam Arc GIS 9.1 dengan metode natural breaks.
-
5. Membuat peta risiko bencana gempa bumi.
IV.HASIL DAN PEMBAHASAN
Untuk mendapatkan gambaran tingkat bahaya bencana gempabumi di wilayah Nusa Tenggara Barat, maka dalam penelitian ini digunakan data historis gempabumi di wilayah Nusa Tenggara Barat dan sekitarnya tahun 1970 – 2014. Dengan memilih gempa dengan magnitudo ≥ 4,5 Mb dan kedalaman dibawah 60 km didapat sebanyak 869 kejadian gempa. Peta sebaran gempabumi dapat dilihat pada Gambar 4.1.
IRB = Indeks Risiko Bencana
![](https://jurnal.harianregional.com/media/31567-2.jpg)
Gambar 4.1 Peta distribusi pusat gempabumi di Nusa Tenggara Barat dan sekitarnya (sumber : IRIS, 2015)
Data gempabumi yang dipilih selanjutnya dihitung nilai PGA (Peak Ground Acceleration) maksimum di titik – titik pengamatan. Contoh perhitungan di satu titik perhitungan dengan 1 data gempabumi. Contoh perhitunganya digunakan kejadian gempabumi pada 9Januari 1970, episenter: 9.27 LS, 117.25BT, kedalaman (h): 58 km, magnitudo: 5.7 mB dan koordinat titik perhitungan : 9.2 LS, 119.4 BT mendapatkan nilai PGA = 2.38 gal. Perhitungan ini dilanjutkan untuk seluruh
data hingga tahun 2014 sehingga didapat nilai PGA maksimum untuk titik pengamatan -9.2 LS, 119,4 BT adalah 40.42 gal, dengan cara yang sama dilakukan untuk titik – titik pengamatan lainnya.
Nilai PGA maksimum yang diperoleh di tiap titik dibuat peta kontur PGA maksimum untuk wilayah Nusa Tenggara Barat menggunakan Software ArcGIS 9.1 dengan interpolasi krigging. Hasilnya dapat dilihat pada Gambar 4.2.
Tabel 4.1 Perhitungan PGA Maksimum pada titik 9.2 LS 119.4 BT
PARAMETER GEMPABUMI |
R (km) |
log PGA |
PGA (gal) | ||||
TANGGAL (GMT) |
LINTANG ( 0 ) |
BUJUR ( o) |
H (km) |
Ms | |||
9-Jan-70 |
-9.27 |
117.25 |
58 |
5.09 |
243.11 |
0.38 |
2.38 |
22-Jan-70 |
-7.88 |
115.62 |
35 |
3.66 |
119.13 |
0.32 |
2.07 |
20-Apr-70 |
-9.91 |
119.19 |
40 |
4.78 |
420.59 |
-0.80 |
0.16 |
22-Apr-70 |
-11.39 |
120 |
33 |
4.93 |
564.31 |
-1.35 |
0.04 |
19-Dec-73 |
-9.52 |
119.39 |
42.10 |
5.57 |
33.95 |
1.61 |
40.42 |
5-Dec-14 |
-9.3 |
118.75 |
10 |
3.66 |
359.40 |
-0.98 |
0.11 |
12-Dec-14 |
-8.23 |
118.6 |
17 |
3.50 |
348.81 |
-0.99 |
0.10 |
27-Dec-14 |
-8.94 |
118.05 |
12 |
3.66 |
280.12 |
-0.60 |
0.25 |
![](https://jurnal.harianregional.com/media/31567-3.jpg)
Gambar 4.2 Peta Peak Ground Acceleration Wilayah Nusa Tenggara Barat
Dari peta kontur diatas dapat ditentukan nilai PGA maksimum perkecamatan. Nilai PGAperkecamatan selanjutnya dihitung nilai bakunya, nilai baku tersebut kemudian diklasifikasikan 42
menjadi 5 kelas untuk mengetahui tingkat bahaya gempabumi di wilayah Nusa Tenggara Barat. Perhitungan nilai baku.Perhitungan Nilai Baku PGA untuk titik (-9.2, 119.4) mendapatkan nilai 2.01.
Nilai baku PGA per kecamatan diklasifikasikan menjadi 5 kelas dan dipetakan berdasarkan kategori tingkat bahayanya. Pada peta bahaya bencana
gempabumi (gambar 4.3) dapat diketahui wilayah yang memiliki tingkat bahaya sangat tinggi berada di wilayah Kabupaten Dompu dan Kota Bima.
