PENERIMAAN OPINI AUDIT GOING CONCERN: STUDI KETERKAITANNYA DENGAN DEBT DEFAULT, PERTUMBUHAN PERUSAHAAN DAN UKURAN PERUSAHAAN
on
265 Buletin Studi Ekonomi. Vol. 25 No. 2, Agustus 2020
PENERIMAAN OPINI AUDIT GOING CONCERN:
STUDI KETERKAITANNYA DENGAN DEBT DEFAULT, PERTUMBUHAN PERUSAHAAN DAN UKURAN PERUSAHAAN
Nurjannah Dwita Al Fath1
Pudjo Sugito2
Universitas Negeri Malang, Jawa Timur, Indonesia1 Universitas Merdeka Malang, Jawa Timur, Indonesia 2 Email: pudjo.sugito@unmer.ac.id1
Abstract: Acceptance of Going Concern Audit Opinions: Study Related to Debt, Corporate Growth and Company Size. The aims of this research are to analyze the linkage of debt default, the company’s growth and size of the company to going concern audit opinion. This study uses a quantitative approach because the emphasis on testing theories through the measurement of research variables with numbers and perform statistical data analysis procedures. The research population is all manufacturing company of food and beverage subsector listed in Indonesia Stock Exchange in 2012-2015. The number of samples are 56 companies. This research used census sampling technique. Primary data are analyzed by descriptive statistics and logistic regression. Based on the research results shows that debt default positively effect going cocern opinion, company’s growth negatively effect going concern opinion and firm size negatively affect going concern opinion as well. These research results are certainly beneficial for the companies & investors and at the same time enriches the science of accounting.
Keywords: Debt Default; Audit Going Concern.
Abstrak: Penerimaan Opini Audit Going Concern: Studi Keterkaitannya dengan Debt Default, Pertumbuhan Perusahaan dan Ukuran Perusahaan. Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis keterkaitan debt default, pertumbuhan perusahaan dan ukuran perusahaan terhadap opini audit going concern. Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif karena penekanannya pada pengujian teori melalui pengukuran variabel penelitian dengan angka dan melakukan prosedur analisis data statistik. Populasi penelitiannya adalah semua perusahaan manufaktur subsektor makanan dan minuman yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia pada tahun 2012-2015. Jumlah sampel adalah 56 perusahaan. Penelitian ini menggunakan teknik pengambilan sampel dengan sensus. Berdasarkan analisis data terungkap bahwa debt default berpengaruh positif terhadap opini audit going cocern, pertumbuhan perusahaan berpengaruh negatif terhadap opini audit going concern dan ukuran perusahaan juga berpengaruh negatif terhadap opini audit going concern. Hasil penelitian ini tentu bermanfaat bagi perusahaan dan investor serta memperkaya khasnah ilmu akuntansi.
Kata Kunci: Debt default; Audit Going Concern.
PENDAHULUAN
Memburuknya kondisi ekonomi dan meningkatnya eskalasi politik pada pertengahan tahun 1997, imbasnya masih sangat terasa dan berpengaruh pada dinamika perekonomian sekaligus dunia bisnis. Perekonomian Indonesia terus terpuruk yang akhirnya ratusan entitas bisnis gulung tikar dan kelangsungannya tidak bisa dipertahankan. Persoalan pelik yang dihadapi hampir semua entitas bisnis tentu bermuara dari krisis ekonomi dan politik yang carut marut. Pengaruh buruk keterpurukan ekonomi dan politik tersebut tidak hanya dirasakan entitas bisnis kecil dan menengah tetapi juga perusahaan berskala besar yang tidak sedikit diantaranya bangkrut dan tidak bisa sustainable.
Dinamika pasar modal terus terjadi di Indonesia. Pasar modal menjadi fasilitas baru untuk mendapatkan pendanaan atau alternatif pembiayaanyangmemilikimagnetkuatkalangan investor. Secara umum, investor hanya akan menempatkan dananya pada bisnis sehat dan bisa memberikan benefit finasial. Kebaradaan pasar bursa efek menjadikan pemodal memiliki alat ukur untuk melihat prospek sebuah entitas usaha, dengan menganalisis laporan finansial yang dipublikasikan berkala.
Misi utama dibangunnya suatu entitas bisnis adalah untuk menjamin turut serta berkontribusi pada berkembangmajunya perekonomian. Keberlangsungan entitas usaha selalu dikaitkan dengan kapasitas manajemen dalam menata kelola perusahaan tersebut dengan harapan sustainable. Satu dari sekian konsiderasi pemodal kala bermaksud menginvestasikan modalnya pada suatu entitas usaha biasanya mempertimbangkan pendapat auditor atas laporan finansial perusahaan. Bahkan opini audit atas laporan keuangan menjadi salah satu konsiderasi dan pertimbangan krusial investor dalam menentukan keputusan berinvestasi. Karenanya, auditor harus profesional, mengingat peranannya yang penting sebagai mediator investor maupun kepentingan manajemen perusahaan pemilik laporan finansial.
Mutchler et al., (1997) mengungkap fakta empiris keputusan opini going concern sebelum gulung tikar secara signifikan berkaitan erat dengan probabilitas kebangkrutan dan variable lag laporan audit. Tentu manakala default ini telah terjadi atau proses negosiasi tengah berlangsung dalam rangka memberikan opini going concern. Faktanya, penerimaan going concern dipengaruhi rekam jejak
keuangan dan pendapat auditor periode-periode terdahulu.
Salah satu pertimbangan utama bagi pemilik modal dalam melakukan investasi dipengaruhi pendapat auditor atas sebuah laporan keuangan. Oleh karena itu, fungsi auditor krusial untuk menyuguhkan informasi valid dan akurat bagi pihak eksternal, utamanya investor (Levitt, 1998). Pendapat auditor merupakan salah satu aset bermanfaat bagi pihak eksternal sebagai acuan dalam perumusan keputusan. Auditor yang profesional yang dapat memberikan garansi bahwa informasi yang dipublikasikannya dapat dipercaya.
Keyakinan investor dalam memilih entitas bisnis untuk berinvestasi ditentukan oleh auditor yang tentu dalam hal ini memainkan peran sentral. Kewajaran pernyataan auditor dalam memberikan opini kondisi keuangan perusahaan dan kinerjanya akan lebih dapat dipercaya investor. Carlson (1998) dalam studinya mengidentifikasi berbagai respon investor terhadap pendapat auditor tentang seputar informasi eksistensi sebuah entitas bisnis. Berdasarkan publikasi kajian rinci laporan keuangan, investor mutlak harus mengerti pemeriksaan auditor seputar
gambaran keuangan secara riil. Opini audit dengan penjelasan going concern menyajikan informasi pada pihak yang concern untuk mengevaluasi gambaran kinerja usaha dari perspektif yang tidak memihak. Termasuk manakala perekonomian dalam kondisi tidak pasti, auditor diharapkan memberikan sinyal awal pada prospek keuangan perusahaan (Suryo dkk, 2019).
