PENINGKATAN KUALITAS TANAH DALAM MEWUJUDKAN PRODUKTIVITAS LAHAN PERTANIAN SECARA BERKELANJUTAN
on
PENINGKATAN KUALITAS TANAH
DALAM MEWUJUDKAN PRODUKTIVITAS LAHAN PERTANIAN SECARA BERKELANJUTAN
I Made Adnyana
Program Studi Agroekologi, Fakultas Pertanian, Universitas Udayana. Denpasar-Bali.
Abstract
Soil survey and analysis for evaluating soil quality was done at paddy soil of Tabanan regency, to rehabilitate the soil quality on physically, chemically, and biologically, respectively, and for increased the sustainable productivity. Soil samples were collected from top soil (0-20 cm) and subsoil (20-60 cm), selected on composite sampling. In this study, the soil characteristics analyzed is: soil texture, cation exchange capacity, base saturated, organic matter, P and K contents. Analysis results showed that most of Tabanan regency paddy soil had a medium physical-quality, very low to low chemical-quality, low biological-quality, and low productivity. To implementation the land agriculture productivity, could be increased the soil quality with integrated fertilization recommendation by combined inorganic fertilizers (Urea and SP-36) and organic fertilizers (manure and straw) with suitable dosage.
Key words: soil quality, agriculture productivity, soil characteristics, sustainable
Pembangunan pertanian ramah lingkungan adalah suatu proses pembangunan yang mengoptimalkan manfaat dari sumberdaya lahan (tanah, air, tanaman), dan sumberdaya manusia (petani) serta menyerasikan keduanya dalam setiap proses pembanguan. Dalam hal itu, proses pembangunan ditopang oleh sumberdaya lahan, kualitas lingkungan, dan manusia untuk menjamin kualitas dan kuantitas hidup generasi masa kini dan generasi masa depan. Sementara itu ketersediaan sumberdaya lahan terbatas dan tidak merata, sedangkan permintaan semakin meningkat untuk memenuhi kebutuhan populasi manusia yang semakin bertambah. Penggunaan sumberdaya lahan, khususnya tanah, perlu dijaga kualitasnya untuk untuk memenuhi kebutuhan pangan, papan, dan sandang, serta mendukung segala aktifitas sosial manusia.
Kualitas tanah adalah kondisi tanah yang menggambarkan tanah itu sehat, yaitu mempunyai sifat fisik, kimia, dan biologi tanah yang baik, serta produktivitasnya tinggi secara berkelanjutan (Utomo, 2002; Reintjes dkk., 1999). Tanah dengan kualitas yang baik tidak akan menunjukkan polusi yang nyata, degradasi kecil (terbatas), tidak meracuni tanaman,
menghasilkan produk pangan yang aman dikonsumsi baik oleh manusia maupun hewan, dan memberikan keuntungan pada petani dalam jangka panjang. Perubahan pengelolaan tanah seperti penggunaan pupuk yang tidak rasional, pembakaran jerami, penggunaan pestisida yang yang kurang tepat, intensitas tanam yang tinggi, pengairan yang tidak teratur, menyebabkan merosotnya kualitas tanah sehingga dapat mempengaruhi persediaan beras masyarakat.
Penggunaan pupuk kimia pada lahan sawah meluas sejak tahun 1969, yaitu saat dimulainya program Bimas. Pada mulanya hanya terbatas pada pupuk N dan P saja, tetapi beberapa tahun berikutnya mulai digunakan pupuk K. Keharusan untuk mencapai target produksi di satu sisi dan harga pupuk yang murah saat itu di sisi lain telah mendorong penggunaan pupuk kimia secara berlebihan pada padi sawah tanpa mempertimbangkan prinsip-prinsip efisiensi produksi dan kelestarian fungsi lingkungan hidup. Upaya pemanfaatan pupuk buatan yang tidak tepat justru dapat menyebabkan berkurangnya kadar hara tertentu dalam tanah sehingga terjadi gejala levelling off (pelandaian produktivitas) pada produksi padi (Adiningsih, 1994). Selain itu, pemakaian pupuk yang tidak terkontrol juga dapat
menurunkan kualitas tanah dan kualitas lingkungan hidup (Reijntjes dkk.,1999; Heinz and Neue, 1997). Pencabutan subsidi pupuk sejak 1 Desember 1998 (Sudika, 2000) juga memberikan pengaruh yang cukup berarti dalam penurunan kualitas tanah, akibat penggunaan pupuk yang tidak mencukupi kebutuhan tanaman. Di era dasawarsa ini diupayakan membangkitkan kembali sektor pertanian Indonesia yang sedang terpuruk, membangun pedesaan, dan melestarikan lingkungan melalui program revitalisasi pertanian (Antara, 2009). Salah satu upaya yang dapat dilakukan adalah perbaikan kualitas tanah.
