Jurnal Bumi Lestari, Volume 20, Nomor 02, Tahun 2020, Halaman 18-30

KANDUNGAN LOGAM BERAT KADMIUM (CD) DAN TIMBAL (PB) PADA Enhalus acoroides DIPANTAI SEGARA AYU, PANTAI SEMAWANG, DAN PANTAI

MERTASARI PROVINSI BALI

Maxine Favian Joseph Melkisedek Nyupu a*, Ni Luh Watianiasih b, Alfi Hermawati Waskita c

a Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Kelautan dan Perikanan, Universitas Udayana, Jl. Kampus Unud Bukit Jimbaran, Bali

b Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Udayana, Jl. Kampus Unud Bukit Jimbaran, Bali c Fakultas Kelautan dan Perikanan, Universitas Udayana, Jl. Kampus Unud Bukit Jimbaran, Bali

*Email: [email protected]

Diterima (received) 8 Januari 2020; disetujui (accepted) 30 Juni 2020; tersedia secara online (available online) 1 Agustus 2020

Abstract

Sanur Beach is one of the tourist destinations that is often visited by national or international tourists. The number of tourism activities can increase pollutants entering the waters, one of which is heavy metals. Heavy metal content in waters can come from various sources of activity, one of which is lead (Pb) and cadmium (Cd). Seagrass E. acoroides are found in the waters of Sanur Beach. Seagrass can absorb heavy metals because it interacts directly with the column to absorb metal ions in the water. The purpose of this study was to determine the value of bioconcentration and translocation factors for the heavy metal content of cadmium (Cd) and lead (Pb) in E. acoroides seagrass in the waters of Segara Ayu Beach, Semawang Beach, and Mertasari Beach and to determine their suitability with the quality standards of the Bali Governor Regulation. No. 16 of 2016, Permenkes RI. No. 32 of 2017 and SEPA of 2000. Sampling was carried out by purposive sampling method and the data obtained were analyzed using quantitative descriptive methods and methods. The highest bioconcentration factor in cadmium (Cd) leaves was at station II, namely 1.91 mg/kg, and the lowest was at station I with a value of 0.62 mg/kg. The highest bioconcentration factor in lead (Pb) leaves was at station II, namely,0.47 mg/kg and the lowest was at station I, namely 0.08 mg/kg. The highest bioconcentration factor in cadmium (Cd) roots was at station II, namely 1.23 mg/kg, and the lowest was at station III, namely 0.73 mg/kg. The highest bioconcentration factor in lead (Pb) root was at station II, namely 0.22 mg/kg and the lowest was at station III, namely 0.10 mg/kg. The highest translocation factor for cadmium (Cd) was at station II, namely 1.55 mg/kg, and the lowest at station I was 0.53 mg/kg, while for lead (Pb) the highest was found at station III, namely 2.45 mg/kg and the lowest was at station I which was 0.49 mg/kg. The content of cadmium (Cd) and lead (Pb) in seagrass does not meet the quality standards of the Bali Governor Regulation No. 16 of 2016, Permenkes RI. No 32 of 2017, but in sediments according to SEPA 2000.

Keywords: Metal; Cadmium(Cd); Lead(Pb); Enhalus acoroides)

Abstrak

Pantai Sanur merupakan salah satu destinasi pariwisata yang sering dikunjungi oleh wisatawan nasional ataupun wisatawan internasional. Banyaknya kegiatan wisata, dapat meningkatnya bahan pencemar yang masuk ke perairan, salah satunya logam berat. Kandungan logam berat pada perairan dapat berasal dari berbagai sumber kegiatan, salah satunya yaitu Timbal (Pb) dan Kadmium (Cd). Lamun E. acoroides ditemukan perairan daerah Pantai Sanur. Lamun memiliki kapasitas menyerap logam berat karena berinteraksi langsung dengan kolom menyerap kandungan ion-ion logam pada perairan. Tujuan dari penelitian ini yaitu mengetahui nilai faktor biokonsentrasi dan translokasi

doi: https://doi.org/10.24843/blje.2020.v20.i02.p03

© 2019 by the authors; Content from this work may be used under the terms of the Creative Commons Attribution 3.0 licence. Any further distribution of this work must maintain attribution to the author(s) and the title of the work, journal citation and DOI. Published under licence by Udayana University, Indonesia.

kandungan logam berat Kadmium (Cd) dan Timbal (Pb) pada lamun Enhalus acoroides yang berada di perairan Pantai Segara Ayu, Pantai Semawang, dan Pantai Mertasari serta untuk mengetahui kesesuaiannya dengan baku mutu Pergub Bali No. 16 Tahun 2016, Permenkes RI. No 32 Tahun 2017 dan SEPA Tahun 2000. Pengambilan sample dilakukan dengan metode purposive sampling dan data yang didapat dianalisa dengan metode deskriptif kuantitatif dan metode. Faktor biokonsentrasi pada daun kadmium (Cd) tertinggi di stasiun II yakni 1,91 mg/kg dan terendah di stasiun I dengan nilai 0,62 mg/kg. Faktor biokonsentrasi pada daun timbal (Pb) tertinggi di stasiun II yakni 0,47 mg/kg dan terendah di stasiun I yakni 0,08 mg/kg. Faktor biokonsentrasi pada akar kadmium (Cd) tertinggi di stasiun II yakni 1,23 mg/kg dan terendah di stasiun III yakni 0,73 mg/kg. Faktor biokonsentrasi pada akar timbal (Pb) tertinggi di stasiun II yakni 0,22 mg/kg dan terendah di stasiun III yakni 0,10 mg/kg. Faktor Translokasi pada kadmium (Cd) tertinggi di stasiun II yakni 1,55 mg/kg dan terandah di stasiun I yakni 0,53 mg/kg, sedangkan pada timbal (Pb) tertinggi ditemukan pada stasiun III yakni 2,45 mg/kg dan terendah pada stasiun I yakni 0,49 mg/kg. Kandungan kadmium (Cd) dan Timbal(Pb) pada lamun tidak memenuhi baku mutu Pergub Bali No. 16 Tahun 2016, Permenkes RI. No 32 Tahun 2017, tetapi pada sedimen sesuai SEPA Tahun 2000.

Kata Kunci: Logam Berat; Kadmium(Cd); Timbal(Pb); Enhalus acoroides

  • 1.    Pendahuluan

Pantai Sanur merupakan salah satu kawasan destinasi pariwisata yang sering dikunjungi oleh wisatawan nasional ataupun wisatawan internasional. Pantai Sanur terletak di Kecamatan Denpasar Selatan, Kota Denpasar. Kawasan pariwisata Sanur memiliki garis pantai dengan panjang ± 7 km, merupakan pantai di sebelah timur selatan Beberapa pantai yang termasuk kawasan Pantai Sanur yaitu Pantai Segara Ayu, Pantai Semawang, dan Pantai Mertasari. Pantai tersebut memiliki pasir putih dengan ombak yang cenderung tenang. Pantai Semawang juga dijadikan sebagai dermaga tempat penambatan kapal-kapal nelayan dan kapal wisata, yang dapat menjadi sumber logam berat (Dewi et al. 2016), disamping aktifitas manusia (Nursanti et al., 2013).