Auditor juga mempunyai responsibilitas dalam mengevaluasi apakah terdapat keraguan dan kecemasan terhadap kapabilitas manajemen dalam mempertahankan sustainabilitasnya dalam periode waktu tidak lebih dari satu tahun sejak tanggal laporan audit (SPAP seksi 341, 2001). Keberlangsungan hidup harus dikemukakan auditor secara eksplisit apakah perusahaan clien akan dapat bertahan atau tidak (AICPA, 2002). Oleh karena itu, informasi-informasi yang relevan bagi investor harus terus disampaikan auditor (Levitt 1998).
Pada penugasan umum, evaluasi laporan keuangan suatu entitas usaha merupakan mandat auditor dalam melakukan evaluasi laporan keuangan suatu entitas usaha. Pernyataan kewajaran dalam melakukan penilaian, dalam semua hal yang material, posisi keuangan,
hasil usaha, dan arus kas harus diselaraskan dengan prinsip akuntansi yang berlaku di umum (SPAP,2014:SA.300). Berdasarkan pernyataan ini, persoalan eksistensi dan kontinuitas entitas bisnis dalam implementasi proses audit tidak boleh diabaikan. Hal itu karena seluruh aktivitas atau transaksi yang telah dilakukan dan yang akan dilaksanakan secara implisit tertuang pada laporan keuangan. Karenanya, gangguan atas keberlangsungan suatu entitas bisnis untuk suatu periode harus dilihat secara cermat oleh auditor, sehingga jasa utama profesi akuntan publik yang dihasilkan berkualitas dan dapat dipercaya.
Going concern dimaknai sebagai kapasitas entitas usaha dalam terus menjaga eksistensinya selama masa kerja tertentu, yakni tidak lebih dari satu tahun semenjak tanggal laporan keuangan diperiksa (SPAP,2014:341.2). Opini going concern sebagai asumsi dalam pelaporan keuangan suatu entitas sehingga manakala suatu entitas mencapai kinerja bertolakbelakang dengan hasil auditi eksistensinya, maka entitas tersebut diduga menghadapi masalah untuk bisa survive. Opini audit yang dilakukan dengan memanipulasi opini going concern mengindikasikan bahwa
dalam penilaian auditor terdapat resiko bisnis tidak dapat beroperasi kendatipun dalam kondisi normal. Sementara itu, entitas usaha dengan kinerja keuangan baik memperoleh opini standar atau unqualified. Perlu diketahui, keputusan auditor memeerlukan beberapa tahapan kajian. Kinerja operasional, iklim ekonomi yang mempengaruhi perusahaan, kemampuan likuiditas perusahan jangka pendek, dan kebutuhan likuiditas jangka panjang mutlak menjadi konsiderasi auditor (Lenard et.al., 1998).
Pinjaman perbankan, permodalan dari investor, ataupun dari sumber dana eksternal lainnya relatif mudah diakses entitas usaha berskala besar, termasuk juga yang berasal dari luar negeri. Fenomena tersebut dikarenakan trust yang didapat perusahaan besar relatif baik dari pihak eksternal. Selain skala perusahaan, growth rate juga bisa menjadi tolak ukur apakah suatu entitas bisnis masih bisa eksis atau sebaliknya pada periode mendatang. Perkembangan perusahaan yang dapat dilihat dari seberapa besar profitabilitas yang berhasil diraih perusahaan tentu bisa dioptimalkan untuk mendukung keberlangsungan hidup perusahaan tersebut. Sebagai misal dalam membiayai
operasional perusahaan, memberikan deviden bagi pemegang sahamnya, membiayai ataupun menambah bisnis baru, serta membayar kewajiban-kewajibannya pada pihak perbankan. Seperti yang dijelaskan Petronela (2004) bahwa organisasi bisnis tidak akan mengalami kebangkrutan manakala memiliki kemampulabaan memadai.
Pendapat opini going concern auditor juga tidak boleh abai dari penilaian yang dilakukan pada tahun sebelumnya. Hal itu mengingat kinerja usaha suatu perusahaan untuk tahun tertentu dipengaruhi kinerja perusahaan yang dicapai tahun sebelumnya. Opini auditor merupakan rujukan informasi bagi eksternal perusahaan dan dijadikan sebagai referensi pada pengambilan keputusan. Adapun beberapa hal seperti perusahaan yang memiliki rasio hutang terhadap modal cukup tinggi, saldo hutang jangka pendek dalam jumlah besar yang akan jatuh tempo, mengalami penurunan modal secara nyata, mengalami kerugian keuangan sebagai imbas karena kerugian nilai tukar, menanggung beban-beban keuangan, kerugian operasional dan tidak ada action plans yang jelas dari pihak manajemen kerap menjadi pemicu masalah going concern antara lain. Pandangan
manajemen bahwa segala sesuatunya dalam keadaan baik tentu tidak bisa diterima begitu saja oleh auditor.
Penelitian yang pernah dilakukan Carcello & Neal (2000); Ramadhany (2004); Praptitorini (2007) mengungkapkan mengenai opini audit going concern yang diterima tahun sebelumnya berkaitan dengan opini audit going concern tahun berjalan. Terdapat keterkaitan yang nyata antara opini audit going concern tahun sebelumnya dengan opini audit going concern tahun berjalan. Manakala pada tahun sebelumnya mendapatkan opini audit going concern, maka akan semakin besar probabilitas auditor untuk mengulang kembali opini audit going concern pada tahun berikutnya. Hal ini salah satunya terjadi karena makin parahnya keadaan perusahaan jika menerima opini audit going concern.
Hasil yang berbeda dari beberapa penelitian yang juga dilakukan sebelumnya, mendorong penulis untuk melakukan penelitian tentang opini going concern. Penelitian ini berbeda dengan beberapa penelitian sebelumnya, seperti yang dilakukan oleh Diyanti (2010) yang menjelaskan bahwa variabel debt default tidak berpengaruh terhadap penerimaan opini audit
going concern, berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Istiana (2010) yang menjelaskan bahwa variabel debt default berpengaruh terhadap penerimaan audit going concern. Kemudian Azizah & Anisykurlillah (2014), juga mengungkapkan bahwa variabel pertumbuhan perusahaan tidak berpengaruh terhadap opini audit going concern, namun penelitian yang dilakukan Amalia, (2015) menjelaskan bahwa penerimaan audit going concern tidak dipengaruhi variabel pertumbuhan perusahaan. Azizah & Anisykurlill (2014) juga menyatakan tidak berdampak terhadap penerimaan audit going concern, lain halnya dengan penelitian yang dilakukan oleh Rakatenda & Putra (2016) menjelaskan bahwa variabel ukuran perusahaan berpengaruh terhadap penerimaan opini audit going concern. Pendapat tersebut didukung Nugroho (2018) bahwa meskipun telah banyak penelitian tentang going concern namun penelitian yang secara khusus menghubungkan antara debt default, pertumbuhan perusahaan, serta ukuran perusahaan masih terbatas.
