Jurnal Bumi Lestari, Volume 19, Nomor 02, Tahun 2019, Halaman 31-44

Analisis dan Perancangan Pengendali Intensitas Lampu Pijar Jarak Jauh Dengan Sistem Remote control Terhadap Efisiensi

Energi

Asih Pitasari Hege a*, Jauhari Effendi a, Bertholomeus Pasangka a

a Program Studi Ilmu Lingkungan, Program Pascasarjana, Universitas Nusa Cendana, Kupang

*Email: [email protected]

Diterima (received) 18 Januari 2019; disetujui (accepted) 29 Juli 2019; tersedia secara online (available online) 1 Agustus 2019

Abstract

The light intensity needs to adjust to produce suitability of illumination needs in room based on type of space function so it's possible to save electrical energy. Therefore, creation of energy-efficient lighting is very important so can be controlled. The purpose of this study is analyze and design a light intensity control device with remote control. This type of research is experimental research, which is research that doesn't require a comparison, which means the experiment is given treatment and measurements are made by the tool. The tool designed is a combination of several electronic circuits consisting of power supply, infrared emitting and receiver, digital circuit, relay driver and dimmer circuit. Analysis uses luxmeter as a measure the average light intensity and thermocouple as a measured quality of mean temperature room. The results are light intensity and temperature quality was carried out 3 times at (08.00-12.00 WITA), (12.00-16.00 WITA), (16.00-20.00 WITA) and mean was taken with 9 measurement points with total area of 36 m2 (initial color). The measurement didn't meet the standards of 295 lux and 28ºC, while when being treated it met the room comfort standards of 247 lux and 23ºC. This is due to influence of a tool to control the brightness of the lights. The results of the work are light intensity controller gives 10 stages of resistance values that adjust the brightness of incandescent light with an increasing count, indicating the initial value ranging from 0 to 9.

Keywords: keyword; keyword; keyword (3-6 keywords separated by semi colons)

Abstrak

Intensitas cahaya perlu diatur untuk menghasilkan kesesuaian kebutuhan iluminasi di dalam ruang berdasarkan jenis fungsi ruang, sehingga dimungkinkan penghematan energi listrik. Oleh karena itu penciptaan lampu penerangan yang hemat energi merupakan hal yang sangat penting sehingga pemakaian energi listrik yang berlebihan dapat dikendalikan dan nyaman. Tujuan penelitian ini adalah menganalisis dan merancang alat kendali intensitas cahaya serta mengatur atau mengubah besar kecilnya intensitas cahaya untuk lampu pijar dengan kendali jarak jauh (remote control). Jenis penelitian ini adalah penelitian eksperimen, yaitu penelitian yang tidak memerlukan pembanding, yang artinya bahwa eksperimen ini diberi perlakuan kemudian dilakukan pengukuran terhadap alat tersebut. Alat yang dirancang merupakan paduan dari beberapa rangkaian elektronika yang terdiri dari rangkaian catu daya, rangkaian pemancar inframerah, rangkaian penerima inframerah, rangkaian digital, rangkaian driver relay dan rangkaian dimmer, analisisnya menggunakan luxmeter sebagai pengukur rerata intensitas penerangan dan thermocouple sebagai alat pengukur kualitas rerata suhu ruangan. Hasil pengukuran intensitas penerangan dan kualitas suhu ini dilakukan 3 kali pengukuran pada pukul (08.00-12.00 WITA), (12.00-16.00 WITA), (16.00-20.00 WITA) dan diambil reratanya dengan 9 titik pengukuran dengan luasan keseluruhan ruang 36 m2 pada rona awal pengukuran tidak memenuhi standar 295 lux dan 28ºC sedangkan pada saat diberi perlakuan memenuhi standar kenyamanan ruang 247 lux dan 23ºC. Hal ini dikarenakan adanya pengaruh alat yang dibuat yang dapat mengontrol terang redupnya lampu. Hasil dari kerja alat pengatur intensitas cahaya ini

doi: https://doi.org/10.24843/blje.2019.v19.i02.p04


© 2019 by the authors; Content from this work may be used under the terms of the Creative Commons Attribution 3.0 licence. Any further distribution of this work must maintain attribution to the author(s) and the title of the work, journal citation and DOI. Published under licence by Udayana University, Indonesia.

memberikan 10 tahapan nilai tahanan yang mengatur terang redup cahaya lampu pijar dengan cacahan naik, penunjukkan nilai awal mulai dari angka 0 (nol) sampai 9 (sembilan).

