200 Jurnal Buletin Studi Ekonomi, Vol. 19, No. 2, Agustus 2014

REKAYASA BUDAYA ORGANISASI 7 (TUJUH) KARAKTER UNIVERSITAS DHYANA PURA BALI

Yeyen Komalasari

Universitas Dhyana Pura Badung Bali e-mail: [email protected]

Abstract : Organizational Culture Engineering of The Seven Characters Dhyana Pura University Bali. Organizational culture can improve the behavior and motivation of human resources so as to develop their performance and in turn can increase organizational performance. Organizational culture can be created by the owner or head of the organization, according to the organization’s needs, as has been done by Dhyana Pura University by implementing a program called seven (7) characters to be an organizational culture. Culture of the organization will function optimally if all members of the organization have a common perception of the culture and are committed to implement it. Organizational culture can be a major instrument of competitive advantage, if it is supported and approved by all members of the organization. Strong organizational culture will be able to help in steering human resources to achieve the vision, mission and goals of the organization.

Keywords : culture organization, Undhira’s seven characters

Abstrak : Rekayasa Budaya Organisasi 7 (Tujuh) Karakter Universitas Dhyana Pura Bali. Budaya Organisasi dapat memperbaiki perilaku dan memotivasi sumber daya manusia sehingga mampu meningkatkan kinerjanya dan pada gilirannya mampu meningkatkan kinerja organisasi. Budaya Organisasi dapat direkayasa atau diciptakan oleh pemilik atau pimpinan organisasi, sesuai dengan kebutuhan organisai seperti yang dilakukan oleh Universitas Dhyana Pura dengan mencanangkan 7 (tujuh) karakter sebagai budaya organisasi. Budaya organisasi akan berfungsi dengan optimal jika seluruh anggota organisasi memiliki kesamaan persepsi terhadap budaya tersebut dan berkomitmen dalam melaksanakannya. Budaya organisasi dapat menjadi instrument keunggulan kompetitif yang utama, ketika budaya organisasi didukung dan disetujui oleh seluruh anggota organisasi sehingga menjadi budaya organisasi yang kuat. Budaya organisasi yang kuat akan dapat membantu mengarahkan sumber daya manusia pada pencapaian visi, misi dan tujuanorganisasi

Kata kunci : budaya organisasi, 7 (tujuh) karakter Undhira

PENDAHULUAN

Budaya merupakan konsep yang penting dalam memahami masyarakat dan kelompok manusia untuk waktu yang lama. Organisasi didefinisikan sebagai sekelompok orang yang terikat secara formal dalam hubungan atasan dan bawahan yang bekerjasama untuk mencapai tujuan bersama pula (Jones, 1998). Definisi sederhana ini memberi petunjuk bahwa organisasi dapat disoroti dari dua sudut pandang, yaitu sebagai wadah berbagai kegiatan dan sebagai proses interaksi antara orang-orang yang berada di dalamnya. Sehubungan dengan uraian tersebut, dalam suatu organisasi masalah budaya organisasi (organizational culture) merupakan bagian yang tak terpisahkan dengan lingkungan internal organisasi. Karena keragaman budaya yang ada dalam organisasi sama banyaknya dengan jumlah individu yang ada pada organisasi tersebut. Budaya organisasi pada umumnya juga dipengaruhi oleh internal

organisasi. Budaya organisasi dalam disiplin keilmuan masih tergolong baru, meskipun budaya organisasi sebenarnya sudah ada sejak pertengahan abad ke dua puluh.

Organisasi diharapkan dapat mengelola lingkungan internalnya dengan baik agar mampu melahirkan inovasi yang bernilai tinggi, hal ini dapat terjadi apabila organisasi memiliki nilai budaya organisasi yang kondusif. Budaya merupakan faktor yang sangat penting dalam meningkatkan efektifitas organisasi. (McShane et.al,2005). Budaya organisasi dapat menjadi instrumen keunggulan kompetitif yang utama, ketika budaya organisasi mendukung strategi organisasi dan dapat menjawab atau mengatasi tantangan lingkungan dengan cepat dan tepat.

Budaya organisasi membantu mengarahkan sumber daya manusia pada pencapaian visi, misi, dan tujuan organisasi. Disamping itu akan meningkatkan kekompakan tim antar berbagai departemen, divisi atau unit dalam organisasi, sehingga mampu menjadi

pemersatu dalam mencapai tujuan organisasi. Budaya organisasi membentuk perilaku staf dengan mendorong percampuran core values dan perilaku yang diinginkan, sehingga memungkinkan organisasi bekerja dengan lebih efisien dan efektif, meningkatkan konsistensi, dan menyelesaikan konflik. Budaya organisasi akan meningkatkan motivasi staf dengan memberi mereka perasaan saling memiliki, loyalitas, kepercayaan, dan nilai-nilai, yang mendorong mereka berpikir positif tentang mereka dan organisasi. Dengan demikian organisasi dapat memaksimalkan potensi dan memperbaiki perilaku stafnya, sehingga meningkatkan kinerja organisasi untuk mencapai tujuan organisasi.

Universitas Dhyana Pura merupakan salah satu perguruan tinggi swasta di Bali, di bawah koordinasi Kopertis Wilayah VIII. Dengan mottonya “ Morning of The World” memiliki 2 Fakultas dan 13 Program Studi, yaitu : Fakultas Ekonomika dan Humaniora (FEH) yang terdiri dari Program Studi Manajemen, Program Studi Sastra Inggris, Program Studi Pendidikan Anak Usia Dini, Program Studi Pendidikan Kesejahteraan Keluarga, Studi Psikologi dan Program Studi D3 Pemasaran. Sedangkan Fakultas Ilmu Kesehatan Sains Dan Teknologi (FIKST) terdiri dari Program Studi Perekam Informasi Kesehatan, Program Studi Ilmu Kesehatan Masyarakat, Program Studi Biologi, Program Studi Sistem Informasi, Program Studi Teknik Informatika, Program Studi Fisioterapi dan Program Studi Gizi. Universitas Dhyana Pura adalah sebuah lembaga pendidikan tinggi di Bali, yang merekayasa sebuah budaya organisasi, kemudian berusaha membuat karyawannya untuk memahami dan menganut serta menerapkannya. Sebagai dasar dalam setiap gerak langkah karyawannya dalam berpikir, berkata dan bertindak baik selaku pribadi maupun dalam setiap pelaksanaan pekerjaannya di Universitas Dhyana Pura.

Budaya Organisasi tersebut kemudian dirumuskan dalam sebuah buku pedoman berjudul “Tujuh Karakter Universitas Dhyana Pura Bali” dan diperkenalkan pada bulan November 2012, kurang lebih setahun setelah universitas ini berdiri yaitu tanggal 7 Juli 2011. Bukti keseriusan Universitas Dhyana Pura (Undhira) dalam proses perekayasaan dan penanaman Budaya Organisasinya ini adalah dengan dibentuknya sebuah lembaga khusus yang menaungi pelaksanaan implementasi dari budaya organisasi ini, yakni pembentukan sebuah Departemen atau Lembaga 7 (tujuh) Karakter, yang dikepalai oleh seorang Kepala Bagian dimana dalam struktur organisasinya bertanggung jawab secara langsung kepada Rektor.