Berdasarkan uraian di atas, penulis bermaksud untuk melaksanakan penelitian mengenai Penerimaan Opini Audit Going Concern: Studi Keterkaitannya dengan Debt
Default, Pertumbuhan Pperusahaan dan Ukuran Perusahaan (Studi Empiris Pada Perusahaan Manufaktur Subsektor Makanan dan Minuman Yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia Tahun 2012-2015). Dipilihnya industri makanan dan minuman karena memang belum pernah ada yang melakukan penelitian dan pada tahun-tahun tersebut mengalami booming pertumbuhan.
METODE PENELITIAN
Penelitian kuantitatif dengan populasi perusahaan manufaktur sektor industri barang konsumsi subsektor makanan dan minuman adalah yang sahamnya terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) periode tahun 2012-2015 yaitu sebanyak 56 perusahaan. Teknik pengambilan sampelnya adalah sampel jenuh. Hal itu karena jumlah populasinya relatif kecil. Artinya, jumlah sampelnya sebanyak populasi penelitian
Variabel pada penelitian ini terdiri atas 1 (satu) variabel bebas yaitu opini audit going concern dan variabel bebasnya terdiri dari 3 (tiga) yaitu debt default, pertumbuhan perusahaan dan ukuran perusahaan. Opini audit going concern adalah opini yang diberikan auditor untuk mengevaluasi tingkat kesangsian kemampuan perusahaan dalam upaya mempertahankan
eksistensinya. Debt defaut adalah kegagalan perusahaan dalam memenuhi kewajiban yang jatuh tempo. Pertumbuhan perusahaan adalah perkembangan profitabilitas perusahaan dalam beberapa tahun laporan keuangan dan ukuran perusahaan adalah pertumbuhan nilai asset/ aktiva berdasarkan laporan neraca keuangan yang dilaporkan di bursa efek.
Teknik analisis multivariant dengan menggunakan regresi logistik digunakan pada penelitian ini. Regresi logistik sebagai bentuk khusus analisis regresi dengan variabel terikat bersifat kategori dan variabel bebasnya bersifat kategori, kontinu atau gabungan antara keduanya. Probabilitas sejauhmana besaran nilai variabel terikat dapat diprediksi dengan variabel bebas dianalisis dengan regresi logistik ini. Uji normalitas dan uji asumsi klasik pada variabel bebasnya tidak diperlukan lagi (Sugiyono, 2015: 99). Kelebihan lain, heteroscedasity juga diabaikan dalam analisis regresi logistik, Maknanya, masing-masing variabel independen tidak diperlukan analisis homoscedasity. Untuk pengujian hipotesis pada penelitian ini akan di jelaskan melalui model persamaan regresi logistik adalah sebagai berikut:
OGC = α + β1DD - β3PP - β4UP +ε ............ (1)
Keterangan:
OGC : Opini Audit Going Concern
α : Konstanta
β : Koefisien Regresi Model
ε : Error Term
DD : Debt Default
PP : Pertumbuhan Perusahaan yang diproksikan dengan rasio pertumbuhan penjualan
UP : Ukuran Perusahaan yang diproksikan dengan rasio total aset
Uji Likelihood didapat dengan mengkomparasikan nilai-2 Log Likelihood awal dengan -2Log Likelihood pada langkah selanjutnya (Ghozali, 2011:341). Log Likehood pada regresi logistik tidak berbeda dengan hakikat “Sum of Square Error” yaitu apabila ada penurunan Log Likelihood, berarti menjelaskan bahwa model regresi yang digunakan semakin cocok dan adaptif.
Koefisien determinasi dipakai sebagai alat bantu untuk menganalisisi seberapa besar variabilitas variabel bebas dapat memperjelas variabilitas variabel terikat (Ghozali, 2011:341). Koefisien determinasi pada regresi logistik terungkap pada Negelkerke R Square. Selajutnya, salah satu langkah untuk menganalisis suatu model regresi logistik merupakan sebuah model yang tepat, terlebih dahulu akan dilihat bentuk kecocokan atau kelayakan model secara
keseluruhan. Kelayakan model regresi dievaluasi dengan menggunakan Hosmer and Lemeshow’s Goodness of Fit Test. Manakala nilai statistik sama dengan atau kurang dari 0,05, maka hipotesis nol ditolak yang berarti ada perbedaan antara model dengan nilai observasinya sehingga Goodness fit model tidak baik karena model tidak dapat mempresiksi nilai observasinya dan sebaliknya.
Kemampuan model regresi untuk memprediksi variabel terikat (penerimaan opini audit going concern) pada perusahaan yang dilakukan oleh auditee didiskripsikan melalui matriks klasifikasi. Hal tersebut dijelaskan pada classification table. Estimasi parameter dapat dilihat dari koefisien regresi. Semua koefisien regresi ini terdapat pada Tabel variables in the equation. Manakala nilai tingkat signifikansi lebih kecil dari 0,05 maka H0 ditolak yang berarti variabel bebas berdampak terhadap variabel terikat. Namun manakala angka signifikansi lebih besar dari 0,05 maka H0 diterima berarti
variabel bebas tidak berpengaruh terhadap variabel terikat
HASIL DAN PEMBAHASAN
Untuk analisis data primer digunakan teknik analisis statistik regresi logistik. Analisis data diawali dengan mengolah data memanfaatkan Microsoft Excel, kemudian dilakukan pengujian regresi logistik dengan alat batu software SPSS versi 22.0. Untuk analisis deskriptif akan disajikan berdasarkan data masing-masing variabel bebas yang digunakan untuk mendukung penelitian ini, sedangkan variabel terikat disajikan melalui Tabel distribusi frekuensi. Berdasarkan hasil analisis maka hasil statistik deskriptif dapat disajikan pada Tabel berikut:
Terungkap dari Tabel 1, dapat diketahui bahwa hasil statistika deskriptif variabel debt default perusahaan manufaktur subsektor makanan dan minuman dengan N sebanyak
Tabel 1.
Hasil Analisis Statistik Deskriptif Variabel Bebas
N |
Minimum |
Maximum |
Mean |
Std. Deviation | |
DD |
56 |
0 |
1 |
.14 |
.353 |
PP |
56 |
-.5761 |
1.2731 |
.189390 |
.3273359 |
UP |
56 |
26 |
32 |
28.54 |
1.584 |
ValidN | |||||
(Iistwise) |
DO |
56 menunjukan nilai minimum sebesar 0, nilai maksimum 1, nilai mean 0,14 dan nilai standar deviasi sebesar 0,353. Debt default dikategorikan sebagai variabel dummy dengan dua kategori dimana perusahaan default diberi angka (1) dan diberi angka (0) manakala perusahaan sehat. Pada Tabel juga menunjukkan bahwa rata-rata perusahaan yang yang mengalami default (1) cukup kecil yaitu hanya 14% dan yang tidak default (0) sebanyak 86%.