Dukungan penelitian pengembangan uji tanah yang mewakili sifat tanah dan varietas yang tepat adalah salah satu faktor kunci untuk dapat mempertahankan produktivitas lahan sawah, disamping akan sangat menguntungkan baik secara teknis, ekonomis, maupun lingkungan. Secara umum uji tanah adalah suatu kegiatan analisis kimia yang sederhana, cepat, relatif murah, dan dapat diulang untuk penyediaan informasi tentang kualitas tanah. Upaya konservasi dan peningkatan kualitas tanah merupakan garis pertahanan pertama melawan polusi air dan udara guna mewujudkan produktivitas lahan secara pertanian berkelanjutan.
Tujuan peningkatan kualitas tanah adalah untuk merehabilitasi tanah-tanah yang kurang berkualitas, baik secara fisik, kimia, maupun biologi, khususnya dalam budidaya tanaman padi sawah, untuk meningkatkan produktivitasnya secara berkelanjutan.
Penelitian dilakukan pada tanah sawah di Kabupaten Tabanan, Bali, dengan pertimbangan sebagai berikut: (1) dikenal sebagai lumbung beras Pulau Bali, (2) fisiografi dan bentuk wilayahnya beragam, dan (3) sektor pertanian merupakan salah satu prioritas pembangunan Daerah. Penelitian dilakukan pada bulan Oktober sampai Desember 2008.
Sampel tanah diambil dengan composite sampling, masing-masing secara terpisah baik pada lapisan atas ( 0 – 20) cm maupun lapisan bawah (20 – 60) cm, dengan sebaran sebagai berikut: (1) mewakili daerah datar sampai landai sebanyak 10 sampel, yaitu di Desa Nyitdah dan Kediri, Kecamatan Kediri; (2) mewakili daerah agak miring, 10 sampel, yaitu di Desa Kukuh dan Peken, Kecamatan Marga; dan (3) mewakili daerah miring, 10 sampel, yaitu di
Desa Rejasa, dan Pebebel, Kecamatan Penebel. Tanah dianalisis di Laboratorium Kimia dan Kesuburan Tanah, Fakultas Pertanian, Universitas Udayana. Kualitas tanah dirumuskan dengan berpedoman pada dokumen Puslittanak (1995), dan Puslittanak (1983) yaitu berdasarkan parameter-parameter sebagai berikut : Tekstur tanah, bahan organik tanah, fosfor, kalium, kapasitas tukar kation, dan kejenuhan basa (Lampiran 1 dan 2). Tekstur tanah diamati pada lapisan atas dan bawah dengan cara hydrometer. Pada lapisan atas, dianalisis kadar bahan organik, fosfor, kalium, kapasitas tukar kation, dan kejenuhan basa, masing-masing dengan metode Black & Walkly, Olsen, Bray-1, ekstrak amonium asetat 1N pH 7 dan ekstrak HCl 1N + amoniumasetat IN pH 7. Produktivitas padi sawah dikumpulkan melalui data skunder dari berbagai sumber.
Karakterestik tanah yang mempengaruhi kualitas tanah adalah sifat fisika, kimia, dan biologi tanah. Indikator sifat fisika tanah adalah kapasitas menahan air tanah, laju infiltrasi, agregasi dan struktur tanah, berat isi tanah, seta kedalaman zone perakaran. Indikator itu dapat diukur dengan analisis tekstur tanah pada lapisan atas dan lapisan bawah tanah (Tabel 1). Indikator sifat kimia tanah adalah bahan organik tanah, kapasitas tukar kation, ketersediaan hara, keasaman tanah, dan konduktivitas tanah. Indikator itu dapat diukur melalui evaluasi status kesuburan lapisan atas (Tabel 2). Sedangkan indikator sifat biologi tanah adalah biomassa biota tanah, biodiversitas tanah, serta aktifitas respirasi dan mineralisasi tanah. Indikator itu diprediksi melalui kadar bahan organik tanah.