Usaha yang lain yang tak kalah fenomenal yang telah dilakukan oleh Undhira dalam rangka menyukseskan program 7 (Tujuh) Karakter ini adalah dengan membuat suatu kebijakan untuk menggunakan block day system, yaitu khusus pada hari Rabu di Undhira kegiatan perkuliahan ditiadakan, namun diganti dan digunakan untuk kegiatan yang berorientasi mendukung Budaya Organisasi 7 (tujuh) karakter seperti kuliah umum dengan mengundang pakar dibidangnya dan kegiatan lain yang bertujuan untuk semakin mensosialisasikan budaya organisasi ini. Budaya organisasi yang diterapkan ini adalah merupakan sebuah rekayasa budaya organisasi yang dibuat oleh top management Undhira untuk membantu mengarahkan sumber daya manusia pada pencapaian visi, misi, dan tujuan organisasi. Budaya organisasi dapat direkayasa, hal ini sejalan dengan pendapat Yio Cheki (1996) bahwa budaya perusahaan pada umumnya dibawakan atau diciptakan oleh pendiri atau lapisan pimpinan paling atas (top management) yang mendirikan atau merintis organisasi tersebut. Falsafah atau strategi yang ditetapkan pimpinan itu lalu menjadi petunjuk dan pedoman bawahan mereka dalam pelaksanaan tugas. Apabila implementasi strategi itu ternyata berhasil baik dan bertahan beberapa tahun, maka filosifi atau visi yang diyakini tersebut akan berkembang menjadi budaya organisasi.

Budaya organisasi Undhira 7 (Tujuh) Karakter ini adalah : Percaya Diri (Self Confidence), Integritas (Integrity), Keberagaman (Pluralism), Kewirausahaan (Intra-entrepreneurship), Pemimpin yang melayani (Servant Leadership), Profesional (Professionalism), dan Mendunia (Globaly). Ketujuh karakter sebagai budaya organisasi ini berusaha diimplementasikan kedalam kehidupan sehari-hari karyawannya baik dalam kehidupan sosialnya maupun pelaksanaan tugasnya sebagai karyawan Undhira. Berhasil tidaknya usaha lembaga Undhira dalam mewujudkan budaya organisasi yang kuat, akan terlihat dari perubahan perilaku karyawan yang berlaku permanen dalam setiap gerak langkahnya. Namun pertanyaannya: Bagaimana Rekayasa Budaya Organisasi 7 (Tujuh) Karakter mampu menjadi budaya organisasi yang kuat ?

KAJIAN PUSTAKA

Pengertian Budaya Organisasi

Beberapa teori dikemukakan untuk menjelaskan tentang pentingnya budaya organisasi diantaranya, Budaya Organisasi adalah kumpulan nilai-nilai dan norma yang mengendalikan interaksi antara anggota organisasi dengan anggota lainnya dan dengan orang

yang berada di luar organisasi. Budaya organisasi sebagai suatu sistem makna bersama yang dianut oleh anggota-anggotanya yang membedakan organisasi itu dari organisasi-organisasi lain (Robbins,2001). Pendapat lain tentang budaya organisasi (Uha,2013) adalah nilai-nilai yang menjadi pegangan sumber daya manusia dalam menjalankan kewajiban dan perilakunya didalam organisasi. Nilai-nilai tersebut yang akan memberi jawaban apakah suatu tindakan benar atau salah, dan apakah suatu perilaku dianjurkan atau tidak, sehingga berfungsi sebagai landasan untuk berperilaku.

Proses Terbentuknya Budaya Organisasi

Budaya organisasi tidak muncul seketika sewaktu organisasi itu terbentuk, tetapi melalui berbagai tahapan dan proses yang panjang. Robbins (2001) menggambarkan bagaimana budaya suatu organisasi dibangun dan dipertahankan. Budaya asli ditunjukkan dari filsafat pendirinya. Selanjutnya budaya ini sangat mempengaruhi kriteria yang digunakan dalam mempekerjakan karyawannya. Tindakan dari manajemen puncak menentukan iklim umum dari perilaku baik yang dapat diterima maupun tidak. Bagaimanapun karyawan memperoleh sosialisasi budaya organisasi, tingkat sukses yang dicapai akan tergantung pada kecocokan nilai-nilai yang dianut oleh karyawan baru dengan nilai-nilai organisasi dalam proses seleksi maupun preferensi. Proses membangun dan mempertahankan Budaya Organisasi dapat dilihat pada Gambar 1.

Karakteristik Budaya Organisasi

Luthans (2002) menyatakan budaya organisasi memiliki 6 (enam) karakteristik yaitu:

  • 1)    Peraturan-peraturan perilaku yang harus dipenuhi. Anggota organisasi saling berintegrasi dengan menggunakan tata cara, istilah dan bahasa sama yang mencerminkan sikap yang baik dan saling menghormati.

  • 2)    Norma-norma. Suatu standar mengenai perilaku yang ditampilkan termasuk pedoman tentang apa saja yang harus dilakukan yaitu tidak berlebih tetapi tidak juga berkurang.

  • 3)    Nilai-nilai yang dominan. Adanya nilai-nilai terpenting dalam organisasi yang diharapkan dianut oleh para anggotanya. Contohnya adalah mutu produk yang tinggi, tingkat absensi rendah, dan efisiensi yang tinggi.

  • 4)    Aturan-aturan. Terdapat pedoman yang harus ditaati juga dengan bergabung dalam organisasi. Anggota baru harus mempelajarinya untuk dapat diterima di dalam organisasi tersebut.

  • 5)    Filosofi. Terdapat kebijakan atau peraturan yang mengarahkan perusahaan tentang bagaimana memperlakukan karyawan atau pelanggan.

  • 6)    Iklim organisasi. Perasaan mengenai perusahaan secara keseluruhan yang dicerminkan oleh tata letak fisik, cara para anggota berinteraksi dan cara mereka berhubungan dengan pelanggan atau lingkungan luar perusahaan.

Manfaat Budaya Organisasi

Ada beberapa fungsi budaya dalam organisasi menurut Robbins (2001), antara lain: 1) Budaya mempunyai suatu peran menetapkan tapal batas, artinya budaya menciptakan perbedaan yang jelas antara satu organisasi dengan organisasi yang lain. 2) Budaya membawa suatu rasa identitas bagi anggota-anggota organisasi. 3) Budaya mempermudah timbulnya komitmen pada sesuatu yang lebih luas daripada kepentingan diri pribadi seseorang. 4) Budaya meningkatkan kemantapan sistem sosial. Budaya merupakan perekat sosial yang membantu mempersatukan organisasi itu dengan memberikan standar-standar yang tepat untuk apa yang harus dikatakan dan dilakukan oleh para karyawan dan 5) Mekanisme pembuat makna dan kendali yang memandu dan membentuk sikap serta perilaku karyawan.