Adapun hasil statistika deskriptif variabel pertumbuhan perusahaan manufaktur subsektor makanan dan minuman dengan N sebanyak 56 menunjukan nilai minimum sebesar -0,5761, nilai maksimum 1,2731, nilai mean 0,189390 dan nilai standar deviasi sebesar 0,3273359. Hasil tertinggi atau nilai maksimum dari pertumbuhan perusahaan yaitu mengimplikasikan bahwa perusahaan tingkat penjualannya baik sehingga laba yang dihasilkan meningkat.
Hasil statistika deskriptif variabel ukuran perusahaan manufaktur subsektor makanan dan minuman dengan N sebanyak 56 menunjukan nilai minimum sebesar 26 menunjukkan perusahaan tergolong kecil karena ukuran jumlah aset rendah, nilai maksimum 32 menunjukkan perusahaan tergolong besar karena ukuran jumlah aset tinggi, nilai mean 28,54 yang menunjukkan bahwa rata-rata perusahaan besar yang diteliti pada penelitian ini dan nilai standar deviasi sebesar 1,584. Hasil tertinggi dari ukuran perusahaan yaitu menujukkan bahwa jumlah aset yang tinggi yang tentu sebagai implikasi pertumbuhan perusahaan yang berasal dari petumbuhan penjualan dan laba.
Adapun untuk melihat adanya penerimaan opini audit going concern dapat ditampilkan pada hasil distribusi frekuensi. Berikut ini hasil distribusi frekuensi variabel opini audit going concern.
Tabel 2 menjelaskan bahwa opini audit going concern ini dinyatakan sebagai
Tabel 2.
Hasil Analisis Statistik Deskriptif Variabel Terikat
Frequency |
Percent |
Valid Percent |
Cumulative Percent | ||
Valid |
O |
44 |
78.6 |
78.6 |
78.6 |
1 |
12 |
21.4 |
21.4 |
100.0 | |
Total |
56 |
100.0 |
100.0 |
variabel dummy dengan dua kategori dimana
mengevaluasi model yang telah dihipotesiskan
perusahaan yang menerima opini audit going
telah fit atau tidak dengan data primer. Uji
concern diberi angka (1) dan diberi angka (0)
model dilakukan dengan mengkomparasikan
jika menolak opini audit going concern. Pada
nilai antara -2 log likelihood pada awal (block
Tabel 4.2 menunjukkan bahwa 12 perusahaan
number = 0) dengan nilai -2 log likelihood pada
yang menjadi sampel penelitian tersebut sebesar
akhir (block number = 1). Nilai -2 log likelihood
21,4% menerima opini audit going concern dari
awal pada block number = 0, diilustrasikan pada
56 sampel penelitian dan sisanya sebesar 78,6%
Tabel 3. Nilai -2 Log Likelihood akhir pada
yang tidak menerima opini audit going concern
block number = 1, dapat ditunjukkan melalui
Berdasarkan hasil analisis regresi
Tabel 4.
logistik yang telah dilakukan dengan
Dari Tabel 3 dan 4 dapat dilihat bahwa
menggunakan program SPSS (Statistical
-2 log likelihood awal pada block number = 0,
Product and Service Solutions) versi 22.0, maka
yaitu model yang hanya memasukkan konstanta
didapatkan hasil analisis sebagai berikut:
yang dapat dilihat di step 4, memperoleh nilai
Menilai keseluruhan Model (Overall
58,193. Kemudian pada Tabel selanjutnya dapat
Model Fit). Alat uji ini diterapkan untuk
dilihat nilai -2 log likelihood akhir dengan block
Tabel 3.
Nilai -2 Log Likelihood (-2 LL awal)
Iteration Historya,b,c,d
Coefficients
Iteration |
-2 Log likelihood |
Constant |
Debt Default |
Pertumbuhan Perusahaan |
Ukuran Perusahaan |
Step 1 1 |
35.567 |
6.082 |
2.373 |
-1.260 |
-.257 |
2 |
29.745 |
14.823 |
2.613 |
-2.902 |
-.573 |
3 |
27.787 |
24.309 |
2.541 |
-4.431 |
-.915 |
4 |
27.343 |
31.432 |
2.534 |
-5.381 |
-1.174 |
5 |
27.309 |
33.998 |
2.547 |
-5.716 |
-1.267 |
6 |
27.309 |
34.236 |
2.548 |
-5.748 |
-1.276 |
7 |
27.309 |
34.238 |
2.548 |
-5.749 |
-1.276 |
S |
27.309 |
34.238 |
2.548 |
-5.749 |
-1.276 |
Sumber : Hasil Pengolahan Data |
Tabel 4.
Nilai -2 Log Likelihood (-2 LL akhir)
Iteration Historya,b,c,d | |||||
Iteration |
-2 Log likelihood |
Coefficients | |||
Constant |
Debt Default |
Pertuinbulian Perusahaan |
Ukuran Perusahaan | ||
Step 1 1 |
35.567 |
6.082 |
2.373 |
-1.260 |
-.257 |
2 |
29.745 |
14.823 |
2.613 |
-2.902 |
-.573 |
3 |
27.787 |
24.309 |
2.541 |
-4.431 |
-.915 |
4 |
27.343 |
31.432 |
2.534 |
-5.381 |
-1.174 |
5 |
27.309 |
33.998 |
2.547 |
-5.716 |
-1.267 |
6 |
27.309 |
34.236 |
2.548 |
-5.748 |
-1.276 |
7 |
27.309 |
34.238 |
2.548 |
-5.749 |
-1.276 |
8 |
27.309 |
34.238 |
2.548 |
-5.749 |
-1.276 |
Sumber : Hasil Pengolahan Data
number = 1, mengalami perubahan setelah masuknya beberapa variabel independen pada model penelitian, akibatnya nilai -2 log likelihood akhir pada step 8 menunjukkan nilai 27,309. Maknanya, terjadi penurunan sebesar 30,884 pada -2LL yang berarti bahwa terdapat pengurangan nilai antara -2LL awal (initial -2LL function) dengan nilai -2LL pada langkah berikutnya (-2LL akhir) mengindikasikan bahwa model yang dihipotesiskan fit dengan data (Ghozali,2011:145).
Penurunan nilai -2 log likelihood menjelaskan bahwa model penelitian ini dinyatakan fit, artinya penambahan-penambahan variabel bebas yaitu debt default, pertumbuhan
perusahaan, dan ukuran perusahaan kedalam model penelitian akan memperbaiki model fit penelitian ini.
Hasil analisis koefisien determinasi yang ditunjukkan dengan Koefisien Cox & Snell R2 dan Negelkerke R2 dapat disajikan pada Tabel 5.
Tabel 5.