Kata Kunci: remote control; lampu pijar; intensitas penerangan; suhu ruangan

  • 1.    Pendahuluan

Krisis energi merupakan salah satu masalah yang sangat mengkhawatirkan di setiap negara. Berbagai upaya dilakukan untuk mengatasi kemungkinan terjadinya krisis energi ini, mulai dari pencarian sumber energi baru dan terbarukan sampai dengan penciptaan peralatan yang rendah penggunaan konsumsi energinya. Lampu memberikan manfaat yang sangat besar khususnya pada malam hari ataupun siang hari pada cuaca tertentu. Teknologi lampu dalam memberikan pencahayaan saat ini telah banyak membantu aktivitas masyarakat dalam melakukan pekerjaannya sehari–hari. Karena peranan lampu sangat penting, maka lampu–lampu yang sering digunakan saat ini adalah lampu XL dan lampu pijar. Pada lampu XL daya yang dikeluarkan kecil namun memberikan intensitas yang besar. Sedangkan lampu pijar cahaya yang dihasilkan sesuai dengan daya yang dikeluarkan lampu (Barry, 2001).

Program efisiensi energi di segala bidang makin dirasakan perlu karena semakin terbatasnya sumber-sumber energi yang tersedia dan semakin mahalnya biaya pemakaian energi. Pemakaian energi listrik pada bangunan sebaiknya sudah harus dipikirkan dan disepakati sejak perencanaan awal antara perencana, pemilik dan pelaksana. Termasuk dalam hal ini pemilihan peralatan listrik yang akan digunakan seperti jenis lampu penerangan yang akan digunakan. Pencahayaan merupakan salah satu faktor penting dalam perancangan ruang. Ruang yang telah dirancang tidak dapat memenuhi fungsinya dengan baik apabila tidak disediakan akses pencahayaan. Pencahayaan di dalam ruang memungkinkan orang yang menempatinya dapat melihat benda-benda. Tanpa dapat melihat benda-benda dengan jelas maka aktivitas di dalam ruang akan terganggu. Sebaliknya, cahaya yang terlalu terang juga dapat mengganggu penglihatan. Kualitas penerangan yang tidak memadai berefek buruk bagi fungsi penglihatan, psikologis serta aktivitas kerja. Sesuai Peraturan Menteri Perburuhan Nomor 7 Tahun 1964 tentang syarat-syarat kesehatan, kebersihan serta penerangan dalam tempat kerja, telah menetapkan ketentuan penting intensitas penerangan menurut sifat pekerjaan. Hampir semua kegiatan manusia baik siang maupun terutama malam hari pasti menggunakan lampu penerangan, sehingga dengan jumlah yang sedemikian banyak, sudah pasti akan sangat membutuhkan pemakaian energi listrik yang sangat besar pula (Michael Neidle,1985).

