PENGARUH KEBERADAAN KOMITE AUDIT PADA HUBUNGAN POSITIF RISIKO PERUSAHAAN DENGAN KONSERVATISMA AKUNTANSI
on
Putu Diah Asrida dkk, Pengaruh Keberadaan Komite Audit pada ... 113
PENGARUH KEBERADAAN KOMITE AUDIT PADA HUBUNGAN POSITIF RISIKO PERUSAHAAN DENGAN KONSERVATISMA
AKUNTANSI
Putu Diah Asrida1 A.A.G.P Widanaputra2 Dewa Gede Wirama3
1,2,3Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Udayana (Unud), Bali, Indonesia Email: [email protected]
Abstract: The Impact of the Existence of the Audit Committees to the Relationship Between Company’s risk and Conservatism Accounting. The aim of the research is to examine the impact of the existence of the audit committees to the relationship between company’s risk and conservatism accounting. The audit committee is measured by proxy the number of audit committee members while the company’s risk was proxy with debt to equity ratio and accounting conservatism measured by the accrual value. Sample in this research are companies listed to stock exchanges of Indonesia which publishes annual report from 2005 to 2009 and who applied conservative accounting as well as having an audit committee. The testing of hypothesis in this research is used moderated regression analysis (MRA). The result of hypothesis test indicated that audit committees affect the positive relationship between company’s risk and conservatism accounting. The higher of the company’s risk, then the audit committee will recommend the application of conservative accounting. This is proving that the existence of audit committees within the company can minimize the agent’s problem.
Keywords: audit committee, company’s risk and accounting conservatism
Abstrak: Pengaruh Keberadaan Komite Audit pada Hubungan Positif Risiko Perusahaan dengan Konservatisma Akuntansi. Penelitian ini meneliti pengaruh keberadaan komite audit pada hubungan positif risiko perusahaan dengan konservatisma akuntansi. Komite Audit diukur dengan proksi jumlah anggota komite audit sedangkan risiko perusahaan diproksi dengan debt to equity ratio dan konservatisma akuntansi diukur dengan nilai akrual. Sampel dalam penelitian ini adalah perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia yang menerbitkan annual report dari tahun 2005 sampai dengan tahun 2009 dan yang menerapkan akuntansi konservatif serta memiliki komite audit. Pengujian hipotesis dalam penelitian ini menggunakan moderated regression analysis (MRA). Hasil pengujian hipotesis menunjukkan bahwa komite audit berpengaruh pada hubungan positif antara risiko perusahaan dan konservatisma akuntansi. Semakin tinggi risiko perusahaan maka komite audit akan menyarankan penerapan akuntansi yang konservatif. Hal ini membuktikan bahwa keberadaan komite audit di dalam perusahaan, dapat meminimumkan masalah keagenan.
Kata kunci: komite audit, risiko perusahaan, konservatisma akuntansi
PENDAHULUAN
Penman (2001), menyatakan bahwa laporan keuangan menyajikan informasi tentang kinerja keuangan selama satu perioda yang lalu, posisi keuangan dan aliran kas yang dapat digunakan untuk memprediksi kinerja dan kondisi keuangan masa depan. Informasi keuangan yang dibutuhkan oleh para pengguna akan tersaji di dalam laporan keuangan. Di dalam pasar modal, dengan segala kondisi yang tidak pasti pada nilai perusahaan di masa mendatang, informasi keuangan adalah salah satu cara yang dapat digunakan baik oleh pihak internal maupun eksternal dalam pengambilan keputusan.
Berdasarkan PSAK No. 1 tujuan dari laporan keuangan adalah memberikan informasi tentang posisi keuangan, kinerja dan arus kas perusahaan yang bermanfaat bagi sebagian besar kalangan pengguna laporan dalam rangka membuat keputusan-keputusan ekonomi serta menunjukkan pertanggung jawaban (stewardship) manajemen atas penggunaan sumber-sumber daya yang dipercaya kepada mereka. Standar Akuntansi Keuangan menyatakan bahwa terdapat 7 (tujuh) pengguna informasi keuangan dengan kebutuhan informasi yang berbeda-beda yaitu investor, karyawan, pemberi pinjaman, pemasok dan kreditor usaha lainnya, pelanggan, pemerintah dan masyarakat.
Laporan keuangan disusun untuk tujuan memenuhi kebutuhan bersama sebagian besar pengguna. Namun demikian, laporan keuangan tidak menyediakan semua informasi yang mungkin dibutuhkan pengguna dalam pengambilan keputusan ekonomi karena secara umum menggambarkan pengaruh keuangan dari kejadian di masa lalu, dan tidak mewajibkan untuk menyediakan informasi non keuangan. Berhubung para investor merupakan penanam modal berisiko ke perusahaan, maka ketentuan laporan keuangan yang memenuhi kebutuhan investor juga akan memenuhi sebagaian besar kebutuhan pengguna lain.
Investor membutuhkan informasi keuangan untuk pengambilan keputusan investasi baik berupa properti, mata uang, komoditi, derivatif, saham perusahaan atau pun asset lainnya dengan suatu tujuan untuk memperoleh keuntungan baik jangka panjang maupun jangka pendek. Kreditor membutuhkan informasi keuangan untuk pengambilan keputusan kebijakan kredit atas dana yang telah dipinjamkan pada perusahaan. Baik investor maupun kreditor akan sangat memperhatikan kinerja perusahaan di dalam aktivitas bisnisnya. Banyaknya informasi aktivitas bisnis perusahaan yang dimiliki oleh manajemen, dapat memicu tindakan-tindakan yang sesuai dengan keinginan dan kepentingan manajemen untuk memaksimumkan utilitasnya. Pemilik modal dalam hal ini investor akan sulit untuk mengontrol secara efektif tindakan yang dilakukan oleh manajemen karena hanya memiliki sedikit informasi yang ada.