Koefisien Cox & Snell R2 dan Negelkerke R2
Sumber : Hasil Pengolahan Data
Besaran koefisien determinasi pada model regresi logistik tercermin pada nilai Nagerkelke R Square sebagai modifikasi
dari Cox & Snell R Square dengan nilai yang berkisar antara 0 sampai dengan 1. Besarnya pengaruh dapat dianalisis dari besarnya nilai Cox & Snell R2 dan Negelkerke R2 pada Tabel model summary. Menurut Ghozali (2011) dari hasil perhitungan diperoleh nilai Negelkerke R2 sebesar 0,656 dan Cox & Snell R2 sebesar 0,424 artinya debt default, pertumbuhan perusahaan, dan ukuran perusahaan berpengaruh terhadap penerimaan opini audit going concern pada perusahaan manufaktur subsektor makanan dan minuman yaitu sebesar 65,6%, sedangkan sisanya sebesar 34,4% dipengaruhi oleh variabel-variabel lain yang tidak dimasukkan dalam model persamaan. Jadi kemampuan variabel independen dalam memprediksi variabilitas variabel dependen dapat dikatakan tinggi yaitu sebesar 65,6%.
Menilai kelayakan model regresi yaitu dengan melihat Hosmer and Lemeshow, yang dapat disajikan pada Tabel 6.
Tabel 6.
Hosmer and Lemeshow Test
Sumber : Hasil Pengolahan Data
Nilai Goodness of Fit yang diukur dengan nilai Chi-Square artinya, hasil uji Hosmer and Lameshow diperoleh probabilitas > 0,05,
Berdasarkan pengujian statistik terungkap probabilitas signifikansi yaitu 0,985 nilai signifikansi hasil kalkulasi lebih besar dari 0,05, maka H_0diterima. Maknanya, model regresi dapat digunakan untuk kepentingan analsis selanjutnya. Hal itu karena terdapat perbedaan signifikan antara klasifikasi yang diprediksi dengan klasifikasi yang diamati.
Terlihat pada Tabel 7 kontijensi untuk uji hosmer and lemeshow, terungkap bahwa dari sembilan langkah pengamatan untuk pemberian opini audit dengan going concern (1) maupun opini audit non going concern (0), nilai yang diobservasi maupun nilai yang diprediksi, mempunyai perbedaan yang konstras. Hal ini menggambarkan bahwa model regresi logistik yang digunakan pada riset ini dapat memprediksi nilai observasinya.
Menilai Matriks Klasifikasi Model. Matriks klasifikasi mendiskripsikan kemampuan dalam memprediksi model regresi untuk melihat kemungkinan penerimaan opini audit going concern pada sebuah entitas usaha. Nilai matrik klasifikasi dijelaskan pada Tabel 8. Menunjukkan bahwa dari 56 sampel data pengamatan yang tidak terbukti mendapatkan opini audit going concern sebanyak 41,
Tabel 7.
Contingency Table for Hosmer and Lemeshow Test
opini audit going concern = O |
opini audit going concern = 1 |
Total | |||
Observed |
Expected |
Observed |
Expected | ||
Step 1 |
6 |
5.997 |
0 |
.003 |
6 |
1 2 |
6 |
5.987 |
0 |
.013 |
6 |
3 |
6 |
5.951 |
0 |
.049 |
6 |
4 |
6 |
5.900 |
0 |
.100 |
6 |
5 |
6 |
5.783 |
0 |
.217 |
6 |
6 |
5 |
5.405 |
1 |
.595 |
6 |
7 |
4 |
4.649 |
2 |
1.351 |
6 |
8 |
4 |
3.327 |
2 |
2.673 |
6 |
9 |
1 |
1.000 |
7 |
7.000 |
8 |
Sumber : Hasil Pengolahan Data
Tabel 8.
Matriks Klasifikasi
Classiflcation Tablea
Predicted
Observed |
going concern 0 1 |
--- Percentage Correct |
Step 1 going concern 0 |
41 |
3 93.2 |
1 |
5 |
7 58.3 |
Overall Percentage |
85.7 |
Sumber : Hasil Pengolahan Data
sedangkan yang mendapatkan opini audit going concern 7 yang keduanya dengan tepat dapat diprediksi oleh model regresi logistik.
Hasil perhitungan regresi logistik tentang pengaruh debt default, pertumbuhan perusahaan, dan ukuran perusahaan terhadap penerimaan opini audit going concern pada
perusahaan manufaktur subsektor makanan dan minuman yang terdaftar di BEI tahun 20122015 dapat dirumuskan persamaannya sebagai berikut:
OGC = 34,238+2,548DD-5,749PP-1,276UP+e...........(2)
Berdasarkan hasil analisis data dan
pengujian hipotesis yang telah dilakukan, maka
Tabel 9.
Estimasi Parameter
Variables in the Equation
95,0% C.I.for EXP(B) | ||||||||
B |
S.E. |
Wald |
Df |
Sig- |
Exp(B) |
Lower |
Upper | |
Step la DD |
2.548 |
1.245 |
4.188 |
1 |
.041 |
12.787 |
1.114 |
146.832 |
PP |
-5.749 |
2.664 |
4.657 |
1 |
.031 |
.003 |
.000 |
.590 |
UP |
-1.276 |
.644 |
3.928 |
1 |
.047 |
.279 |
.079 |
.986 |
Constant |
34.238 |
17.858 |
3.676 |
1 |
.055 |
7.402E14 |
Sumber : Hasil Pengolahan Data
berikut ini akan diuraikan dan dibahas secara rinci untuk masing-masing hasil uji hipotesis tersebut beserta implikasinya. Hasil uji hipotesis tersebut akan dikaitkan dengan beberapa penelitian terdahulu.
Dampak Debt Default terhadap Penerimaan Opini Audit Going Concern. Berdasarkan hasil pada Tabel 9 pada terungkap bahwa hipotesis pertama (H1) diterima. Hal itu karena pengaruh debt default terhadap penerimaan opini audit going concern memiliki signifikansi senilai 0,041 (< 0,05) dan nilai koefisien positif sebesar 2,548. Maknanya, penerimaan opini audit going concern sebagai dampak terjadinya debt default. Karena itu, menurut temuan riset ini bahwa preferensi auditor tinggi untuk menyatakan opini audit going concern pada perusahaan yang mengalami kegagalan dalam memenuhi kewajibannya
kepada kreditur. Sehingga memungkinkan auditor mencemaskan kemampuan manajemen satuan usaha tersebut dalam menjaga eksistensinya dalam periode waktu normal. Suatu periode yang tidak lebih dari satu tahun sejak tanggal laporan keuangan auditan. Dengan kata lain, penerimaan opini audit going concern ditentukan kondisi debt default. Namum demikian, realitas ini tidak hanya akan ditemukan pada perusahaan-perusahaan menengah kebawah saja. Hal itu karena, perusahaan skala besar juga bisa diragukan kemampuannya dalam mengatasi persoalannya. Seperti temuan penelitian ini yang menyatakan, debt default berkaitan dengan opini going concern. Temuan ini didukung pendapat Ulya (2012) yang menyatakan bahwa opini audit going concern dipengaruhi oleh debt default. Maknanya, hasil audit yang dikeluarkan oleh
auditor tentang kesangsian atas kemampuan entitas bisnis tentang keberlangsungannya dipengaruhi oleh ketidakmampuannya dalam membayar hutang.