Logam berat memiliki sifat yang sulit terdegradasi, namun dapat terakumulasi pada sedimen dan organisme (Fitriyah et al., 2013). Kandungan logam berat pada perairan dapat berasal dari berbagai sumber kegiatan (Parawita et al., 2009). Timbal digunakan dalam produksi logam, dan cat serta digunakan dalam pembakaran bahan bakar minyak untuk mesin. Logam kadmium (Cd) merupakan logam berat yang berbahaya. Logam berat yang berada diperairan akan terakumulasi pada sedimen dan organisme hidup melalui proses biologis, hal ini dapat menimbulkan dampak berbahaya pada lingkungan biotiknya (Sari et al., 2017). Timbal (Pb) bersifat toksik, apabila masuk, dan penumpukan dalam tubuh dapat menimbulkan kerusakan organ (Kamarati et al., 2018, Suryaningsih et al., 2020). Istarani dan Pandebesie (2014) menyebutkan bahwa logam kadmium dapat mempengaruhi proses fotosintesis sehingga akan membawa dampak buruk terhadap pertumbuhan dari tumbuhan, seperti tanaman tidak terlihat sehat, layu akar dan akar menghitam serta daun menguning.

Tumbuhan lamun (Enhalus acoroides) merupakan salah satu lamun yang banyak ditemukan di kawasan perairan Pantai Sanur (Graha et al., 2016). Lamun dapat menyerap logam berat dan mengakumulasi bahan pencemar tersebut dalam kadar yang tinggi (Sari et al., 2017), seperti juga yang dinyatakan oleh Tupan (2014) bahwa lamun memiliki kapasitas tinggi dalam penyerapan logam berat karena berinteraksi langsung dengan kolom perairan, dimana penyerapannya dapat dilakukan melalui daun dan sedimen. Beberapa penelitian tentang kandungan logam berat pada lamun Enhalus acoroides telah dilakukan seperti yang dilakukan oleh Sugiyanto et al. (2016) dan Ismarti et al. (2017) pada cadmium (Cd), timbal (Pb) dan tembaga (Cu) yang dilakukan di Lamongan dan perairan Batam, serta kandungan seng (Zn) oleh Santana et al. (2018) dan Putra et al. (2019) yang dilakukan di Sanur dan Perairan Jepara.

Kawasan pantai Sanur dengan kawasan padang lamun dan dengan berbagai aktivitas seperti wisata bahari, penambatan kapal dan wisata air lainnya rentan juga terpapar bahan pencemar logam berat. Beberapa tanaman lamun ditemukan tumbuh di kawasan Pantai, sanur seperti E. acoroides, T. hemprichii, H. ovalis, C. rotundata, C. serulata, H. uninervis, H. pinifolia dan S. isoetifolium (Graha et al. (2016) dan Watiniasih et al. (2019). Logam berat Pb dan Cd adalah bahan pencemar yang umum ditemukan di

lingkungan dengan aktivitas tersebut, namun belum pernah dilakukan di Kawasan Wisata Sanur, khususnya pada lamun Enhalus acoroides, sehingga penelitian ini perlu dilakukan di kawasan Pantai Sanur dengan pemanfaatan pantai yang berbeda.

  • 2.    Metode Penelitian

    • 2.1.    Metode, alat, dan bahan

Penelitian dilakukan pada 3 lokasi (stasiun) di Pantai Sanur yaitu di Pantai Segara Ayu, Pantai Semawang, dan Pantai Mertasari (Gambar 1). Penentuan stasiun didasarkan pada persebaran dan keberadaan lamun E. acoroides. Ketiga stasiun tersebut umum digunakan untuk kegiatan penunjang pariwisata seperti kunjungan wisata ke pantai, serta terdapatnya hotel dan restoran sepanjang pantai serta pedagang kecil lainnya. Pantai Mertasari juga dimanfaatkan untuk penambatan kapal nelayan dan kapal pariwisata namun dalam jumlah yang lebih sedikit jumlah kapalnya dibandingkan dengan Pantai Segara Ayu dan Semawang. Sampel E. acoroides diambil dari 5 titik pada masing-masing stasiun. Sampel yang telah diambil dipisahkan antara daun, rhizoma, dan akar kemudian dikeringkan di Laboratorium Perikanan, Fakultas Kelautan dan Perikanan, Universitas Udayana. Persiapan sampel sebelum dianalisa logam berat dilakukan di ke Laboratorium Analitik Universitas Udayana. Analisa untuk kandungan logam berat Cd dan Pb dilakukan UPTD. Balai Laboratorium Kesehatan Provinsi Bali.

Gambar 1. Tempat lokasi penelitian.

Alat yang digunakan pada penelitian ini yaitu sekop, plastik, botol ukuran 500 mL dan 2 L, cool box, pH meter, DO meter, Termometer, refraktometer, oven, gelas beaker, hotplate, kertas saring, blender, aluminium foil, kamera, dan alat tulis, serta bahan yang digunakan adalah lamun E. acoroides, sedimen, air laut, akuades, HNO3 dan H2SO4.

Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kuantitatif yaitu dengan mendeskripsikan data-data kuantitatif yang didapatkan yang akan digunakan untuk menjawab hipotesa (Sugiyono, 2011). Pengambilan sampel dilakukan dengan metode purposive sampling yaitu mengambil sampel pada daerah yang telah ditentukan dimana lamun E. acoroides tumbuh di Pantai Segara Ayu, Pantai Semawang dan Pantai Mertasari, Sanur.

  • 2.2.    Prosedur pengambilan sampel lamun Enhalus acoroides, sedimen, dan Air.

Dua tegakan lamun E. acoroides dicabut sampai bagian akar dengan sekop dan di letakkan pada kantong plastik, di beri label tanggal dan stasiun pengambilan, lalu disimpan di dalam cool box untuk dibawa ke Laboratorium untuk analisis selanjutnya. Sampel sedimen diambil dari sedimen dimana sampel lamun E. acoroides. Sedimen diambil menggunakan sekop dan di letakkan pada kantong plastik. Lalu diberi label titik pengambilan. Sampel air laut diambil dengan menggunakan botol ukuran 500 mL secara langsung berdekatan dengan titik pengambilan sampel lamun E. acoroides. Seluruh sampel air yang diambil dari masing-masing titik pengambilan sampel dicampurkan, kemudian sampel sebanyak 2 L dibawa ke Laboratorium untuk analisis selanjutnya. Untuk menjaga kestabilan, sampel air ditambah dengan 5 mL HNO3 pekat.

