271 Buletin Studi Ekonomi. Vol. 24 No. 2, Agustus 2019

EVALUASI SEKOLAH SATU ATAP TERPADU DENGAN MENGGUNAKAN ANALISIS SWOT-ANALYTIC NETWORK PROCESS (STUDI KASUS DI KABUPATEN PURWAKARTA)

Abi Revyansah Perwira1

Bayu Kharisma2

Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Padjadjaran, Jawa Barat, Indonesia1,2

JL. Dipati Ukur No. 35 Bandung, 40132, Indonesia. Email: abi.revyansah@bps.go.id

Abstract: Integrated One-Stop School Evaluation Using Analysis SWOT-Analytic Network Process (Case Study in Purwakarta Regency). One way to reduce dropout rates is through a Sekolah Satu Atap Terpadu. One of the regencies in West Java that has organized a Sekolah Satu Atap Terpadu as well as the object of this research is Purwakarta regency. By using SWOT-Analytic Network Process (ANP) analysis, this study seeks to evaluate while providing alternative policies for the development of Sekolah Satu Atap Terpadu in Purwakarta regency. The data in this study were obtained by filling out questionnaires by respondents online through Google Form, where respondents were actors who were directly involved in the implementation of a Sekolah Satu Atap Terpadu. From the analysis results obtained Strengths and Threats occupy the highest value. Strengths include students could continue their education up to junior high school level and local government supports both in terms of budget and curriculum. While Threats, among others, school management has become more complex and the delegation of authority from the central and regional governments is not clear. Therefore, the ST strategy can be used as an alternative policy in increasing Strengths and minimizing Threats.

Keywords: Sekolah Satu Atap Terpadu; SWOT Analysis; Analytic Network Process (ANP).

Abstrak: Evaluasi Sekolah Satu Atap Terpadu Dengan Menggunakan Analisis SWOT-Analytic Network Process (Studi Kasus di Kabupaten Purwakarta). Salah satu cara untuk mengurangi angka putus sekolah adalah melalui Sekolah Satu Atap Terpadu. Salah satu kabupaten di Jawa Barat yang telah menyelenggarakan Sekolah Satu Atap Terpadu sekaligus sebagai obyek penelitian ini adalah kabupaten Purwakarta. Dengan menggunakan analisis SWOT-Analytic Network Process (ANP), penelitian ini berusaha mengevaluasi sekaligus memberikan alternatif kebijakan untuk pengembangan Sekolah Satu Atap Terpadu di kabupaten Purwakarta. Data dalam penelitian ini diperoleh dengan cara pengisian kuesioner oleh para responden secara online melalui Google Form, dimana responden adalah aktor-aktor yang terlibat langsung dalam penyelenggaraan Sekolah Satu Atap Terpadu. Dari hasil analisis diperoleh Strengths dan Threats menduduki nilai yang paling tinggi. Strengths antara lain siswa bisa melanjutkan pendidikan sampai tingkat SMP dan dukungan pemerintah daerah baik dari sisi anggaran maupun kurikulum. Sedangkan Threats antara lain manajemen sekolah menjadi lebih kompleks dan pelimpahan wewenang baik dari pemerintah pusat maupun daerah yang tidak jelas. Oleh karena itu, strategi ST bisa dijadikan alternatif kebijakan dalam meningkatkan Strengths dan meminimalisir Threats.

Kata Kunci: Sekolah Satu Atap Terpadu; Analisis SWOT; Analytic Network Process (ANP).

PENDAHULUAN

Pada era modern seperti sekarang ini, pendidikan sudah merupakan kewajiban bagi penduduk suatu negara untuk memperolehnya baik formal maupun informal. Dengan pendidikan, seseorang bisa memperbaiki taraf hidup dirinya sendiri maupun keluarganya dalam lingkup kecil. Jika dilihat dari aspek yang luas, pendidikan merupakan investasi sumber daya manusia untuk pembangunan suatu negara di masa depan. Jadi kualitas sumber daya manusia masa yang akan datang dipengaruhi oleh kualitas pendidikan saat ini. Oleh karena itu, demi terwujudnya sumber daya masyarakat yang berkualitas, peran orang tua, pemerintah, masyarakat sangat penting.