Namun demikian, temuan riset ini tidak sejalan dengan ungkapan Diyanti (2010) menegaskan opini audit going concern tidak dipengaruhi kondisi debt default. Temuan riset ini bertolak belakang dengan hasil penelitian ini karena objek penelitian yang digunakan perusahaan-perusahaan yang berbeda. Auditor meragukan kemampuan perusahaan tidak hanya pada perusahaan berskala kecil saja, namun perusahaan berskala besar pun juga dapat diragukan dalam mengatasi persoalan yang dihadapinya. Akan tetapi, temuan riset yang mengungkapkan bahwa debt default tidak berpengaruh terhadap penerimaan opini audit going concern merupakan bagian dari penjelasan Teori Keagenan. Hal itu nampak pada riset Nugroho (2018) bahwa terdapat keterkaitan kontrak antara agen/manajemen dengan pemegang saham. Agen diberi wewenang oleh pemilik untuk melakukan operasional perusahaan, sehingga agen lebih banyak mempunyai informasi dibandingkan pemilik. Baik pemegang saham maupun agen
diyakini mempunyai rasionalisasi ekonomi dan semata-mata mengejar kepentingannya sendiri. Namun temuan penelitian dari hasil uji hipotesis 1 ini dapat menjadi informasi penting baik bagi manajemen maupun pemilik bahwa auditor memiliki pandangan positif tidak hanya terhadap kemampuan perusahaan berskala besar saja, namun juga pada perusahaan berskala kecil dalam menyelesaikan setiap persoalan yang dihadapinya. Tentunya, pendapat auditor ini didasarkan pada mayoritas kemampuan manajemen perusahaan berskala kecil yang memang cukup baik dan tidak kalah dengan perusahaan berskala besar.
Teori Akuntansi Positif, menjelaskan bahwa tujuan teori akuntansi adalah untuk memberikan penjelasan dan memprediksi praktek akuntansi. Juga, dinyatakan bahwa teori sebaiknya dibangun para ilmuwan, bersumber pada fakta empiris yang memiliki kapasitas mampu melakukan prediksi. Hasil uji hipotesis, penerimaan opini audit going concern dipengaruhi debt default tentu akan memperkaya teori akuntansi positif. Hal itu karena teori akuntansi harus dibangun berdasarkan bukti-bukti riset empiris. Selain itu, tiga hipotesis yang dirumuskan bertujuan untuk melakukan
prediksi dalam teori akuntansi positif mengenai motivasi manajemen melakukan pengelolaan laba. Hipotesis yang didukung hasil penelitian ini yaitu hipotesis transaksi hutang, yang mana dalam kegiatan tersebut, perusahaan diharuskan untuk tunduk pada beberapa persyaratan yang diajukan pihak debitur agar pengajuan pinjamannya diterima. Salah satu persyaratan tersebut adalah kondisi keuangan perusahaan harus sehat. Potret kondisi keuangan perusahaan dapat tercermin dari rasio-rasio keuangannya. Pada umumnya, kreditor memiliki persepsi bahwa perusahaan dengan nilai laba yang relatif tinggi dan stabil merupakan salah satu kriteria perusahaan yang sehat. Sehingga sejalan dengan hasil penelitian ini yang menyatakan debt default berpengaruh terhadap opini audit going concern, yaitu perusahaan masuk dalam kriteria sehat dan tidak melanggar adanya perjanjian hutang.
Pengaruh Pertumbuhan Perusahaan terhadap Penerimaan Opini Audit Going Concern. Berdasarkan hasil di Tabel 9 dalam penelitian ini terungkap bahwa hipotesis kedua (H2) diterima. Hal itu karena pengaruh pertumbuhan perusahaan terhadap penerimaan opini audit going concern memiliki tingkat
signifikansi (p-value) sebesar 0,031 (< 0,05) dan nilai koefisiennya negatif sebesar -5,749. Maknanya, pertumbuhan perusahaan berpengaruh negatif terhadap penerimaan opini audit going concern. Maknanya, auditor mempertimbangkan eskalasi penjualan dalam memberikan opini audit going concern. Hal itu karena peningkatan penjualan tersebut akan diikuti dengan peningkatan laba. Sebaliknya, perusahaan yang akan mendapatkan opini audit going concern, manakala sedang mengalami penuruanan omset.
Hasil penelitian ini didukung penelitian yang dilakukan Dao & Pham, 2014) yang menjelaskan bahwa pertumbuhan laba mengindikasikan kemampuan perusahaan dalam mempertahankan kelangsungan usahanya. Temuan ini juga didukung Soewiyanto (2012) yang menyatakan bahwa pertumbuhan menunjukkan aktivitas operasional perusahaan yang berjalan secara normal, sehingga dapat mempertahankan predikat going concern. Sementara itu, Kwarto, F. (2015) menyatakan bahwa perusahaan yang mengalami kemunduran mengindikasikan kecenderungan yang relatif besar untuk bangkrut. Maka dari itu untuk mengukur pertumbuhan perusahaan,
banyak digunakan rasio profitabilitas. Rasio profitabilityas digunakan karena dapat menggambarkan kinerja sebuah perusahaan. Jika rasio profitabilitas positif, maka auditor cenderung tidak mengeluarkan opini audit going concern. Tentu, pendapat ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan.
Sementara itu pendapat Amalia (2015) menyatakan bahwa variabel pertumbuhan perusahaan berpengaruh terhadap penerimaan opini audit going concern. Dengan kata lain perusahaan yang mengalami pertumbuhan, utamanya yang pertumbuhannya negatif memerlukan opini audit going concern. Hal itu karena pertumbuhan negatif identik dengan penurunan laba yang menimbulkan kesangsian tentang kelangsungan usahanya. Sebaliknya, perusahaan yang pertumbuhannya positif tentu tidak memerlukan audit going corcern. Kondisi pertumbuhan positif akan diikuti peningkatan laba, yang tentu akan menghilangkan kesangsian auditor pada kelangsungan usahanya. Selanjutnya, sebagaimana pendapat Suwardjono (2008) bahwa Positive Theory menjelaskan tentang hubungan sebab akibat tanpa dilandasi pertimbangan nilai. Tentu, temuan riset yang mengungkapkan bahwa
pertumbuhan perusahaan berpengaruh negatif terhadap penerimaan opini audit going concern sejalan dengan pendapat tersebut. Hal itu karena faktanya, pertumbuhan perusahaan berdampak positif terhadap besaran laba dan juga tentu pada perkembangan nilai aset.