Sampel lamun E. acoroides dibersihkan dari sedimen dan hewan-hewan kecil lainnya menggunakan air, kemudian dipisahkan menjadi bagian akar, rhizoma, dan daun. Bagian sampel yang telah dipisahkan ditaruh pada aluminium foil dan dikeringkan dengan oven pada suhu 100°C selama 6 jam atau berat sampel stabil. Sampel yang sudah kering dihaluskan menggunakan blender menjadi bubuk dan bubuk dimasukkan ke dalam wadah plastik, dan dibawa ke Laboratorium untuk analisa kandungan Pd dan Cd.

Analisa Pb dan Cd dilakukan dengan mengambil sampel daun, rhizoma dan akar sebanyak 1 g kemudian diletakkan ke dalam gelas beaker ukuran 100 mL secara terpisah. Masing-masing sampel ditambahkan dengan 6 mL H2SO4 dan 6 mL HNO3 secara bertahap dan dipanaskan menggunakan hotplate pada suhu 85°C. Sampel dihomogenkan dan dipanaskan kembali pada hotplate sampai larutan berwarna kekuning-kuningan. Larutan didiamkan sampai keadaan dingin, ditambahkan 25 mL akuades untuk pengenceran, kemudian disaring menggunakan kertas saring 0,45 μm.

Sampel sedimen diambil sebanyak 1 g dan dilarutkan dalam 5 mL HNO3. Sampel dipanaskan sampai tidak terjadi oksidasi kemudian didinginkan dan ditambahkan akuades sebanyak 25 mL, kemudian dilanjutkan dengan prosedur penambahan H2SO4 dan HNO3 untuk analisa Pb dan Cd. Sampel air laut ditambahkan 5 mL HNO3 ke dalam sampel air di botol 2 L.

  • 2.3.    Analisa

    • 2.3.1.    Analisis Faktor Biokonsentrasi (Bioaccumulation Concentration Factor/BCF)

Analisa BCF dilakukan untuk mengetahui tingkat akumulasi logam berat Cd dan Pb pada akar dan daun lamun E. acoroides. Rumus perhitungan BCF digunakan oleh Gosh dan Singh (2005) yaitu:

BCF = Kb Cw

(1)


Dimana Kb adalah kandungan logam berat pada akar atau daun, dan Cw adalah Kandungan Logam Berat pada Sedimen. Nilai BCF diatas tanaman lamun dapat dikategorikan menjadi 3 yaitu:

Akumulator : Apabila nilai BCF > 1. Akumulator adalah tanaman yang dapat menimbun konsentrasi logam yang tinggi dalam jaringan tanamannya bahkan melebihi konsentrasi di dalam tanah.

Excluder    : Apabila nilai BCF < 1. Excluder adalah tanaman yang secara efektif mencegah logam

berat memasuki area bagian atas tanaman, namun konsentrasi logam di sekitar area perakaran masih tinggi.

Indikator    : Apabila nilai BCF mendekati 1. Kategori tanaman sebagai bioindikator yaitu tanaman

mentoleransi keberadaan konsentrasi logam dengan menghasilkan senyawa pengikat logam atau mengubah susunan logam dengan menyimpan logam pada bagian yang tidak sensitif.

  • 2.3.1.    Analisis Faktor Translokasi (Translocation Factor/TF)

Analisa TF digunakan untuk menghitung proses translokasi logam berat Cd dan Pb dari akar ke daun. Perhitungan nilai TF digunakan oleh Baker A.J. (1981) yaitu:

(dalam, daun (mgkg -1))

(2)


TF =-------------------

(dalam akar (mgkg -1))

Nilai TF diatas memiliki kategori yaitu:

TF > 1  : Mekanisme fitoekstraksi. Fitoekstraksi adalah proses penyerapan logam berat oleh akar

tanaman yang kemudian di translokasikan menuju batang dan daun.

TF < 1  : Mekanisme fitostabilisasi. Fitostabilisasi adalah proses yang dilakukan oleh tanaman untuk

mentransformasi polutan di dalam tanah menjadi senyawa yang non toksik tanpa menyerap terlebih dahulu polutan tersebut ke dalam tubuh tanaman. Hasil transformasi dari polutan tersebut tetap berada di dalam tanah tanaman menstabilkan polutan dalam tanah, sehingga membuat logam berat tidak berbahaya.

  • 3.    Hasil dan Pembahasan

    • 3.1.    Kandungan Logam Berat Kadmium (Cd) pada Sampel Daun, Rhizoma, Akar, Sedimen dan Air Lamun Enhalus Acoroides

Kandungan total rata-rata logam berat Cd tertinggi dari tiap bagian lamun terdapat pada bagian rhizoma dengan nilai 0,47 ppm dan kandungan logam berat Cd terendah terdapat pada bagian sedimen dengan nilai 0,34 ppm. Kandungan total rata-rata logam berat Cd pada bagian daun dan akar memiliki nilai yang sama yakni 0,36 ppm. Kandungan total rata-rata logam berat Cd tertinggi terdapat pada stasiun II yakni 0,48 ppm dan kandungan total rata-rata logam berat Cd terendah terdapat pada stasiun III yakni 0,34 ppm. Kandungan total rata-rata logam berat Cd pada stasiun I yakni 0,37 ppm. Konsentrasi dari logam berat Cd yang ditemukan dari ketiga stasiun disajikan secara rinci pada Tabel 1.

Tabel 1. Kandungan logam berat kadmium (Cd).

Lokasi (Stasiun)

Kandungan Logam Berat (Cd)

Daun

Rhizoma

Akar

Total Rata-

Rata Lamun

Sedimen

Air

Pantai Segara Ayu (Stasiun I) Pantai Semawang (Stasiun II) Pantai Mertasari

0,25

0,39

0,47

0,37

0,4

ttd

0,53

0,57

0,34

0,48

0,27

ttd

0,31

0,44

0,26

0,34

0.36

ttd

(Stasiun III)

Total Rata-rata

0,36

0,47

0,36

0,40

0,34

Baku Mutu

0.002*a

0.005*b

0.2*c

Keterangan:

  • * a : Peraturan Gubernur Bali Nomor 16 Tahun 2016 (Baku Mutu Air Laut Untuk Wisata Bahari)

  • * b : Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2017 (Baku Mutu untuk Higiene Sanitasi)

  • * c : Swedish Environmental Protection Agency, 2000 (Baku mutu untuk sedimen dengan satuan 0,2 mg/kg=2x105 mg/L)

  • 3.2.    Kandungan Logam Berat Timbal (Pb) pada Sampel Daun, Rhizoma, Akar, Sedimen dan Air Lamun Enhalus Acoroides

Kandungan total rata-rata logam berat Pb tertinggi dari tiap bagian lamun terdapat pada bagian sedimen dengan nilai 4,89 ppm dan kandungan total rata-rata logam berat Pb terendah terdapat pada bagian akar dengan nilai 0,76 ppm. Kandungan total rata-rata logam berat Cd pada bagian daun dan rhizoma memiliki nilai yakni 0,91 ppm dan 1,19 ppm. Kandungan total rata-rata lamun logam berat Pb tertinggi terdapat pada stasiun II yakni 1,04 ppm dan kandungan total rata-rata logam berat Pb terendah

terdapat pada stasiun III yakni 0,8 ppm. Kandungan total rata-rata lamun logam berat Pb pada stasiun I yakni 1,02 ppm. Konsentrasi dari logam berat Pb yang ditemukan dari ketiga stasiun disajikan secara rinci pada Tabel 2.