Pemerintah Indonesia sadar akan pentingnya pendidikan bagi warga negaranya dan berusaha untuk melaksanakan pemerataan pendidikan di seluruh wilayah Indonesia. Sesuai dengan Undang-undang nomor 20 tahun 2003, pemerintah menjamin bahwa setiap warga negara Indonesia berhak memperoleh pendidikan yang bermutu dan mengalokasikan dana pendidikan sebesar 20% baik dari APBN maupun APBD.

Meskipun pemerintah sudah mencanangkan program wajib belajar 9 tahun bagi seluruh warga negara Indonesia dan menganggarkan 20% dari anggaran untuk pendidikan, masih ada permasalahan pendidikan yang belum terselesaikan di negeri ini. Kurang meratanya akses pendidikan, tingginya angka putus sekolah, dan rendahnya kualitas pendidikan masih menjadi gambaran umum kondisi pendidikan di Indonesia, terutama daerah-daerah dengan kondisi geografis yang sulit. Sehingga perlu strategi yang tepat dalam menangani masalah-masalah yang timbul dalam dunia pendidikan di Indonesia.

DiprovinsiJawaBaratsendirijumlahsiswa tingkat SMP jauh lebih sedikit dibandingkan jumlah siswa tingkat SD, hanya sekitar 39% (Tabel 1). Fakta ini sangat mengejutkan, karena sebanyak lebih dari 60% peserta didik tingkat

SD tidak bisa melanjutkan ke tingkat SMP. Data ini menunjukkan bahwa program wajib belajar 9 tahun bisa dikatakan kurang sukses di salah satu provinsi berpenduduk paling padat se-Indonesia. Untuk mengatisipasi hal ini, program Sekolah Satu Atap Terpadu bisa dijadikan sebagai salah satu alternatif strategi.

Program Sekolah Satu Atap Terpadu adalah sekolah dimana SD dan SMP berada pada satu lokasi yang sama dengan tujuan siswa SD yang telah lulus bisa melanjutkan ke jenjang SMP di lokasi yang sama (Sugiharto, 2013). Program ini memperbesar peluang anak-anak usia sekolah untuk bisa mengenyam pendidikan dasar 9 tahun dan mengurangi angka putus sekolah.

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan secara bertahap telah mengembangkan Sekolah Satu Atap Terpadu terutama bagi anak-anak yang berada di daerah dengan kondisi infrastruktur yang minim dan geografis yang sulit sehingga kebutuhan pendidikan dasar mereka terakomodir (Mahmud, 2015).

Salah satu kabupaten di Jawa Barat yang telah melaksanakan program Sekolah Satu Atap Terpadu sekaligus menjadi fokus utama penelitian ini adalah kabupaten Purwakarta. Selain telah melaksanakan program Sekolah Satu Atap Terpadu, pemerintah kabupaten Purwakarta juga telah menerapkan kebijakan lokal di bidang pendidikan seperti kurikulum program Baca Tulis Qur’an (BTQ) dan pendidikan karakter berbasis kearifan lokal (Gunawan, et al., 2017). Akan tetapi, dalam pelaksanaan program Sekolah Satu Atap Terpadu masih ditemui tantangan dan hambatan.

Berdasarkan latar belakang di atas, penelitian ini berusaha untuk menganalisa faktor eksternal dan internal yang mempengaruhi pelaksanaan program Sekolah Satu Atap Terpadu dengan metode analisis SWOT-Analytic Network Process (ANP). Hasil analisis penelitian ini diharapkan mampu memberikan kontribusi yang nyata sekaligus sebagai bahan evaluasi terhadap pelaksanaan program Sekolah

Tabel 1.