Kualitas fisik tanah di beberapa lokasi seperti di Desa Nyitdah dan Desa Kediri, Kecamatan Kediri adalah baik, tetapi secara umum masih tergolong sedang akibat kadar liat yang melebihi 35% (Tabel 1). Untuk meningkatkan kualitas fisik di wilayah itu, perlu dilakukan penambahan bahan organik (kompos, pupuk kandang, atau pupuk hijau). Dalam proses pelapukannya, bahan organik disamping dapat menghasilkan hara esensial bagi tanaman, juga dapat menghasilkan humus yang berperanan penting dalam meningkatkan kemampuan menahan air tanah, merangsang granulasi dan memantapkan agregat tanah, warna tanah menjadi coklat hingga kehitaman, dan lain-lain.
Tabel 1. Kualitas Fisik Tanah Sawah di Kabupaten Tabanan
No |
Desa, Kecamatan |
Tekstur tanah |
Kualitas fisik tanah | |||||
Lapisan atas |
Lapisan bawah | |||||||
Pasir (%) |
Debu (%) |
Liat (%) |
Pasir (%) |
Debu (%) |
Liat (%) | |||
1 |
Nyitdah, Kediri |
48 |
28 |
24 |
54 |
14 |
32 |
Baik |
2 |
Nyitdah, Kediri |
40 |
34 |
26 |
42 |
32 |
26 |
Baik |
3 |
Nyitdah, Kediri |
38 |
36 |
26 |
40 |
28 |
32 |
Baik |
4 |
Nyitdah, Kediri |
34 |
29 |
37 |
32 |
28 |
40 |
Sedang |
5 |
Nyitdah, Kediri |
30 |
30 |
40 |
34 |
28 |
38 |
Sedang |
6 |
Kediri, Kediri |
38 |
24 |
38 |
38 |
26 |
36 |
Sedang |
7 |
Kediri, Kediri |
38 |
32 |
30 |
34 |
38 |
28 |
Baik |
8 |
Kediri, Kediri |
38 |
32 |
30 |
38 |
32 |
30 |
Baik |
9 |
Kediri, Kediri |
32 |
28 |
40 |
34 |
30 |
36 |
Sedang |
10 |
Kediri, Kediri |
28 |
32 |
40 |
35 |
28 |
37 |
Sedang |
11 |
Kukuh, Marga |
20 |
38 |
42 |
20 |
38 |
42 |
Sedang |
12 |
Kukuh, Marga |
34 |
30 |
36 |
24 |
36 |
40 |
Sedang |
13 |
Kukuh, Marga |
33 |
30 |
37 |
30 |
31 |
39 |
Sedang |
14 |
Kukuh, Marga |
34 |
30 |
36 |
32 |
30 |
38 |
Sedang |
15 |
Kukuh, Marga |
34 |
29 |
37 |
32 |
28 |
40 |
Sedang |
16 |
Peken, Marga |
32 |
28 |
40 |
34 |
30 |
36 |
Sedang |
17 |
Peken, Marga |
33 |
30 |
37 |
30 |
32 |
38 |
Sedang |
18 |
Peken, Marga |
31 |
29 |
40 |
33 |
30 |
37 |
Sedang |
19 |
Peken, Marga |
35 |
29 |
36 |
24 |
37 |
39 |
Sedang |
20 |
Peken, Marga |
30 |
32 |
38 |
33 |
30 |
37 |
Sedang |
21 |
Rejasa, Penebel |
30 |
30 |
40 |
30 |
29 |
41 |
Sedang |
22 |
Rejasa, Penebel |
32 |
29 |
39 |
30 |
30 |
40 |
Sedang |
23 |
Rejasa, Penebel |
32 |
28 |
40 |
31 |
30 |
39 |
Sedang |
24 |
Rejasa, Penebel |
28 |
32 |
40 |
31 |
28 |
41 |
Sedang |
25 |
Rejasa, Penebel |
20 |
38 |
42 |
22 |
36 |
42 |
Sedang |
26 |
Penebel, Penebel |
31 |
30 |
39 |
28 |
32 |
40 |
Sedang |
27 |
Penebel, Penebel |
34 |
26 |
40 |
34 |
26 |
40 |
Sedang |
28 |
Penebel, Penebel |
30 |
30 |
40 |
30 |
29 |
41 |
Sedang |
29 |
Penebel, Penebel |
32 |
30 |
38 |
30 |
31 |
39 |
Sedang |
30 |
Penebel, Penebel |
31 |
29 |
40 |
31 |
30 |
39 |
Sedang |
Keterangan : kualitas fisik tanah (kolom 9) ditetapkan berdasarkan kriteria Puslittanak (1995), disajikan pada Lampiran 1.