Pemegang saham akan mengatasi permasalahan tersebut dengan melalukan pengawasan kepada manajemen. Menurut Jensen (1986) salah satu cara untuk memperkecil biaya pengawasan yang ditanggung oleh pemegang saham adalah dengan melibatkan pihak ketiga dalam pengawasan tersebut. Untuk mengurangi monitoring cost dan memperoleh pendanaan, perusahaan akan menggunakan utang sebagai alternatif pilihan. Melalui hipotesis financial leverage dalam Chen dan Steiner (1999) dapat dijelaskan bahwa kebijakan utang berpengaruh secara positif pada risiko. Perusahaan menggunakan utang dalam membiayai sebagian besar aktivanya. Peningkatan penggunaan utang akan meningkatkan risiko dan kebangkrutan oleh karena itu kebijakan utang berhubungan positif pada risiko.
Menurut Scott (1997), faktor-faktor yang mendorong manajer melakukan aktivitas manajemen laba salah satunya adalah kontrak utang. Teori
akuntansi positif yaitu debt covenant hypothesis, memprediksikan bahwa manajer ingin meningkatkan laba dan aktiva untuk mengurangi biaya renegosiasi kontrak utang ketika perusahaan memutuskan perjanjian utang. Debt/Equity hypothesis yang merupakan turunan atau pembatasan dari debt covenant menunjukkan bahwa semakin besar rasio leverage, semakin besar pula kemungkinan perusahaan akan menggunakan prosedur yang meningkatan laba yang dilaporkan (optimis). Manajemen laba dapat diminimalisir dengan menerapkan kebijakan akuntansi yang konservatif. Semakin konservatif metoda yang digunakan oleh suatu perusahaan maka semakin kecil kecenderungan pihak manajemen melakukan manajemen laba (Sekarmayangsari dan Wilopo: 2002).
Mengatasi permasalahan tersebut maka di dalam kontrak utang, menurut Ahmed et al., (2002), akan memasukkan konservatisma dalam dua cara, yaitu: Pertama, bondholders dapat secara eksplisit mensyaratkan penggunaan akuntansi konservatif. Kedua, manajer secara implisit memberikan komitmen untuk menggunakan akuntansi yang konservatif secara konsisten untuk membangun reputasi sebagai perusahaan yang menyajikan laporan keuangan yang konservatif. Pertimbangan reputasi merupakan pendorong manajer untuk tidak melanggar konservatisma (Milgrom and Roberts: 1992, dalam Sari (2004)).
FASB Statement of Concepts No. 2 mendefinisikan konservatisma sebagai reaksi kehati-hatian pada ketidakpastian dan berusaha untuk menjamin bahwa ketidakpastian dan risiko yang melekat dalam situasi usaha dipertimbangkan secara memadai. Konsekuensi dari konservatisma adalah bahwa kerugian diakui lebih cepat daripada keuntungan dan pengakuan beban mendahului pengakuan pendapatan (dalam Lee, 2010). Ahmed et al., (2002), menyatakan bahwa semakin besar utang perusahaan, maka semakin besar klaim pemegang obligasi pada aktiva perusahaan. Pemegang obligasi cenderung mensyaratkan lebih banyak akuntansi konservatif. Keadaan ini akan mendesak manajemen untuk mengadopsi lebih banyak akuntansi konservatif. Tujuan utamanya adalah untuk mengurangi sikap optimisme yang terlalu berlebihan dalam melaporkan kinerjanya. Widodo (2005), membuktikan bahwa tingkat leverage dapat berpengaruh pada tingkat konservatisma akuntansi. Pada perusahaan yang mempunyai utang relatif tinggi, kreditor mempunyai
hak lebih besar untuk mengetahui dan mengawasi penyelenggaraan operasi dan akuntansi perusahaan. Sehingga dapat dikatakan bahwa semakin tinggi risiko perusahaan yang tercermin dalam kontrak utangnya, harusnya manajemen perusahaan akan meningkatkan kualitas laporan keuangannya dengan sangat berhati-hati (konservatif) di dalam pengambilan keputusan. Widanaputra (2007) memperoleh hasil bahwa leverage berpengaruh positif pada konservatisma akuntansi secara statistis pada tingkat keyakinan 95%.
Disisi lain, Zmijewski dan Hagerman (1981) mendukung debt/equity hypothesis, hasil penelitian ini menunjukkan bahwa semakin besar debt/equity ratio, semakin besar pula kemungkinan perusahaan akan menggunakan prosedur (atau portofolio prosedur) yang meningkatkan laba yang dilaporkan perioda sekarang atau laporan keuangan yang disajikan cenderung tidak konservatif. Almilia (2004), menemukan bahwa semakin tinggi debt to total assets ratio maka semakin besar probabilitas perusahaan akan menyajikan laporan keuangan yang cenderung tidak konservatif atau optimis.
Sari (2004), menemukan bahwa variabel LEV yang merupakan rasio utang jangka panjang pada total aktiva menunjukkan hubungan yang dengan konservatisma namun menunjukkan tanda yang berlawanan arah dengan hipotesis, yaitu menunjukkan arah negatif. Artinya, semakin tinggi proporsi utang jangka panjang pada aktiva maka semakin rendah tingkat konservatisma perusahaan. Sari dan Adhariani (2009), mendukung debt/Equity hypothesis dimana variabel independen leverage (DEBT) berpengaruh negatif dan tidak pada konservatisma.