Jumlah Siswa SD dan SMP di Jawa Barat tahun 2017 – 2019

Wilayah

2017

2018

2019

SD

SMP

SD

SMP

SD

SMP

Kab. Bogor

511,350

203,075

514,452

203,589

519,265

202,522

Kab. Gamt

370,432

138,792

367,545

138,380

364,598

134,924

Kab. Bandung

305,096

115,438

307,632

116,364

304,997

115,403

Kab. Cianjur

286,284

104,210

281,841

104,483

276,913

103,274

Kab. Sukabumi

231,945

110,451

228,494

107,544

224,656

102,684

Kab. Tasikmalaya

255,253

95,137

254,867

94,785

250,069

93,975

Kab. Bekasi

244,242

97,124

240,862

96,186

240,160

95,244

Kota Bandung

226,305

88,379

224,651

86,086

224,730

84,600

Kab. Indramayu

234,951

88,783

231,828

88,245

230,235

86,475

Kab. Cirebon

201,772

78,070

199,996

77,871

199,284

78,394

Kota Bekasi

167,729

64,888

167,979

64,983

166,655

63,471

Kab. Karawang

159,504

62,824

157,238

61,351

160,442

63,484

Kab. Subang

163,851

64,406

161,216

64,676

158,702

59,981

Kab. Bandung Barat

157,915

61,609

157,243

62,194

156,852

61,396

Kab. Ciamis

142,709

62,052

141,156

60,639

139,705

59,236

Kota Depok

106,901

45,667

107,217

45,066

105,644

43,813

Kab. Majalengka

113,524

39,002

112,114

38,120

112,004

38,102

Kab. Kuningan

104,110

44,868

103,581

44,582

103,326

43,534

Kab. Sumedang

103,219

41,070

102,274

40,994

102,141

40,042

Kab. Purwakarta

99,497

39,467

98,641

39,797

98,529

39,667

Kota Bogor

95,318

39,501

93,889

39,048

93,145

37,685

Kota Tasikmalaya

64,560

28,954

64,210

28,484

64,334

28,108

Kab. Pangandaran

51,501

22,358

51,612

21,369

51,596

20,613

Kota Cirebon

36,463

19,886

36,101

19,373

35,434

18,730

Kota Sukabumi

33,040

16,241

33,015

16,372

32,807

16,103

Kota Cimahi

33,193

13,204

32,724

13,064

32,660

13,160

Kota Banjar

15,806

7,862

15,815

7,821

15,798

7,868

Total

4,516,470

1,793,318

4,488,193

1,781,466

4,464,681

1,752,488

Sumber: Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah (2019)

SatuAtap Terpadu. Gambaran umum masyarakat di Purwakarta. Fokus lokasi penelitian ini adalah kabupaten Purwakarta yang dilaksanakan pada tanggal 24 April – 30 Juni 2019. Kabupaten Purwakarta berdiri tahun 1968 berdasarkan Undang-undang nomor 4 tahun 1968. Kabupaten Purwakarta terletak antara 107°30’ – 107°40’ Bujur Timur dan 6°25’ – 6°45’ Lintang Selatan berbatasan dengan kabupaten Karawang dan kabupaten Subang di sebelah Utara, kabupaten

Bandung Barat dan Cianjur di sebelah selatan, kabupaten Karawang, Cianjur, dan Bogor di sebelah barat, serta kabupaten Subang dan Bandung Barat di sebelah Timur. Kabupaten Purwakarta mempunyai 17 kecamatan, 183 desa, 9 kelurahan, 505 dusun, 1,125 Rukun Warga (RW), dan 3,498 Rukun Tetangga (RT) dengan luas wilayah sebesar 971.72 km2 (Pemerintah Kabupaten Purwakarta, 2019).

Kabupaten Purwakarta pada tahun 2017

mempunyai Indeks Pembangunan Manusia (IPM) sebesar 69.82 dan total Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) sebesar 58,522.23 juta rupiah. Jumlah penduduk pada tahun 2017 sebanyak 943,447 jiwa dengan rincian 479,713 berjenis kelamin laki-laki dan 463,624 berjenis kelamin wanita. Rata-rata jumlah penduduk per rumah tangga adalah 4 orang dan kepadatan penduduk 970 jiwa/km2 pada tahun yang sama (Badan Pusat Statistik Kabupaten Purwakarta, 2018).

Kabupaten Purwakarta mempunyai total 749 sekolah terdiri dari 468 sekolah SD terdiri dari 381 SD negeri dan 87 SD swasta, 165 sekolah SMP terdiri dari 83 SMP negeri dan 82 SMP swasta, 58 Sekolah SMU terdiri dari 18 SMU negeri dan 40 SMU swasta, dan 58 Sekolah SMK terdiri dari 15 SMK negeri dan 43 SMK swasta (Kementerian Pendidikan & Kebudayaan, 2019).

