I Gusti Ngurah Made Sugiantara, Made Suyana Utama, Pengaruh Tenaga Kerja.... 1

PENGARUH TENAGA KERJA, TEKNOLOGI DAN PENGALAMAN BERTANI TERHADAP PRODUKTIVITAS PETANI DENGAN PELATIHAN SEBAGAI VARIABEL MODERATING

I Gusti Ngurah Made Sugiantara1 Made Suyana Utama2

1,2Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Udayana, Bali, Indonesia e-mail: ngurahsugiantara96@gmail.com

Abstract: Effect of Labor, Technology and Farming Experience on Productivity of Farmers with Training as Moderating Variables. This study aims to analyze the effect of simultaneous and partial labor, technology, farming experience, training and interaction of labor and training on the productivity of asparagus farmers in the District of Badung. The data used are primary data, the population is all asparagus farmers. The number of samples was 93 farmers, the sample was determined by the proportionate stratified random sampling method. The data analysis technique is multiple linear regression with moderating variables. Based on the results of the analysis found simultaneously the variables of labor, technology, farming experience, training and interaction of labor and training affect the productivity of farmers. Partially the variables of labor, technology and farming experience have a positive and significant effect on farmer productivity, while partially training does not have a positive and significant effect on farmer productivity. Training is a moderating variable for the effect of labor on the productivity of asparagus farmers in Petang District, Badung Regency.

Keywords: labor, technology, farming experience, training, productivity

Abstrak: Pengaruh Tenaga Kerja, Teknologi dan Pengalaman Bertani Terhadap Produktivitas Petani Dengan Pelatihan Sebagai Variabel Moderating. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh secara simultan dan parsial tenaga kerja, teknologi, pengalaman bertani, pelatihan dan interaksi tenaga kerja dan pelatihan terhadap produktivitas petani asparagus di Kecamatan Kabupaten Badung. Data yang dipergunakan yaitu data primer, populasi merupakan seluruh petani asparagus. Jumlah sampel sebanyak 93 orang petani, penentuan sampel dengan metode proportionate stratified random sampling. Teknik analisis data yaitu regresi linier berganda dengan variabel moderasi. Berdasarkan hasil analisis ditemukan secara simultan variabel tenaga kerja, teknologi, pengalaman bertani, pelatihan dan interaksi tenaga kerja dan pelatihan berpengaruh terhadap produktivitas petani. Secara parsial variabel tenaga kerja, teknologi dan pengalaman bertani berpengaruh positif dan signifikan terhadap produktivitas petani, sedangkan secara parsial pelatihan tidak berpengaruh positif dan signifikan terhadap produktivitas petani. Pelatihan merupakan variabel moderasi bagi pengaruh tenaga kerja terhadap produktivitas petani asparagus di Kecamatan Petang Kabupaten Badung.

Kata kunci: tenaga kerja, teknologi, pengalaman bertani, pelatihan, produktivitas

PENDAHULUAN

Pertanian merupakan salah satu sektor yang dominan dalam pendapatan masyarakat dan memiliki peranan yang penting di Indonesia, ini dikarenakan sebagian besar penduduk Indonesia masih memilih menjadi petani sebagai profesinya. Pembangunan pertanian yang subsisten sangat diharapkan dalam suatu daerah dalam hal ini peran pemerintah sangat dibutuhkan dalam pembagunan pertanian terutama untuk memfasilitasi sarana dan prasarana yang dibutukan oleh petani itu sendiri dalam usahataninya. Terdapat beberapa masalah yang dihadapi oleh petani seperti, jarak antara lokasi berusahatani dengan kota atau tempat menjual hasil produksi yang jauh, harga produk di pasar yang kadang-kadang naik turun, dan kesulitan permodalan. Permasalahan tersebut menyebabkan sektor pertanian selalu tertinggal dari sektor non-pertanian dan masyarakat pedesaan sangat rentan dengan berbagai permasalahan pertanian yang merugikan (Kharisma, 2017).

Agar sektor pertanian bisa berkembang dengan maksimal maka kebijakan di bidang pertanian harus mendorong petani untuk meningkatkan kualitas produk yang dihasilkan serta dapat meningkatkan hasil produksi. Sektor pertanian khususnya subsektor tanaman pangan memegang peranan penting sebagai pemasok kebutuhan konsumsi penduduk di Indonesia. Komoditas tanaman yang menjanjikan berdasarkan perkembangan produksinya adalah buah-buahan dan sayur-sayuran, tanaman ini lazim disebut tanaman hortikultura. Petani membutuhkan rangsangan agar lebih aktif dan bersemangat dalam berproduksi, rangsangan yang dimaksud berupa harga sarana produksi yang terjangkau, kemudahan mendapatkan sarana produksi, harga jual yang menguntungkan dan kemudahan dalam permodalaan. Petani memiliki tujuan untuk memaksimalkan keuntungan yang akan diperoleh dari usahataninya, keuntungan dalam usaha pertanian tanaman holtikultura sangat tergantung pada proses produksi (Mariyah, dkk., 2018).

Pembangunan pertanian merupakan suatu proses yang secara berkelanjutan mengoptimalkan manfaat dari sumber daya alam dan sumber daya manusia dengan cara menyerasikan aktivitas manusia sesuai dengan kemampuan sumber daya alam yang tersedia (Ary, dkk., 2017). Beberapa alasan yang mendasari pentingnya pertanian di

Indonesia: 1). Potensi sumberdayanya yang besar dan beragam, 2). Kontribusi terhadap pendapatan nasional cukup besar, 3). Besarnya penduduk yang menggantungkan hidupnya pada sektor ini 4). Menjadi sektor utama pertumbuhan ekonomi di pedesaan (Tri dan Setiawina, 2016). Meningkatkan pertumbuhan ekonomi dipedesaan melalui sektor pertanian dan perkebunan untuk mengatasi kemiskinan khususnya di pedesaan dimana sebagian besar hidup miskin (Suryahadi, et al., 2012).

Sebagai upaya pemerintah dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat khususnya masyarakat pedesaan, pemerintah Indonesia melalui Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah Republik Indonesia meluncurkan program OVOP (One Village One Product) (Artanegara, dkk., 2016). OVOP merupakan program pemberdayaan masyarakat desa secara partisipatoris yang melibatkan seluruh komponen desa dalam menggali dan mengebangkan potensi desa, sehingga sektor unggulan yang mampu dikembangkan tersebut mampu memberikan kontribusi yang besar terhadap perekonomian masyarakat desa. Sasaran utama OVOP ini yaitu untuk memberikan kesejahteraan kepada masyarakat yang berada dipedesaan melalui pendapatan yang diterima oleh masyarakat dari pengembangan sektor unggulan desa yang produktif.

Provinsi Bali merupakan salah satu provinsi yang ada di Indonesia yang memiliki keberagaman budaya dan pesona alam yang indah, serta mempunyai potensi yang cukup besar di bidang pertanian. Sebagian besar penduduk Bali masih bergantung pada pendapatan di sektor pertanian, khususnya di daerah pedesaan. Sektor pertanian juga memberikan andil yang cukup besar dalam pertumbuhan ekonomi di Provinsi Bali. Sektor pertanian di Provinsi Bali merupakan sektor yang penting setelah sektor pariwisata, dimana Provinsi Bali menjadi salah satu Provinsi yang turut serta dikembangkan program OVOP dari pemerintah yang bertutujuan untuk menggali potensi desa-desa yang terdapat disembilan Kabupaten/Kota di Provinsi Bali. Permasalahan yang timbul dalam pembangunan pertanian di Provinsi Bali salah satunya yaitu konversi lahan pertanian. Pembangunan yang lebih menekankan pada pembangunan sektor-sektor di luar pertanian seperti sektor jasa dan sektor manufaktur, mendorong konversi lahan akan semakin cepat (Marhaeni dan Yuliarmi, 2018).