Pemakaian penerangan yang berlebihan juga berhubungan dengan efisiensi penggunaan energi listrik sehingga diperlukan pengaturan penerangan. Intensitas cahaya perlu diatur untuk menghasilkan kesesuaian kebutuhan iluminasi di dalam ruang berdasarkan jenis fungsi ruang, sehingga dimungkinkan penghematan energi listrik. Oleh karena itu maka penciptaan lampu penerangan yang hemat energi merupakan hal yang sangat penting. Seiring dengan kemajuan teknologi, dengan banyak diciptakan peralatan kerja yang banyak menggunakan energi listrik, ternyata menimbulkan dampak yang cukup signifikan terhadap peningkatan konsumsi energi listrik di berbagai sektor kehidupan. Makin banyak peralatan yang di produksi, semakin tinggi pula pemakaian energi listrik yang digunakan, bahkan lebih cenderung ke pola konsumerisme. Salah satu cara adalah dengan menciptakan peralatan yang hemat pemakaian energi listrik tetapi dapat menghasilkan keluaran yang maksimal. Sebagai salah satu contoh adalah lampu penerangan hemat energi, oleh karena itu diperlukan desain alat yang menekan/mengontrol intensitas cahaya lampu sehingga daya yang keluar sedikit (tidak boros), karena lampu merupakan peralatan penting yang sangat dibutuhkan pada berbagai sektor kehidupan. Sehubungan dengan hal tersebut maka penelitian tentang tingkat efisiensi pemakaian energi listrik pada lampu penerangan ini dilakukan dengan sistem pengendali lampu pijar sangat diperlukan.

Dengan kondisi demikian, maka penggunaan sistem remote control akan dapat dikendalikan intensitas cahaya yakni lampu pijar. Selain keunggulan penggunaan remote control yakni pengoperasiannya dilakukan dari jarak jauh dan lebih praktis. Kekurangan penggunaan remote control yakni perubahan nilai resistansi yang diberikan menggunakan sistem diskrit atau bertahap dan biaya yang

mahal, sedangkan pada rangkaian dimmer keunggulannya selain biaya yang murah dimmer ini memberikan perubahan nilai resistansi diatur dengan sistem kontinyu (Andrianto, 2008).

Mengacu pada Kepmenkes RI Nomor: 1405/MENKES/SK/X/2002, Kesehatan Lingkungan yang baik yaitu tingkat suhu 18-28 ºC, tingkat pencahayaan minimal 100 lux. pada intensitas yang lama dengan tingkat tertentu dapat berbahaya bagi kesehatan misalnya dapat menyebabkan tekanan darah tinggi, sakit kepala, penyempitan pembuluh darah dan sistem jantung serta gangguan pada organ pendengaran.

Pada penelitian ini, lebih difokuskan pada Analisis dan perancangan pengendali intensitas cahaya jarak jauh daripada lampu pijar dengan menggunakan sistem remote control yang dimungkinkan bisa diimplementasikan pada rumah tinggal guna mengatur pencahayaan dalam ruangan serta lebih mengefisiensikan penggunaan energi listrik berlebih. Sehingga tujuan dari penelitian ini adalah (1) merancang alat pengendali pencahayaan dalam ruangan (Remote control); (2) mengetahui pengaruh pencahayaan lampu pijar dan suhu ruangan dengan sistem pengendali terhadap tingkat konsumsi energi listrik (efisiensi energi).

  • 2.    Metode Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah rekayasa eksperimen, yakni dengan memanipulasi suatu variabel yang sengaja dilakukan untuk melihat efek yang terjadi dari tindakan tersebut (Sudjana, 1996). Adapun tindakan eksperimen yang dimaksud dalam penelitian ini tidak memerlukan pembanding, hanya diberi perlakuan kemudian dilakukan pengukuran terhadap alat. Metode tersebut memiliki pola X-O, dimana X adalah kelompok perlakuan dan O adalah kelompok pengujian (tes akhir). Setelah itu dilakukan pengukuran.

Tabel 1. Desain eksperimen.

X                    O

Rancang alat kontrol jarak jauh            Pengujian hasil

  • 2.1.    Intensitas Penerangan

Meliputi intensitas penerangan umum dan intensitas penerangan lokal. Pengukuran intensitas penerangan umum dilakukan dengan cara membagi ruangan kerja menjadi 9 titik dengan jarak titik satu dengan yang lain 3 meter. Hasil dari tiap titik pengukuran diambil rata-rata. Jadi besarnya intensitas penerangan umum: Pengukuran sebelum perlakuan dilakukan selama 3 kali pada jam (08.00-12.00 Wita), (12.00-16.00 Wita) dan jam (16.00-20.00 Wita), sedangkan penerangan lokal dilakukan pengukuran intensitas lampu sebelum dan sesudah perlakuan yang menjadi sampel, dilakukan selama 3 kali pada jam (08.00-12.00 Wita), (12.00-16.00 Wita) dan jam (16.00-20.00 Wita), dari hasil 3 kali pengukuran ini diambil rata-rata.