Penelitian tentang hubungan risiko perusahaan dengan konservatisma akuntansi mendorong peneliti untuk melakukan pengujian kembali dan memasukkan komite audit sebagai variabel pemoderasi. Peneliti menduga bahwa ada variabel lain yang menginteraksi hubungan risiko perusahaan dengan konservatisma akuntansi. Komite audit salah satu tugasnya mengawasi proses pelaporan keuangan perusahaan dan mengadakan pertemuan secara rutin dengan audit eksternal dan internal untuk memberikan pendapatnya secara profesional mengenai laporan keuangan perusahaan, proses audit dan pengawasan internal. Keberadaan komite audit akan mendorong perusahaan untuk menerbitkan laporan keuangan yang lebih akurat, maka akan menurunkan default risk dan
meningkatkan peringkat surat utang perusahaan. Rianingsih (2008), perusahaan yang memiliki komite audit akan memiliki peringkat surat utang yang lebih tinggi daripada perusahaan yang tidak memiliki komite audit. Hasil ini juga mendukung bahwa komite audit menjalankan fungsinya sebagai profesi yang memberikan pendapat kepada komisaris khususnya yang berkaitan dengan transparansi laporan keuangan, sehingga ini juga menunjukkan kehadiran komite audit dapat memberikan laporan keuangan yang lebih berkualitas. Penelitian Siallagan dan Machfoedz (2006) menyatakan bahwa keberadaan komite audit mempunyai pengaruh positif pada kualitas laba dan juga nilai perusahaan yang dihitung dengan Tobin’s Q. Berdasarkan latar belakang tersebut, maka yang menjadi pokok permasalahan dalam penelitian ini adalah Apakah keberadaan komite audit memengaruhi hubungan positif antara risiko perusahaan dengan konservatisma akuntansi?
KAJIAN PUSTAKA
Teori Keagenan
Jensen dan Meckling (1976), mengembangkan agency theory, yang menyatakan bahwa manajemen (sebagai agent) dan pemilik modal (sebagai principal) masing-masing ingin memaksimumkan utilitynya. Mursalim (2005), menyatakan bahwa teori keagenan dapat dipandang sebagai suatu versi dari game theory, yang membuat suatu model kontraktual antara dua atau lebih orang (pihak), dimana salah satu pihak disebut agent dan pihak yang lain disebut principal. Principal mendelegasikan pertanggungjawaban atas decision making kepada agent, hal ini dapat pula dikatakan bahwa principal memberikan suatu amanah kepada agent untuk melaksanakan tugas tertentu sesuai dengan kontrak kerja yang telah disepakati. Wewenang dan tanggungjawab agent maupun principal diatur dalam kontrak kerja atas persetujuan bersama. Scott (1997) menyatakan bahwa perusahaan mempunyai banyak kontrak, misalnya kontrak kerja antara perusahaan dengan para manajernya dan kontrak pinjaman antara perusahaan dengan kreditornya. Kedua jenis kontrak tersebut seringkali dibuat berdasarkan angka laba bersih, sehingga dapat dikatakan bahwa teori agensi mempunyai implikasi pada akuntansi.
Agen dan prinsipal, akan berusaha untuk memaksimalkan utilitasnya masing-masing melalui
informasi yang dimiliki. Tetapi agent memiliki informasi yang lebih banyak dibanding dengan principal, sehingga menimbulkan asimetri information. Informasi yang lebih banyak dimiliki oleh manajer dapat memicu tindakan-tindakan yang sesuai dengan keinginan dan kepentingan untuk memaksimumkan utilitasnya. Pemilik modal dalam hal ini investor akan sulit untuk mengontrol secara efektif tindakan yang dilakukan oleh manajemen karena hanya memiliki sedikit informasi yang ada. Pemegang saham akan mengatasi permasalahan tersebut dengan melalukan pengawasan kepada manajemen.
Menurut Jensen (1986) salah satu cara untuk memperkecil biaya pengawasan yang ditanggung oleh pemegang saham adalah dengan melibatkan pihak ketiga dalam pengawasan tersebut. Untuk mengurangi monitoring cost dan memperoleh pendanaan, perusahaan akan menggunakan utang sebagai alternatif pilihan. Menurut Scott (1997), faktor-faktor yang mendorong manajer melakukan aktivitas manajemen laba salah satunya adalah kontrak utang. Sweeney (1994) menemukan bahwa perusahaan secara menaikkan laba sehingga rasio debt to equity dan interest coverage pada frekuensi yang ditentukan. Mengatasai permasalahan tersebut maka di dalam kontrak utang, menurut Ahmed et.al (2002), akan memasukkan konservatisma dalam dua cara, yaitu: Pertama, bondholders dapat secara eksplisit mensyaratkan penggunaan akuntansi konservatif. Kedua, manajer secara implisit memberikan komitmen untuk menggunakan akuntansi yang konservatif secara konsisten untuk membangun reputasi sebagai perusahaan yang menyajikan laporan keuangan yang konservatif. Pertimbangan reputasi merupakan pendorong manajer untuk tidak melanggar konservatisma (Milgrom and Roberts: 1992, dalam Sari (2004)).
Watts (2003) menyatakan bahwa konservatisma akan membatasi manajer untuk memasukkan bias and noise ke dalam laporan keuangan. Sehingga ketika manajer melakukan penerapan akuntansi yang konservatif, maka akan menghasilkan laba dan aktiva yang dapat membatasi pembayaran dividen untuk shareholder. Dengan demikian, penggunaan akuntansi yang semakin konservatif akan membuat semakin kecil kemungkinan adanya pembayaran dividen yang terlalu tinggi kepada shareholders. Dalam Widanaputra (2007), langkah manajemen di atas dapat dijelaskan melalui konsep teori prospek yang menyatakan bahwa seorang cenderung bersifat
risk averse pada kondisi yang menguntungkan dan bersifat risk seeking pada kondisi yang merugikan. Dalam kaitannya dengan pembagian dividen, karena manajer berada pada posisi yang kurang menguntungkan, maka manajemen cenderung lebih berani menerima risiko dengan cara lebih banyak mengadopsi konservatisma akuntansi.
Masalah keagenan dapat diminimumkan dengan penyelenggaraan pengelolaan perusahaan yang baik (good corporate governance). BEJ mewajibkan perusahaaan tercatat wajib memiliki komisaris independen dan komite audit. Komite audit bertugas membantu dewan komisaris untuk memonitor proses pelaporan keuangan oleh manajemen untuk meningkatkan kredibilitas laporan keuangan (Bradbury et al. 2004).