Kabupaten Badung merupakan salah satu dari Sembilan Kabupaten/Kota di Provinsi Bali. Sebagian besar perekonomian di Kabupaten Badung didominasi oleh sektor pariwisata, namun sektor pertanian masih merupakan salah satu sektor unggulan sekaligus sebagai sektor pendukung keberadaan pariwisata. Pertanian merupakan sektor unggulan yang dikembangkan untuk memenuhi konsumsi masyarakat dan untuk menunjang permintaan di sektor pariwisata (Ariessi dan Utama, 2017). Kabupaten Badung menjadi salah satu Kabupaten yang sukses dalam mengembangkan program OVOP dengan potensi wilayah yang bergerak di sektor agraris, sehingga memberi peluang bagi sektor-sektor usaha yang bergerak di bidang pertanian untuk dapat mengembangkan potensi desanya seperti produksi beras, kopi, dan sayuran seperti asparagus.

Untuk menjadikan sektor pertanian yang lebih maju, petani diharapkan dapat meningkatkan produktivitasnya yang dimana nantinya hal tersebut merupakan faktor yang sangat penting dalam menunjang keberhasilan suatu usaha terutama pada sektor pertanian seperti budidaya asparagus. Berdasarkan Data yang diperoleh dari Dinas Pertanian Pangan Provinsi Bali Tahun 2017, diperoleh luas lahan pertanian asparagus di Kabupaten/Kota di Provinsi Bali yaitu seluas 13 hektar. Terdapat 2 Kabupaten di Provinsi Bali yang mengembangkan budidaya asparagus yaitu, Kabupaten Tabanan dengan luas lahan seluas 1 hektar dan Kabupaten Badung dengan luas lahas seluas 12 hektar, maka dari pada itu penelitian ini dilakukan di Kabupaten Badung dengan luas lahan bubidaya asparagus terluas sampai saat ini.

Asparagus merupakan Program OVOP di Kabupaten Badung saat ini berkembang dengan baik yang berada di Kecamatan Petang. Dipilihnya komoditas asparagus sebagai komoditas unggulan dilatarbelakangi oleh budidaya asparagus bersifat cepat panen, tidak padat modal, menyerap tenaga kerja, permintaan tinggi, dan harga yang menguntungkan. Ada beberapa jenis asparagus yang dihasilkan di Kecamatan Petang, yaitu asparagus super, asparagus A dan B serta baby asparagus. Jenis asparagus tersebut masing-masing memiliki tingkatan yang berbeda dalam kualitas dan harganya sehingga akan berpengaruh terhadap pemasaranya. Asparagus merupakan salah satu sayuran yang dikonsumsi pada bagian rebungnya, asparagus

merupakan jenis sayuran yang rasanya sedap dan sifat diuretiknya. Sifat diuretik asparagus berkhasiat untuk memperlancar saluran urin sehingga mampu memperbaiki kinerja ginjal (Selamet, dkk., 2016).

Sektor usaha asparagus merupakan sektor usaha pertanian yang menjadi sektor usaha unggulan di Kecamatan Petang. Berdasarkan data yang di peroleh dari Koperasi Tani Mertanadi Tahun 2018 mengenai jumlah petani asparagus di Kabupaten Badung, maka dapat diketahui jumlah petani asparagus sebanyak 121 orang petani asparagus dan hanya di Kecamatan Petang yang sampai saat ini mengembangkan budidaya asparagus dari tujuh Kecamatan yang ada di Kabupaten Badung, sehingga lokasi penelitian ini mengambil lokasi di Kecamatan Petang Kabupaten Badung.

Tinggi rendahnya produktivitas petani asparagus tidak terlepas dari sedikit banyaknya lahan pertanian yang digarap oleh petani, pengaruh teknologi berupa pupuk serta obat-obatan yang dipakai dalam proses perawatan tanaman asparagus sehingga hal tersebut berpengaruh terhadap output yang dihasilkan. Pemerintah dengan kebijakan yang tepat dapat mempermudah penyerapan teknologi atau inovasi-inovasi baru dalam sektor pertanian. Untuk melakukan itu pemerintah dapat membantu petani untuk mengurangi kesenjangan teknologi melalui pendidikan dan pelatihan (Serin, et al., 2009). Pada awalnya pekerjaan pertanian lebih banyak menggunakan tenaga kerja manusia seperti dengan cara mencangkul. Seiring berjalannya waktu adaptasi teknologi pertanian seperti mesin-mesin pertanian, penggunaan pupuk urea serta obat-obatan kimia sudah mulai banyak dimanfaatkan oleh petani belakangan ini (Sukartini dan Solihin, 2013).

Adanya kelompok tani juga memberi manfaat potensial yaitu kelompok tani dapat menghemat biaya melalui pemasaran bersama serta harga yang lebih baik untuk produk petani. Kelompok tani juga dapat meningkatkan pengetahuan dan keterampilan dari petani melalui pelatihan-pelatihan (Ibnu, et al., 2018). Selain itu juga ada istilah pertanian kontrak yang dimana merupakan sistem produksi, di mana petani skala kecil dan besar berpartisipasi yang melibatkan perjanjian formal atau informal dengan perusahaan agro-industri (Nguyen, et al., 2015). Produktivitas pertanian tidak lepas dari tenaga kerja yang dipakai melalui jam kerja dalam kurun waktu 1 kali musim tanam. Penggunaan dan pemanfaatan teknologi

Tabel 1.

Luas Lahan, Jumlah Produksi dan Produktivitas Petani Asparagus di Kecamatan Petang Per Musim Tanam Tahun 2013 s/d 2017

No.

Tahun

Luas Lahan (Are)

Jumlah Produksi (Kg)

Produktivitas (Kg/Are)

1

2013

1.300

2.700

2,08

2

2014

1.100

15.000

13,64

3

2015

1.100

36.100

32,82

4

2016

2.500

8.200

3,28

5

2017

1.200

6.100

5,08

Sumber: Data diolah, 2018


hasil panen yang tepat di mana penerapanya sangat penting untuk meningkatkan produktivitas (Hailu, et al., 2014).

Kecamatan Petang dengan kondisi tanah yang subur dan cuaca yang sejuk memiliki potensi yang besar dalam menghasilkan produk asparagus.

Berdasarkan data dari Tabel 1 diketahui bahwa produktivitas petani asparagus di Kecamatan Petang berdasarkan per musim tanam mengalami fluktuasi dari tahun ke tahun, ini menunjukan adanya ketidak tetapan produktivitas dari para petani asparagus di Kecamatan Petang. Hal tersebut menimbulkan suatu pertanyaan kenapa terjadinya fluktuasi dari produktivitas petani asparagus, apakah ini disebabkan dari tenaga kerja, teknologi, pengalaman bertani dan pelatihan yang masih kurang atau ada faktor lain yang mempengaruhi produktivitas petani asparagus di Kecamatan Petang Kabupaten Badung. Ketertarikan masing-masing bidang di sektor pertanian terhadap produktivitas merupakan penyebab terjadinya perubahan-perubahan dalam sektor pertanian yang berefek pada perubahan perekonomian (Wiwin, 2017).

Peningkatan produksi pertanian dapat dilakukan dengan intensifikasi pertanian yaitu pengolahan tanah atau luas lahan (Dika dan Widanta, 2017). Perlunya sarana yang mendukung seperti penggunaan teknologi yang ada dapat memaksimalkan hasil pertanian. Teknologi berupa penggunaan pupuk-pupuk yang baru merupakan sarana penting untuk meningkatkan hasil produksi (Mandal and Dey, 1991). Produktivitas tenaga kerja merupakan penentu yang penting dalam daya saing dan keunggulan dalam usaha tani, ini menunjukan atau menyiratkan keunggulan dalam produktivitas kerja (Szirmai, 1994). Produktivitas dapat diklasifikasikan ke dalam tiga faktor yaitu,

faktor manusia seperti pengalaman dan keterampilan kerja, faktor eksternal seperti cuaca buruk dan faktor manajemen seperti kondisi kerja serta peralatan yang tidak memadai (Olabosipo I, et al., 2012).