Kualitas kimia tanah adalah rendah sampai sedang, disebabkan oleh rendahnya kadar P dan bahan organik tanah (Tabel 2). Informasi tentang kualitas kimia tanah sangat membantu dalam menetapkan masukan-masukan yang diperlukan oleh tanah sawah untuk menghasilkan gabah. Kualitas kimia tanah ditentukan oleh cadangan hara dalam tanah, ketersediaan hara, dan kandungan bahan organik tanah. Ketersediaan hara bervariasi menurut
ruang dan waktu di dalam dan di luar musim (Rachim, 1995). Dalam kegiatan pemupukan misalnya, jumlah pupuk yang diperlukan suatu tanaman tergantung pada kualitas kimia tanah (Tabel 3). Dalam hal ini, masukan yang diperlukan dalam meningkatkan kualitas kimia tanah adalah penambahan bahan organik tanah, pupuk N dan P. Di wilayah datar sampai landai, kondisi kimia tanah lebih baik dibandingkan dengan wilayah agak miring sampai
miring, mungkin disebabkan adanya endapan material yang kaya unsur hara akibat erosi.
Kualitas tanah secara biologi sangat ditentukan oleh jumlah jasad mikro dalam tanah (terutama fungi, actinomycetes, dan bakteri). Jasad mikro mende-komposisi bahan organik, melepaskan unsur hara dalam bentuk tersedia untuk tanaman, dan mendegra-
dasi residu beracun sehingga tidak membahayakan bagi tanaman. Sekitar 15% dari bahan organik terdiri sel-sel mikroba. Biomassa mikroba tanah subur dengan cukup bahan organik adalah sekitar 20 ton/ ha. Oleh karena itu, kadar bahan organik atau C-organik tanah (lihat Tabel 2) perlu ditambahkan untuk meningkatkan kualitas biologi tanah.
Tabel 2. Kualitas Kimia Tanah Sawah di Kabupaten Tabanan
No |
Site |
KTK (me/ 100g) |
KB (%) |
P (ppm) Olsen |
K (ppm) Bray 1 |
C-org (%) |
pH tanah (H2O) |
Kualitas kimia tanah |
1 |
Nyitdah, Kediri |
25,37 t |
60,55 st |
15,31 r |
235,13 t |
1,54 r |
Netral |
Sedang |
2 |
Nyitdah, Kediri |
26,27 t |
44,45 s |
11,97 r |
236,06 t |
1,43 r |
Netral |
Sedang |
3 |
Nyitdah, Kediri |
25,98 t |
95,46 st |
7,80 sr |
268,22 t |
0,82 sr |
Netral |
Sedang |
4 |
Nyitdah, Kediri |
38,38 t |
98,82 st |
9,86 sr |
249,86 t |
0,49 sr |
Netral |
Sedang |
5 |
Nyitdah, Kediri |
28,55 t |
81,25 st |
12,58 r |
259,28 t |
1,51 r |
Netral |
Sedang |
6 |
Kediri, Kediri |
35,77 t |
89,80 st |
13,51 r |
267,73 t |
0,91 sr |
Netral |
Sedang |
7 |
Kediri, Kediri |
36,97 t |
84,55 st |
12,90 r |
245,95 t |
0,86 sr |
Netral |
Sedang |
8 |
Kediri, Kediri |
26,61 t |
91,90 st |
14,54 r |
239,03 t |
0,89 sr |
Netral |
Sedang |
9 |
Kediri, Kediri |
31,76 t |
96,67 st |
3,83 sr |
273,46 t |
0,86 sr |
Netral |
Sedang |
10 |
Kediri, Kediri |
28,36 t |
95,39 st |
3,08 sr |
238,75 t |
1,66 r |
Netral |
Sedang |
11 |
Kukuh, Marga |
31,81 t |
98,46 st |
4,61 sr |
239,51 t |
1,49 r |
Netral |
Sedang |
12 |
Kukuh, Marga |
33,82 t |
83,95 st |
4,66 sr |
264,14 t |
0,49 sr |
Netral |
Sedang |
13 |
Kukuh, Marga |
21,63 s |
81,41 st |
12,97 r |
241,84 t |
1,21 r |
Netral |
Rendah |
14 |
Kukuh, Marga |
32,57 t |
97,70 st |
9,27 sr |
270,96 t |
0,86 sr |
Netral |
Sedang |
15 |
Kukuh, Marga |
32,74 t |
82,59 st |
3,25 sr |