Pengembangan Hipotesis
BEJ mewajibkan perusahaaan tercatat wajib memiliki komisaris independen dan komite audit. Komite audit salah satu tugasnya mengawasi proses pelaporan keuangan perusahaan dan mengadakan pertemuan secara rutin dengan audit eksternal dan internal untuk memberikan pendapatnya secara profesional mengenai laporan keuangan perusahaan, proses audit dan pengawasan internal. Keberadaan komite audit akan mendorong perusahaan untuk menerbitkan laporan keuangan yang lebih akurat, maka akan menurunkan default risk dan meningkatkan peringkat surat utang perusahaan. Penggunaan variabel komite audit sebagai struktur yang sistematis untuk memaksimalkan pengelolaan perusahaan yang baik (good corporate governance), sehingga dapat meminimumkan masalah keagenan.
Masalah keagenan muncul karena adanya asimetri informasi antara agen dan principal. Pemegang saham akan mengatasi permasalahan tersebut dengan melakukan pengawasan kepada manajemen. Menurut Jensen (1986) salah satu cara untuk memperkecil biaya pengawasan yang ditanggung oleh pemegang saham adalah dengan melibatkan pihak ketiga dalam pengawasan tersebut. Untuk mengurangi monitoring cost dan memperoleh pendanaan, perusahaan akan menggunakan utang sebagai alternatif pilihan. Melalui hipotesis financial leverage dalam Chen dan Steiner (1999) dapat dijelaskan bahwa kebijakan utang berpengaruh secara positif pada risiko.
Menurut Scott (1997), faktor-faktor yang mendorong manajer melakukan aktivitas manajemen laba salah satunya adalah kontrak utang. Sweeney
(1994) menemukan bahwa perusahaan secara menaikkan laba sehingga rasio debt to equity dan interest coverage pada frekuensi yang ditentukan. Mengatasai permasalahan tersebut maka di dalam kontrak utang, menurut Ahmed et.al (2002), akan memasukkan konservatisma dalam dua cara, yaitu: Pertama, bondholders dapat secara eksplisit mensyaratkan penggunaan akuntansi konservatif. Kedua, manajer secara implisit memberikan komitmen untuk menggunakan akuntansi yang konservatif secara konsisten untuk membangun reputasi sebagai perusahaan yang menyajikan laporan keuangan yang konservatif. Pertimbangan reputasi merupakan pendorong manajer untuk tidak melanggar konservatisma (Milgrom and Roberts: 1992).
Mayangsari dan Wilopo (2002) hasil penelitiannya mendukung hipotesis bahwa semakin tinggi tingkat konservatisma yang diterapkan perusahaan maka semakin tinggi nilai pasar perusahaan. Watts (2003) menyatakan bahwa konservatisma akan membatasi manajer untuk memasukkan bias and noise ke dalam laporan keuangan. Sehingga ketika manajer melakukan penerapan akuntansi yang konservatif, maka akan menghasilkan laba dan aktiva yang dapat membatasi pembayaran dividen untuk shareholder. Dengan demikian, penggunaan akuntansi yang semakin konservatif akan membuat semakin kecil kemungkinan adanya pembayaran dividen yang terlalu tinggi kepada shareholders. Dalam Widanaputra (2007), langkah manajemen diatas dapat dijelaskan melalui konsep teori prospek yang menyatakan bahwa seorang cenderung bersifat risk averse pada kondisi yang menguntungkan dan bersifat risk seeking pada kondisi yang merugikan. Dalam kaitannya dengan pembagian dividen, karena manajer berada pada posisi yang kurang menguntungkan, maka manajemen cenderung lebih berani menerima risiko dengan cara lebih banyak mengadopsi konservatisma akuntansi. Penerapan prinsip konservatisma akuntansi terkait masalah pembagian dividen, akan memicu konflik antara manajemen dan pemegang saham.
Diwajibkannya keberadaan komite audit pada perusahaan yang go publik, diharapkan pengambilan keputusan oleh manajemen sudah pada tujuan untuk memaksimalkan pengelolaan perusahaan yang baik (good corporate governance) tidak hanya dilihat dari sisi pemegang saham tetapi juga kreditor. Rianingsih (2008), perusahaan yang memiliki komite audit akan
memiliki peringkat surat utang yang lebih tinggi daripada perusahaan yang tidak memiliki komite audit. Hasil ini juga mendukung bahwa komite audit menjalankan fungsinya sebagai profesi yang memberikan pendapat kepada komisaris khususnya yang berkaitan dengan transparansi laporan keuangan, sehingga ini juga menunjukkan kehadiran komite audit dapat memberikan laporan keuangan yang lebih berkualitas. Penelitian Siallagan dan Machfoedz (2006) menyatakan bahwa keberadaan komite audit mempunyai pengaruh positif pada kualitas laba dan juga nilai perusahaan yang dihitung dengan Tobin’s Q. Berdasarkan uraian diatas maka hipotesis yang diajukan adalah sebagai berikut:
H1 : Keberadaan komite audit memengaruhi hubungan positif antara risiko perusahaan dengan konservatisma akuntansi.
METODE PENELITIAN
Variabel dan Pengukuran Variabel Risiko Perusahaan (debt to equity ratio)
Risiko perusahaan yang diproksikan dengan debt to equity ratio, mengacu pada pengukuran yang telah digunakan oleh Tarjo (2003), Holidya Lestari (2004) dan Putri dan Nasir (2006). Struktur modal yang optimum atau “optimum debt ratio” dari perusahaan adalah 50%, yaitu struktur modal yang dapat meminimkan biaya penggunaan modal rata-rata (average cost capital) sebesar 12.5%. Pada tingkat rasio utang yang lain biaya modal rata-rata tertimbang lebih besar. Biaya utang dan biaya modal sendiri pada rasio utang di atas 50% makin meningkat. Hal ini disebabkan karena makin besarnya rasio utang berarti makin besar pula risiko finansialnya. Risiko finansial adalah risiko yang timbul karena ketidakmampuan perusahaan untuk membayar bunga dan angsuran dalam keadaan ekonomi yang memburuk. Rumus perhitungan debt to equity ratio adalah sebagai berikut (Bambang Riyanto, 2008).