METODE PENELITIAN

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis SWOT-Analytic Network Process (ANP). Analisis SWOT merupakan alat yang sering digunakan dalam membuat suatu keputusan atau kebijakan. Analisis ini mengidentifikasi faktor internal yang terdiri dari Strengths (Kekuatan) dan Weaknesses (Kelemahan) dan faktor eksternal yang terdiri dari Opportunities (Peluang) dan Threats (Ancaman). Berdasarkan hasil identifikasi bisa diperoleh keputusan/kebijakan strategis yang bisa meningkatkan Strengths, mengurangi Weaknesses, memanfaatkan Opportunities, dan mencegah Threats. Dari hasil analisis SWOT bisa disusun matriks strategi keputusan/

kebijakan seperti pada Tabel 2.

Dari Tabel 2 terlihat bahwa ada empat strategi alternatif yang bisa digunakan. Berdasarkan Yüksel & Dağdeviren (2007), strategi SO adalah strategi yang memanfaatkan Opportunities dengan menggunakan Strengths yang ada. Strategi WO berupaya untuk mendapatkan manfaat dari Opportunities yang disajikan oleh faktor eksternal dengan memperhitungkan Weaknesses. Demikian pula, ST adalah strategi yang terkait dengan menggunakan Strengths untuk menghilangkan atau mengurangi efek Threats. Strategi keempat dan terakhir adalah WT, dimana organisasi mencoba untuk mengurangi efek Threats dengan memperhitungkan Weaknesses. Dalam penelitian ini, tujuan analisis SWOT adalah untuk menentukan prioritas strategi yang dikembangkan dan untuk menentukan strategi terbaik.

Namun, hasil analisis SWOT sering hanya daftar atau pemeriksaan kualitatif yang tidak lengkap dari faktor internal dan eksternal. Karena alasan ini, analisis SWOT tidak dapat menilai secara komprehensif proses pengambilan keputusan/kebijakan strategis (Yüksel & Dağdeviren, 2007).

Oleh karena itu, metode Analytic Network Process (ANP) digunakan dalam penelitian ini untuk menilai hasil identifikasi dari analisis SWOT. Tanjung & Devi (2013) dalam Kharisma & Hadiyanto (2018) menyebutkan bahwa metode ini merupakan pengembangan dari metode kualitatif sebelumnya yaitu Analytical Hierarchy Process (AHP). Banyak permasalahan terjadi tidak terstruktur secara hierarki karena melibatkan ketergantungan

Tabel 2.

Matriks SWOT

Faktor Eksternal

Faktor Internal

Strengths (S)

Weaknesses (W)

Opportunities (O)

Strategi SO

Strategi WO

Threats (T)

Strategi ST

Strategi (WT)

elemen antar tingkat hierarki itu sendiri. Permasalahan seperti ini tidak bisa diselesaikan dengan metode AHP karena metode ini bersifat satu arah secara hierarki, namun metode ANP memiliki kemampuan untuk mengakomodasi hubungan timbal-balik yang kompleks antar tingkat hierarki (Görener, 2012).

Metode ANP merupakan penggabungan dari 2 bagian, bagian pertama terdiri dari hierarki kontrol atau jaringan kriteria dan subkriteria yang mengontrol interaksi dan bagian kedua adalah jaringan pengaruh antara unsur-unsur dan kelompok (Saaty, 1999). Jaringan ini bervariasi antara satu kriteria dengan kriteria yang lain dan supermatriks yang membatasi pengaruh dibentuk untuk setiap kriteria kontrol. Masing-masing supermatriks ini ditimbang dengan prioritas kriteria kontrolnya dan hasil penimbangan ini disintesis melalui penambahan untuk semua kriteria kontrol. Keterkaitan antara kriteria pada metode ANP memiliki dua jenis; hubungan dalam satu set elemen (ketergantungan dalam) dan keterkaitan antara elemen yang berbeda (ketergantungan luar) (Kharisma & Hadiyanto, 2018).