Petani juga memiliki kendala jika terjadinya bencana alam seperti ketidaksesuaian musim seperti hujan lebat atau kekeringan sehingga mengakibatkan gagal panen dan mereka menjadi rugi (Sharma, et al., 2007). Dalam menjalankan operasional kegiatan usahatani diperlukanya pengalaman bertani yang cukup dan mempuni sehingga mampu mengatur dan mengelola kegiatan usaha dengan baik, selain itu memastikan semua peduduk untuk mendapatkan pendidikan yang berkualitas terutama bagi penduduk yang kurang mampu dan penduduk pedesaan sangat penting (Chandre and Dixit, 2015). Pengalaman kerja yang lebih lama dapat membuat petani memiliki kemampuan dalam melakukan kegiatan produksi dan pengembangan dibidang sektor pertanian dibandingkan dengan petani yang kurang berpengalaman. Semakin lama pengalaman bertani, maka keahlian dalam bertani akan semakin tinggi (Eka dan Ismail, 2017).

Pelatihan merupakan upaya untuk mengembangkan sumber daya manusia. Pelatihan juga proses pendidikan yang bertujuan untuk mengingat kemampuan atau keterampilan khusus seseorang atau sekelompok orang. Pelatihan juga memiliki efek kognitif dan efek non kognitif. Efek kognitif yaitu, pembentukan keterampilan umum seperti membaca, berhitung dan pengetahuan khusus dalam kaitanya dengan pekerjaan. Efek non kognitif yaitu, dapat mengakibatkan perubahan dalam sikap dan pandangan orang dalam pekerjaan (Nyamekye, et al., 2016).

Dalam Model Solow menggunakan unsur pertumbuhan penduduk, akumulasi kapital,

kemajuan teknologi (eksogen), dan besarnya output yang saling berinteraksi. Selain itu, Solow menggunakan model fungsi produksi yang memungkinkan adanya substitusi antara kapital (K) dan tenaga kerja (L). Tingkat pertumbuhan berasal dari tiga sumber yaitu: akumulasi modal, bertambahnyapenawarantenagakerja,dankemajuan teknologi. Teknologi ini terlihat dari peningkatan skill atau kemajuan teknik sehingga produktivitas meningkat. Efisiensi tenaga kerja mencerminkan pengetahuan masyarakat tentang metode-metode produksi. Efisiensi tenaga kerja meningkat ketika teknologi mengalami kemajuan, pengembangan dalam kesehatan, pendidikan atau adanya keahlian angkatan kerja (Mankiw, et al., 2013). Tenaga kerja berpengaruh positif dan signifikan terhadap produktivitas petani, setiap penambahan jumlah tenaga kerja maka akan meningkatkan produktivitas petani dengan asumsi variabel lainnya konstan (Ariessi dan Utama, 2017). Tenaga kerja merupakan faktor penting dalam mempengaruhi produktivitas pertanian. Ketersediaan jumlah tenaga kerja yang tepat sesuai dengan kebutuhan dalam produksi usaha tani akan mempengaruhi produktivitas pertanian.

Hasil penelitian oleh Dika dan Widanta, (2017) Teknologi berpengaruh positif dan signifikan terhadap Produktivitas Petani. Teknologi merupakan perubahan fungsi produksi yang ada dalam teknis produksi. Selain itu Teknologi adalah faktor pendorong dari fungsi produksi, karena semakin modern teknologi yang di gunakan maka hasil yang di capai akan semakin banyak dengan waktu yang efektif dan efisien. Teknologi berpengaruh positif dan signifikan terhadap produktivitas, ini berarti apabila teknologi yang digunakan semakin modern maka produktivitas naik (Panji dan Budhi, 2017).

Pengalaman bertani menunjukkan pengaruh yang positif dan signifikan terhadap produktivitas petani. Hal ini disebabkan karena semakin banyaknya pengalaman bertani yang dimiliki oleh petani asparagus, maka produktivitas asparagus petani asparagus akan semakin meningkat, karena pengalaman yang banyak dapat membuat orang bekerja secara lebih efektif dan efisien, karena telah memperhitungkan segala kemungkinan yang akan dihadapi dan telah terlatih untuk mengambil keputusan yang tepat apabila hal buruk terjadi (Artanegara, dkk., 2016). Temuan dari penelitian oleh Sjakir, et al. (2015), menunjukkan bahwa

atribut pribadi petani terutama pengalaman kerja memiliki pengaruh signifikan dan positif terhadap produktivitas padi. Pengalaman kerja berpengaruh positif dan signifikan terhadap produktivitas pengrajin. Hal ini membuktikan bahwa pengalaman kerja searah dengan produktivitas. Apabila pengalaman kerja mengalami peningkatan maka secara tidak langsung produktivitas juga akan mengalami peningkatan (Sri dan Suresmiathi, 2015).

Pelatihan berpengaruh positif dan signifikan terhadap Produktivitas Petani (Dika dan Widanta, 2017). Pelatihan merupakan upaya untuk mengembangkan sumber daya manusia. Pelatihan juga proses pendidikan yang bertujuan untuk mengingat kemampuan atau keterampilan khusus seseorang atau sekelompok orang. Pendidikan dan pelatihan secara teratur akan dapat meningkatkan kemampuan dan keterampilan dan produktivitas. Pelatihan berkorelasi signifikan dengan produktivitas petani (Ibitoye and Onimisi, 2013). Temuan dari hasil penelitian Artanegara, dkk. (2016), mendapatkan bahwa pelatihan memiliki pengaruh yang positif dan signifikan terhadap produktivitas petani, Ini berarti bahwa semakin banyak pelatihan yang didapatkan mengenai suatu produk pertanian maka akan mendorong seseorang untuk meningkatkan kinerjanya. Penelitian oleh Fadzim, et al. (2016), dalam penelitianya mengunakan regresi yang menunjukan hubungan positif signifikan antara efisiensi dan pengetahuan. Ini menunjukkan bahwa petani bisa lebih efisien dalam bertani ketika mereka telah memperoleh pengetahuan dan keterampilan dasar tentang pertanian dalam kegiatan usaha taninya.

METODE PENELITIAN

Desain penelitian menggunakan metode kuantitatif yang berbentuk asosiatif artinya penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh tenaga kerja teknologi dan pengalaman bertani terhadap produktivitas petani asparagus di Kecamatan Petang

Kerangka Konseptual Penelitian

Kabupaten Badung dengan pelatihan sebagai variabel moderasi.

Lokasi yang dipilih untuk melakukan penelitian ini adalah di Kecamatan Petang Kabupaten Badung. Lokasi ini dipilih karena Kecamatan Petang merupakan satu-satunya sentra pengembangan budidaya asparagus di Kabupaten Badung Provinsi Bali. Obyek dalam penelitian ini adalah tenaga kerja, teknologi, pengalaman bertani, pelatihan dan produktivitas.

Definisi operasional variabel dalam penelitian ini adalah sebagai berikut, produktivitas (Y) petani asparagus yaitu jumlah hasil produksi yang dihasilkan dibagi dengan luas lahan tanam asparagus dalam satu kali musim tanam, satuan yang digunakan yaitu kilogram/are. Tenaga kerja (X1) yaitu curahan jam kerja yang digunakan dalam proses produksi dalam sekali musim tanam, satuan yang digunakan yaitu jam. Teknologi (X2) yaitu penggunaan pupuk dan obat-obatan kimia dalam merawat tanaman asparagus agar tumbuh sehat dan produktif, diukur dalam satuan juta rupiah. Pengalaman bertani (X3) yaitu lama petani dalam menggeluti pertanian asparagus, diukur dalam satuan tahun. Pelatihan (X4) yaitu upaya untuk mengembangkan sumber daya manusia, pelatihan dibagi menjadi dua yaitu pernah dan tidak pernah mengikuti pelatihan-pelatihan dari pemerintah. Pelatihan diukur dengan dummy 1 (pernah) dan 0 (tidak pernah).