Tabel 2. Kandungan logam berat timbal (Pb).

Lokasi (Stasiun)

Kandungan Logam Berat (Pb)

Daun      Rhizoma    Akar     Total Rata-     Sedimen     Air

Rata Lamun

Pantai Segara Ayu (Stasiun I) Pantai Semawang (Stasiun II) Pantai Mertasari (Stasiun III)

0,67          1,02        1,36          1,02            8,67        ttd

1,23           1,3         0,58          1,04            2,61        ttd

0,82          1,25        0,34          0,80            3,39        ttd

Total Rata-rata

0,91          1,19        0,76         0,95           4,89

Baku Mutu

0.005*a                 0.05*b                      25*c

Keterangan:

  • * a : Peraturan Gubernur Bali Nomor 16 Tahun 2016 (Baku Mutu Air Laut Untuk Wisata Bahari)

  • * b : Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2017 (Baku Mutu untuk Higiene Sanitasi)

  • * c : Swedish Environmental Protection Agency, 2000 (Baku mutu untuk sedimen dengan satuan 0,2 mg/kg=2x105 mg/L)

  • 3.3.    Faktor Biokonsentrasi Logam Berat Kadmium (Cd) dan Timbal (Pb) pada Lamun Enhalus Acoroides

Faktor biokonsentrasi digunakan untuk mengetahui tingkat akumulasi logam berat Cd dan Pb pada akar dan daun lamun E. acoroides lamun dapat berperan sebagai akumulator atau excluder atau indikator. Faktor biokonsentrasi Cd pada daun lamun ditemukan teringgi pada stasiun II yakni 1,91 mg/kg dan terendah di stasiun I yakni 0,62 mg/kg. Faktor biokonsentrasi Cd pada daun lamun stasiun III yakni 0,86 mg/kg. Faktor biokonsentrasi Pb pada daun lamun terendah pada stasiun II yakni 0,47 mg/kg dan terendah di stasiun I yakni 0,08 mg/kg. Faktor biokonsentrasi Pb pada daun lamun stasiun III yakni 0,24 mg/kg.

Faktor biokonsentrasi Cd pada akar lamun ditemukan teringgi pada stasiun II yakni 1,23 mg/kg dan terendah di stasiun III yakni 0,73 mg/kg. Faktor biokonsentrasi Cd pada akar lamun stasiun I yakni 1,17 mg/kg. Faktor biokonsentrasi Pb pada akar lamun ditemukan teringgi pada stasiun II yakni 0,22 mg/kg dan terendah di stasiun III yakni 0,1 mg/kg. Faktor biokonsentrasi Pb pada akar lamun stasiun I yakni 0,16 mg/kg. Secara rinci faktor biokonsentrasi disetiap stasiunnya dapat dilihat pada Gambar 2 dan Gambar 3.

Gambar 2. Faktor Biokonsentrasi pada daun pantai Segara Ayu (I), Pantai Semawang (II) dan Pantai Mertasari (III).

Gambar 3. Faktor Biokonsentrasi pada akar dari pantai Segara Ayu (I), Pantai Semawang (II) dan Pantai Mertasari (III).

  • 3.4.    Faktor Translokasi Logam Berat Kadmium (Cd) dan Timbal (Pb) pada Lamun Enhalus Acoroides

Faktor translokasi digunakan untuk mengetahui translokasi kandungan logam Berat Cd dan Pb dengan menggunakan rumus Baker A.J. (1981). Faktor translokasi Cd ditemukan tertinggi pada stasiun II yakni 1,55 mg/kg dan terendah di stasiun I yakni 0,53 mg/kg. Faktor translokasi pada stasiun III yakni 1,17 mg/kg. Faktor translokasi Pb ditemukan tertinggi pada stasiun III yakni 2,45 mg/kg dan terendah di stasiun I yakni 0,49 mg/kg. Faktor translokasi pada stasiun II yakni 2,13 mg/kg. Secara rinci faktor translokasi pada setiap stasiun dapat dilihat pada Gambar 4.

Gambar 4. Faktor Translokasi dari pantai Segara Ayu (I), Pantai Semawang (II) dan Pantai Mertasari (III).

  • 3.5.    Hasil data kualitas perairan

Berdasarkan nilai kualitas perairan di Pantai Segara Ayu, Pantai Semawang dan Pantai Mertasari secara in-situ, pada setiap stasiunnya memiliki kisaran nilai berdekatan. Derajat keasaman (pH) tertinggi ditemukan pada stasiun I yakni 7,15 dan memiliki pe-rbedaan tipis dengan stasiun II dan III berturut-turut yakni 6,98 dan 7,06. Suhu air tertinggi ditemukan pada stasiun II yakni 31,92°C dan terendah ditemukan pada stasiun III yakni 29,06°C. Salinitas air tertinggi ditemukan pada stasiun III yakni 30,60 ppt dan di stasiun I yakni 29,20 ppt, serta di stasiun stasiun II yakni 29,40 ppt. Oksigen terlarut (DO) tertinggi ditemukan pada stasiun II yakni 7,12 mg/L dan terendah di stasiun III yakni 5,88 mg/L. Secara rinci hasil pengukuran parameter kualitas perairan dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Kandungan kualitas air.

Stasiun

Titik

PH

SUHU

Salinitas

DO

I

7,50

31,40

30,00

6,90

II

7,04

29,60

29,00

6,20

Pantai Segara Ayu (Stasiun I)

III

7,06

29,10

26,00

5,60

IV

7,05

30,40

30,00

6,10

V

7,11

32,20

31,00

7,00

Rata-Rata

7,15

30,54

29,20

6,36

I

6,98

32,10

29,00

7,40

II

7,00

31,20

26,00

6,90

Pantai Semawang (Stasiun II)

III

6,99

32,40

31,00

7,20

IV

7,00

31,90

30,00

7,30

V

6,93

32,00

31,00

6,80

Rata-Rata

6,98

31,92

29,40

7,12

I

7,04

29,60

31,00

7,50

II

7,07

29,20

29,00

6,30

Pantai Mertasari (Stasiun III)