Filsafat dari Pendiri Organisasi



Gambar 1

Pembentukan Budaya Korporat


Uha (2013) mengemukakan manfaat budaya organisasi, membantu mengarahkan sumber daya manusia pada pencapaian visi, misi, dan tujuan organisasi. Di samping itu akan meningkatkan kekompakan tim antar berbagai departemen, divisi, atau unit dalam organisasi, sehingga mampu menjadi perekat yang mengikat orang dalam organisasi bersama-sama. Budaya organisasi membentuk perilaku staf dengan mendorong percampuran core values dan perilaku yang diinginkan, sehingga memungkinkan organisasi bekerja dengan lebih efisien dan efektif, meningkatkan konsistensi, menyelesaikan konflik dan memfasilitasi koordinasi dan control. Budaya organisasi akan meningkatkan motivasi staf dengan memberi mereka perasaan memiliki, loyalitas, kepercayaan, dan nilai-nilai dan mendorong mereka befikir positif tentang mereka dan organisasi. Dengan demikian, organisasi dapat memaksimalkan potensi stafnya dan memenangkan kompetisi. Dengan budaya organisasi kita dapat memperbaiki perilaku dan motivasi sumber daya manusia sehingga meningkatkan kinerjanya dan pada gilirannya meningkatkan kinerja organisasi untuk mencapai tujuan organisasi. Namun budaya organisasi harus selalu dikembangkan sesuai dengan perkembangan lingkungan. Budaya organisasi yang statis suatu saat akan menjadi tidak sesuai dengan kebutuhan organisasi yang bersifat dinamis sebagai respons terhadap perubahan lingkungan.

Rekayasa Budaya Organisasi

Budaya organisasi dapat direkayasa dikemukakan oleh Kadir (Uha, 2013) menyatakan berbagai kondisi dan praktik di organisasi yang diciptakan oleh pemilik atau pimpinan dapat merupakan faktor pembentuk budaya dalam perusahaan yang baik. Berbagai kondisi antara lain: (1) proses rekrutmen, penempatan, dan pengembangan SDM yang terencana; (2) penetapan sistem gaji dan pengupahan yang layak dan bersaing; (3) penciptaan lingkungan kerja yang menarik dan kondusif, baik secara fisik, intelektual, ataupun nasional; (4) program pendidikan dan pelatihan yang terencana; (5) pembinaan kerohanian dan kegiatan social; (6) penentuan tujuan dan sasaran yang jelas.

Yio Cheki (Uha, 2013) juga menyatakan bahwa budaya perusahaan pada umumnya dibawakan atau diciptakan oleh pendiri atau lapisan pimpinan paling atas (top management) yang mendirikan atau merintis organisasi tersebut. Falsafah atau strategi yang ditetapkan pimpinan itu lalu menjadi petunjuk dan pedoman bawahan mereka dalam pelaksanaan tugas. Apabila implementasi strategi itu ternyata berhasil baik dan bertahan beberapa tahun, maka

filosofi atau visi yang diyakini tersebutakan berkembang menjadi budaya perusahaan.

Snyder (Uha,2013) menyatakan budaya merupakan konsep yang “menyeluruh” atau “holistis”, maka Snyder berupaya mengidentifikasi kan titik-titik ruas (leverage points) dalam budaya organisai yang dapat diidentifikasi dan dimanipulasi secara efektif oleh manajer dan agen perubahan organisasi. Robbins (Uha,2013) menyatakan bagaimana budaya suatu organisasi dibangun dan dipertahankan. Budaya asli diturunkan dari filsafat pendirinya. Selanjutnya budaya itu akan sangat mempengaruhi bagaimana perusahaan tersebut mempekerjakan karyawannya, dengan mencocokkan nilai-nilai pribadi karyawan dengan nilai-nilai organisasi yang tergantung dari proses seleksi maupun preferensi manajemen puncak termasuk metode sosialisasinya.

Budaya Organisasi Universitas Dhyana Pura “7 (Tujuh) Karakter”

Pendidikan Karakter bukan hanya berkaitan dengan penanaman nilai-nilai bagi mahasiswa atau civitas akademika, namun merupakan sebuah usaha bersama untuk menciptakan sebuah lingkungan pendidikan tempat setiap individu dapat menghayati kebebasannya, sebagai prasyarat bagi kehidupan moral yang dewasa yang bertanggungjawab dan bernilai bagi sesamanya.

Pembangunan karakter sebagai upaya perwujudan amanat Pancasila dan Pembukaan UUD 1945 dilatarbelakangi oleh realita permasalahan kebangsaan yang berkembang saat ini, seperti: disorientasi dan belum dihayatinya nilai-nilai Pancasila; keterbatasan perangkat kebijakan terpadu dalam mewujudkan nilai-nilai Pancasila; bergesernya nilai etika dalam kehidupan berbangsa dan bernegara; memudarnya kesadaran terhadap nilai-nilai budaya bangsa; ancaman disintegrasi bangsa; dan melemahnya kemandirian bangsa (Buku Induk Kebijakan Nasional Pembangunan Karakter Bangsa 2010-2025).

Untuk mendukung perwujudan cita-cita pembangunan karakter sebagaimana diamanatkan dalam Pancasila dan Pembukaan UUD 1945 serta mengatasi permasalahan kebangsaan saat ini, maka Pemerintah menjadikan pembangunan karakter sebagai salah satu program prioritas pembangunan nasional. Semangat itu secara implisit ditegaskan dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) tahun 2005-2015, di mana pendidikan karakter ditempatkan sebagai landasan untuk mewujudkan visi pembangunan nasional, yaitu “mewujudkan masyarakat berakhlak mulia, bermoral,

beretika, berbudaya, dan beradab berdasarkan falsafah Pancasila.”

Karakter bangsa Indonesia akan menentukan perilaku kolektif kebangsaan Indonesia yang khas, baik yang tercermin dalam kesadaran, pemahaman, rasa, karsa, dan perilaku berbangsa dan bernegara Indonesia yang berdasarkan nilai-nilai Pancasila, norma UUD 1945, keberagaman dengan prinsip Bhinneka Tunggal Ika dan komitmen NKRI (Kemendiknas, 2011).

Strategi pembangunan karakter bangsa yang diterapkan oleh pemerintah melalui Kementerian Pendidikan Nasional adalah: 1) Sosialisasi/ Penyadaran, 2) Pendidikan, 3) Pemberdayaan, 4) Pembudayaan dan 5) Kerjasama. Hal tersebut didasari atas berbagai gejala penurunan kualitas karakter bangsa seperti yang disimpulkan oleh Lickona dalam bukunya Educating for Character: How our school can teach respect & responsibility, (Lickona, 1992) terdapat 10 tanda-tanda zaman sebuah bangsa sedang menuju jurang kehancuran, yaitu: 1) Meningkatnya kekerasan di kalangan remaja; 2) Membudayanya ketidakjujuran;

  • 3)    Sikap fanatik terhadap kelompok/peer group;

  • 4)    Rendahnya rasa hormat kepada orang tua dan guru;

  • 5)    Semakin kaburnya moral baik dan buruk;

  • 6)    Penggunaan bahasa yang memburuk;

  • 7)    Meningkatnya perilaku merusak diri, seperti penggunaan narkoba, alkohol, dan seks bebas;

  • 8)    Rendahnya rasa tanggung jawab sebagai individu dan sebagai warga negara;

  • 9)    Menurunnya etos kerja & adanya rasa saling curiga; serta

  • 10)    Kurangnya kepedulian di antara sesama.