Teknik pengambilan sampel yang digunakan dalam penelittian ini adalah dengan menggunakan teknik Probability sampling, dengan

metode penentuan sampel meggunakan metode proportionate stratified random sampling. Sampel yang digunakan yaitu petani asparagus di Kecamatan Petang sebanyak 93 responden. Populasi 121 petani asragus di Kecamatan Petang hanya diambil 93 sampel sebagai responden karena sudah dianggap mampu mewakili keseluruhan responden.

Teknik analisis data yang digunakan yaitu regresi linier berganda dengan variabel moderasi yang digunakan untuk mengetahui peran suatu pengaruh variabel moderasi apakah akan dapat memperkuat atau memperlemah pengaruh antara variabel independen dengan variabel dependen. Bentuk umum model regresi linier berganda (Cobb-Douglas) persamaan secara matematis sebagai berikut.

LnY = α + β1LnX1 + β2LnX2 + β3LnX3 + β4X4 + β5X1X4 + µi....................(1)

Keterangan:

Y = Produktivitas (Kg/Are) α = Intersep (konstanta) X1 = Tenaga kerja (Jam) X2 = Teknologi (Juta Rupiah) X3 = Pengalaman bertani (Tahun) X4 = Pelatihan (Dummy)(Variabel Moderasi) β1 = Koefisien regresi dari tenaga kerja (X1) β2 = Koefisien regresi dari teknologi (X2) β3 = Koefisien regresi dari pengalaman bertani (X3)

β4 = Koefisien regresi dari pelatihan (X4)

β5 = Koefisien regresi interaksi dari tenaga kerja (X1) dan pelatihan (X4) terhadap produktivitas (Y)

Tabel 2.

Distribusi Responden Menurut Umur Petani Asparagus di Kecamatan Petang Tahun 2019

No.

Kelompok Umur (Tahun)

Jumlah

Orang

Persen

1

20-24

2

2,2

2

25-29

9

9,7

3

30-34

12

12,9

4

35-39

12

12,9

5

40-44

26

28,0

6

45-49

14

15,1

7

50-54

5

5,4

8

≥ 55

13

14,0

Jumlah

93

100


µi = Perkiraan kesalahan pengganggu

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Karakteristik responden merupakan penggambaran mengenai identitas responden yang akan disajikan secara mendetail berdasarkan umur, jenis kelamin, tingkat pendidikan, tenaga kerja, teknologi, pengalaman bertani, pelatihan dan produktivitas.

Umur seseorang yang bergelut dibidang usaha pertanian dapat menunjang kegiatannya dalam menghasilkan produk yang berkualitas. Semakin tinggi tingkat umur seseorang maka akan semakin matang pemikirannya untuk meningkatkan kualitas produk yang dihasilkan serta umur dapat menentukan intensitas dan jenis aktivitas yang dapat dilakukan seseorang. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di Kecamatan Petang Kabupaten Badung pada tahun 2019, dapat diketahui pengelompokan responden berdasarkan umur ditunjukan pada Tabel 2.

Tabel tersebut menunjukkan bahwa umur petani asparagus di Kecamatan Petang yang paling banyak berada diantara umur 40-44 tahun yang berjumlah 26 orang yang mana pada rentan umur tersebut merupakan masa produktif seorang petani pada umumnya. Petani dengan umur paling

sedikit berada di kelompok umur 20-24 dengan hanya 2 orang petani, dimana pada umur tersebut kebanyakan genarasi muda mencari pekerjaan ke luar Desa dan sedikit yang memilih menjadi petani.

Jenis kelamin biasanya menyebabkan seorang individu ditempatkan secara jelas dalam salah satu katagori, yaitu laki-laki atau perempuan. Tabel 3 dapat menunjukan karakteristik petani asparagus, dimana jumlah responden yaitu petani asparagus yang berjenis kelamin laki-laki sebanyak 82 orang, sementara yang berjenis kelamin perempuan sebanyak 11 orang. Kebanyakan petani asparagus adalah kaum laki-laki sebab pada umunya yang memiliki lahan pertanian merupakan laki-laki sedangkan para kaum perempuan biasanya hanya ikut membantu atau menjadi tenaga kerja dalam proses berusaha tani.

Pendidikan merupakan penentu kualitas sumber daya manusia (SDM). Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang, maka akan semakin tinggi tingkat wawasan dan kualitas pekerja itu sendiri, sebaliknya jika semakin rendah tingkat pendidikan seseorang maka semakin rendah tingkat wawasan dan kualitas pekerja itu sendiri. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan kepada para petani asparagus di Kecamatan Petang Kabupaten Badung pada tahun 2019, maka dapat

Tabel 3.

Distribusi Responden Menurut Jenis Kelamin Petani Asparagus di Kecamatan Petang

Tahun 2019

No.

Jenis Kelamin

Jumlah

Orang

Persen

1

Laki-Laki

82

88,2

2

Perempuan

11

11,8

Jumlah

93

100

Sumber: Data diolah, 2019

Tabel 4.

Distribusi Responden Menurut Pendidikan Petani Asparagus di Kecamatan Petang

Tahun 2019

No.

Tingkat Pendidikan

Jumlah

Orang

Persen

1

Tidak Sekolah

2

2,2

2

SD

26

28,0

3

SMP

28

30,1

4

SMA

33

35,5

5

Perguruan Tinggi

4

4,3

Jumlah

93

100


Tabel 5.

Distribusi Responden Menurut Tenaga Kerja Pada Budidaya Asparagus di Kecamatan Petang

Tahun 2019

No.

Tenaga Kerja (Jam)

Orang

Jumlah

Persen

1

≤ 499

4

4,3

2

500-649

6

6,5

3

650-799

9

9,7

4

800-949

12

12,9

5

950-1099

25

26,9

6

1250-1399

15

16,1

7

1400-1549

12

12,9

8

1550-1680

10

10,8

Jumlah

93

100


Sumber: Data diolah, 2019

Tabel 6.

Distribusi Responden Menurut Teknologi Pada Budidaya Asparagus di Kecamatan Petang

Tahun 2019

No.     Teknologi

Jumlah

(Juta)

Orang               Persen


1

0,40-0,99

3

3,2

2

1,00-1,59

7

7,5

3

1,60-3,09

9

9,7

4

3,10-3,69

11

11,8

5

3,70-4,29

25

26,9

6

4,30-3,89

13

14,0

7

4,90-5,49

11

11,8

8

5,50-6,09

11

11,8

9

≥ 6,10

3

3,2

Jumlah

93

100

Sumber: Data diolah, 2019


diketahui jumlah responden berdasarkan tingkat pendidikan yang dapat dilihat pada Tabel 4 yang menjelaskan bahwa kelompok petani asparagus dengan tingkat pendidikan berkisar dari tidak sekolah sampai perguruan tinggi.

Berdasarkan Tabel 4 menunjukkan bahwa pendidikan petani asparagus di Kecamatan Petang yaitu jumlah paling banyak terdapat pada Lulusan SMA yang berjumlah 33 orang, kemudian yang berpendidikan SMP sebanyak 28 orang, berpendidikan SD sebanyak 26 orang. Dapat dikatakan tingkat pendidikan sebagian besar petani asparagus masih rendah. Rendahnya tingkat pendidikan petani asparagus di Kecamatan Petang tidak menjadi kendala dalam menjalankan pekerjaan

sebagai petani asparagus, karena dalam bidang usaha informal tingkat pendidikan formal tidak begitu dipentingkan, sebab hal utama yang perlu dimiliki oleh petani asparagus adalah skill yang tinggi dalam proses produksi.

Tabel 5 menunjukan jam kerja dari petani asparagus dimana jumlah jam kerja terendah berada di 499 jam atau kurang per musim tanam dan jumlah jam kerja tertinggi berada di 1680 jam per musim tanam. Berdasarkan dari 93 jumlah responden yang diteliti, dapat diketahui bahwa responden yang mencurahkan jam kerja paling banyak adalah 9001099 jam dengan 25 orang petani, sedangkan jam kerja paling sedikit adalah 500 jam per musim tanam dengan hanya 4 orang petani.