Pengukuran Intensitas penerangan ini memakai alat luxmeter yang hasilnya dapat langsung dibaca dan alat ini mengubah energi cahaya menjadi energi listrik, kemudian energi listrik dalam bentuk arus digunakan untuk menggerakkan jarum skala. Untuk alat digital, energi listrik diubah menjadi angka yang dapat dibaca pada layar monitor. Persyaratan pengukuran dengan menggunakan luxmeter yaitu pintu ruangan dalam keadaan sesuai kondisi tempat pekerjaan dilakukan dan lampu ruangan dalam keadaan dimatikan atau dinyalakan sesuai dengan kondisi pekerjaan. Cara pengukurannya adalah (a) Alat di hidupkan (ON); (b) Photocell dihadapkan ke sumber cahaya; dan (c) hasilnya dapat dibaca pada display dipilih angka yang tertinggi.

  • 2.2.    Suhu Udara

Pengukuran dilakukan 3 kali sebelum dan sesudah perlakuan pada 9 titik pengukuran, yaitu dengan (a) memasang alat pada statif kemudian memasukkan thermocouple ke dalam bola dan meletakkan di

tempat pengukuran dan (b) setelah waktu kira-kira 10 menit, dilakukan pembacaan hasil, dipilih penunjuk suhu yang dikehendaki dengan menekan tombol yang tersedia.

Gambar 1. Denah lokasi pengukuran pada ruangan.


  • 3.    Hasil dan Pembahasan

Dalam perancangan rangkaian pengatur intensitas cahaya dilakukan dengan menguji dari tiap-tiap unit bagian rangkaian pada pengukuran input dan output rangkaian untuk mendapatkan hasil apakah alat yang dirancang sesuai dengan yang diharapkan. Maka pengujian rangkaian dilakukan sebagai berikut:

  • 3.1.    Pengujian rangkaian catu daya

Dalam pengujian rangkaian catu daya dc alat ukur yang digunakan untuk mengukur besaran tegangan digunakan Multimeter digital, ini dilakukan untuk mengetahui apakah rangkaian catu daya dapat menghasilkan tegangan sesuai yang diharapkan, yaitu sebesar 12 dan 5 Volt. Pengujian rangkaian catu daya dapat dilihat Pada Gambar 2. Dari hasil pengukuran dengan menggunakan multimeter digital didapat nilai tegangan pada IC LM 7912 sebesar 12,11 Volt dan pada IC LM 7905 sebesar 5,02Volt, yang dapat dilihat Pada Gambar 3.

Gambar 2. Pengukuran rangkaian catu daya

Gambar 3. Hasil pengukuran multimeter digital


  • 3.2.    Pengujian Rangkaian Pemancar Infra Merah

Rangkaian pengujian pemancar Infra merah dapat dilihat pada Gambar 4. Pengujian ini dilakukan adalah untuk mengukur frekuensi gelombang keluaran dari IC 555.Alat ukur yang digunakan dalam pengujian ini adalah Oscilloscope. Pada pengujian ini didapatkan hasil pengukuran sebesar 40 KHz, dengan variabel Time/Div = 10µs dan Perioda(T) = 2,5 div, sehingga frekuensinya sebesar, sebagai berikut:

f = T


----1----- = — × 106 = 40.000Hz = 40 KHz

(1)


2,5 ×10.10-6   25

Dalam hasil perhitungan dengan menggunakan persamaan (1), untuk nilai komponen C1 =1nF, R1= 1KΩ, nilai frekuensi telah ditentukan 38 Khz-40KHz, jadi dalam perhitungan hanya mencari nilai VR yaitu sebesar 20 KΩ. Hasil pengujian pada oscilloscope dapat dilihat pada Gambar 5.