III

7,06

28,90

31,00

5,30

IV

7,08

28,80

31,00

5,30

V

7,06

28,80

31,00

5,00

Rata-Rata

7,06

29,06

30,60

5,88

4. Pembahasan

  • 4.1.    Konsentrasi Kandungan Logam Berat Kadmium (Cd) pada Enhalus acoroides

Logam berat Cd ditemukan paling tinggi pada lamun yang tumbuh di stasiun II dan terendah di stasiun III karena adanya aktivitas pariwisata dan berlabuhnya kapal wisata serta kapal nelayan. Kandungan logam Cd lebih kecil pada stasiun III dibandingkan dengan stasiun I karena kegiatan aktivitas pariwisata dan sedikitnya kapal wisata dan kapal nelayan dibandingkan dari stasiun I dan stasiun II. Kandungan Cd pada sedimen paling tinggi ditemukan pada stasiun I. Hal ini dapat disebabkan karena stasiun I merupakan tempat berlabuh kapal nelayan dan wisatawan. Logam berat Cd dapat berasal dari kegiatan kapal pariwisata dan wistawan. Menurut Rumahlatu (2011) bahwa Cd dapat masuk pada lingkungan perairan transportasi kapal perairan dan limbah dari bahan bakar kapal serta pengecatan kapal pada lambung kapal. Sampel air tidak ditemukan kandungan logam berat Cd, hal ini dikarenakan kondisi pengambilan sampel pada musim hujan, selain itu adanya pengaruh dari pergerakan arus. Hal ini sama pada penelitian Supriyantini dan Soenardjo (2015) dimana lingkungan dan musim hujan mempengaruhi kandungan logam berat Pb dan Cu pada Mangrove Avicennia marina di Perairan Tanjung Emas Semarang pada bagian sedimen lebih tinggi dibandingkan bagian air.

Secara umum, bagian tanaman yang paling banyak mengandung logam Cd adalah pada rhizoma. Kandungan Cd pada daun dan akar ditemukan sama. Menurut Haryanti et al. (2012), tingginya kandungan pada rhizoma dipengaruhi adanya proses transportasi zat hasil fotosintesis ke seluruh bagian lamun. Serapan unsur hara yang diserap oleh akar, akan ditransportasikan melalui jaringan pengangkut (xylem dan floem) menuju ke semua bagian tumbuhan. Adanya kandungan Cd pada jaringan lamun dapat mempengaruhi proses fotosintesis. Lamun berupaya mencegah tersebarnya kandungan Cd dengan cara mekanisme detoksifikasi, misalnya dengan menimbun logam di dalam bagian tertentu, dalam penelitian ini disimpan pada bagian rhizoma. Hal ini sama pada penelitian Heriyanto dan Endro (2011) adanya akumulasi logam merupakan usaha pencegahan yang dilakukan oleh tumbuhan, dengan mengumpulkan dalam bagian suatu tumbuhan. Selain itu, rhizome memiliki peranan penting dalam menyimpan nutrisi guna kelangsungan hidup lamun (Ismarti et al., 2017).

Kandungan logam berat Cd pada semua stasiun ataupun pada masing-masing bagian lamun E. acoroides melebihi nilai Baku Mutu Air Laut untuk Wisata Air (Pergub Bali No. 16 Tahun 2016) maupun

Baku Mutu untuk Higiene Sanitas (Permenkes No. 32 Tahun 2017), tetapi kandungan logam berat Cd pada sedimen masih didalam baku mutu jika mengacu pada Baku Mutu SEPA tahun 2000 untuk sedimen.

  • 4.2.    Kandungan Logam Berat Timbal (Pb) pada Enhalus acoroides

Logam berat Pb ditemukan paling tinggi pada lamun yang tumbuh di stasiun II dan terendah di stasiun III karena adanya aktivitas pariwisata dan berlabuhnya kapal wisata serta kapal nelayan. Kandungan logam Pb lebih kecil pada stasiun III dibandingan dengan stasiun I karena kegiatan aktivitas pariwisata dan sedikitnya kapal wisata dan kapal nelayan dibandingkan dari stasiun 1 dan stasiun II. Kandungan Pb pada sedimen paling tinggi ditemukan pada stasiun I. Hal ini dapat disebabkan karena stasiun I merupakan tempat berlabuh kapal nelayan dan wisatawan. Logam berat Pb dapat berasal buangan sisa bahan bakar kapal dan cat anti korosi. Menurut Wulandari et al. (2012) bahwa Pb dapat masuk pada lingkungan perairan dikarenakan buangan sisa bahan bakar kapal motor, cat kapal dan wisata bahari. Penggunaan senyawa Pb secara luas untuk bahan penolong dalam proses produksi bahan bakar bensin karena dapat meningkatkan nilai oktan bahan bakar sekaligus berfungsi mencegah terjadinya ledakan saat berlangsungnya pembakaran dalam mesin (Arisandi et al., 2012).

Secara umum, bagian tanaman yang paling banyak mengandung logam Pb adalah pada rhizoma. Kandungan Pb bagian rhizoma lebih rendah daripada bagian daun lamun E. acoroides. Tingginya kandungan rhizoma dipengaruhi oleh umur lamun, semakin tua tumbuhan lamun maka kemampuan daun dalam menyerap logam berat meningkat (Supriyanti et al., 2016).

Kandungan logam berat Pb pada semua stasiun ataupun pada masing-masing bagian lamun E. acoroides melebihi nilai Baku Mutu Air Laut untuk Wisata Air (Pergub Bali No. 16 Tahun 2016) maupun Baku Mutu untuk Higiene Sanitas (Permenkes No. 32 Tahun 2017), tetapi kandungan logam berat Pb pada sedimen masih di dalam baku mutu jika mengacu pada Baku Mutu SEPA tahun 2000 untuk sedimen.

  • 4.3.    Faktor Biokonsentrasi dan Translokasi Kandungan Logam Berat Kadmium (Cd) dan Timbal (Pb) pada Lamun Enhaslus acoroides.

Menurut Gosh dan Singh (2005) faktor biokonsentrasi dibedakan menjadi III, yaitu kategori akumulator apabila nilai BCF > 1, excluder apabila nilai BCF < 1, dan bioindikator apabila nilai BCF sama. Faktor biokonsentrasi Cd pada daun di stasiun II tinggi dari stasiun III dan terendah di stasiun I. Demikian juga faktor biokonsentrasi logam Pb pada daun. Berdasarkan Gosh dan Singh (2005) stasiun II dikategorikan tanaman akumulator terhadap logam berat Cd dengan nilai BCF > 1. Akumulator adalah tanaman yang menimbun logam berat tinggi dalam jaringan tanamannya. Pada stasiun I dan stasiun III dikategorikan tanaman excluder terhadap logam berat Cd dengan nilai BCF < 1. Excluder adalah tanaman yang secara efektif mencegah logam berat masuk pada bagian atas tanaman, tetapi konsentrasi logam berat tinggi pada area bagian akar lamun. Sementara pada logam berat Pb jika dikategorikan berdasarkan Gosh dan Singh (2005) stasiun I, stasiun II dan stasiun III dikategorikan tanaman excluder terhadap logam berat Pb dengan nilai BCF < 1.