Kemampuan teknologi adalah kemampuan untuk memanfaatkan teknologi secara efektif meliputi kemampuan untuk memilih teknologi yang tepat guna untuk dapat menghasilkan suatu barang dan jasa untuk menjalankan proses produksi secara efektif dan efisien. Dalam penelitian ini teknologi yang dimaksud adalah teknologi pertanian berupa pupuk dan obat-obatan kimia yang digunakan oleh petani dalam merawat tanamanya agar bisa tumbuh sehat dan produktif.

Tabel 6 menunjukan jumlah penggunaan pupuk dan obat-obatan dalam satuan juta rupiah yang diukur per satu kali musim tanam. Berdasarkan Tabel 4.9 diketahui penggunaan teknologi berupa pupuk dan obat-obat kimia tertinggi yaitu 3,70-4,29 juta rupiah dengan jumlah petani sebanyak 24 orang, sedangkan untuk penggunaan teknologi terendah yaitu 0,40-0,99 juta rupiah dan 6,10 juta rupiah atau lebih dengan masing-masing 3 orang petani asparagus.

Pengalaman bertani adalah kejadian

riil yang dialami oleh petani dengan belajar dari pengalaman seseorang akan mampu mengerjakan pekerjaan lebih cepat dan lebih baik bila dibandingkan dengan mereka yang kurang berpengalaman sehingga output yang dihasilkan akan lebih banyak dan sebagai kompensasinya pendapatan yang diperoleh lebih besar.

Pengalaman bertani adalah lamanya waktu dalam menekuni pekerjaan sebagai petani asparagus di Kecamatan Petang Kabupaten Badung, yang dinyatakan dalam berapa tahun sudah menjadi petani asparagus. Berdasarkan Tabel 7 dari 93 jumlah responden yang diteliti, bahwa responden yang memiliki pengalaman bertani paling banyak yaitu pengalaman selama 5 tahun dengan 27 responden, diikuti dengan 4 tahun pengalaman bertani asparagus dengan 15 orang responden. Untuk pengalaman bertani paling sedikit di 9 tahun pengalaman bertani dengan hanya 2 orang responden dan di 1 tahun pengalaman

Tabel 7.

Distribusi Responden Menurut Pengalaman Bertani Pada Budidaya Asparagus di Kecamatan Petang Tahun 2019

No.

Pengalaman Bertani (Tahun)

Jumlah

Orang

Persen

1

1

3

3,2

2

2

6

6,5

3

3

11

11,8

4

4

15

16,1

5

5

27

29,0

6

6

14

15,1

7

7

10

10,8

8

8

5

5,4

9

9

2

2,2

Jumlah

93

100

Sumber: Data diolah, 2019

Tabel 8.


Distribusi Responden Menurut Pelatihan Pada Budidaya Asparagus di Kecamatan Petang Tahun 2019

No.     Pelatihan

(Dummy)

Jumlah

Orang               Persen

10

21

Jumlah

39                     41,9

54                      58,1

93                    100


bertani dengan 3 orang responden.

Pelatihan dalam penelitian ini merupakan seluruh keikutsertaan petani dalam suatu pelatihan atau peyuluhan pertanian dari lembaga-lembaga terkait untuk meningkatkan produksi dan produktivitas petani. Dalam penelitian ini pelatihan menjadi variabel dummy yaitu tidak pernah (0) dan pernah (1) mengikuti pelatihan yang diadakan lembaga-lembaga terkait.

Berdasarkan Tabel 8 dapat diketahui bahwa 39 orang responden atau 41,9 persen tidak pernah mengikuti pelatihan, sedangkan 54 orang responden atau 58,1 persen pernah mengikuti pelatihan. Kebanyakan petani asparagus yang tidak pernah mengikuti pelatihan ternyata mereka dapat melihat petani yang sudah atau pernah mengikuti pelatihan dan belajar sendiri untuk membudidayakan sayuran asparagus, sedangkan petani yang pernah mengikuti pelatihan mereka membagi

ilmu yang didapat dari pelatihan-pelatihan yang pernah diikuti ke petani yang belum pernah mengikuti pelatihan untuk mengajarkan bagaimana cara mengembangkan budidaya asparagus.

Berikut Tabel 9 menunjukan produktivitas petani asparagus di Kecamatan Petang.

Berdasarkan Tabel 9 dapat diketahui bahwa produktivitas petani paling banyak berada di rentang 39-45 dengan 18 responden petani atau 19,4 persen, diikuti dengan rentang 46-52 dengan jumlah petani sebanyak 16 orang atau 17,2 persen. Sedangkan untuk produktivitas paling sedikit berada di rentang 17 atau kurang dengan 3 orang petani atau 3,2 persen.

Pada Tabel 10 tentang diskripsi variabel penelitian menunjukkan bahwa tenaga kerja atau variabel X1 dihitungan dalam satuan jam kerja yang mendapatkan rata-rata yaitu sebesar

Tabel 9.

Distribusi Responden Menurut Produktivitas Pada Budidaya Asparagus di Kecamatan Petang Tahun 2019

No.

Produktivitas (Kg/Are)

Jumlah

Orang

Persen

1

≤ 17

3

3,2

2

18-24

8

8,6

3

25-31

14

15,1

4

32-38

12

12,9

5

39-45

18

19,4

6

46-52

16

17,2

7

53-63

11

11,8

8

≥ 64

11

11,8

Jumlah

93

100

Sumber: Data diolah, 2019


Tabel 10.

Deskripsi Variabel Penelitian

Satuan

Minimum

Maximum

Mean

Tenaga Kerja (X1)

Jam

340.00

1680.00

979.0323

Teknologi (X2)

Juta

.27

7.73

3.1333

Pengalaman Bertani (X3)

Tahun

1.00

9.00

4.8925

Pelatihan (X4)

Dummy

.00

1.00

.5699

Produktivitas (Y)

Kg/Are

8.00

66.00

38.1247

Valid N (listwise)

93


Tabel 11.

Hasil Uji Regresi Berganda Pengaruh Tenaga Kerja, Teknologi dan Pengalaman Bertani Terhadap Produktivitas Petani Asparagus di Kecamatan Petang Kabupaten Badung dengan Pelatihan Sebagai Variabel Moderating

Model

Unstandardized Coefficients

B

Std. Error

t

Sig.

1       (Constant)

-2.091

.316

-6.620

.000

Ln_Tenaga Kerja

.545

.058

9.321

.000

Ln_Teknologi

.160

.031

5.120

.000

Ln_Pengalaman Bertani

.398

.042

9.428

.000

Pelatihan

.018

.037

.476

.636

Interaksi Tenaga Kerja dan Pelatihan

.013

.006

2.056

.043

Sumber: Data diolah, 2018


979,03 jam kerja per musim tanam dari tenaga kerja. Teknologi atau variabel X2 dihitung dalam satuan juta rupiah yaitu didapat rata-rata sebesar 3,13 juta rupiah yang digunakan petani asparagus dalam sekali musim tanam. Pengalaman bertani atau variabel X3 dihitung dalam satuan tahun didapatkan rata-ratanya yaitu sebesar 4,89 tahun untuk pengalaman bertani dari petani di bidang pembudidayaan asparagus. Pelatihan atau variabel X4 dihitung melalui variabel dummy yaitu tidak pernah dan pernah didapatkan rata-ratanya yaitu sebesar 0,56, sedangkan untuk produktivitas (Y) dihitung berdasarkan hasil produksi dibagi luas tanam didapatkan rata-ratanya yaitu sebesar 38,12 per musim tanam.

Analisis regresi linear berganda digunakan untuk mengetahui pengaruh antara variabel bebas terhadap variabel terikat.

Dalam penelitian ini analisis regresi linear berganda dengan variasi variabel moderasi digunakan untuk mengetahui pengaruh tenaga kerja, tenknologi dan pengalaman bertani terhadap produktivitas petani asparagus di Kecamatan Petang Kabupaten Badung dengan pelatihan sebagai variabel moderasi.