Akan tetapi dalam teori akuntansi positif mengenai motif manajemen dalam melakukan tata kelola keuntungan. Tentu temuan riset ini menjadi informasi yang memperkaya pendapat tersebut. Maknanya, sikap manajemen dalam memilih metode akuntansi untuk memaksimalkan laba demi mendapatkan bonus yang tinggi harus dilakukan dengan meningkatkan pertumbuhan perusahaan, sebagaimana temuan riset ini. Hal itu juga dijelaskan pada hipotesis biaya politik. Pada hipotesis ini menjelaskan konsekwensi politis dari pemilihan kebijakan akuntansi yang dilakukan oleh manajemen. Semakin tinggi profitabilitas perusahaan, maka semakin besar respon masyarakat terhadap perusahaan tersebut. Dengan demikian, hasil uji hipotesis yang mengungkapkan bahwa pertumbuhan perusahaan tidak berpengaruh terhadap opini going concern hanya berlaku untuk perusahaan skala besar dan tidak berlaku untuk perusahaan
dengan skala kecil. Hal itu karena temuan riset ini bukan hanya didukung oleh semua penelitian sebelumnya, tetapi juga oleh teori akuntansi positif.
Pengaruh Ukuran Perusahaan terhadap Penerimaan Opini Audit Going Concern. Berdasarkan hasil di Tabel 9 pada riset ini terungkap bahwa hipotesis ketiga (H3) diterima. Hal itu karena memiliki tingkat signifikansi sebesar 0,047 (< 0,05) dan nilai koefisiennya negatif yaitu sebesar -1,276. Maknanya, dapat dinyatakan bahwa ukuran perusahaan berpengaruh negatif terhadap penerimaan opini audit going concern. Temuan riset ini menarik mengingat perusahaan yang dianalisis pada penelitian adalah perusahaan-perusahaan berskala besar. Auditor tentu meyakini terhadap kapasitasnya dalam menyelesaikan setiap persoalan yang dihadapinya. Temuan riset ini juga didukung temuan Alicia (2013) yang mengungkapkan bahwa semakin besar skala perusahaan, semakin kecil probabilitasnya menerima opini audit going concern. Harus dimaklumi, auditor lebih kerap mengeluarkan opini audit going concern pada perusahaan berskala kecil, karena auditor mempercayai bahwa perusahaan berskala besar dapat
menyelesaikan persoalan finansialnya dibandingkan perusahaan berskala kecil.
Bahkan pada beberapa tahun sebelumnya ada pendapat lain yang diungkapkan Rakatenda & Putra, 2016) menyatakan bahwa auditor cenderung mengeluarkan opini audit going concern pada perusahaan kecil karena auditor meyakini bahwa perusahaan besar dapat menyelesaikan persoalan kewajiban keuangan yang dihadapinya daripada perusahaan kecil. Hal ini terkait dengan likuiditas perusahaan besar dalam mendapatkan tambahan dana. Bahkan diyakini, perusahaan besar dianggap lebih profesional dalam urusan tatanan manajemen. Sedangkan obyek pada penelitian ini semuanya berskala besar. Oleh karena itu, ukuran perusahaan berdampak negatif terhadap opini going concern.
Oleh karena itu, menurut Harris & Merianto (2015) menyatakan bahwa baik dana berasal dari kreditur maupun investor selalu dialokasikan pada perusahaan terbuka karena lebih dianggap cukup aman. Karena, secara teoritis, perusahaan yang lebih besar tentu mempunyai responsibilitas yang lebih besar dari pada perusahaan kecil. Sehingga akan mengurangi tingkat ketidakpastiannya ke depan.
Hal tersebut dapat menanamkan modalnya pada perusahaan besar. Pendapat ini juga memperkuat temuan riset ini.
Selanjutnya, dikaitkan dengan Teori Keagenan dan Teori Akuntansi Positif yang menggambarkan hubungan kontrak antara manajemen dengan pemilik, tentu hasil riset ini bermanfaat pada kedua belah pihak. Manajemen/ agen yang kadang ragu mengungkapkan informasi yang tidak diharapkan pemilik, dapat menggunakan hasil riset ini sebagai argumen sehingga terhindar dari kecenderungan untuk memanipulasi laporan keuangan. Selain itu, Teori Akuntansi Positif menegaskan bahwa target dari teori akuntansi adalah untuk menjelaskan dan memprediksi praktik-praktik akuntansi. Hasil riset ini dapat dimanfaatkan sebagai alasan-alasan untuk praktik akuntansi yang dapat diobservasi. Bahkan dapat digunakan mengekpos fenomena yang tidak teramati, menghubungkan konsep-konsep dalam bentuk hipotesis yang akan diuji.
Tentu, hasil riset ini dapat memperkaya eksistensi teori akuntansi positif. Selain itu, temuan riset ini yang mengungkapkan bahwa corporate size berpengaruh negatif terhadap penerimaan opini audit going concern juga
menjelaskan pendapat Chariri & Ghozali (2007), dalam teori akuntansi positif yang menyatakan manajemen akan cenderung menerapkan akuntansi yang bersifat optimis. Optimisme tersebut terjadi karena kemampuan manajemen yang memang cukup baik pada perusahaan berskala besar, yang menjadi obyek pada penelitian ini. Tentu pada perusahaan berskala besar yang menjadi obyek penelitian ini, telah memiliki prosedur baku dan sudah teruji. Oleh karena itu, ukuran perusahaan berpengaruh negatif pada opini going concern pada hasil uji hipotesis ini karena memang perusahaan-perusahaan yang diteliti semua berskala besar, yang tentu telah mempunyai prosedur akuntansi yang baik. Selain itu, temuan hipotesis ini menjadi penjelasan lain dari teori akuntansi positif yang mengakui hipotesis biaya politik. Hipotesis ini mengidikasikan dampak politis dari pemilihan kebijakan akuntansi yang dilakukan manajemen. Semakin besar corporate size, diyakini akan menaruh kepedulian relatif tinggi terhadap kondisi sosial sekitarnya dan terhadap ketundukannya atas berbagai regulasi yang dibuat pemerintah.
Dengan demikian, berdasarkan pembahasan hasil beberapa hipotesis penelitian
tersebut, utamanya bila dikaitkan dengan penelitian-penelitian sebelumnya ternyata dapat lebihmenjelaskantemuanpenelitiansebelumnya. Satu diantaranya, skala ukuran perusahaan ternyata berpengaruh terhadap keyakinan auditor dalam memberikan opini going concern. Perusahaan berskala besar diyakini auditor tidak memerlukan opini dibandingkan perusahaan skala kecil. Hal itu karena auditor beranggapan kemampuan perusahaan besar cukup baik dalam menyelesaikan setiap persoalan yang dihadapinya. Sementara itu, perusahaan kecil diyakini tidak memiliki kemampuan memadai dalam menuntaskan persoalan. Sehingga, perusahaan kecil dianggap lebih memerlukan opini dan pendapat auditor. Selanjutnya, temuan penelitian ini bukan hanya memperkokoh teori akuntansi positif. Bahkan, temuan penelitian dapat mengklarifikasi teori tersebut melalui temuan hasil uji hipotesis yang pada penelitian ini menggunakan obyek perusahaan besar, yang pada umumnya telah menggunakan prosedur akuntansi yang baik dan standar.