Görener (2012) membagi pengambilan keputusan dengan ANP melalui beberapa tahapan sebagai berikut: (1) Pembentukan model keterkaitan dan struktur permasalahan dimana suatu permasalahan harus dinyatakan dengan jelas dan didekomposisi menjadi sistem rasional seperti jaringan; (2) Pembentukan matriks perbandingan dan prioritas berpasangan dimana pasangan-pasangan elemen keputusan di setiap cluster dibandingkan dengan skala prioritasnya terhadap kriteria kontrol; (3) Pembentukan matriks super yang sebenarnya merupakan matriks yang terpartisi dimana setiap segmen segmen matriks adalah representasi hubungan antara dua kelompok dalam suatu sistem; (4) Sintesis kriteria dan prioritas alternatif dan pemilihan alternatif terbaik dimana bobot prioritas kriteria dan alternatif dapat ditemukan dalam matriks super yang dinormalisasi.

PEMBAHASAN

Penggunaan SWOT-Analytic Network Process (ANP) dalam penelitian ini bisa memberikan hasil yang bisa dijadikan acuan dalam perumusan kebijakan pengembangan Sekolah Satu Atap Terpadu, namun terdapat kendala-kendala seperti berikut (Saaty, 2008). (1) Adanya variabel sulit untuk diukur atau tidak dapat diukur, seperti perilaku aktor-aktor yang terlibat, kondisi sosial dan budaya yang berlaku di wilayah yang diteliti; (2) Adanya nilai-nilai variabel yang bersifat subyektif dari penilaian konsensus; (3) Adanya keterbatasan-keterbatasan dalam memperoleh baik data sekunder maupun primer seperti akses dan ketersediaan data; (4) Adanya keterkaitan yang kompleks dari faktor-faktor yang diteliti sehingga membutuhkan pemahaman komprehensif dan holistik untuk menghindari kesalahan analitis dalam mengambil kesimpulan atau keputusan.

Metode pemilihan responden dilakukan dengan cara purposive sampling berdasarkan pengetahuan atau judgment sampling. Metode ini dipilih karena mempertimbangkan pemahaman responden tentang masalah Sekolah Satu Atap Terpadu. Responden yang dipilih dalam hal ini adalah orang yang memiliki pengetahuan, kompetensi, dan/atau pengalaman yang cukup terkait dengan kegiatan Sekolah Satu Atap Terpadu di kabupaten Purwakarta seperti kepala sekolah, guru, dan pegawai sekolah non guru. Melalui kuesioner yang dibuat dengan menggunakan aplikasi Google Form dan dibagikan secara online, diperoleh 5 responden yang merupakan aktor langsung yang terlibat dalam kegiatan Sekolah Satu Atap Terpadu.

Dari hasil penelitian-penelitian sebelumnya dan wawancara dengan pihak terkait diperoleh hasil analisis SWOT seperti dalam Tabel 3.

Analisis SWOT-ANP pada Gambar 1 menunjukkan bahwa faktor yang mendominasi Sekolah Satu Atap Terpadu di kabupaten Purwakarta adalah Strengths, yang mencapai

Tabel 3.

Analisis SWOT Sekolah Satu Atap Terpadu di Kabupaten Purwakarta

No

Indikator

Penjelasan

Strengths (Kekuatan)

1

Lokasi Sekolah

Sekolah Satu Atap Terpadu dibangun tidak jauh dari tempat tinggal siswa terutama siswa di daerah terpencil

2

Kelanjutan Pendidikan ke

Siswa yang telah lulus SD mempunyai peluang yang lebih

Tingkat SMP

besar untuk melanjutkan ke tingkat SMP

3

Kurikulum Berbasis

Kurikulum pendidikan berbasis kearifan lokal merupakan

Kearifan Lokal

cara khusus untuk meningkatkan kualitas pendidikan sekaligus melestarikan budaya lokal

4

Dukungan Pemerintah

Kepedulian pemerintah daerah tinggi baik secara materiil

Daerah

maupun non materiil

Weaknesses (Kelemaban)

1

Guru Profesional

Jumlah guru profesional yang mengajar masih kurang baik dari segi kompetensi maupun kualitas

2

Ruang Kelas

Jumlah ruang kelas yang tersedia untuk kegiatan belajar-mengajar belum sesuai dengan jumlah siswa

3

Fasilitas Sekolah

Kondisi fasilitas sekolah sebagai penunjang pendidikan baik secara kuantitas maupun kualitas belum memadai