Gambar 4. Pengujian rangkaian pemancar infra merah



Gambar 5. Hasil pengujian rangkaian pemancar infra merah

  • 3.3.    Pengujian Rangkaian Penerima Infra Merah

Pengujian rangkaian penerima infra merah ini dapat dilihat pada Gambar 6. Pada pengujian ini menggunakan alat ukur oscilloscope untuk melihat unjuk kerja dari phototransistor saat mendapat sinyal masukan dari pemancar sinar infra merah. Hasil pengujian pada oscilloscope menunjukkan saat phototransistor mendapat masukkan sesaat dari pemancar infra merah, keluaran dari RXO menjadi tinggi (high), dan kembali kekondisi awal saat tidak mendapat sinyal input dari pemancar infra merah. Kondisi ini akan terus menerus selama mendapat masukan sesaat dari pemancar infra merah. Hasil pengujiannya dapat dilihat pada Gambar 7.

Osiloscope

Gambar 6. Pengujian penerima infra merah

(a)                                       (b)

Gambar 7. Hasil pengujian output dari rangkaian penerima infra merah (a) Tampilan oscilloscope saat input dalam keadaan rendah (low) (b) Tampilan oscilloscope saat input dalam keadaan tinggi (high)

  • 3.4.    Pengujian Rangkaian Pewaktu Monostabil

Pengujian rangkaian pewaktu monostabil dapat dilihat pada Gambar 8. Pengujian ini menggunakan alat ukur oscilloscope untuk melihat unjuk kerja dari rangkaian pewaktu, sinyal masukan pada pin 2 diterima dari keluaran rangkaian penerima infra merah, saat mendapat masukan sinyal keluaran pada pin 3 hanya sesaat dan kembali ke kondisi awal. Saat mendapat input rendah (low) keluran dari rangkaian pewaktu monostabil akan terpicu tinggi (high). Begitu sebaliknya saat mendapat input tinggi (high) maka keluaran dari rangkaian pewaktu monostabil akan terpicu rendah (low).

Gambar 8. Pengujian rangkaian pewaktu

  • 3.5.    Pengujian Rangkaian Driver Relay

Pengujian driver relay dapat dilihat pada Gambar 9. Pengujian ini menggunakan sumber tegangan DC 12 Volt dan 5 Volt, ini dilakukan untuk melihat apakah relay yang akan digunakan berkerja dengan baik. Tegangan 12 Volt diberikan pada sumber tegangan relay dan tegangan 5 Volt diberikan pada input. Saat input diberikan tegangan, maka akan mengalirkan arus ke transistor yang menyebabkan transistor bekerja seperti saklar yang menghubungkan kaki kolektor ke emitor, ini membuat kaki ground relay terhubung ke ground, sehingga relay bekerja dengan baik. Dari percobaan yang telah dilakukan sesuai dengan gambar rangkaian pemicu diatas didapat hasil pengukuran seperti ditampilkan pada Tabel 2.

Vcc

In

DC

Gambar 9. Pengujian rangkaian driver relay

Tabel 2. Hasil Pengukuran Rangkaian Driver Relay

Vin

Hasil Pengukuran                   Hasil Perhitungan

A1 (mA)     A2 (ma)    V1 (V)     V2 (V)     A1 (mA)    A2 (ma)      e ay

0 5,02

0            0          0         12,11         0           0        OFF

0,11         27,55      11,04       1,48       0,1107      27,675      ON

Secara perhitungan besar Ib (A1) dan Ic (A2) pada rangkaian percobaan dapat dihitung berdasarkan persamaan (3) dan (4) sebagai berikut:

V -V τ __ V in V be

(4)


(5)


b     Rb

Ic = Ibf

Untuk rangkaian percobaan pemicu 2 ampere, nilai tahanan dalam relay adalah 400Ω, hfe transistor BC 547A adalah sebesar 259. sedangkan Vin sebesar 5,02 Volt dan tahanan basis 39KΩ.