SIMPULAN DAN SARAN
Berdasarkan temuan riset, terdapat beberapa kesimpulan diantaranya (a) penerimaan
opini audit going concern dipicu oleh kondisi debt default. Hal itu karena populasi riset ini adalah perusahaan berskala besar, yang menurut auditor tidak disangsikan kemampuannya dalam mengatasi persoalannya, (b) Opini audit going concern juga dipengaruhi pertumbuhan perusahaan. Maknanya, entitas usaha yang mengalami pertumbuhan tidak memerlukan opini auditor. Karena apabila profitabilitasnya positif, maka auditor cenderung tidak mengeluarkan pendapat dan (c) opini audit going concern ternyata juga dipengaruhi skala usaha. Hal itu rasional, semakin besar skala perusahaan, semakin tidak memerlukan opini audit going concern. Sehingga mengingat populasi riset ini perusahaan berskala besar, maka jelas ukuran perusahaan berdampak negatif terhadap penerimaan opini audit going concern. Untuk itu, untuk penelitian selanjutnya, sebaiknya dilakukan pengujian dengan mengambil sampel yang lebih banyak, semisal dengan cakupan tahun yang lebih luas dan menambah objek penelitian tidak hanya pada satu sub sektor manufaktur saja, melainkan juga pada industri sub sektor jasa lain. Sehingga nantinya dapat diperoleh temuan yang hasilnya dapat lebih digeneralisir.
REFERENSI
AICPA, SAS No.99. 2002. Consideration of Fraud in a Financial Statement Audit. New York: AICPA.
Ramadhany, A. (2004). Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penerimaan Opini Going Concern pada Perusahaan Manufaktur yang Mengalami Financial Distress di Bursa Efek Jakarta. Jurnal MAKSI. 4:146-160
Amalia, Rizki Fitri. (2015). Pengaruh Opini Audit, Pergantian Manajemen, Audit Fee Terhadap Auditor Switching Secara Voluntary dengan Reputasi Auditor sebagai Variabel Moderating (Studi Kasus: Perusahaan Manufaktur pada Sub Sektor Industri Dasar dan Kimia yang Terdaftar di BEI Tahun 2008-2014). Jurnal Ekonomi dan Bisnis (JENIUS). 5(3).
Azizah, R. & Anisykurlillah, I., (2014), Pengaruh Ukuran Perusahaan, Debt Default, dan Kondisi Keuangan Perusahaan Terhadap Penerimaan Opini Audit Going Concern. Accounting Analysis Journal, 3 (4): 100120.
Carlson, S. J., Glezen, G. W., & Benefield, M. E. (1998), “An Investigation of Investor Reaction to The Information Content of A Going Concern Audit Report While Controlling for Concurrent Financial Statement Disclosures.” Quarterly Journal of Business and Economics, 5(2):25-39.
Carcello, J.V. and Neal, T.L.2000.”Audit Committee Composition and Auditor Reporting.” The Accounting Review.75(4): 453-467
Chariri, Achmad & Ghozali, Imam, 2007. Teori Akuntansi. Semarang : Badan Penerbit Universitas Diponegoro.
Dao, M., & Pham, T. (2014). Audit tenure, auditor specialization and audit report lag, Managerial Auditing Journal,
29(6), 490–512
Ghozali, Imam. 2011. “Aplikasi Analisis Multivariate Dengan Program SPSS”. Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro.
Harris, R., & Merianto, W. (2015). Pengaruh Debt Default, Disclosure, Opini Audit Tahun Sebelumnya, Ukuran Perusahaan, Dan Opinion Shopping Terhadap Penerimaan Opini Audit Going concern. Diponegoro, Journal of Accounting, 4(3), 1–11
Istiana, Siti, (2010), Audit, Opinion Shopping, Pertumbuhan Perusahaan dan Kondisi Keuangan Perusahaan terhadap Penerimaan Opini Audit, Jurnal Akuntansi dan Investasi, 11(1): 13-22.
Kwarto, F. (2015). Pengaruh Opinion Shopping Dan Pengalaman Auditor terhadap Penerimaan Opini Audit Going, Jurnal Akuntansi, 19(3): 311–325.
Lenard, Mary Jane, Perualz Alam, dan David Booth. (1998). An Analysis of Fuzzy Clustering snd s Hybrid Model for Auditor’s Going Concern. Diperoleh dari http://www.3.intersciene.wiley.com
Levitt, A. (1998). The Importance of High Quality Accounting Standards. Accounting Horizons. 12(1): 79-82.
Mutchler, W. H., & J. M. McKeown. (1997). The Influence of Contrary Information and Mitigating Factors on Audit Opinion Decisions on Bankrupt Companies. Journal of Accounting Research. 35(2), 295-310.
Nugroho, L. (2018). Analisa Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kualitas Audit (Studi Empiris pada Perusahaan Manufaktur Industri Sektor Barang Konsumsi yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia tahun 2014-2016). Jurnal Maneksi, 7(1): 5565.
Petronela, Thio. (2004), Pertimbangan Going Concern Perusahaan Dalam Pemberian Opini Audit. Jurnal Balance. 47-55.
Praptitorini, J., (2007). “Analisis Pengauh Kualitas Audit, Debt Default Dan Opinion Shopping Terhadap Penerimaan Opini Going Concern”. Simposium Nasional Akuntansi X.
Rakatenda, G. N., & Putra, I. W. (2016). Opini Audit Going concern Dan Faktor-Faktor Yang Memengaruhinya, E-Jurnal Akuntansi, 16(2):1347–1375.
Soewiyanto, Anjelina, M., (2012). Aspek-aspek dalam pemberian opini audit going concern. Jurnal Ilmiah Mahasiswa Akuntansi, 5(3): 12-20.
Standar Profesional Akuntan Publik - PSA No. 30 SA Seksi 341. Laporan Auditor atas Laporan Keuangan Auditan.
Sugiyono. (2015). Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif R&B. Bandung: Aflabeta
Suwardjono. (2008). Teori Akuntansi. Perekayasaan Pelaporan Keuangan.Edisi Ketiga. Yogyakarta: BPFE-Yogyakarta.
Ulya, Alfaizatul. (2012). “Opini Audit Going Concern: Analisis Berdasarkan Faktor Keuangan dan Non Keuangan”, Accounting Analysis Journal, 6(5): 7585. Universitas Negeri Semarang.
Discussion and feedback