4

Peran Serta Orang Tua

Orang tua siswa kurang berperan aktif terhadap

Siswa

pendidikan putera-puteri mereka baik di lingkungan sekolah maupun keluarga

Opportunities (Peluang)

1

Minat Masyarakat

Masyarakat masih berminat untuk melanjutkan pendidikan putera-puteri mereka

2

Efisiensi .Anggaran

Biaya operasional sekolah bisa lebih ditekan

Pemerintah

dibandingkan dengan sistem sekolah konvensional

3

Kenakalan Remaja

Aktifitas siswa bisa dimonitor dan diarahkan ke arah yang positif sehingga kenakalan remaja bisa dikendalikan

4

Mutu Pendidikan

Mutu pendidikan bisa menmgkat dengan peran serta yang aktif baik dari pemermtah maupun masyarakat

Threats (Ancaman)

1

Tuntutan Masyarakat

Desakan dan harapan dari masyarakat untuk memperoleh kualitas pendidikan yang lebih baik bagi putera-puteri mereka cukup tinggi

2

Manajemen Sekolah

Manajemen sekolah menjadi lebih kompleks karena ada dua tingkat pendidikan dalam satu sekolah dengan satu kepala sekolah

3

Pemahaman Masyarakat

Masyarakat masih belum paham dengan kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan pemerintah daerah terkait pendidikan

4

Pelimpahan Wewenang

Terjadinya tumpang tindih dan saling kontradiksi dalam pelimpahan wewenang dari pemerintah pusat dan daerah

1.440. Dengan demikian, merumuskan kabupaten Purwakarta dapat didasarkan pada kebijakan Sekolah Satu Atap Terpadu di faktor-faktor yang memaksimalkan Strengths

dan mengurangi Threats (strategi ST).

Faktor Strengths yang paling berpengaruh adalah siswa bisa melanjutkan pendidikan ke tingkat SMP dengan nilai 0.407. Temuan ini sejalan dengan hasil penelitian Sawirdi (2016) dimana Sekolah Satu Atap Terpadu ini bisa memberikan kemudahan akses pendidikan kepada siswa SD yang telah lulus untuk melanjutkan ke tingkat SMP. Kemudian Faktor Strength yang paling berpengaruh kedua adalah dukungan pemerintah daerah dengan nilai 0.402. Hal ini dibuktikan dengan besarnya anggaran yang digelontorkan oleh pemerintah daerah kabupaten Purwakarta untuk pendidikan

yaitu sekitar 33% dari seluruh total anggaran (Pemerintah Kabupaten Purwakarta, 2019). Dukungan pemerintah daerah tidak hanya pada sisi anggaran tetapi juga pada konten kurikulum yang berupa pendidikan karakter berbasis kearifan lokal (Gunawan, et al., 2017), meskipun kurikulum ini sebagai Strength hanya memperoleh nilai sebesar 0.320.

Dengan anggaran pendidikan sebesar 33% dari total anggaran, seharusnya mampu meredam Threat yang berpotensi paling besar untuk timbul yaitu manajemen sekolah menjadi lebih kompleks dengan nilai 0.315. Salah satu kebijakan yang bisa dilakukan dalam

Gambar 1.

SWOT-Analytic Network Process (ANP) Sekolah Satu Atap Terpadu


mengurangi Threat iniadalahdenganmenambah dan meningkatkan kualitas SDM sekolah sehingga mampu menangani kompleksitas manajemen yang timbul. Meskipun Sekolah Satu Atap Terpadu bisa menciptakan efisiensi anggaran dari sisi operasional tetapi masih belum sepadan dengan potensi kompleksitas yang ditimbulkan. Hal ini dikarenakan dari analisis SWOT-ANP menunjukkan bahwa Opportunities untuk menciptakan efisiensi anggaran bernilai paling rendah yaitu hanya 0.206. Threat paling besar kedua adalah pelimpahan wewenang yang tidak jelas antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Dari semua Threats yang ada justru Threat ini sulit ditangani oleh pemerintah daerah kabupaten

Purwakarta. Menurut Sugiharto (2013) Threat ini terjadi karena baik pemerintah pusat maupun pemerintah provinsi tidak memberikan kewenangan sepenuhnya kepada pemerintah kabupaten untuk melaksanakan kebijakannya sendiri, sehingga terjadi ketidak sesuaian implementasi kebijakan dengan keadaan yang sesungguhnya terjadi di lapangan.