239,73 t |
1,19 r |
Netral |
Sedang |
16 |
Peken, Marga |
22,22 s |
89,33 st |
14,78 r |
239,42 t |
0,47 sr |
Netral |
Rendah |
17 |
Peken, Marga |
42,16 t |
82,02 st |
8,39 sr |
240,17 t |
1,68 r |
Netral |
Sedang |
18 |
Peken, Marga |
24,46 s |
85,04 st |
8,77 sr |
293,80 t |
0,45 sr |
Netral |
Rendah |
19 |
Peken, Marga |
23,27 s |
44,45 s |
12,97 r |
237,06 t |
1,43 r |
Netral |
Rendah |
20 |
Peken, Marga |
22,98 s |
95,46 st |
8,80 sr |
268,92 t |
0,82 sr |
Netral |
Rendah |
21 |
Rejasa, Penebel |
25,37 t |
62,55 st |
15,31 r |
237,13 t |
1,59 r |
Netral |
Sedang |
22 |
Rejasa, Penebel |
22,27 s |
44,45 s |
13,97 r |
246,06 t |
1,63 r |
Netral |
Rendah |
23 |
Rejasa, Penebel |
21,98 s |
91,46 st |
8,80 sr |
258,22 t |
0,92 sr |
Netral |
Rendah |
24 |
Rejasa, Penebel |
38,38 t |
98,82 st |
9,76 sr |
249,96 t |
0,79 sr |
Netral |
Sedang |
25 |
Rejasa, Penebel |
33,74 t |
73,59 st |
3,35 sr |
259,73 t |
1,14 r |
Netral |
Sedang |
26 |
Penebel, Penebel |
22,29 s |
80,33 st |
14,79 r |
239,48 t |
0,87 sr |
Netral |
Rendah |
27 |
Penebel, Penebel |
40,16 t |
89,02 st |
8,39 sr |
240,19 t |
1,69 r |
Netral |
Sedang |
28 |
Penebel, Penebel |
24,96 s |
85,94 st |
9,77 sr |
283,80 t |
0,55 sr |
Netral |
Rendah |
29 |
Penebel, Penebel |
23,27 s |
44,85 s |
12,97 r |
247,06 t |
1,63 r |
Netral |
Rendah |
30 |
Penebel, Penebel |
23,28 s |
90,46 st |
8,80 sr |
258,97 t |
0,92 sr |
Netral |
Rendah |
Keterangan : kualitas kimia tanah (kolom 9) ditetapkan berdasarkan kriteria Puslittanak (1983), disajikan pada Lampiran 2
sr= sangat rendah; r=rendah; s=sedang; t=tinggi; st=sangat tinggi; netral apabila pH 6,6-7
Tabel 3. Hubungan kebutuhan pupuk dengan kualitas kimia tanah (Rachim, 1995)
No |
Kualitas kimia tanah |
Kebutuhan pupuk |
1 |
Sangat buruk |
Memerlukan pupuk sangat banyak, respons terhadap pupuk besar, indeks kesuburan 0-10%, tanpa pupuk gejala kahat muncul, pertumbuhan tanaman tidak normal, dan kemungkinan tanaman tidak berbuah atau mati |
2 |
Buruk |
Kebutuhan pupuk banyak, respon terhadap pupuk tinggi, indeks kesuburan 10-25%, tanpa pupuk gejala kahat masih muncul, pertumbuhan tanaman tidak normal, dan kemungkinan tanaman mati kecil walaupun tidak berbuah |
3 |
Sedang |
Kebutuhan sedang, respons terhadap pupuk sedang, indeks kesuburan 25-50%, tanpa pupuk pertumbuhan tanaman kurang normal, gejala kahat tidak muncul, dan kemungkinan tanaman mati tidak ada tetapi produksi rendah |
4 |
Baik |
Tidak memerlukan pupuk, respons terhadap pupuk rendah, indeks kesuburan 50-100%, pertumbuhan tanaman normal, dan kebutuhan pupuk hanya untuk pemeliharaan. |
5 |
Sangat baik |
Sama sekali tidak memerlukan pupuk, sama sekali tidak ada respons terhadap pupuk, indeks kesuburan >100%, pertumbuhan tanaman normal dan produksi baik. |