5,02 - 0,7

39000


4,32V

39000


4320

39000


= 0,1107 mA


(6)


A = 0,1107 × 250 = 27,675mA

(7)


Bila dilihat hasil pengukuran dan hasil perhitungan, besar nilai Ib dan Ic tidak mengalami perbedaan yang besar, tetapi perbedaan pada nilai Ic antara hasil pengukuran dan perhitungan disebabkan oleh perbedaan nilai Ib yang didapat secara perhitungan dan pengukuran. Karena yang menentukan besar kecilnya arus yang lewat dikolektor transistor ditentukan oleh besar arus yang masuk ke basis transistor dikali dengan besar hfe dari transistor.

  • 3.6.    Hasil Pengukuran Tingkat Pencahayaan Ruang

Pengukuran pencahayaan menggunakan alat Luxmeter yang diletakkan di titik-titik pengukuran per-10 detik dalam satu menit, dimana jarak titik sampel adalah dengan membagi luasan ruangan yang di ukur guna mendapatkan pendistribusian titik yang merata. Luas ruangan adalah 36 m2, luasan ini dibagi

dengan 4 maka akan mendapat 9 titik pengukuran. Hal ini diasumsikan jarak tiap titik adalah 4 m2 terhadap titik lainnya. Variabel pengukuran diukur pada saat lampu dihidupkan dan dilakukan sebanyak 3 kali dengan 9 perbedaan waktu, yaitu waktu pertama Pukul 08.00 – 12.00 WITA, waktu kedua Pukul 12.00 – 16.00 WITA, dan waktu ketiga Pukul 16.00 – 20.00 WITA. Pengukuran ini dilakukan selama 2 hari (rona awal dan pada saat perlakuan) dalam Bulan Oktober dan keadaan langit cerah.

Gambar 10 menunjukkan bahwa pengukuran suhu di semua titik pada rona awal maupun saat diberi perlakuan memiliki hasil rerata yang berbeda. Terdapat beberapa titik yang nilainya melebihi baku mutu yaitu 18-28°C yang mengacu pada Kepmenkes RI Nomor: 1405/MENKES/SK/X/2002, yang artinya tidak memenuhi standar. Tingkat suhu rona awal tertinggi terdapat pada titik 6 sebesar 32 ° C dapat dikatakan bahwa titik ini merupakan salah satu titik yang tidak nyaman dalam pengukuran tingkat suhu. titik ini berada di samping tengah titik lampu yang diletakkan dan berhadapan langsung dengan pintu keluar arah barat, titik lainnya yang juga memiliki nilai pengukuran suhu cukup besar yakni > 31-30 °C dikategorikan tidak nyaman. Tingkat suhu terendah pengukuran ini terdapat pada saat diberi perlakuan yaitu 26 ºC adalah merupakan titik nyaman yaitu pada titik 4-7 dan 28 ºC pada titik 1,2,3,8 serta titik 9. Hal ini disebabkan karena pada saat diberi perlakuan menggunakan alat pengontrol terang redupnya lampu sehinnga dapat mengatur keadaan suhu ruang yang diukur.

Pada Gambar 11 pengukuran tingkat suhu rona awal (pukul 12.00-16.00 WITA) tertinggi terdapat pada titik 1,3,4 dan 9 sebesar 32 ° C dapat dikatakan bahwa titik ini merupakan salah satu titik yang tidak nyaman dalam pengukuran tingkat suhu. titik ini berada di samping tengah titik lampu dan berhadapan langsung dengan pintu utama arah timur, titik lainnya yang juga memiliki nilai pengukuran suhu cukup besar yakni > 31-30 °C dikategorikan tidak nyaman. Tingkat suhu terendah pengukuran ini juga terdapat pada saat diberi perlakuan yaitu 24 ºC adalah merupakan titik sangat nyaman yaitu pada titik (2,5,9) dan 26 ºC merupakan titik nyaman yaitu pada titik rerata (1,3,4,6-8). Hal ini disebabkan karena pada saat diberi perlakuan menggunakan alat pengontrol terang redupnya lampu sehinnga dapat mengatur keadaan suhu ruang yang diukur dan dalam keadaan menjelang sore hari.