Faktor biokonsentrasi Cd pada akar di stasiun II tinggi dari stasiun I dan terendah di stasiun III. Demikian juga faktor biokonsentrasi logam Pb pada daun. Berdasarkan Gosh dan Singh (2005) stasiun III dikategorikan tanaman excluder terhadap logam berat Cd dengan nilai BCF < 1. Excluder adalah tanaman yang secara efektif mencegah logam berat masuk pada bagian atas tanaman, tetapi konsentrasi logam berat tinggi pada area bagian akar lamun. Pada stasiun I dan stasiun II dikategorikan tanaman akumulator terhadap logam berat Cd dengan nilai BCF > 1. Akumulator adalah tanaman yang menimbun logam berat tinggi dalam jaringan tanamannya. Sementara pada logam berat Pb jika dikategorikan berdasarkan Gosh dan Singh (2005) stasiun I, stasiun II dan stasiun III dikategorikan tanaman excluder terhadap logam berat Pb dengan nilai BCF < 1.

Faktor translokasi (TF) adalah untuk mengetahui kemampuan tanaman untuk mentranslokasi logam berat dari akar ke seluruh bagian tumbuhan. Menurut Baker (1981) hasil dari perhitungan faktor translokasi terbagi menjadi 2, yaitu fitoekstrasi apabila nilai TF > 1, dan fitostabilisasi apabila nilai TF < 1. Faktor translokasi logam berat Cd di stasiun II lebih tinggi dari stasiun III dan terendah pada stasiun I.

Sementara faktor translokasi logam berat Pb di stasiun III lebih tinggi dari stasiun II dan terendah pada stasiun I. Berdasarkan Baker (1981) stasiun I dikategorikan tanaman E. acoroides terjadi mekanisme fitostabilisasi terhadap logam berat Cd dan Pb dengan nilai TF < 1. Fitostabilisasi adalah proses yang dilakukan oleh tanaman untuk mentransformasi polutan di dalam tanah menjadi senyawa non toksik tanpa menyerap terlebih dahulu polutan tersebut ke dalam tubuh tanaman, hasil transformasi tersebut tetap berada di dalam tanah tanaman menstabilkan polutan dalam tanah sehingga membuat logam berat tidak berbahaya. Pada stasiun II dan stasiun III dikategorikan tanaman E. acoroides terjadi mekanisme fitoekstrasi terhadap logam berat Cd dan Pb dengan nilai TF > 1. Fitoekstrasi adalah proses penyerapan logam berat oleh akar tanaman yang kemudian di translokasikan menuju batang dan daun.

4.3. Kualitas Air.

Berdasarkan nilai kualitas air dapat dikatakan bahwa kualitas air seperti DO, salinitas dan suhu pada perairan Pantai Segara Ayu, Pantai Semawang, dan Pantai Mertasari masih tergolong baik, sedangkan pada kualitas PH ada yang didapatkan nilai derajat keasaman yaitu 6,98 pada stasiun II, dibandingkan pada stasiun I dan II nilai derajat keasamannya yaitu 7,15 dan 7,06. Menurut oleh Peraturan Gubernur Bali Nomor 16 Tahun 2016 untuk baku mutu air laut untuk wisata bahari, nilai kandungan logam berat yang masuk dalam baku mutu bernilai 7,0-8,5. Connell dan Miller (1995), menyatakan bahwa kenaikan pH di perairan akan diikuti dengan penurunan kelarutan logam berat, sehingga logam cenderung mengendap. Sebaliknya, ketika pH air rendah maka racun dari logam akan meningkat. Hal ini juga didukung oleh Palar (2004) tosiksitas logam berat juga dipengaruhi oleh pH. pH yang rendah akan menyebabkan logam lebih mudah terlarut. Kandungan PH yang tinggi terdapat pada stasiun I dan ditemukan faktor biokonsentrasi akar logam berat Cd didapatkan rendah, selain itu pada sampel daun dan rhizoma didapatkan rendah untuk kandungan logam berat Pb dan Cd.

Nilai parameter suhu pada ketiga stasiun menunjukkan nilai rata-rata suhu sebesar 29,06-31,92°C. Nilai suhu ini menunjukkan kondisi perairan yang masih layak bagi kehidupan lamun. Pada penelitian Santana et al. (2018) ditemukan nilai suhu pada perairan Sanur dengan kisaran nilai 27-27,3°C. Menurut Minerva et al. (2014) kisaran suhu optimal bagi perkembangan jenis lamun adalah 28-30°C, sedangkan untuk fotosintesis lamun membutuhkan suhu optimum antara 25-35°C dan kemampuan proses fotosintesis akan menurun dengan tajam apabila suhu perairan berada di luar kisaran tersebut.

Effendi (2003) menyatakan bahwa peningkatan suhu akan meningkatkan reaksi kimia, evaporasi dan votilisasi. Suhu merupakan salah satu parameter untuk mempelajari transportasi dan penyebaran polutan yang masuk ke lingkungan laut. Suhu tinggi pada stasiun II mempengaruhi kandungan faktor biokonsentrasi pada daun logam berat Cd dan Pb stasiun II dengan nilai 1,91 ppm dan 0,47 ppm, sementara faktor biokonsentrasi akar logam berat Cd dan Pb dengan nilai 1,23 ppm dan 0,22 ppm, semakin tinggi suhu semakin tinggi logam berat yang ada. Kandungan logam berat Cd dan Pb juga ditemukan tinggi pada bagian sampel yang sama, yaitu sampel daun dan rhizoma. Hal ini didukung oleh Hutagalung (1997) menyatakan bahwa kenaikan suhu tidak hanya akan meningkatkan metabolisme biota perairan, namun juga dapat meningkatkan toksisitas logam berat di perairan.

Salinitas air laut berfluktuasi tergantung pada musim, topografi, pasang surut, pola sirkulasi air, penguapan, curah hujan dan jumlah muatan air tawar (Riani et al., 2017). Nilai rata-rata salinitas perairan yang didapatkan dari ketiga stasiun di Pantai Semawang, Pantai Segara Ayu, dan Pantai Semawang berada pada kisaran nilai 29,20-30,60 ppt. Nilai ini menunjukkan bahwa nilai salinitas masih dapat menunjang kehidupan lamun secara optimal. Hal ini didukung dengan pendapat Rahman et.al. (2016) menyatakan lamun umumnya dapat mentolerir salinitas kisaran 10-40 ppt. Kisaran optimum toleransi lamun terhadap salinitas air laut yaitu 35 ppt. Salinitas dapat mempengaruhi jumlah kandungan logam berat pada perairan, karena pada salinitas tinggi menyebabkan konsentrasi logam berat berkurang. Kandungan logam berat Cd dan Pb ditemukan pada nilai rendah pada bagian sampel daun dan akar pada salinitas rendah, yang menunjukkan salinitas mempengaruhi kandungan logam berat pada perairan. Salinitas yang tinggi menyebabkan peningkatan pembentukan ion khlorida, yang berakibat pada penurunan konsentrasi ion logam berat pada perairan karena bereaksinya ion logam tersebut dengan ion khlorida (Wulandari et al., 2012).