TotalD eb t to E q u ity R a tio = T o ta l H u tan g ………….. (1)
TotalModalSendiri
Konservatisma Akuntansi (CONACCit)
Konservatisma akuntansi, mengacu pada pengukuran yang telah digunakan oleh Givoly dan Hayn (2002), Dahlia Sari (2004), A.A.A. Ratna Dewi (2004), Widya (2005), Widanaputra (2007), Michell Suharli (2008). Pengukuran konservatisma dilakukan dengan melihat perbedaan antara laba bersih sebelum extraordinary item ditambah
depresiasi/amortisasi dan arus kas kegiatan operasi. Semakin besar akrual negatif yang diperoleh maka semakin konservatif akuntansi yang diterapkan. Secara spesifik penelitian ini menggunakan total akrual di luar penyusutan (net income sebelum extraordinary ditambah dengan biaya depresiasi dikurangi operating cash flows) di deflasi dengan aset rata (Widanaputra, 2007) dengan memberikan simbul CONACC. Hal ini dilandasi oleh teori bahwa konservatisma menunda pengakuan pendapatan dan mempercepat pengakuan biaya. Laporan laba rugi yang konservatif akan menunda pengakuan pendapatan yang belum terealisasi dan biaya yang terjadi pada perioda tersebut akan segera dibebankan pada perioda tersebut dibandingkan menjadi cadangan (biaya yang ditangguhkan) pada neraca, dalam Sari (2004). Rumus dari proksi konservatisma ini adalah sebagai berikut:
CONA CCit = NItt - CFOtt.......................(2)
CONACCit = tingkat konservatisma.
NIit = net income sebelum extraordinary
item ditambah depresiasi dan amortisasi.
CFit = cash flow dari kegiatan operasional.
Hasil perhitungan CONACC di atas dikalikan dengan -1, sehingga semakin besar konservatisma ditunjukkan dengan semakin besarnya nilai CONACC.
Komite Audit
Komite Audit yang diukur dengan proksi jumlah anggota komite audit mengacu pada pengukuran yang telah dilakukan oleh Rustiarini (2009). Jumlah anggota komite audit biasanya terdiri dari minimal tiga anggota yang independent. Anggota komite audit diangkat dari anggota dewan komisaris yang tidak melaksanakan tugas eksekutif.
Pemilihan Sampel
Populasi dalam penelitian ini adalah perusahaan-perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI tahun 2005-2009. Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut (Sugiyono, 2008:73). Sampel dalam penelitian ini dipilih dengan metoda purposive sampling dengan kriteria sebagai berikut:
-
1) Perusahaan manufaktur terdaftar yang menerbitkan laporan keuangan auditan secara lengkap (laporan laba-rugi, neraca dan aliran kas) dengan perioda berakhir 31 Desember dari tahun 2005-2009.
-
2) Perusahaan manufaktur yang menggunakan mata uang rupiah. Penggunaan mata uang
rupiah dimaksudkan untuk keseragaman dalam pengolahan data.
-
3) Perusahaan manufaktur yang laporan keuangannya mencerminkan penerapan akuntansi konservatif (nilai akrual yang negatif).
-
4) Perusahaan manufaktur yang memiliki data komite audit.
-
5) Peruasahaan manufaktur yang nilai ekuitas perusahaannya positif (+). Nilai ekuitas yang negatif menandakan bahwa ekuitas yang dimilki perusahaan tidak dapat menjamin keseluruhan utang perusahaan. Sehingga ekuitas negatif dipandang sebagai risiko yang besar dan tidak mencerminkan risiko perusahaan sebenarnya.
Teknik Analisis Data
Uji Asumsi Klasik
Sebelum model regresi digunakan untuk menguji hipotesis, diharuskan model tersebut bebas dari gejala asumsi klasik karena model yang baik harus memenuhi kriteria BLUE (Best Linear Unbiased Estimator). Adapun uji asumsi klasik yang digunakan adalah sebagai berikut:
-
(1 ). Uji Normalitas
Uji Normalitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi, variabel terikat dan variabel bebas keduanya mempunyai distribusi normal ataukah tidak. Pengujian normalitas dilakukan dengan melihat hasil uji statistik non-parametrik Kolmogorov-Smirnov (K-S). Uji K-S dapat dilakukan untuk menguji apakah data terdistribusi secara normal. (Ghozali, 2009:147).
-
2) . Uji Multikolinearitas
Uji Multikolinearitas bertujuan untuk menguji apakah model regresi ditemukan adanya korelasi antar variabel bebas/independen. Multikolinearitas dapat dilihat dari nilai tolerance atau variance inflation factor (VIF). Nilai cutoff yang umum dipakai untuk menunjukkan adanya multikolinieritas adalah nilai tolerance d” 0.10 atau sama dengan nilai VIF e” 10. Jika nilai tolerance > 0.10 atau VIF < 10 dikatakan tidak ada multikolinieritas. (Ghozali, 2009:95).
-
3) . Uji Autokorelasi
Uji Autokorelasi bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi linear ada korelasi antara kesalahan pengganggu pada perioda t dengan kesalahan pengganggu perioda t-1 atau perioda sebelumnya. Untuk mendeteksi ada tidaknya autokorelasi dilakukan pengujian Durbin-Watson
(DW test). Jika nilai Dw test sudah ada, maka nilai tersebut dibandingkan dengan nilai tabel dengan menggunakan tingkat keyakinan sebesar 95%.
-
a. Bila dU < dw < (4-dU), maka tidak terjadi autokorelasi.