![](https://jurnal.harianregional.com/media/31567-4.jpg)
Gambar 4.3 Peta tingkat bahaya bencana gempabumi wilayah Nusa Tenggara Barat
Untuk mengidentifikasi tingkat kerentanan digunakan data kepadatan penduduk perkecamatan, sedangkan umtuk identifikasi tingkat ketahanan menghadapi bencana gempabumi digunakan data IPM. Data kepadatan penduduk dan IPM yang didapat selanjutnya dihitung nilai bakunya
untuk menentukan indeks kerentanan dan ketahanan wilayah tersebut apabila terjadi kejadian gempabumi. Kemudian ditentukan kelas tingkatan kerentanan dan ketahanan di setiap kecamatan untuk dapat diketahui daerah mana saja yang memiliki tingkat kerentanan dan ketahanan sangat rendah sampai sangat tinggi.
8°0'0"S
PETA KEPADATAN PENDUDUK DI NUSA TENGGARA BARAT
116°0'0"E
117°0'0"E
118°0'0"E
119°0'0"E
![](https://jurnal.harianregional.com/media/31567-5.jpg)
9°0'0"S
116°0'0"E
117°0'0"E
118°0'0"E
119°0'0"E
(sumber data: BPS NTB)
0 0.375 0.75
^^M∙ I Decimal Degrees
LEGENDA
KETERANGAN
![](https://jurnal.harianregional.com/media/31567-6.jpg)
8°0'0"S
![](https://jurnal.harianregional.com/media/31567-7.jpg)
![](https://jurnal.harianregional.com/media/31567-8.jpg)
®DIBUAT OLEH pi MELKI ADI KURNIAWAN FISIKA UDAYANA
PETA TINGKAT KERENTANAN BENCANA GEMPABUMI DI NUSA TENGGARA BARAT
Berdasarkan data kepadatan penduduk tahun 2015 (sumber: BPS NTB)
116°0'0"E
117°0'0"E
118°0'0"E
9°0'0"S
![](https://jurnal.harianregional.com/media/31567-9.jpg)
116°0'0"E 117°0'0"E
0 0.375 0.75
![](https://jurnal.harianregional.com/media/31567-10.png)
LEGENDA
KETERANGAN
M SANGAT RENDAH
O RENDAH
SEDANG
O TINGGI
M SANGAT TINGGI
DIBUAT OLEH
MELKI ADI KURNIAWAN FISIKA UDAYANA
Gambar 4.4 Peta kepadatan penduduk dan tingkat kerentanan perkecamatan di Nusa Tenggara Barat
8°0'0"S
PETA TINGKAT KETAHANAN TERHADAP BENCANA GEMPABUMI DI NUSA TENGGARA BARAT
116°0'0"E 117°0'0"E 118°0'0"E 119°0'0"E
8°30'0"S
9°0'0"S
![](https://jurnal.harianregional.com/media/31567-11.jpg)
116°0'0"E
117°0'0"E
118°0'0"E
Berdasarkan data Indeks Pembangunan Masyarakat Tahun 2015 (sumber data: BPS NTB)
119°0'0"E
0 0.375 0.75
^^^^M I Decimal Degrees
![](https://jurnal.harianregional.com/media/31567-12.jpg)
LEGENDA
SANGAT TINGGI
NDAH
ANGAN
TINGGI
SEDANG
RENDAH
SAN
DIBUAT OLEH MELKI ADI KURNIAWAN FISIKA UDAYANA
Gambar 4.5 Peta tingkat ketahanan menghadapi bencana gempabumi wilayah Nusa Tenggara Barat
Tingkat risiko bencana gempabumi dihitung berdasarkan nilai baku dari PGA, kepadatan penduduk dan IPM dengan persamaan 3.5. Hasil perhitungan IRB untuk Kota Mataram dapat dilihat pada tabel 4.2. Dengan cara yang sama dilakukan untuk kabupaten dan
kota yang lain kemudian disajikan dalam bentuk peta dapat dilihat pada gambar 4.6.
Wilayah dengan tingkat risiko bencana gempabumi sangat tinggi terdapat di Kabupaten Dompu, Kabupaten Bima, Kota Bima dan Kota Mataram.Wilayah dengan dengan tingkat risiko bencana gempabumi yang sangat rendah berada di Sumbawa Barat bagian selatan dan Sumbawa bagian selatan.