Secara imperatif pendidikan karakter bukanlah hal baru dalam sistem pendidikan nasional kita karena tujuan pendidikan nasional dalam semua undang-undang yang pernah berlaku (UU 4/1950; 12/1954; 2/89 dengan rumusannya yang berbeda secara substantif memuat pendidikan karakter. Dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, komitmen tetang pendidikan karakter tertuang dalam Pasal 3 yang menyatakan bahwa “Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat,berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggungjawab.

”Universitas Dhyana Pura sebagai lembaga pendidikan formal berkepentingan mengambil bagian dalam pembangunan karakter bangsa melalui jalur pendidikan,dengan cara mempersiapkan mahasiswa maupun civitas akademika untuk menanamkan nilai– nilai luhur karakter bangsa. Universitas Dhyana Pura telah menetapkan 7 (tujuh) karakter Undhira yang diharapkan dapat dijadikan dasar berpikir, berkata dan bertindak dalam segala program yang direncanakan oleh setiap civitas academika. Ke tujuh karakter adalah sebagai berikut: 1. Percaya diri (Self confidence), 2. Integritas (Integrity), 3. Keberagaman (Plurarism), 4. Kewirausahaan (Intra-entrepeneurship). 5. Pemimpin yang melayani (Servant Leadership), 6. Profesional (Professionalism) dan 7. Mendunia (Globaly)

Merosotnya karakter generasi muda dapat menjadi bom waktu atas berbagaipersoalan sosial dan persoalan kehidupan di berbagai strata masyarakat. Jika dapat diilustrasikan sebagai pohon, bahwa berbagai kasus dan masalah sosial yang muncul merupakan buah yangdihasilkan oleh akar yang berada di dalam tanah yang tidak kelihatan, dalam hal ini akar tersebut dapat diwakili sebagai Karakter (Tim Perumus Tujuh Karakter Undhira, 2012).

Definisi Karakter

Kata karakter berasal dari Yunani, charassein, yang berarti to engrave atau mengukir di atas batu permata atau permukaan besi yang keras. Kemudian diartikan”…an individuals pattern of behavior… his moral constitution …” (Bohlin et.al, 2001). Ada 2 pengertian karakter; (1) bagaimana orang bertingkah laku; (2), personality, seseorang yang berkarakter (a person of character) apabila tingkah lakunya sesuai kaidah moral. Dalam Kamus Bahasa Indonesia karakter merupakan sifat-sifat kejiwaan, akhlak/budi pekerti yang membedakan seseorang dengan orang lain. Karakter lebih dekat dengan akhlaq, yaitu spontanitas manusia dalam bersikap, atau perbuatan yang telah menyatu dalam diri manusia sehingga ketika muncul tidak perlu dipikirkan lagi. Teori kepribadian Gordon W.Alport: character is personality evaluated dan Sigmund Freud: character is striving system which underly behavior menyatakan karakter adalah kumpulan tata nilai yang menuju pada suatu sistem, yang melandasi pemikiran, sikap, dan perilaku yang ditampilkan) (Tim Perumus Tujuh Karakter Undhira,2012).

  • 7    (Tujuh Karakter ) Undhira

    1)    Percaya Diri (Self Confidence)

Kepercayaan diri pada dasarnya adalah kemampuan dasar untuk menentukan arah dan tujuan

hidup (Angelis, 1997). Selaras dengan pendapat Anthony (1992) yaitu kepercayaan diri merupakan sikap pada diri seseorang yang dapat menerima kenyataan, dapat mengembangkan kesadaran diri, berpikir secara positif, memiliki kemandirian dankemampuan untuk memiliki serta mencapai segala sesuatu yang diinginkannya. Kepercayaan diri merupakan suatu keyakinan dan sikap seseorang terhadap kemampuan pada dirinya sendiri dengan menerima secara apa adanya baik positif maupun negatif yang dibentuk dan dipelajari melalui proses belajar dengan tujuan untuk kebahagiaan dirinya. Percaya diri merupakan keyakinan dalam diri yang berupa anggapan dan perasaan bahwa dirinya dalam keadaan baik sehingga memungkinkan individu tampil dan berperilaku dengan penuh keyakinan (Umar, 2011). Menurut Angelis (1997) percaya diri merupakan suatu keyakinan dalam jiwa manusia untuk menghadapi tantangan hidup apapun dengan berbuat sesuatu.

Percaya diri adalah modal dasar seorang manusia dalam memenuhi berbagai kebutuhan sendiri. Seseorang mempunyai kebutuhan untuk kebebasan berfikir dan berperasaan sehingga seseorang yang mempunyai kebebasan berfikir dan berperasaan akan tumbuh menjadi manusia dengan rasa percaya diri. Salah satu langkah pertama dan utama dalam membangun rasa percaya diri dengan memahami dan meyakini bahwa setiap manusia memiliki kelebihan dan kelemahan masing-masing. Kelebihan yang ada didalam diri seseorang harus dikembangkan dan dimanfaatkan agar menjadi produktif dan berguna bagi orang lain (Hakim, 2002). Seseorang yang percaya diri dapat menyelesaikan tugas atau pekerjaan yang sesuai dengan tahapan perkembangan dengan baik, merasa berharga, mempunyai keberanian, dan kemampuan untuk meningkatkan prestasinya, mempertimbangkan berbagai pilihan, serta membuat keputusan sendiri merupakan perilaku yang mencerminkan percaya diri. Percaya diri merupakan dasar dari motivasi diri untuk berhasil. (Tim Perumus Tujuh Karakter Undhira, 2012).

Lauster menyatakan (Tim Perumus Tujuh Karakter Undhira,2012) orang yang memiliki kepercayaan diri yang positif adalah:

  • 1)    Keyakinan akan kemampuan diri yaitu sikap positif seseorang tentang dirinya bahwa mengerti sungguh-sungguh akan apa yang dilakukannya.

  • 2)    Optimis yaitu sikap positif seseorang yang selalu berpandangan baik dalam menghadapi segala hal tentang diri, harapan dan kemampuan.

  • 3)    Obyektif yaitu orang yang percaya diri memandang permasalahan atau segala sesuatu sesuai dengan

kebenaran semestinya, bukan menurut kebenaran pribadi atau menurut dirinya sendiri.

  • 4)    Bertanggung jawab yaitu kesediaan seseorang untuk menanggung segala sesuatu yang telah menjadi konsekuensinya.

  • 5)    Rasional dan realistis yaitu analisa terhadap suatu masalah, suatu hal, sesuatu kejadian dengan mengunakan pemikiran yang diterima oleh akal dan sesuai dengan kenyataan.