-
b. Bila dw < d1, maka terjadi autokorelasi positif.
-
c. Bila dw > (4-dt), maka terjadi autokorelasi negatif.
-
d. Bila d1 < dw < dU atau (4-dU) < dw < (4-dt), maka tidak dapat ditarik kesimpulan mengenai ada tidaknya autokorelasi.
-
4) . Uji Heteroskedastisitas
Uji Heteroskedastisitas bertujuan untuk mengetahui apakah variabel yang dioperasikan sudah mempunyai varian yang sama (homogen) atau sebaliknya (heterogen). Model regresi yang baik adalah yang homokedastisitas atau tidak terjadi heteroskedastisitas. Uji heteroskedastisitas dilakukan dengan uji glejser. Jika nilai signifikasinya lebih besar dari 0,050 maka dikatakan model bebas dari heteroskedastisitas. (Ghozali, 2009:125).
Uji Hipotesis Penelitian
Uji Interaksi
Uji interaksi atau sering disebut dengan moderated regression analysis (MRA) merupakan aplikasi khusus regresi linear berganda untuk
menentukan hubungan anatar dua variabel yang dipengaruhi oleh variabel ketiga atau variabel moderasi dimana dalam persamaan regresinya mengandung unsur interaksi (Ghozali, 2006). Persamaan statistik yang digunakan adalah sebagai berikut:
KONSVit = c0 + c1 DEBTit + c2 KOMDITit+ c3 DEBT* KOMDITit + µit.......................(4)
Keterangan:
KONSVi = Pengukuran konservatisma.
DEBTi = debt to equity ratio
KOMDITit= Komite audit
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Deskripsi Sampel Penelitian
Sampel yang digunakan dalam penelitian ini dipilih secara purposive sampling. Berdasarkan kriteria yang diterapkan, maka diperoleh sebanyak 225 pengamatan. Dari 612 perusahaan yang mengeluarkan annual report selama tahun 2005 sampai dengan tahun 2009 terdapat 358 yang tidak mencerminkan penerapan akuntansi konservatif dan sebanyak 16 perusahaan yang memiliki nilai ekuitas negatif. Terdapat 7 perusahaan dikategorikan outlier. Proses pemilihan sampel penelitian ditunjukkan pada Tabel 1.
Tabel 1
Proses Pemilihan Sampel Penelitian
Keterangan |
Jumlah Pengamatan |
Perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI mengeluarkan annual report dari tahun 2005 sampai dengan tahun 2009 |
612 |
Perusahaan yang tidak mengunakan mata uang rupiah |
(6) |
Perusahaan yang tidak mencerminkan konservatisma dengan nilai conacc < 0 |
(358) |
Perusahaan yang ekuitasnya negative |
(16) |
Perusahaan yang datanya outlier |
(7) |
Perusahaan sampel penelitian |
225 |
Pembahasan Hasil Penelitian
Hasil pengujian interaksi atau sering disebut dengan moderated regression analysis (MRA) disajikan pada tabel 2.
Berdasarkan Tabel 2 terlihat bahwa nilai adjusted R2 adalah 0,127 atau 12,7%. Ini berarti bahwa varian variabel bebas yaitu risiko perusahaan, komite audit, interaksi risiko perusahaan dan komite
Tabel 2
Hasil Pengujian Hipotesis
Unstandardized Coefficients t si B | |
Konstan Risk Komite Audit Risk*Komdit |
0,014 0,693 0,489 0,003 1,989 0,048 0,014 2,017 0,045 0,002 2,003 0,046 |
Ajusted R2 = 0,127
F-test = 11,865
si F = 0,000a
Sumber: data diolah 2011
audit memengaruhi varian variabel terikat yaitu konservatisma akuntansi sebesar 12,7 persen, sedangkan sisanya 87,3 persen (100 – 12,7) dijelaskan oleh variabel lain yang tidak dimasukkan dalam model. Nilai F-test digunakan untuk melihat hubungan antara variabel bebas dengan variabel terikat sebesar 11,865 dengan si 0,000a (lebih kecil dari 0,05). Hal ini berarti bahwa model yang digunakan dalam penelitian ini adalah layak.
Tabel 2 menunjukkan nilai koefisien risiko perusahaan bertanda positif sebesar 0,003 dengan si 0,048. Hal ini menunjukkan pada tingkat keyakinan 95 persen risiko perusahaan berpengaruh positif secara statistis pada konservatisma akuntansi. Hasil penelitian ini mendukung penelitian yang dilakukan oleh Ahmed et al., (2002), Widodo (2005), dan Widanaputra (2007) karena membuktikan bahwa semakin tinggi risiko perusahaan maka laporan keuangan akan disusun oleh manajemen secara konservatif disebabkan adanya tekanan dari debtholders. Ini berarti semakin tinggi risiko perusahaan yang diproksikan dengan debt to equity maka semakin tinggi tingkat konservatisma akuntansi.
Tabel 2 juga menunjukkan nilai koefisien komite audit bertanda positif sebesar 0,014 dengan si sebesar 0,045. Hal ini menunjukkan pada tingkat keyakinan 95 persen komite audit berpengaruh pada konservatisma akuntansi. Hasil penelitian ini mendukung Krishnan dan Visuanathan (2006). Penelitian Krishnan dan Visuanathan (2006), membuktikan bahwa keberadaan dan ukuran komite audit berpengaruh positif pada tingkat konservatisma laporan keuangan dan latar keahlian dari komite audit tersebut juga berkaitan secara positif dengan konservatisma. Ini berarti semakin banyak jumlah komite audit maka semakin tinggi tingkat konservatisma akuntansi.