SIMPULAN DAN SARAN

Sekolah Satu Atap Terpadu merupakan salah satu cara untuk bagi pemerintah untuk menyukseskan program wajib belajar 9 tahun khususnya di kabupaten Purwakarta. Akan tetapi dalam pelaksanaan di lapangan banyak

dalam maupun dari luar. Melalui analisis SWOT-Analytic Network Process (ANP) penelitian ini menyimpulkan bahwa Sekolah Satu Atap Terpadu di kabupaten Purwakarta mempunyai nilai tertinggi pada Strengths antara lain siswa bisa melanjutkan sekolah sampai tingkat SMP dan dukungan pemerintah daerah baik dari sisi anggaran maupun dari sisi kurikulum, sehingga keputusan/kebijakan bisa diformulasikan dengan mengoptimalkan Strengths tersebut.

Analisis SWOT-Analytic Network Process (ANP) juga menunjukkan Threats yang berpotensi muncul antara lain manajemen sekolah menjadi lebih kompleks dan pelimpahan wewenang yang tidak jelas antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Kompleksitas manajemen yang timbul bisa ditangani apabila sekolah mempunyai jumlah SDM yang berkompeten dalam menanganinya. Sedangkan pelimpahan wewenang bisa yang tumpang-tindih bisa diurai jika ada komunikasi terbuka antara pemerintah pusat, provinsi, dan kabupaten. Selain itu, Sugiharto (2013) menambahkan

REFERENSI

Badan Pusat Statistik Kabupaten Purwakarta,

2018. Kabupaten Purwakarta dalam Angka 2018. Purwakarta: Badan Pusat Statistik Kabupaten Purwakarta.

Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah, 2019. Data Pokok Pendidikan Dasar dan Menengah. [Online] Available at:   http://dapo.dikdasmen.kemdikbud.

go.id/sp/1/020000 [Accessed 25th June 2019].

Görener, A., 2012. Comparing AHP and ANP: An Application of Strategic Decisions Making in a Manufacturing Company. International Journal of Business and Social Science, 3(11), pp. 194-208.

Gunawan, G., Nugraha, Y., Sulastiana, M.

& Harding, D., 2017. Manajemen Pendidikan Karakter Berbasis Kearifan Lokal pada Sekolah Menengah Pertama

Negeri di Kabupaten Purwakarta. Humanitas, 1(3), pp. 147-160.

Kementerian Pendidikan & Kebudayaan, 2019. Data Master - Satuan Pendidikan (NPSN). [Online] Available at: http://referensi. data.kemdikbud.go.id [Accessed 3rd July 2019].

Kharisma, B. & Hadiyanto, F., 2018. Analysis of Potential Sectors and Policy Priorities of Regional Economic Development in Maluku Province. Etikonomi, 18(1).

Mahmud, S., 2015. Evaluasi Program SD-SMP Satu Atap di SMP Negeri 7 Liukang Tupabbiring Kabupaten Pangkep. Universitas Negeri Makassar.

Pemerintah Kabupaten Purwakarta, 2019. Laporan Kinerja Pertanggungjawaban Tahun Anggaran 2017 – 2018. Purwakarta: Pemerintah Kabupaten Purwakarta.

Saaty, T. L., 2008. Decision Making with the Analytic Hierarchy Process. International Journal Service Sciences, 1(1), pp. 83-98.

Sawirdi, 2016. Implementasi Kebijakan SD-SMP Negeri 4 Satu Atap di Desa Pongkar Kecamatan Tebing Kabupaten Karimun. Jurnal Pendidikan, 17(2), pp. 113-120.

Sugiharto, N., 2013. Kebijakan Pendidikan dan Implementasinya; Upaya Peningkatan Kualitas Sumber Daya Manusia di Kabupaten Purwakarta. Informasi, 18(02), pp. 225-250.

Yüksel, İ. & Dağdeviren, M., 2007. Using the Analytic Network Process (ANP) in a SWOT Analysis - A Case Study for a Textile Firm. Information Sciences, 177(16), pp. 3364-3382.