  • 2)    Integritas (Integrity)

Salah satu faktor utama yang membuat kita gagal meraih kesuksesan sejati adalah hancurnya integritas. Padahal integritas inilah yang menjadi syarat utama dan pertama yang akan mengantarkan kita meraih kesuksesan sejati. Nilai seseorang maupun masyarakat ditentukan oleh integritasnya. Semakin tinggi integritas yang dimilikinya,akan semakin tinggi nilainya dihadapan Tuhan maupun manusia. Sebaliknya, semakin rendah integritas seseorang atau suatu bangsa semakin merosot pula nilainya dihadapan Tuhan maupun manusia. Nilai inilah yang dalam kehidupan sosial sering disebut sebagai martabat. Maka seberapa tinggi martabat kita tergantung seberapa tinggi tingkat integritas kita masing-masing. Karenanya, tidak ada cara lain untuk menjaga martabat kecuali dengan memelihara integritas. Integritas dapat diartikan tidak ada kontradiksi antara pikiran, perasaan, perkataan dan perbuatan. Semuanya selaras dan sejalan.

Dalam bahasa Latin kata integritas adalah bulat dan berarti seluruh, penuh, secara keseluruhan. Integritas didefinisikan sebagai keutuhan, kepatuhan terhadap prinsip-prinsip moral dan etika, verifikasi akan keutuhan karakter moral, kejujuran. Integritas (Integrity) adalah bertindak konsisten sesuai dengan nilai-nilai dan kebijakan organisasi serta kode etik profesi, walaupun dalam keadaan yang sulit untuk melakukan ini. Dengan kata lain, “satunya kata dengan perbuatan”. Mengkomunikasikan maksud, ide dan perasaan secara terbuka, jujur dan langsung sekalipun dalam negosiasi yang sulit dengan pihak lain. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, Integritas adalah sifat atau keadaan yang menunjukkan kesatuan yang utuh sehingga memiliki potensi dan kemampuan yang memancarkan kewibawaan, kejujuran. (Tim Perumus Tujuh Karakter Undhira,2012).

Beberapa faktor yang dapat mendukung terbentuknya integritas diri (Tim Perumus Tujuh Karakter Undhira,2012) adalah sebagai berikut: 1) Komitmen yang mengandung pengertian tekad, janji, niat serta semangat yang tinggi dalam

menyukseskan apa yang telah disepakati ataupun ditetapkan bersama. Memberikan komitmen berarti mengikatkan diri pada suatu dan berupaya keras untuk memenuhinya. Tinggi rendahnya komitmen juga ditentukan seberapa konsisten besar seseorang konsisten dalam menjalankan kewajibannya.

  • 2)    Kejujuran yakni jujur kepada diri sendiri dengan benar-benar mengatakan apa yang dipikirkan dan benar-benar melakukan yang dikatakan, serta jujur kepada orang lain dengan mewujudkan apa yang telah disepakati bersama.

  • 3)    Setia/loyalitas juga terkandung dalam integritas.

Setia pada kebenaran, pada kesepakatan atau tujuan-tujuan bersama.

  • 4)    Tanggung jawab berkaitan dengan “jawab”, berarti dapat menjawab bila ditanyai mengenai sesuatu hal. Orang yang bertanggung jawab bukan saja orang yang dapat menjawab namun harus menjawab dalam arti harus memberi dan tidak dapat mengelak mengenai perbuatan dan apa yang dilakukannya. Jawaban harus dapat diberikan kepada pihak yang membutuhkan jawaban dan itu dapat kepada diri sendiri, orang lain dan bahkan kepada Tuhan kalau dia orang yang beragama dan beriman.

  • 5)    Kepercayaan, merupakan pengikat dalam kehidupan bersama, baik dalam komunitas kecil seperti keluarga dan teman dekat, maupun komunitas besar seperti organisasi dan kelompok masyarakat.

  • 6)    Rasa aman merupakan salah satu faktor yang mendukung individu dalam menjalankan kewajibannya dimana dengan rasa aman terpenuhinya seluruh kebutuhan sandang, pangan dan papan maka individu akan merasa nyaman dan mampu bersikap sesuai dengan kewajiban dan kesepakatan bersama

  • 3)    Keberagaman (Plurarism)

Keberagaman/Pluralisme sendiri berasal dari kata dalam bahasa Inggris, yaitu pluralism, yang memiliki pengertian “Suatu kerangka interaksi yang mana setiap kelompok menampilkan rasa hormat dan toleran satu sama lain, berinteraksi tanpa konflik atau asimilasi (pembauran/pembiasan)”. Dengan semakin beraneka ragamnya masyarakat dan budaya, sudah tentu setiap individu masyarakat mempunyai keinginan yang berbeda-beda, yang dapat menimbulkan konflik diantara individu masyarakat tersebut, untuk itulah diperlukan paham pluralisme yang mengacu kepada pengertian toleransi, untuk mempersatukan kebhinekaan suatu masyarakat.

Apabila kita melihat semboyan bangsa Indonesia yaitu Bhineka Tunggal Ika, yang mempunyai pengertian berbeda-beda tetapi tetap menjadi satu, mengingatkan kita betapa pentingnya pluralism atau toleransi untuk menjaga persatuan dari kebhinekaan bangsa. Pluralisme adalah sebuah kerangka dimana ada interaksi beberapa kelompok-kelompok yang menunjukkan rasa saling menghormati dan toleransi satu sama lain, hidup bersama (koeksistensi) yang membuahkan hasil tanpa konflik asimilasi.

Dalam konsep pluralism bangsa Indonesia yang beraneka ragam ini mulai dari suku, agama, ras, dan golongan dapat menjadi bangsa yang satu dan utuh.Terdapat beberapa jenis pluralisme dalam kehidupan berorganisasi diantaranya: pluralisme sosial budaya, pluralisme ekonomi, pluralisme hukum/ peraturan, pluralisme metodologis/ilmu pengetahuan, pluralisme hubungan industrial, pluralisme politik/ kekuasaan, pluralisme agama (Tim Perumus Tujuh Karakter Undhira,2012).

  • 4)    Kewirausahaan (Intra-entrepeneurship).

“An entrepreneur is one who creates a new business in the face of risk and uncertainty forthe purpose of achieving profit and growth by identifying opportunities and asembling the necessaryresources to capitalze on those opportunities”(Scarborough and Zimmerer,1993). Wirausahawan adalah orang-orang yang memiliki kemampuan melihat dan menilai kesempatan-kesempatan bisnis, mengumpulkan sumber daya-sumber daya yang dibutuhkan untuk mengambil tindakan yang tepat, mengambil keuntungan serta memiliki sifat, watak dan kemauan untuk mewujudkan gagasan inovatif kedalam dunia nyata secara kreatif dalam rangka meraih sukses untuk meningkatkan pendapatan. Seorang wirausaha adalah orang-orang yang memiliki karakter wirausaha dan mengaplikasikan hakikat kewirausahaan dalam hidupnya. Inti dari kewirausahaan adalah kemampuan untuk menciptakan sesuatu yang baru dan berbeda (create new and different) melalui berpikir kreatif dan bertindak inovatif untuk menciptakan peluang dalam menghadapi tantangan hidup.