Hasil pengujian secara simultan yang dilakukan untuk mengetahui pengaruh variabel tenaga kerja, teknologi, pengalaman bertani, pelatihan dan interaksi tenaga kerja dan pelatihan terhadap variabel produktivitas petani asparagus, dengan menggunakan taraf nyata (α = 0,05) dan derajat kebebasan df =

(6-1) ; (93-6). Jadi Ftabel dengan (α) = 0,05 ; df (5)(87) adalah 2,32 dan Fhitung sebesar 177,017, maka dengan demikian dapat disimpulkan bahwa nilai Fhitung sebesar 177,017 > Ftabel sebesar 2,32 dan nilai signifikansi sebesar 0,000 < dari α = 5 persen atau 0,05, maka H0 ditolak dan H1 diterima, ini berarti bahwa variabel tenaga kerja, teknologi, pengalaman bertani, pelatihan dan interaksi tenaga kerja dan pelatihan secara simultan berpengaruh terhadap produktivitas petani asparagus di Kecamatan Petang Kabupaten Badung. Hasil ini didukung oleh nilai R Square sebesar 0,911 atau 91,1 persen, yang berarti bahwa 91,1 persen variasi naik turunya produktivitas petani asparagus di Kecamatan Petang Kabupaten Badung dipengaruhi oleh variasi naik turunya tenaga kerja, teknologi, pengalaman bertani, pelatihan dan interaksi tenaga kerja dan pelatihan, sedangkan sisanya sebesar 8,9 persen dipengaruhi oleh variabel lain yang tidak dimasukkan dalam model penelitian.

Hasil pengujian secara parsial pengaruh tenaga kerja terhadap produktivitas petani asparagus dengan taraf nyata (α = 0,05) diperoleh ttabel sebesar 1,663 dan thitung sebesar 9,321, maka dengan demikian dapat disimpulkan nilai thitung sebesar 9,321 > ttabel sebesar 1,663 dan nilai signifikansi sebesar 0,000 < dari α = 5 persen atau 0,05, maka H0 ditolak dan H1 diterima, Ini berarti bahwa variabel tenaga kerja (X1) secara parsial berpengaruh positif dan signifikan terhadap

produktivitas petani asparagus di Kecamatan Petang Kabupaten Badung. Koefisien regresi dari tenaga kerja (X1) adalah 0,545 yang berarti jika tenaga kerja bertambah sebesar 1 persen, maka produktivitas petani asparagus akan bertambah sebesar 0,545 persen dengan asumsi variabel bebas lainnya dalam kondisi konstan.

Semakin banyak jumlah tanaga kerja yang digunakan dalam proses produksi maka semakin banyak pula output yang diproduksi (Mankiw, et al., 2013:46). Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Ariessi dan Utama, (2017) secara parsial tenaga kerja berpengaruh positif dan signifikan terhadap produktivitas petani. Nyamekye, et al. (2016) yang meneliti tentang produktivitas jagung menunjukan bahwa tenaga kerja berpengaruh positif dan signifikan terhadap hasil jagung. Hasil penelitian oleh Sukma dan indarajaya, (2014) menunjukan adanya pengaruh positif dan signifikan jam kerja terhadap produktivitas secara parsial.

Hasil pengujian variabel teknologi secara parsial terhadap produktivitas petani asparagus yang berdasarkan taraf nyata (α = 0,05) diperoleh ttabel sebesar 1,663 dan thitung sebesar 5,120, maka dengan demikian dapat disimpulkan nilai thitung sebesar 5,120 > dari ttabel sebesar 1,663 dan nilai signifikansi sebesar 0,000 < dari α = 5 persen atau 0,05, maka H0 ditolak dan H1 diterima, ini berarti bahwa variabel teknologi (X2) secara parsial berpengaruh positif dan signifikan terhadap produktivitas petani asparagus di Kecamatan Petang Kabupaten Badung. Koefisien regresi dari teknologi (X2) adalah 0,160 yang berarti jika teknologi bertambah sebesar 1 persen, maka produktivitas petani asparagus akan bertambah sebesar 0,160 persen dengan asumsi variabel bebas lainnya dalam kondisi konstan. Dilihat dari segi teknologi yang digunakan semakin modern teknologi yang digunakan maka hasil produksi yang dicapai akan semakin banyak dengan waktu yang efektif dan efisien (Irawan dan Suparmoko, 1983:121).

Jika petani melakukan adaptasi teknologi bertani seperti menggunakan bibit

unggul, menggunakan pupuk dan obat, maka hal ini berpeluang meningkatkan hasil panen lebih banyak dari petani yang tidak melakukan hal yang sama (Sukartini dan Solihin, 2013). Hasil penelitian ini didukung oleh penelitian Dika dan Widanta, (2017) bahwa teknologi berpengaruh positif dan signifikan terhadap produktivitas petani. Hasil penelitian oleh Sjakir, et al. (2015) menunjukan bahwa adopsi teknologi pertanian baru memiliki nilai positif dan signifikan mempengaruhi produktivitas. Penelitian lainnya yang mendukung adanya pengaruh positif dan signifikan antara teknologi terhadap produktivitas yaitu penelitian oleh Panji dan Budhi, (2017), Wisnu dan Sutrisna, (2013) dan Nurfiat dan Rustariyuni, (2018) serta penelitian oleh Sri dan Suresmiathi, (2015).

Hasil pengujian variabel pengalaman bertani secara parsial terhadap produktivitas petani asparagus dengan taraf nyata (α = 0,05) diperoleh ttabel sebesar 1,663 dan thitung sebesar 9,428 yang diperoleh dari output regresi dengan program SPSS, maka dengan demikian dapat disimpulkan nilai thitung sebesar 9,428 > dari ttabel sebesar 1,663 dan nilai signifikansi sebesar 0,000 < dari α = 5 persen atau 0,05, maka H0 ditolak dan H1 diterima, ini berarti bahwa variabel pengalaman bertani (X3) secara parsial berpengaruh positif dan signifikan terhadap produktivitas petani asparagus di Kecamatan Petang Kabupaten Badung. Koefisien regresi dari pengalaman bertani (X3) adalah 0,398 yang berarti jika pengalaman bertani bertambah sebesar 1 persen, maka produktivitas petani asparagus akan bertambah sebesar 0,398 persen dengan asumsi variabel bebas lainnya berada dalam kondisi konstan.

Setiap peningkatan pengalaman kerja yang dimiliki maka produktivitas akan meningkat. Hal ini membuktikan bahwa pengalaman kerja searah dengan produktivitas. Apabila pengalaman kerja mengalami peningkatan maka secara tidak langsung produktivitas juga akan mengalami peningkatan (Sri dan Suresmiathi, 2015). Hasil ini menunjukan kesamaan dengan penelitian oleh Artanegara, dkk. (2016) pengalaman

bertani menunjukkan pengaruh yang positif dan signifikan terhadap produktivitas petani. Hal ini disebabkan karena semakin banyaknya pengalaman bertani yang dimiliki oleh petani, maka produktivitas petani akan semakin meningkat, karena pengalaman yang banyak dapat membuat orang bekerja secara lebih efektif dan efisien. Penelitian oleh Fadzim, et al. (2016) menunjukan bahwa pengalaman petani dapat mempengaruhi produktivitas. Hasil penelitian oleh Sjakir, et al. (2015) yang menunjukan hasil bahwa atribut pribadi petani terutama pengalaman kerja memiliki pengaruh signifikan dan positif terhadap produktivitas. Penelitian lainnya yang mendukung adanya pengaruh positif dan signifikan antara pengalaman bertani terhadap produktivitas yaitu penelitian oleh Wisnu dan Sutrisna, (2013).