Kandungan oksigen terlarut didapatkan nilai rata-rata dari ketiga stasiun di Pantai Semawang, Pantai Segara Ayu, dan Pantai Semawang pada kisaran 5,88-7,12 mg/l. Kandungan logam berat pada setidap stasiun menunjukkan nilai optimal untuk kehidupan lamun. Nilai ini masih berada dalam baku mutu Peraturan Gubernur Bali Nomor 16 Tahun 2016 untuk baku mutu air laut untuk wisata bahari dengan baku mutu >5 mg/l. Hal ini didukung dengan dengan pendapat Santana (2018) nilai DO di perairan sebaiknya tidak kurang dari 5 mg/l karena apabila nilai oksigen terlarut kurang dari 5 mg/l, maka hal tersebut akan menyebabkan efek yang kurang baik bagi seluruh organisme akuatik. Kandungan DO yang baik akan mendukung untuk terjadinya proses fotosintesis oleh lamun dan organisme produsen lainnya.

Oksigen terlarut dalam perairan mempengaruhi kelarutan logam di perairan. Kandungan oksigen terlarut yang rendah akan menyebabkan daya larut logam lebih rendah dan mudah mengendap (Rachmaningrum, 2015). Kandungan logam berat Cd dan Pb ditemukan rendah pada sedimen di stasiun II, hal ini menunjukkan oksigen terlarut (DO) mempengaruhi kandungan logam berat di perairan Hal ini selaras dengan penelitian Wahyuni et al. 2013, ditemukan semakin rendah kadar oksigen terlarut, semakin tinggi toksisitas zinc atau dikenal sebagai seng (Zn) dan timbal (Pb).

5. Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, dapat di ambil beberapa beberapa kesimpulan yaitu kandungan faktor biokonsentrasi pada daun pada kadmium (Cd) berturut-turut 0,62 mg/kg, 1,91 mg/kg, dan 0,86 mg/kg, pada timbal (Pb) berturut-turut 0,08 mg/kg, 0,47 mg/kg, dan 0,24 mg/kg. Kandungan faktor biokonsentrasi pada akar pada kadmium (Cd) berturut-turut 1,17 mg/kg, 1,23 mg/kg, dan 0,73 mg/kg, pada timbal (Pb) berturut-turut 0,16 mg/kg, 0,22 mg/kg, dan 0,10 mg/kg. Nilai faktor translokasi pada kadmium (Cd) berturut-turut 0,53 mg/kg, 1,55 mg/kg, dan 1,17 mg/kg. Kandungan faktor translokasi pada timbal (Pb) berturut-turut 0,49 mg/kg, 2,13 mg/kg, dan 2,45 mg/kg. Kandungan logam berat Kadmium (Cd) dan Timbal (Pb) dari bagian lamun E. acoroides pada lingkungan perairan Pantai Segara Ayu, Pantai Semawang, dan Pantai Mertasari tidak memenuhi baku mutu Peraturan Gubernur Bali Nomor 16 Tahun 2016 Baku Mutu Air Laut Untuk Wisata Bahari dan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 32 Tahun 2017 untuk Higiene Sanitasi, sementara untuk kandungan logam berat Kadmium (Cd) dan Timbal (Pb) pada sedimen masih sesuai dengan Swedish Environmental Protection Agency tahun 2000.

Daftar Pustaka

Arisandi, K.R., Herawati, E.Y. dan Supriyanto, E. 2012. Akumulasi Logam Berat Timbal(Pb) dan Gambaran Histologi pada Jaringan A. Marina(Vorsk) Vierh di perairan pantai Jawa Timur. Jurnal Penelitian Perikanan, 1(1): 15-25 hal.

Baker, A.J. 1981. Accumulators and excluders-strategies in the response of plants to heavy metals. J. Plant Nutr. 3(1–4): p. 643–654.

Connell, D.W. dan Miller, G.J. 1995. Kimia dan Ekotoksikologi Pencemaran, penerjemah Koestoer, Y. Jakarta: Universitas Indonesia Press. Terjemahan dari: Chemistry and ecotoxicology of pollution. 520 hal.

Damaianto, B.B. dan Masduqi, A.A. 2014. Indeks Pencemaran Air Laut Pantai Utara Kabupaten Tuban Dengan Parameter Logam. Jurnal Teknik ITS, 3(1): D1-D4.

Dewi, P.A.P.S dan Mahagangga, I.G.A.O. 2016. Riple-Roles Perempuan Pengelola Art Shop Di Pantai Sindhu Kelurahan Sanur Denpasar Selatan. Jurnal Destinasi Pariwisata 4(2): hal. 14-19.

Effendi, H. 2003. Telaah kualitas air bagi pengelolaan sumberdaya dan lingkungan perairan. Kanisius. Yogyakarta. 258 hal.

Fitriyah, A.W., Yudhi, U., and Kusumaningrum, I.K. 2013. Analisis Kandungan Tembaga (Cu) dalam air dan sedimen di Sungai Surabaya. Jurnal Kimia 2(1): hal. 1-8.

Gosh dan Singh. 2005. Comparative Uptake And Phytoextraction Study of Soil Induced Chromium By Accumulation and Highbiomass Weed Species, Applied Ecology and Enviromental Research 3(2): p. 67-77

Graha, Y.I., Arthana, I. W., dan Karang, I. W. G. A. 2016. Simpanan karbon padang lamun di kawasan pantai sanur, kota denpasar. Ecotrophic: Journal of Environmental Science 10(1): hal. 46-53.

Haryanti, M., Tarzan, P. dan Sunu, K., 2012. Kemampuan Tanaman Genjer (Limnocharis Flava (L.) Buch) Menyerap Logam Berat Timbal(Pb) Limbah Cair Kertas pada Biomassa dan Waktu Pemaparan Yang Berbeda. Journal Lentera Bio 1(3): 131-138 hal.

Heriyanto, N. M. dan Endro, S. (2011). Penyerapan Polutan Logam Berat (Hg, Pb dan Cu) oleh Jenis-Jenis Mangrove. Jurnal Penelitian Hutan dan Konservasi, 8(2): 177- 188 hal.

Hutagalung, H. P., 1997. Metodologi Analisis Air Laut, Sedimen dan Biota Buku 2. Puslitbang

Oceanologi, LIPI. Jakarta. 80 hal.

Irawan, B., Bintal, A. dan Thamrin, 2015. Analisis Kandungan Logam Berat Cu, Pb, dan Zn pada Air, Sedimen, dan Bivalvia Di Perairan Pantai Utara Pulau Bengkalis. Dinamika Lingkungan Indonesia 2(1):40-51 hal.

Ismarti, I., Ramses, R., Amelia, F., dan Suheryanto, S. 2017. Studi Kandungan Logam Berat pada Tumbuhan dari Perairan Batam, Kepulauan Riau. Dimensi 6(1): hal. 1-11.