Kewirausahaan yang diharapkan dimiliki oleh sumber daya manusia dalam sebuah organisasi, bertujuan agar para karyawan memiliki jiwa dan kemampuan tertentu dalam berkreasi dan berinovasi. Seorang karyawan hendaknya memiliki kemampuan untuk menciptakan sesuatu yang baru dan berbeda (ability to create the new and different) atau kemampuan kreatif dan inovatif. Kemampuan kreatif dan inovatif tersebut secara riil tercermin dalam

kemampuan dan kemauan untuk memulai usaha (start up), kemampuan untuk mengerjakan sesuatu yang baru (creative), kemauan dan kemampuan untuk mencari peluang (opportunity), kemampuan dan keberanian untuk menanggung risiko (risk bearing) dan kemampuan untuk mengembangkan ide dalam meramu sumber daya, sehingga mampu meningkatkan pendapatan perusahaan dan juga meningkatkan pendapatan diri pribadinya sebagai individu (Tim Perumus Tujuh Karakter Undhira, 2012).

  • 5)    Pemimpin yang melayani (Servant

Leadership)

Servant leadership (kepemimpinan yang melayani) merupakan sebuah teori atau pandangan baru mengenai kepemimpinan yang dicetuskan oleh Robert K.Greenleaf. Teori kepemimpinan yang melayani merupakan teori yang menekankan pada peningkatan pelayanan kepada orang lain. Sebuah pendekatan holistik untuk bekerja, mempromosikan rasa kebersamaan dan berbagi kekuasaan dalam pengambilan keputusan. Teori kepemimpinan yang melayani ini berorientasi pada fleksibilitas pendelegasian struktur organisasi pada bawahan dan berorientasi ke masa depan.

Kepemimpinan yang melayani menurut Greenleaf (1977) menyatakan bahwa fokus dari kepemimpinan yang melayani adalah pada orang lain dibandingkan diri sendiri dan pada pemahaman peran pemimpin sebagai pelayan. Pemimpin yang melayani menurut Stone et.al (2004), mengambil posisi “pelayan” untuknya atau rekan-rekan sekerjanya dan bertujuan untuk memenuhi kebutuhan orang lain. Hal senada juga dikemukakan oleh Wong (2000) mendefinisikan kepemimpinan yang melayani adalah model kepemimpinan yang melayani orang lain dengan mengupayakan pembangunan mereka dan kesejahteraan dalam rangka memenuhi tujuan untuk kebaikan bersama. Pemimpin yang melayani mempercayai untuk bertindak yang terbaikbagi kepentingan organisasi dan berfokus pada para pengikut daripada tujuan organisasi (Stone et al., 2004).

Pada model kepemimpinan yang melayani, selain kemampuan pemimpin untuk bisa menjalankan fungsinya dengan baik, peran pengikut juga sangat menentukan efektifitas model kepemimpinan yang diterapkan. Hollander (1992) menunjukkan bahwa dukungan dari pengikut kepada pemimpin sangat berkontribusi terhadap sukses tidaknya pemimpin tersebut. Mereka juga memiliki peranan penting dalam mendefinisikan dan membentuk tindakan pemimpin melalui persepsi mereka tentang kinerja para pemimpin (Nwogu,2004). Ketika karyawan

merasa atasan mereka melayani, memberdayakan, dan mampu memberikan visi yang jelas kepada mereka, mereka akan lebih dapat merasakan bahwa dalam organisasi mereka telah terdapat model kepemimpinan yang melayani (Parolini,2004). Sebagai pemimpin yang melayani, dalam prakteknya pemimpin akan yang lebih melihat keluar untuk kepentingan pengikut dan organisasi dibandingkan kepentingan personalnya, mampu memfasilitasi, dan saling berbagi tanggung jawab dalam kekuasaan dengan pengikut, termasuk menerima umpan balik dari pengikut dalam mengembangkan visi organisasi, pengikut nantinya akan lebih melihat pemimpinnya lebih berorientasi padapelayanan (Laub, 1999).

Beberapa hasil positif yang dapat dilihat dari model kepemimpinan yang melayani sekaligus dapat digunakan sebagai acuan karakteristik dari kepemimpinan yang melayani adalah sebagai berikut: 1) Berfokus pada misi dan nilai, 2) Adanya kreativitas dan inovasi, 3) Tanggap dan memiliki fleksibilitas yang tinggi, 4) Adanya komitmen untuk melayani, baik secara internal maupun eksternal dan 5) Menghormati karyawan, menghormati loyalitas karyawan, dan menghormati keragaman. (Tim Perumus Tujuh Karakter Undhira,2012)

  • 6)    Profesional (Professionalism)

Profesionalisme adalah keseluruhan sikap mental, perilaku, cara pandang, dan penampilan yang mencerminkan kemahiran, kompetensi, dan tingkat pencerahan suatu individu secara konsisten. Profesionalisme mencakup tujuan, komitmen, tanggung jawab,dan perilaku yang menunjukkan karakter sebuah profesi sebagaimana semestinya. Profesionalisme sebagai karakteristik pribadi terungkap dalam sikap dan pendekatan untuk suatu pekerjaan yang umumnya ditandai dengan kecerdasan, integritas,dan kematangan emosional. Profesionalisme dalam ruang lingkup pekerjaan mencakup kemahiran bekerjasecara independen, kesigapan bekerja dalam sebuah tim, dan kemampuan berkomunikasi dengan penuh rasa menghormati kepada semua stakeholders. Kemahiran khusus ini berasal dari penelitian, pendidikan dan atau pelatihan pada tingkat tinggi. Ilmu pengetahuan dan kemahiran yang telah diperoleh akan sia-sia jika tidak disiapkan dan yang diterapkan dilapangan dalam bentuk pengabdian secara profesi kepada Tuhan, masyarakat, bangsa dan negara.

Adapun beberapa pilar dari profesionalisme seperti diutarakan dalam paparan Chief Justice of Ontario (2001) mencakup: 1) Ilmu pengetahuan. Para professional harus memenuhi persyaratan pendidikan lanjutan tingkat tinggi untuk memasuki

profesinya. Mereka diharapkan dapat memberikan pelayanan yang kompeten sepanjang karier mereka. Mereka harusmemahami betul disiplin mereka dan memiliki keterampilan yang khusus. 2) Integritas. Seorang profesional harus menghormati dan mengamalkan praktek etika dan perilaku di bidangnya sebagai komponen kunci dari profesionalisme. Disamping kewajiban mereka untuk mematuhi standar etika yang ditetapkan oleh lembaga yang mengatur profesi tersebut, insan profesional diharapkan untuk menunjukkan disiplin pribadi dan standar karakter yang tinggi. Profesionalisme seyogyanya melampaui standar etika yang lebih tinggi yang secara minimal diharapkan. Seorang profesional menerima tanggung jawab pribadi untuk menjunjung tinggi etika, tetapi juga tanggung jawab kolektif untuk memastikan bahwa profesinya secara tepat dan etis. 3) Martabat. Terkait erat dengan integritas adalah konsep martabat yang mulia, bukan dalam arti status tetapi sebagai memiliki atribut kehormatan, keberanian, dan dedikasi. Integritas dan martabat profesi secara keseluruhan tergantung pada integritas masing-masing anggota. Martabat profesi harus terlihat dalam tindakan sehari-hari dan sikap terhadap kolega, anggota baru dari profesi, klien, dan pemangku kepentingan lainnya. 4) Kebanggaan. Profesionalisme melibatkan kebanggaan dalam pekerjaan, komitmen terhadap kualitas, dedikasi pada kepentingan umum dan keinginan yang tulus untuk membantu. Keberhasilan profesional bergantung pada sikap dan karakter.Orang yang bangga akan profesinya akan menjaga integritas dan kredibilitas profesi tersebut. Individu ini penuh dengan energi, inisiatif, komitmen, keterlibatan, dan antusiasme dan 5) Kesopanan. Para profesional diharapkan untuk bertindak dalam cara yang sopandan bermartabat terhadap masyarakat yang mereka layani, anggota lain dariprofesi, dan berbagai pemangku kepentingan. Kesopanan adalah hasil alami dari kolegialitas antara anggota profesi, dan sikap yang harus dipelihara dan didorong oleh setiap professional (Tim Perumus Tujuh Karakter Undhira,2012)