Hasil pengujian hipotesis pada tabel 2 menunjukkan bahwa variabel interaksi antara variabel RISK dan KOMDIT memiliki nilai koefisien positif sebesar 0,002 dan tingkat si sebesar 0,046. Hasil penelitian ini membuktikan bahwa keberadaan komite audit di dalam perusahaan dapat meminimumkan masalah keagenan. Komite audit mampu menjalankan fungsinya sebagai profesi yang memberikan pendapat kepada komisaris khususnya yang berkaitan dengan transparansi laporan keuangan, sehingga ini juga menunjukkan kehadiran komite audit dapat memberikan laporan keuangan yang lebih berkualitas. Penelitian Siallagan dan Machfoedz (2006) menyatakan bahwa keberadaan komite audit mempunyai pengaruh positif pada kualitas laba dan juga nilai perusahaan yang dihitung dengan Tobin’s Q. Hasil ini menunjukkan bahwa komite audit berpengaruh pada hubungan positif antara risiko perusahaan dengan konservatisma akuntansi. Dapat disimpulkan bahwa hasil analisis menerima hipotesis penelitian. Persamaan statistik yang digunakan adalah sebagai berikut:
KONSVit = -0,011 + 0,003 RISKit + 0,014 KOMDITit+ 0,002 RISK* KOMDITit + µit (5) Keterangan:
KONSVi = Pengukuran konservatisma.
DEBTi = debt to equity ratio
KOMDITit = Komite audit
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Komite audit berpengaruh pada hubungan positif antara risiko perusahaan dan konservatisma akuntansi. Hasil ini menunjukkan bahwa komite audit menjalankan fungsinya sebagai profesi yang memberikan pendapat kepada komisaris khususnya
yang berkaitan dengan transparansi laporan keuangan, mengawasi proses pelaporan keuangan perusahaan dan mengadakan pertemuan secara rutin dengan audit eksternal dan internal untuk memberikan pandangannya secara profesional mengenai laporan keuangan perusahaan, proses audit dan pengawasan internal. Semakin tinggi risiko perusahaan maka komite audit akan menyarankan penerapan akuntansi yang konservatif. Membuktikan bahwa keberadaan komite audit di dalam perusahaan, dapat meminimumkan masalah keagenan.
Saran
Rentang waktu periode penelitian yang relatif singkat yaitu dari tahun 2005 hingga 2009. Penelitian selanjutnya dapat memperbaiki kelemahan tersebut dengan mengambil periode waktu yang lebih panjang
Penelitian ini hanya menggunakan satu ukuran konservatisma. Penelitian selanjutnya dapat mengembangkan penelitian ini dengan menggunakan ukuran lain dari konservatisma agar mendapatkan hasil yang lebih komprehensif.
Hasil penelitian yang bertentangan tentang hubungan risiko perusahaan dengan konservatisma akuntansi mendorong peneliti untuk melakukan pengujian kembali dan hanya memasukkan satu variabel pemoderasi, yaitu komite audit. Diharapkan penelitian lainnya mencoba menambah atau menggunakan variabel pemoderasi yang lain.
Penelitian ini menunjukkan bahwa risiko perusahaan berpengaruh positif sebesar 0,003 pada konservatisma akuntansi dengan tingkat si 0,048, dan variabel interaksi antara risiko perusahaan dan komite audit juga mempunyai pengaruh positif sebesar 0,002 pada konservatisma akuntansi dengan tingkat si 0,046. Berarti bahwa risiko perusahaan dan variabel interaksi antara risiko perusahaan dan komite audit berpengaruh positif pada konservatisma akuntansi. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa risiko perusahaan berpengaruh positif pada konservatisma akuntansi dan dapat diperkuat dengan adanya komite audit. Diharapkan komite audit sebagai variabel moderasi dapat bermanfaat bagi perusahaan dalam mengurangi masalah keagenan sehingga dapat menciptakan pengelolaan perusahaan yang lebih baik.
REFERENSI
Ahmed, A. S., B. K. Billing, R. M. Morton, dan M.
Stanford Harris. 2002. The Role of Accounting
Conservatism in Mitigating Bondholders and Shareholders Conflicts over Devidend Policy and in Reducing Debt Cost. The Accounting Review. Vol. 77 No. 4: 867-890.
Almilia, L. S. 2004. Pengujian Size Hypothesis dan Debt/Equity Hypothesis yang Memengaruhi Tingkat Konservatisma Laporan Keuangan Perusahaan dengan Teknik Analisa Multinomial Logit. Jurnal Bisnis Akuntansi. P 4 – 10.
Ball, R. and L. Shivakumar. 2005. Earnings quality in UK private firms: Comparative loss recognition timeliness. Journal of Accounting and Economics. Vol 39. Pp 83-128.
Bradbury, M. E., Mak, Y. T. dan Tan, S. M. 2004. “Board Characteristics, Audit Committee Characteristics and Abnormal Accruals”, Working Paper, Unitec New Zealand dan National University of Singapore.
Bambang, R. 2008. Dasar Dasar Pembelanjaan Perusahaan. Edisi 4. Yogyakarta: BPFE-Yogyakarta.
Chen, Carl R dan Steiner, Thomas L. 1990. Managerial Ownership and Agency Conflict : A Nonlinier Simultaneous Equation Analysis of Managerial Ownership, Risk Taking, Debt Policy, and Dividend Policy. The Financial Review. Vol 34. Pp 119-136.
Givoly, Dan dan Carla Hayn. 2002. Rising Conservatism: Implications for Financial Analysis. AIMR. January/February.
Guay, W. and R. Verrecchia, 2006. Discussion of an economic framework for conservative accounting and Bushman and Piotroski (2006). Journal of Accounting and Economics. Vol 42. Pp 149-165.
Hartono, Jogiyanto. 2000. Teori Portofolio dan Analisis Investasi. Edisi ke 2. Yogyakarta: BPFE.
Holthausen, R.W. and R.L. Watts. 2001. The relevance of value-relevance literature for financial accounting standard setting. Journal of Accounting and Economics. Vol 31. Pp 3-75.