Kualitas fisik, kimia, dan biologi tanah sawah akan mempengaruhi produktivitasnya, yaitu kemampuan tanah untuk menghasilkan gabah dibawah suatu sistem pengelolaan tanah tertentu. Hasil survei terhadap hasil gabah kering giling di tingkat petani di wilayah penelitian, diperoleh sebesar 4 - 5 ton/ha, yaitu masih rendah. Hal yang hampir sama ditunjukkan oleh data perkembangan produksi padi di Indonesia sejak tahun 2004 – 2008, yairu berkisar antara 4,54 - 4,88 ton/ha (Kompas, 2009). Winarso (2005) menyatakan bahwa produktivitas tanah dipengaruhi oleh masukan atau sistem pengelolaan, keluaran atau hasil tanaman, dan kondisi tanah. Berdasarkan data pada Tabel 1 dan 2, guna mewujudkan produktivitas lahan pertanian secara berkelanjutan perlu dilakukan upaya pemupukan secara terintegrasi dengan mengkombinasikan pupuk pabrik (urea, SP-36) dengan pupuk organik (misalnya pupuk kandang, jerami, atau kompos). Sedangkan program pertanian organik pada lahan sawah, barangkali bisa di mulai pada tanah-tanah
dengan status P dan K tinggi sebab bila diterapkan pada tanah-tanah dengan status P dan K rendah serta P dan K sedang dikhawatirkan target optimalisasi produksi sulit dicapai (Adnyana, 2004)
-
4. Simpulan dan Saran
-
4.1. Simpulan
-
Tanah sawah di beberapa lokasi di Kabupaten Tabanan umumnya memiliki kualitas fisik sedang, kualitas kimia rendah sampai sedang, dan kualitas biologi rendah. Untuk meningkatkan kualitas tanah dalam rangka mewujudkan produktivitas lahan pertanian secara berkelanjutan dapat dilakukan melalui sistem pengelolaan secara terintegrasi dengan mengkombinasikan pupuk pabrik (Urea, SP-36) dengan pupuk organik (misalnya pupuk kandang, jerami, atau kompos). Sedangkan program pertanian organik dapat diprioritaskan pada tanah-tanah dengan kadar P, K tinggi, dan kadar bahan organik sangat rendah sampai rendah.
-
4.2. Saran
Salah satu upaya dalam mewujudkan produktivitas lahan pertanian secara berkelanjutan adalah dengan menyediakan media tanam yang sesuai berupa kualitas tanah yang baik. Untuk itu,
peran lembaga penyuluhan perlu lebih diefektifkan dalam menyebarluaskan informasi kepada petani tentang pentingnya menjaga kualitas agar tetap dalam kondisi baik.
Daftar Pustaka
Adiningsih, J.S. 1994. “Soil testing and formulating fertilizer recommendation”. Paper in Fertilizer marketing training program. Center for soil and Agroclimate Research, AARD. Jakarta, 12-23 Desember 1994
Adnyana, I.M. 2004. Evaluasi status P dan K tanah sawah di Kabupaten Tabanan, Bali, serta rekomendasi pemupukan P dan K spesifik lokasi. Disertasi. Program Pascasarjana, Universitas Padjadjaran, Bandung.
Antara, I.M. 2009. Pertanian bangkit atau bangkrut. Arti Foundation, Denpasar.
Heinz, I., and U. Neue. 1997. “Methan emission from rice soil field”. CAB International. Soil Use Manage 13. 258-267.
Kompas. 28 April 2009. Terbitan hari selasa, halaman 21.
Puslittanak. 1995. Petunjuk teknis evaluasi kesuburan tanah. Center for soil and agroclimate research, Bogor.
Puslittanak. 1983. Petunjuk teknis evaluasi kesesuaian lahan. Center for soil and agroclimate research, Bogor.
Rachim, A. 1995. Pembinaan uji tanah hara makro dan mikro. Puslittanak, Bogor.
Reintjes, C., B. Haverkot, dan A.W. Bayer. 1999. Pertanian masa depan. ILEIA. Kanisius, Yogjakarta.