Tabel 4.2 Tabel hasil perhitungan Indeks Risiko Bencana di salah satu kota di wilayah penelitian
KOTA |
KECAMATAN |
KEPADATAN PENDUDUK |
IPM |
PGA |
NILAI BAKU PENDUDUK |
NILAI BAKU IPM |
NILAI BAKU PGA |
IRB |
TINGKAT |
Kota Mataram |
Ampenan |
9096.00 |
75.93 |
47.79 |
6.92 |
1.45 |
2.04 |
3.52 |
Sangat Tinggi |
Kota Mataram |
Cakranegara |
6879.00 |
75.93 |
43.62 |
5.58 |
1.45 |
1.85 |
2.99 |
Sangat Tinggi |
Kota Mataram |
mataram |
7570.00 |
75.93 |
42.31 |
5.99 |
1.45 |
1.79 |
3.11 |
Sangat Tinggi |
Kota Mataram |
Sandubaya |
6785.00 |
75.93 |
42.09 |
5.52 |
1.45 |
1.78 |
2.95 |
Sangat Tinggi |
Kota Mataram |
Sekarbela |
6057.00 |
75.93 |
44.46 |
5.08 |
1.45 |
1.89 |
2.84 |
Sangat Tinggi |
Kota Mataram |
Selaparang |
6919.00 |
75.93 |
42.06 |
5.60 |
1.45 |
1.78 |
2.98 |
Sangat Tinggi |
PETA TINGKAT RISIKO BENCANA GEMPABUMI
8°0'0"S
8°30'0"S
9°0'0"S
119°0
![](https://jurnal.harianregional.com/media/31567-13.jpg)
116°0'0"E
117°0'0"E
118°0'0"E
![](https://jurnal.harianregional.com/media/31567-14.jpg)
117°0'0"E
119°0'0"E
0 0.4 0.8
^^M Decimal Degrees
®
8°30'0"S LEGENDA
KETERANGAN
M SANGAT RENDAH
□ RENDAH
□ SEDANG
9°0'0"S TINGGI
M SANGAT TINGGI
DIBUAT OLEH MELKI ADI KURNIAWAN FISIKA UDAYANA
Gambar 4.6 Peta tingkat risiko bencana gempabumi wilayah Nusa Tenggara Barat
Dari uraian diatas dapat disimpulkan daerah dengan tingkat risiko bencana gempabumi yang paling tinggi adalah Kabupaten Dompu bagian selatan, Kota Mataram, Kota Bima, Kab Bima bagian
utara sedangkan yang paling rendah adalah Kab Sumbawa Baratdan Sumbawa bagian selatan.
Penelitian ini dapat dilanutkan dengan penambahan faktor - faktor lain yang
mempengaruhi tingkat risiko bencana gempabumi di wilayah Nusa Tenggara Barat
Hasil kalsinasi selanjutnya digerus di dalam mortar dengan pastel selama 4 jam sehingga diperoleh campuran yang sangat halus. Sampel selanjutnya dicetak menjadi pelet berdiameter 1,5 cm dengan menggunakan press hidrolik ~400 kPa. Pelet disintering di dalam tungku pada suhu 9100C selama 30 jam di dalam atmosfir udara di dalam tungku. Pendinginan dilakukan sesuai dengan pendinginan didalam tungku.
DAFTAR PUSTAKA
Afnimar, 2009, Seismologi, Institut
Teknologi Bandung, Bandung, 95 – 103
Desmonda, N.I dan Pamungkas Adjie, 2014, Penentuan Zona Kerentanan Bencana Gempabumi Tektonik di Kabupaten Malang Wilayah Selatan, Institut Teknologi Sepuluh November, Surabaya,
Darsono,Rudi, 2014, Analisis Tingkat Resiko Gempabumi Wilayah Bali, Universitas Udayana, Denpasar
Pemetaan Tingkat Risiko Bencana Alam Gempa Berbasis Sistem Informasi Geografis untuk Kepulauan Indonesia, Vol. 1, Pusat Penelitian dan Pengembangan Sumber Daya Air, 2008, 109 - 179
Edwiza, Daz dan S. Novita, 2008, Pemetaan Percepatan Tanah Maksimum Dan Intensitas Seismik Kota Padang Panjang Menggunakan Metode Kanai, Universitas Andalas, Padang, 2
Firmansyah, Oki dan Erwin T., 2009,
Identifikasi Tingkat Risiko Bencana Gempa Bumi dan Tsunami Serta Arahan Tindakan Mitigasi Bencana Di Wilayah Pesisir Kabupaten Sukabumi, Universitas Pasundan, Bandung
Firmansyah, 2011, Identifikasi Tingkat Resiko bencana Gunung Api Gamalama di Kota Ternate,
Unversitas Pasundan, Bandung, 2-5
Gempabumi, Badan Meteorologi
Klimatologi dan Geofisika,
http://www.bmkg. go. id/BMKG_Pusat/ Geofisika/Gempabumi.bmkg, Diakses pada tanggal 25 Agustus 2015
Ibrahim, Gunawan, 2005, Pengetahuan Seismologi, BMKG
https://ds.iris.edu/SeismiQuery/sq-eventsmag.htm, diakses pada 20 agustus 2015
Peraturan Badan nasional Penanggulangan Bencana No 2 tahun 2012 tentang Pedoman Umum Pengkajian Bencana Indonesia
Mueck,Matthias, 2013,Peta-Peta Bahaya
Tsunami Untuk Lombok, Publikasi
bersama oleh GIZ dan DLR, Lombok 4-7.
45
Discussion and feedback