Istarani, F., dan Pandebesie, Ellina S. 2014. Studi Dampak Arsen (As) dan Kadmium (Cd) terhadap Penurunan Kualitas Lingkungan. Jurnal Teknik Pomits 3(1): p. 1-6.

Kamarati, K.F.A., Ivanhoe, M.A., dan Sumaryono, M. 2018. Kandungan Logam Berat Besi (Fe), Timbal (Pb) dan Mangan (Mn) Pada Air Sungai Santan Heavy Metal Content Iron (Fe), Lead (Pb) and Manganese (Mn) in The Water of the Santan River. Jurnal Penelitian Ekosistem Dipterokarpa 4(1): p. 50-56.

Minerva, A., Purwanti, F., dan Suryanto, A. 2014. Analisis Hubungan Keberadaan Dan Kelimpahan Lamun Dengan Kualitas Air Di Pulau Karimunjawa, Jepara. Diponegoro Journal of Maquares, 3(3): 88-94 hal.

Nursanti., Riniatsih I. dan Satriadi A. 2013. Studi Hubungan Kerapatan Vegetasi Lamun dengan Laju Sedimentasi di Perairan Teluk Awur dan Bandengan Jepara pada Periode Juni – Juli 2012. Journal of Marine Research 2(3): hal. 25-34.

Palar, H. 2004. Pencemaran dan Toksikologi Logam Berat. Rineka Cipta, Jakarta. 138 p.

Parawita, D., Insafitri., dan Nugraha, A.W. 2009. Analisis konsentrasi logam berat timbal (Pb) di muara sungai Porong. Jurnal Kelautan 2(2): hal. 34-41.

Peraturan Gubernur Bali No. 16 Tahun 2016 tentang Baku Mutu Lingkungan Hidup dan Kriteria Kerusakan Lingkungan.

Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 32 Tahun 2017 Tentang Standar Baku Mutu Kesehatan dan Lingkungan dan Persyaratan Kesehatan Air Untuk Keperluan Higiene Sanitasi, Kolam Renang, Solus per Aqua, dan Pemandian Umum.

Putra, B. A., Santoso, A., dan Riniatsih, I. 2019. Kandungan Logam Berat Seng pada Enhalus acoroides di Perairan Jepara. Buletin Oseanografi Marina 8(1): hal. 9-16.

Rachmaningrum, M. 2015. Konsentrasi Logam Berat Kadmium (Cd) pada Perairan Sungai Citarum Hulu Segmen Dayeuhkolot-Nanjung. Jurnal Karya Ilmiah Teknik Lingkungan Itenas 3(1):1-11 hal.

Rahman, A.A., Nur, A.I., dan Ramli, M. 2016. Studi Laju Pertumbuhan Lamun (Enhalus acoroides) Di Perairan Pantai Desa Tanjung Tiram Kabupaten Konawe Selatan. Jurnal Sapa Laut 1(1): 10-16 hal.

Riani, E., Johari, H.S. dan Cordova, M.R. 2017. Bioakumulasi Logam Berat Kadmium dan Timbal Pada Kerang Kapak-Kapak Di Kepulauan Seribu. Jurnal Pengolahan Hasil Perikanan Indonesia, 20(1): 131-142 hal.

Rumahlatu, D. 2011. Aktivitas Makan dan Pertumbuhan Bulu Babi Deadema setosum Akibat Paparan Logam Berat Kadmium. Indonesian Journal of Marine Sciences, 17(4): 183-189 hal.

Santana, I. K. Y. T., Julyantoro, P. G. S., dan Wijayanti, N. P. P. 2018. Akumulasi Logam Berat Seng (Zn) pada Akar dan Daun Lamun Enhalus acoroides di Perairan Pantai Sanur, Bali. Current Trends in Aquatic Science 1(1): hal. 47-56.

Sari, S.P., Rosalina, D., dan Adi, W. 2017. Bioakumulasi timbal (Pb) dan cadmium (Cd) pada lamun Cymodocea serrulata di Perairan Bangka Selatan. Universitas Bangka Belitung, Bangka Belitung. Jurnal Ilmu-Ilmu Perairan, Pesisir dan Perikanan 6(2): p. 128-137.

Sugiyanto, R. A. N., Defri, Y., dan Rarasrum, D. K. 2016. Analisis akumulasi logam berat timbal (Pb) dan kadmium (Cd) pada lamun Enhalus Acoroides sebagai agen fitoremediasi di Pantai Paciran, Lamongan. Didalam: Seminar Nasional Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Brawijaya Malang VI. hal. 449-455.

Sugiyono. 2011. Metode Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif. Bandung: Alfabeta. hal. 126.

Supriyantini E. dan Soenardjo N. 2015. Kandungan Logam Berat Timbal (Pb) dan Tembaga (Cu) Pada Akar Dan Buah Mangrove Avicennia marina Di Perairan Tanjung Emas Semarang.Jurnal Kelautan Tropis, 18(2): 98-106 hal.

Suryaningsih, K.W., Dirgayusa, I.G.N.P., dan Putra, I.N.G. 2020. Struktur Komunitas dan Bioakumulasi Logam Berat Timbal (Pb) pada Teripang di Pantai Tanjung Benoa, Badung, Bali. Journal of Marine Research and Technology 3(2): hal. 108-115.

Swedish Environmental Protection Agency [SEPA]. 2000. Environmental Quality Criteria Coasts and Seas. Sweden: Aralia.

Tupan, C.I. 2014. Profil Logam Berat Timbal (Pb) di Perairan Pulau Ambon dan Dampaknya Terhadap Respons Struktur Anatomi dan Fisiologi Lamun Thalassia hemprichii (Ehrenberg) Ascherson [Disertasi]. Malang: Universitas Brawijaya. pp. 56–65.

Wahyuni H., Sasongko S.B., dan Sasongko D.P. 2013. Kandungan Logam Berat pada Air, Sedimen dan Plankton di Daerah Penambangan Masyarakat Desa Batu Belubang Kabupaten Bangka Tengah. Di dalam: Prosiding Seminar Nasional Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan Universitas Diponegoro, Semarang, 2013. Semarang: Dosen dan Mahasiswa Magister Ilmu Lingkungan Universitas Diponegoro, Semarang. 489-494 hal.

Watiniasih, N.L., Nuarsa, I.W., Merdana, I.M., Budiarsa, I N., Dharma, A., Antara, I.N.G., Proborini, M.W. 2019. Organism Associated with Cymodocea Serullata. In: Different Habitats near Urban Coastal Area. Earth and Environmental Science (IOP Conf. Series) 396.

Wulandari, E., Herawati, E.Y., dan Arfiati, D. 2012. Kandungan logam berat Pb pada air laut dan tiram Saccostrea glomerata sebagai bioinkator kualitas Perairan Prigi-Trenggalek, Jawa Timur. Jurnal Penelitian Perikanan. 1(1): 10-14 hal.

30