Sudika, W. 2000. “Kebijaksanaan penggunaan pupuk alternative melalui program Bimas”. Makalah dalam pertemuan aplikasi paket teknologi pertanian tahun 2000. Sekretariat Satuan Bimas, Propinsi Bali
Utomo, M. 2002. “Pengelolaan lahan kering untuk pertanian berkelanjutan”. Makalah dalam lokakarya kurikulum inti Fakultas Pertanian se-Indonesia. Mataram-NTB, 26-28 Mei 2002.
Winarso, S. 2005. Kesuburan tanah: Dasar Ksehetan dan Kualitas Tanah. Grava media, Yogjakarta.
Lampiran 1. Tolok ukur kualitas fisik tanah (Puslittanak, 1995)
Kriteria |
Keterangan |
Baik |
Apabila tekstur pada lapisan olah (0-20 cm) dan lapisan bawah (20-50 cm) berlempung dengan kadar liat < 35% |
Sedang |
Apabila tekstur pada lapisan olah (0-20 cm) dan lapisan bawah (20-50 cm) berlempung dengan kadar liat 35 – 60% |
Buruk |
Apabila pada salah satu atau kedua lapisan berisi salah satu poin berikut ini : o tekstur liat , kadar liat >65% o tekstur berpasir, kadar pasir > 70% o tekstur berdebu, kadar debu > 90% o terdapat lapisan padas. |
Lampiran 2. Pedoman pengukuran kualitas kimia tanah, dimodifikasi atas dasar status kesuburan tanah (Puslittanak, 1983)
No |
KTK |
KB |
P2O5, K2O, C-Organik |
Kualitas KimiaTanah |
1 |
Tinggi |
Tinggi |
e” 2 T, tanpa R |
Tinggi |
2 |
Tinggi |
Tinggi |
e” 2 T, dengan R |
Sedang |
3 |
Tinggi |
Tinggi |
e” 2 S, tanpa R |
Tinggi |
4 |
Tinggi |
Tinggi |
e” S, dengan R |
Sedang |
5 |
Tinggi |
Tinggi |
T, S, R |
Sedang |
6 |
Tinggi |
Tinggi |
d” 2 R, dengan O |
Sedang |
7 |
Tinggi |
Tinggi |
d” 2 R , dengan S |
Rendah |
8 |
Tinggi |
Sedang |
e” 2 T, tanpa R |
Tinggi |
9 |
Tinggi |
Sedang |
e” 2 T, dengan R |
Sedang |
10 |
Tinggi |
Sedang |
e” 2 S |
Sedang |
11 |
Tinggi |
Sedang |
Kombinasi lain |
Rendah |
12 |
Tinggi |
Rendah |
e” 2 T, tanpa R |
Sedang |
13 |
Tinggi |
Rendah |
e” 2 T, dengan R |
Rendah |
14 |
Tinggi |
Rendah |
Kombinasi lain |
Rendah |
15 |
Sedang |
Tinggi |
e” 2 T, tanpa R |
Sedang |
16 |
Sedang |
Tinggi |
e” 2 S, tanpa R |
Sedang |
17 |
Sedang |
Tinggi |
Kombinasi lain |
Rendah |
18 |
Sedang |
Sedang |
e” 2 T, tanpa R |
Sedang |
19 |
Sedang |
Sedang |
e” 2 S, tanpa R |
Sedang |
20 |
Sedang |
Sedang |
Kombinasi lain |
Rendah |
21 |
Sedang |
Rendah |
3 T |
Sedang |
22 |
Sedang |
Rendah |
Kombinasi lain |
Rendah |
23 |
Rendah |
Tinggi |
e” 2 T, tanpa R |
Sedang |
24 |
Rendah |
Tinggi |
e” 2 T dengan R |
Rendah |
25 |
Rendah |
Tinggi |
e” 2 S, tanpa R |
Sedang |
26 |
Rendah |
Tinggi |
Kombinasi lain |
Rendah |
27 |
Rendah |
Sedang |
e” 2 T, tanpa R |
Sedang |
28 |
Rendah |
Sedang |
Kombinasi lain |
Rendah |
29 |
Rendah |
Rendah |
Semua kombinasi |
Rendah |
Keterangan : T=tinggi; S=sedang; R=rendah
137
Discussion and feedback