Hasil analisis pengaruh hubungan variabel pelatihan secara parsial terhadap produktivitas petani asparagus yang berdasarkan taraf nyata (α = 0,05) diperoleh ttabel sebesar 1,663 dan nilai thitung sebesar 0,476 yang diperoleh dari output SPSS, maka dengan demikian dapat disimpulkan nilai thitung sebesar 0,476 < dari ttabel sebesar 1,663 dan nilai signifikansi sebesar 0,636 > dari α = 5 persen atau 0,05, maka H0 diterima dan H1 ditolak, ini berarti bahwa variabel pelatihan (X4) secara parsial tidak berpengaruh positif dan signifikan terhadap produktivitas petani asparagus di Kecamatan Petang Kabupaten Badung. Nilai signifikan sebesar 0,636 yang lebih besar dari 0,05 yang berarti bahwa variabel pelatihan (X4) tidak signifikan atau tidak berpengaruh terhadap produktivitas petani asparagus. Berdasarkan hasil penelitian lapangan, dari 93 responden di Kecamatan Petang hanya 54 responden atau 58,1 persen yang pernah mengikuti pelatihan sisanya 39 responden atau 41,9 persen belum pernah mengikuti pelatihan. Kondisi ini mengindikasikan bahwa sebagian petani asparagus di Kecamatan petang belum memanfaatkan pelatihan-pelatihan yang diberikan oleh pemerintah guna menambah pengetahuan dan wawasan tentang pembudidayaan asparagus.

Dari segi pelatihan petani asparagus

di Kecamatan Petang yang belum pernah mengikuti pelatihan masih mengandalkan belajar sendiri cara pembudidayaan asparagus dari petani yang sudah pernah mendapatkan pelatihan-pelatihan sebelumnya. Petani asparagus yang baru menggeluti budidaya asparagus dari 1 sampai 4 tahun bertani asparagus kebanyakan tidak pernah mengikuti pelatihan-pelatihan, kondisi ini disebabkan karena petani asparagus yang baru dapat melihat cara pembudidayaan asparagus dari petani yang sudah lebih dulu membudidayakan asparagus yang secara tidak langsung mereka dapat mengetahui tatacara bertani asparagus. Oleh karena hal tersebut, hasil penelitian ini yang melihat variabel pelatihan melalui variabel dummy yaitu pernah dan tidak pernah, menghasilakn variabel pelatihan ini nampak tidak berperan dalam meningkatkan produktivitas petani asparagus di Kecamatan Petang Kabupaten Badung. Hasil penelitian ini tidak sesuai dengan hipotesis yang telah dirumuskan sebelumnya dan tidak sejalan dengan penelitian oleh Dika dan Widanta, (2017), yang menunjukan bahwa pelatihan berpengaruh positif dan signifikan terhadap Produktivitas Petani. Penelitian ini juga menunjukan hasil yang berbeda dengan penelitian oleh Ibitoye and Onimisi, (2013) dan Artanegara, dkk. (2016) bahwa pelatihan berpengaruh positif dan signifikan terhadap produktivtas.

Hasil pengujian hipotesis variabel moderating pengaruh tenaga kerja terhadap produktivitas petani asparagus di Kecamatan Petang yang dimoderasi oleh pelatihan mendapatkanhasilsebagaiberikut, berdasarkan taraf nyata (α = 0,05) tingat signifikansi sebesar 0,043 < α = 5 persen atau 0,05, maka H0 diterima dan H1 ditolak, artinya pelatihan (X4) sebagai variabel moderasi pengaruh dari tenaga kerja terhadap produktivitas (Y) petani asparagus di Kecamatan Petang Kabupaten Badung. Nilai signifikansi sebesar 0,043 yang lebih kecil dari 0,05 yang berarti bahwa interaksi antara tenaga kerja dengan pelatihan (X1X4) signifikan. Koefisien regresi interaksi antara tenaga kerja dengan pelatihan (X1X4) adalah 0,013 yang berarti bahwa variabel

pelatihan memperkuat hubungan tenaga kerja terhadap produktivitas petani asparagus, jika interaksi tenaga kerja dan pelatihan bertambah 1 persen, maka akan diikuti dengan peningkatan produktivitas sebesar 0,013 persen dengan asumsi variabel lainnya berada dalam kondisi konstan. Hal ini dapat dilihat dari nilai signifikansi dengan memperhatikan koefisien dari β1 dan β5 apakah positif atau negatif, dikarenakan β1 positif signifikan dan β5 positif signifikan, maka pelatihan sebagai variabel moderasi yang memperkuat pengaruh hubungan tenaga kerja terhadap produktivitas petani asparagus di Kecamatan Petang Kabupaten Badung. Analisis dengan memperhatikan pengaruh langsung variabel pelatihan yaitu β4 dan interaksi antara variabel tenaga kerja dengan variabel pelatihan β5 maka diperoleh jenis moderasinya, karena β4 tidak signifikan dan β5 signifikan maka jenis moderasinya adalah Moderasi Murni (Pure Moderator).

SIMPULAN

Tenaga kerja, teknologi, pengalaman bertani, pelatihan dan interaksi tenaga kerja dan pelatihan secara simultan berpengaruh terhadap produktivitas petani asparagus di Kecamatan Petang Kabupaten Badung. Tenaga kerja, teknologi dan pengalaman bertani secara parsial berpengaruh positif dan signifikan terhadap produktivitas petani asparagus, sedangkan pelatihan secara parsial tidak berpengaruh positif dan signifikan terhadap produktivitas petani asparagus di Kecamatan Petang Kabupaten Badung. Pelatihan merupakan variabel moderasi bagi pengaruh tenaga kerja terhadap produktivitas petani asparagus di Kecamatan Petang Kabupaten Badung.

Bagi petani asparagus di Kecamatan Petang, meskipun petani asparagus dapat belajar sendiri dari petani lain selayaknya petani asparagus dapat mengikuti pelatihan-pelatihan yang diberikan oleh pemerintah, dimana pelatihan ini bertujuan untuk memberikan pengetahuan tentang pembudidayaan asparagus yang baik dan benar sehingga nantinya petani asparagus dapat

meningkatkan wawasan dan keterampilan serta meingkatkan produktivitas dari petani asparagus itu sendiri. Bagi pemerintah atau dinas-dinas terkait intensitas untuk memberikan pelatihan-pelatihan kepada petani harus lebih diintensitaskan lagi agar petani paham dan mengetahui cara merawat tanaman asparagus untuk tumbuh sehat dan baik sehingga kualitas dari produk dan jumlah produksi dapat meningkat sehingga produktivitas dapat meningkat.

REFERENSI

Artanegara, Made, Djinar Setiawina, Nyoman dan Djayastra, Ketut. 2016. Kajian Faktor Sosial Ekonomi yang Mempengaruhi Produktivitas Petani Asparagus di Kecamatan Petang Kabupaten Badung. E-Jurnal Ekonomi dan Bisnis Universitas Udayana, 5(11), 3741-3764

Ariessi, Nian Elly dan Suyana Utama, Made. 2017. Pengaruh Modal, Tenaga Kerja dan Modal Sosial Terhadap Produktivitas Petani di Kecamatan Sukawati Kabupaten Gianyar. PIRAMIDA Jurnal Kependudukan dan Pengembangan Sumber Daya Manusia, 13(2), 97-107.

Ary Candra Pramana, I Gede, Murjana Yasa, I Gusti Wayan dan Karmini, Ni Luh. 2017. Pengaruh Faktor Ekonomi, Sosial dan Demografi Terhadap Pendidikan Anak Nelayan di Kabupaten Badung. PIRAMIDA Jurnal Kependudukan dan Pengembangan Sumber Daya Manusia, 13(1), 51-58.

Chandre Gowda, M. J. dan Dixit, Sreenath. 2015. Influence of Farmers Educational Level on Comprehending, Acting-Upon And Sharing of Agro Advisories. Journal of Agriculture and Rural Development in the Tropics and Subtropics, 116(2) 167–172.

Dika Arimbawa, Putu dan Widanta, A.A Bagus

Putu. 2017. Pengaruh Luas Lahan, Teknologi dan Pelatihan Terhadap Pendapatan Petani Padi Dengan Produktivitas Sebagai Variabel Intervening di Kecamatan Mengwi. E-Jurnal Ekonomi Pembangunan Universitas Udayana, 6(10), 0-0.