  • 7) . Mendunia (Globaly)

Konsep globalisasi menekankan integrasi, suatu standar internasional yang layak dan dapat diterima secara global melalui pertukaran dan kerjasama antar negara atau antara banyak negara berdasarkan keberadaaan dan kedaulatan unit geografis suatu bangsa. Insan yang mendunia adalah seorang individu yang memiliki sikap, perilaku, cara

pandang yang mencerminkan semakin luasnya pergaulan dunia namun sekaligus semakin sempitnya jarak ruang dan batas waktu antar komunitas; memiliki wawasan yang luas dan terbuka namun tetap berjiwa Pancasila; mampu berinteraksi dan bekerja sama dengan individu dan institusi dari berbagai negara; serta mempunyai nilai kompetitif dalam pasarpersaingan internasional dengan selalu berfikir secara global namun bertindak sesuai dengan konteks lokal. Sikap mendunia adalah hal yang berpotensi mengembangkan setiap individu, masyarakat, dan negara Indonesia dalam berinteraksi dan membina hubungan dengan banyak orang dan institusi dari belahan dunia lainnya. Namun, sikap mendunia harus diimbangi dengan wawasan Pancasila dan kemampuan untuk menjaga kelestarian budaya dan keunikan Indonesia. Seseorang yang memiliki sikap mendunia harus mengimbangi pola pikir global dengan budaya dan perilaku lokal. Globalisme dalam ruang lingkup profesional mencakup kesiapan berkomunikasi, berkolaborasi, dan berkompetisi secara internasional termasuk dalam penguasaan dan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang memikirkan kesinambungan global. Globalisme dalam ruang lingkup universitas mengacu kepada semakin tersedianya akses untuk bekerjasama serta turut bersaing dalam kancah pendidikan tinggi internasional, berlandaskan keutuhan proses perkuliahan, penelitian, dan pengabdian masyarakat yang berwawasan internasional namun bertindak sesuai dengan konteks budaya lokal. Sikap mendunia di tingkat universitas memiliki beberapa implikasi terhadap seluruh anggota civitas akademika, antara lain melalui:

  • 1)    Wawasan global dan terbuka, sesuai dengan jiwa Pancasila dan konteks lokal.

  • 2)    Pengembangan sikap mental, perilaku, dan cara pandang global dengan tetap berpegangan pada identitas dan moralitas Pancasila.

  • 3)    Interaksi dan pertukaran secara global dengan cara menjalin semakin banyak kerjasama dengan berbagai institusi baik di dalam maupun di luar negeri yang mendukung visi dan misi universitas, serta Tri Dharma perguruan tinggi

  • 4)    Persiapan dan pelatihan sebagai calon profesional untuk berinteraksi, berkolaborasi, maupun berkompetisi dengan berbagai invidu, perusahaan, dan institusi lain dari berbagai negara dalam pergaulan dunia yang semakin luas.

(Tim Perumus Tujuh Karakter Undhira,2012).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kerangka Pemikiran Proses Rekayasa Budaya Organisasi 7 (Tujuh) Karakter menjadi Budaya Organisasi yang Kuat pada Universitas Dhyana Pura Badung, Bali.

PERSETUJUAN SELURUH ANGGOTA ORGANISASI UNIVERSITAS DHYANA PURA BALI


KONSEP RE KAYASA BUDAYA ORGANISASI 7 (TUJUH) KARAKTER UNDHIRA

  • 1.    Percaya diri (Self confidence)

  • 2.    Integritas (Integrity)

  • 3.    Keberagaman (Plurarism)

  • 4. Kewirausahaan(Intra-entrepeneurship).

  • 5. Pemimpin yg melayani (Servant Leadership)

  • 6.    Profesional (Professionalism)

  • 7.    Mendunia (Globaly)


    BUDAYA O RGAN ISASI 7 KARAKTER YANG KUAT UNTUK MENCAPAI VISI, MISI DAN TUJUAN UNIVERSITAS

    DHYANA PURA BALI


Sumber : Wirda, F dan Azra, T 2011, Jurnal Ekonomi dan Bisnis Politeknik Negeri Padang, Buku Pedoman 7(Tujuh) Karakter Universitas Dhyana Pura, 2012.

Rekayasa Budaya Organisasi 7 (Tujuh) Karakter Undhira harus selalu dapat disosialisasikan secara terus menerus agar memperoleh persetujuan dari seluruh anggota organisasi Universitas Dhyana Pura, sehingga dapat menjadi budaya organisasi yang kuat dan akan diwariskan secara turun menurun kepada generasi berikutnya. Budaya organisasi yang dapat disosialisasikan pada setiap gerak langkah kegiatan Undhira yakni ; 1) Percaya diri (Self confidence) adalah sikap pada diri karyawan Universitas Dhyana Pura yang dapat menerima kenyataan, dapatmengembangkan kesadaran diri, berpikir secara positif, memiliki kemandirian dan kemampuan untuk memiliki serta mencapai segala sesuatu yang diinginkannya, seperti; Keyakinan akan kemampuan diri, Obyektif, Bertanggung jawab, Rasional dan Realistis. 2) Integritas (Integrity) adalah sifat atau keadaan yang menunjukkan kesatuan yang utuh sehingga memiliki potensi dan kemampuan yang memancarkan

kewibawaan, kejujuran dari pribadi karyawan Universitas Dhyana Pura, seperti; Komitmen, Kejujuran, Kepercayaan, Rasa aman. 3) Keberagaman (Plurarism) adalah sebuah kerangka dimana ada interaksi beberapa kelompok-kelompok yang menunjukkan rasa saling menghormati dan toleransi satu sama lain, hidup bersama (koeksistensi) yang membuahkan hasil tanpa konflik asimilasi di lingkungan Universitas Dhyana Pura, seperti; Keberagaman budaya, Keberagaman ekonomi, Keberagaman hubungan industrial, Keberagaman pendidikan. 4) Kewirausahaan (Intra-entrepeneurship) adalah kemampuan karyawan Universita dhyana Pura untuk menciptakan sesuatu yang baru dan berbeda (create new and different) melalui berpikir kreatif dan bertindak inovatif untukmenciptakan peluang dalam menghadapi tantangan hidup, seperti; Kemampuan menciptakan sesuatu yang baru dan berbeda, Berfikir dan bertindak inovatif, Mencari peluang, Menghadapi resiko. 5)