Ikatan Akuntan Indonesia. 2009. PSAK No. 1 Penyajian Laporan Keuangan (revisi 1998). Jakarta: Salemba Empat
Indriani R dan Khoiriyah W. 2010. Pengaruh Kualitas Pelaporan Keuangan Pada Informasi Asimetri. Simposium Nasional Akuntansi XIII Purwokerto.
Jensen, Michael. C. 1986. Agency Costs of Free Cash Flow, Corporate Finance, and Takeovers. AEA Papers and Proceedings, May, Vol. 76 No. 2, 323329.
Jensen, M. C., and W.H. Meckling. 1976. Theory of the Firm: Managerial Behavior, Agency Costs and Ownership Structure. Journal of Financial Economics, Vol. 3, No. 4, October, pp 305-360.
Jimmy, Lee. 2010. The Role of Accounting Conservatism in Firms’ Financial Decisions. Disertasi. Diunduh dari http://www.ssrn. com, Northwestern University 23 November.
Klien, A. 2002. Audit Committee, Board of Director Characteristics and Earnings Management. Journal Accounting and Economics. Vol 33, pp. 375-400.
Kiryanto, & Edy Suprianto. 2006. Pengaruh Moderasi Size Pada Hubungan Laba Konservatisma Dengan Neraca Konservatisma. Simposium Nasional Akuntansi IX Padang. P 3 -7.
Krishnan, Gopal V and Gnanakumar Visuanathan. 2006. Does SOX definition of accounting expert matter? The association between audit committee director’s expertise and conservatism, Working Paper, Goerge Manson UniversityAccounting Program.
LaFond, R. and R.L. Watts. 2008. The information role of conservatism. The Accounting Review 83(2), 447-478.
Lestari, H. 2004. Pengaruh Kebijakan Utang, Kebijakan Dividen, Risiko, dan Profitabilitas Perusahaan Pada Set Kesempatan Investasi. Simposium Nasional Akuntansi VII Denpasar.
Marzuki. 2000. Metodalogi Riset. Cetakan Ke 7. Yogyakarta: BPFE
Mayangsari, Sekar & Wilopo. 2002. Konservatisma Akuntansi, Value Relevance dan Discretionary Accruals: Implikasi Empiris Model Feltham-Ohlson (1996). Jurnal Riset Akuntansi Indonesia 3, 291-310.
Mursalim. 2005. Income Smoothing dan Motivasi Investor: Studi Empiris Pada Investor di BEJ. Simposium Nasional Akuntansi VIII Solo.
Penman, Stephen H., & Xiao –Jun Zhang. 2000. “Accounting Conservatism”, The Quality of Earnings and Stock Return, Working Paper, Publikasi Pefindo.
Rachmawati dan Triatmoko. 2007. Analisis Faktor-Faktor yang Memengaruhi Kualitas Laba dan Nilai Perusahaan. Simposium Akuntansi X. Makasar.
Rinaningsih. 2008. Pengaruh Praktek Corporate Governance pada Risiko Kredit, Yield Surat Utang (Obligasi). Simposium Nasional Akuntansi XI Pontianak.
Roychowdhury, S. 2010. Discussion of: “Acquisition profitability and timely loss recognition” by J. Francis and X. Martin. Journal of Accounting and Economics. Vol 49. Pp 179-183.
Rustiarini, Ni Wayan. 2009. “Pengaruh Corporate Governance Pada Hubungan Corporate Social Responsibility dengan Nilai Perusahaan” (tesis). Denpasar: Universitas Udayana.
Sari, C dan Adhariani, D. 2009. Konservatisma Perusahaan di Indonesia dan Faktor-Faktor yang Memengaruhi. Simposium Akuntansi XII Palembang.
Sari, Dahlia. 2004. Hubungan anatara Konservatisma Akuntansi dengan Konflik Bondholdher-Shareholdhers Seputar Kebijakan Dividen dan Peringkat Obligasi Perusahaan. Simposium Nasional Akuntansi VII Denpasar.
Scott, W.R. 1997. Financial Accounting Theory. New Jersey Prentice-Hall International.A. Simon & Schuster Company. Upper Saddle. River.
Siallagan dan Machfoedz. 2006. Mekanisme Corporate Governance, Kualitas Laba dan Nilai Perusahaan. Simposium Nasional Akuntansi IX Padang.
Suharli, M. 2008. Pengaruh Rasio Keuangan dan Konservatisma Akuntansi Pada Pemeringkatan Obligasi. Jurnal Riset Akuntansi Indonesia. Vol. 13. No. 2.
Sweeney, A.. 1994. “Debt Covenant Violations and Managers’ Accounting Responses”, Journal of Accounting and Economics. Vol 17. Pp. 281-308.
Tarjo dan Jogiyanto. 2003. Analisa Free Cash Flow dan Kepemilikan Manajerial Pada Kebijakan Utang pada Perusahaan Publik di Indonesia. Simposium Nasional Akuntansi VI Surabaya.
Watts, R.L. 2003. Conservatism in accounting, Part I: Explanations and implications. Accounting Horizons. Vol. 17. No. 3. Pp. 207-221.
Watts, Ross L., & Jerold L. Zimmerman. 1986. Possitive Accounting Theory. Prentice Hall: New Jersey.
Widanaputra, A.A.G.P. 2007. “Pengaruh Konflik Antara Pemegang Saham dan Manajemen Mengenai Kebijakan Dividen Pada Konservatisma Akuntansi” (Disertasi). Yogyakarta: Universitas Gajah Mada.
Widodo. 2005. Pengaruh Tingkat Kesulitan Keuangan Perusahaan pada Konservatisma Akuntansi. Simposium Nasional Akuntansi VIII Solo.
Widya. 2005. Analisis Faktor-Faktor yang memengaruhi Pilihan Perusahaan teradap Akuntansi Konservatif. Jurnal Riset Akuntansi Indonesia. Vol. 8. No. 2. Hal. 138-157.
Discussion and feedback