Eka Putra, Dhanang dan Andi Muhammad Ismail. 2017. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Petani Dalam Melakukan Alih Fungsi Lahan di Kabupaten Jember. AGRITECH, 19(2), 99-109.

Fadzim, Wan Roshidah, Aziz, Mukhriz Izraf Azman, Mat, Siti Hadijah Che and Maamor, Selamah. 2016. Factors Affecting Efficiency of Smallholder Cocoa Farmers: A Tobit Model Application in Malaysia. International Journal of Economics and Financial Issues, 6(7), 115-119.

Hailu, Berihun Kassa, Abrha, Bihon Kassa and Weldegiorgis, Kibrom Aregawi. 2014. Adoption and Impact of Agricultural Technologies on Farm Income: Evidence From Southern Tigray, Northern Ethiopi. International Journal of Foodand Agricultural Economics, Vol. 2 No. 4, 91-106.

Ibitoye, S.J. and Onimisi, J.A. 2013. Influence of Training on Farmer’s Productivity in Poultry Production nungnung01in Kogi State, Nigeria. International Journal of Poultry Science, 12(4), 239-244.

Ibnu, Muhammad, Offermansa, Astrid and Glasbergena, Pieter. 2018. Perceived Impacts of Certification and Farmer Organization:     Benefits From

the Indonesian Smallholders’ Point-Of-View. Bulletin of Indonesian Economic Studies, 1472-7234.

Irawan dan Suparmoko. 1983. Ekonomi

Pembangunan.          Yogyakarta:

BPFE UGM.

Kharisma, Bayu. 2017. Pekerja Anak dan Goncangan Pertanian di Indonesia. Jurnal Ekonomi Kuantitatif Terapan, 10(2), 125-136.

Mandal, U. K., Deb, M. A. S. and Dey, M. M. 1991. Impact of New Technology on Production Variability in Bangladesh Agriculture. Bangladesh J. Agric. Econ. 14(2), 27-50.

Mankiw, N Gregory, Eutson Quah and Peter Wilson. 2013. Pengantar Ekonomi Mikro Prinsip Ekonomi. Jakarta: Salemba Empat.

Marhaeni, A.A.I.N. dan Yuliarmi, Ni Nyoman. 2018. Pertumbuhan Penduduk, Konversi Lahan, dan Ketahanan Pangan di Kabupaten Badung. Jurnal Ekonomi Kuantitatif Terapan, 11(1), 1-7.

Mariyah, Mariyah, Syukat, Yusman, Hartoyo, Sri, Fariyanti, Anna dan Krisnamurthi, Bayu. 2018. Penentuan Umur Optimal Peremajaan Kelapa Sawit di Kabupaten Paser Kalimantan Timur. Jurnal Ekonomi Kuantitatif Terapan, 11(1), 103-115.

Nguyen, Anh Tru, Dzator, Janet and Nadolny, Andrew. 2015. Does Contract Farming Improve Productivity and Income of Farmers? A Review Of Theory and Evidence. in partnership with The Journal of Developing Areas, ISBN 978-0-9925622-1-2.

Nurfiat, Nashahta Ardhianty dan Rustariyuni, Surya Dewi. 2018. Pengaruh Upah dan Teknologi Terhadap Produktivitas dan Penyerapan Tenaga Kerja Pada Industri Mebel di Kota Denpasar. PIRAMIDA Jurnal Kependudukan dan Pengembangan Sumber Daya Manusia, 14(1), 34-48.

Nyamekye, Isaac, Fiankor, Dela-Dem Doe and Ntoni, Jonathan Okyere. 2016. Effect of Human capital on Maize Productivity in Ghana: A Quantile Regression Approach. International Journal of Food and Agricultural Economics, 4(2), 125-135.

Olabosipo I, Fagbenle, Phillip O, Lawal and Igartius O, Omuh. 2012. The Influence of Training on Bricklayers’ Productivity in Nigeria. International Journal of Management Sciences and Business Research, 1(7).

Panji Prabawa, A.A. Ngurah dan Kembar Sri Budhi, Made. 2017. Pengaruh Modal, Tingkat Upah, dan Teknologi Terhadap Penyerapan Tenaga Kerja dan Produktivitas Pada Industri Sablon di Kota Denpasar. E-Jurnal Ekonomi Pembangunan Universitas Udayana, 6(7), 1157-1184.

Selamet Duniaji, Agus, Suprapta, D.N., Puspawati, NN. dan Yoga, I B. 2016. Studi Komponen Bioaktif Asparagus (Asparagus offcinalis) dan Potensinya Sebagai Antioksidan. Jurnal Ilmiah Teknologi Pertanian AGROTECHNO, 1(1), 56-61.

Serin, Vildan, Bayyurt, Nizamettin and Civan, Abdülkadir. 2009. Effects of Formal Education and Training on Farmers Income. European Journal of Social Sciences, 7(3).

Sharma, Y.K, Bangarva, G.S. and Sharma, S.K. 2007. Factors Affecting Gross and Net Income of Farmers in Different Farming Systems. Indian Res. J. Ext. Edu, 7(1).

Sjakir, Muhammad, Awang, Abd Hair, Manaf, Azima Abdul, Hussain, Mohd Yusuf and Ramli, Zaimah. 2015. Learning and Technology Adoption Impacts on Farmer’s Productivity.

Mediterranean Journal of Social Sciences MCSER Publishing, Rome-Italy, 6(4).

Sri Muliani, Ni Made dan Ayu Suresmiathi, A.A. 2015. Pengaruh Pengalaman Kerja Terhadap Produktivitas Pengrajin Untuk Menunjang Pendapatan Pengrajin Ukiran Kayu, E-Jurnal Ekonomi Pembangunan Universitas Udayana, 5(5), 614-630.

Sukartini, Ni Made dan Achmad Solihin. 2013. Respon   Petani Terhadap

Perkembangan    Teknologi dan

Perubahan Iklim: Studi Kasus Subak di Desa Gandungan, Tabanan, Bali. Jurnal Ekonomi Kuantitatif Terapanan, 6(2), 128-139.

Sukma Pradnyani, C. I. Andari dan Indrajaya, I. G. Bagus. 2014. Analisis Skala Ekonomi dan Efisiensi Pada Usaha Perkebunan Kakao di Kecamatan Abiansemal Kabupaten Badung. E-Jurnal Ekonomi Pembangunan Universitas Udayana, 3(9), 403-412.

Suryahadi, Asep, Gracia Hadiwidjaja and Sudarno Sumarto. 2012. Economic Growth and Poverty Reduction in Indonesia Before and After The Asian Financial Crisis. Bulletin of Indonesian Economic Studies, 48(2), 209-227.

Szirmai, Adam. 1994. Real Output and Labour Productivity In Indonesian Manufacturing, 1975-90. Bulletin of Indonesian Economic Studies, 30(2), 49-90.

Tri Astari, Ni Nyoman dan Djinar Setiawina, Nyoman. 2016. Pengaruh Luas Lahan, Tenaga Kerja, dan Pelatihan Melalui Produksi Sebagai Variabel Intervening Terhadap Pendapatan Petani Asparagus di Desa Pelaga Kecamatan Petang Kabupaten Badung. E-Jurnal

Ekonomi Dan Bisnis Universitas Udayana, 5(7), 2211-2230

Wisnu Sentana Putra, Putu Agus dan Sutrina, I Ketut. 2013. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Produktivitas Pekerja Pada Industri Kerajinan Sanggah di Desa Jehem Kabupaten Bangli. E-Jurnal Ekonomi Pembangunan Universitas Udayana, 2(8), 359-366.

Wiwin Setyari, Ni Putu. 2017. Trend Produktivitas Industri Produk Eskpor Indonesia. Jurnal Ekonomi Kuantitatif Terapanan, 10(1), 47-57.