Pemimpin yg melayani (Servant Leadership) adalah prakteknya pemimpin yang lebih melihat keluar untuk kepentingan pengikut dan organisasi dibandingkan kepentingan personalnya, mampu memfasilitasi, dan saling berbagi tanggung jawab dalam kekuasaandengan pengikut, termasuk menerima umpan balik dari pengikut dalam mengembangkan visi Universitas Dhyana Pura, seperti ; Kontribusi karyawan dalam mengambil keputusan, Cepat tanggap dan fleksibel, Mengutama kan kepentingan karyawan, Menghormati hak karyawan. 6) Profesional (Professionalism) adalah sikap mental, perilaku, cara pandang, dan penampilan yang mencerminkan kemahiran, kompetensi, dan tingkat pencerahan karyawan Universitas Dhyana Pura secara konsisten, seperti; Pendidikan, Pelatihan, Etika, Penampilan dan 7) Mendunia (Globaly) adalah mengembangkan karyawan Universitas Dhyana Pura agar mampu bekerjasama serta turut bersaing dalam kancah pendidikan tinggi internasional, berlandaskan keutuhan proses perkuliahan, penelitian, dan pengabdian masyarakat yang berwawasan internasional namun bertindak sesuai dengan konteks budaya local, seperti ; Wawasan global dan terbuka, Interaksi kerjasama,Pertukaran global, Persiapan pelatihan global.

SIMPULAN

Kuat lemahnya suatu budaya organisasi tergantung dari tingkat persetujuan dari anggota organisasi tersebut, seperti yang dikemukakan oleh Daft (1998) bahwa budaya kuat menunjukkan suatu tingkat persetujuan antara anggota-anggota organisasi mengenai kepentingan dari nilai-nilai yang spesifik. Jika konsensus menghadirkan kepentingan dari nilai-nilai budaya menjadi kohesif dan kuat, serta memperoleh persetujuan dari anggota akan membuat budaya organisasi menjadi yang kuat. Berlaku sebaliknya, jika persetujuan dari anggota-anggota organisasi kurang maka budaya organisasi menjadi lemah. Robbins menyatakan Budaya organisasi akan menjadi pedoman bagi karyawan dalam pelaksanaan pekerjaannya (Uha,2013). Sejauhmana kesuksesan implementasi budaya organisasi tersebut tergantung dari proses seleksi dan preferensi dalam sosialisasinya, dimana akan ada proses pencocokan nilai-nilai pribadi karyawan dengan nilai budaya organisasi, jika terjadi kesamaan nilai dan persetujuan maka budaya organisasi itu akan kuat dan dengan iklas dilaksanakan oleh karyawan, sehingga budaya organisasi tersebut terimplementasi dengan baik disetiap gerak langkah karyawan untuk mencapai visi, misi dan tujuan organisasi.

REFERENSI

Angelis, De Barbara. 1997. Confidence: Percaya Diri Sumber Sukses dan Kemandirian. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.

Anthony, R. 1992. Rahasia Membangun Kepercayaan Diri (Terjemahan oleh Wardadi, R). Jakarta: Bina Rupa Aksara.

Chief Justice of Ontario. 2001. Elements of Professionalism. Advisory Committee on Professionalism. Working Group On The Definition of Professionalism. October 2001. Retrieved 10 June 2014 from: www.lsuc.on.ca/ media/defining professoct 2001 revjune 2002.pdf

Daft, Richard L. 1998. Organization Theory And Design, 6 th Ed. United State of America : South Western College Publishing.

Greenleaf, Robert.K. 1977. Servant leadership: A journey into the nature of legitimate power and greatness. 1st Edition. New York : Paulist Press.

Hakim, T. 2002. Mengatasi Rasa Tidak Percaya Diri. Jakarta : Puspa Swara.

Handoko, T. Hani. 2001. Manajemen Personalia dan Sumber Daya Manusia. Yogyakarta : BPFE – Yogyakarta.

Hollander, E. P. 1992. Leadership, followership, self, and others. Leadership Quarterly, Vol 3(1).pp 43-54.

Jones, Gareth R.1998, Organization Theory, Text and Cases. Second Ed. United States of America: Addison Wesley Longman Publishing Company, Inc.

Bohlin, Karen E, Farmer.D. and Ryan,K. 2001. Building Character in Schools. San Francisco: Jossey-Bass.

Laub, J. 1999. Assessing the servant organization: Development of the servant organizational leadership (SOLA) instrument. Dissertation Abstracts International, Vol.60(02), 308. (UMI No. 9921922)

Lickona, T. 1992. Educating for Character: How our School Can Teach Respect & Responsibility. New York : Bantam.

Luthans, F. 1998. Organizational Behavior. 8 th Ed. New York: McGraw-Hill.

Malthis, Robert L. and Jackson, John H. 2006. Human Resources Management. Edisi ke 10. Jakarta: Salemba Empat.

Martoyo, S. 2007, Manajemen Sumber Daya Manusia, Edisi 5, Cetakan Pertama. Yogyakarta: BPFE.

McShane, Stephen L and Von Glinow, Mary Ann. 2005. Organizational Behavior: Emerging Realities for the Workplace Revolution, 3rd, Ed. New York : McGraw-Hill-Irwin.

Nwogu, O. G. 2004. Servant leadership model: The role of follower self-esteem, emotional intelligence, and attributions on organizational effectiveness. Proceedings of the Servant Leadership Research Roundtable.

Parolini, J. L. 2004. Effective servant leadership: A model incorporating servant leadership and the competing values framework. Proceedings of the Servant Leadership Research Roundtable.

Robbins, Stephen P, 2003, Perilaku Organisasi, Edisi 10, PT. Indeks, Jakarta

Scarborough, Norman. M. and Thomas W. Zimmerer. 1993. Effective Small Business Management. New York: Macmillan Publishing Company.

Stone, A. G., Russell, R. F., & Patterson, K. 2004. Transformational versus servant leadership: A difference in leader focus. The Leadership & Organization Development Journal, Vol 25(4),pp 349-361.

Tim Perumus Tujuh Karakter Undhira, 2012, Tujuh Karakter Universitas Dhyana Pura Bali, Cetakan 1, Percetakan Undhira, Badung Bali.

Uha, Ismail N. 2013. Budaya Organisasi Kepemimpinan & Kinerja. Edisi pertama. Kencana Prenada Media Group .Surabaya.

Umar, H. 2002, Riset Sumber Daya Manusia Dalam Organisasi, Jakarta ; Gramedia Pustaka Utama

Umar, T. 2011. Pengaruh Outbound Training Terhadap Peningkatan Rasa Percaya Diri Kepemimpinan dan Kerjasama Tim (Studi Kasus Pada Mahasiswa Jurusan Pendidikan Olahraga dan Kesehatan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Tunas Pembangunan Surakarta). Jurnal Ilmiah SPIRIT, Vol. 11 No. 3 Tahun 2011. Pp 59-70.

Wirda, F dan Azra, T 2011, Jurnal Ekonomi dan Bisnis, Pengaruh Budaya Organisasi Terhadap Kinerja Karyawan Politeknik Negeri Padang, April 2011 vol. 2 no. 1,(ISSN 19782547) Jurusan Administrasi Niaga Politeknik Negeri Padang.