Pada Gambar 12 tingkat suhu rona awal tertinggi terdapat pada titik 6, 8, dan 9 sebesar 30 °C dapat dikatakan bahwa titik ini merupakan salah satu titik yang tidak nyaman dalam pengukuran tingkat suhu, titik lainnya yang juga memiliki nilai pengukuran suhu cukup besar yakni > 30-29 °C dikategorikan tidak nyaman. Tingkat suhu terendah pengukuran ini terdapat pada saat diberi perlakuan yaitu 23 ºC adalah merupakan titik sangat nyaman yaitu pada titik 9, pada titik 1-5 dan 8 kualitas suhunya sebesar 24 ºC dikategorikan suhu nyaman dan 26 ºC pada titik 6,7 yang dikategorikan suhu nyaman. Hal ini disebabkan karena kondisi langit menjelang malam hari dan pada saat diberi perlakuan menggunakan alat pengontrol terang redupnya lampu yang dapat mengatur keadaan suhu ruang yang diukur.

Gambar 10. Hasil rerata pengukuran I suhu untuk 9 titik pengukuran pukul 08.00-12.00 WITA.

Gambar 11. Hasil rerata pengukuran II untuk 9 titik pengukuran pukul 12.00-16.00 WITA.


Rerata Pengukuran Suhu (ºC)


-■- Pengukuran suhu saat perlakuan

123456789


Pengukuran suhu


rona awal


Titik Pengukuran

Gambar 12. Hasil rerata pengukuran III untuk 9 titik pengukuran pukul 16.00-20.00 WITA.

Pengukuran Intensitas penerangan dilakukan selama 2 hari yaitu pengukuran rona awal dan saat perlakuan dengan rerata 9 titik dalam waktu (08.00-12.00 WITA), (12.00-16.00 WITA) dan (16.00-20.00). Setelah melakukan pengukuran pada intensitas penerangan lampu pijar, dapat lihat bahwa pada pengukuran rona awal Pada Gambar 13a, intensitas tertinggi terdapat pada titik 5 sebesar 295 lux (tidak memenuhi standar pencahayaan ruang rumah) permasalahan intensitas yang meningkat ini dikarenakan titik ini terlalu terang baik cahaya lampu dan cahaya dari luar (matahari) (Herman Y, 2009) sebaliknya pengukuran intensitas terendah pada titik 3 dan 9 yaitu 241 lux (memenuhi standar pencahayaan ruang rumah) hal ini dikarenakan waktu pengukuran dapat berpengaruh terhadap besarnya intensitas penerangan Adanya selisih nilai intensitas penerangan ini disebabkan oleh tingkat keepresisian alat ukur yang digunakan yaitu 0,1 % dan idealnya nilai intensitas pada pengukuran tersebut yang dipengaruhi oleh lampu penerangan dan juga sinar pantul cahaya alami dari luar. Sedangkan pengukuran pada saat diberi perlakuan (Gambar 13b) nilai intensitas penerangannya jauh lebih kecil dari standar pencahayan ruang rumah yaitu 246-124 lux sehingga daya yang keluarpun sedikit atau tidak boros dibandingkan dengan pengukuran rona awal.

Pada Gambar 14a, intensitas tertinggi terdapat pada titik 1 dan 9 sebesar 293 lux sebaliknya pengukuran intensitas terendah pada titik 5 yaitu 201 lux (memenuhi standar pencahayaan ruang rumah) hal ini dikarenakan waktu pengukuran dapat berpengaruh terhadap besarnya intensitas penerangan (Erika K, 2010) Sedangkan pada pengukuran saat diberi perlakuan (Gambar 14b) semua titik dibawah standar

pencahayaan buatan pada ruang rumah sebesar 246-224 lux. Hal ini dikarenakan intensitas penerangan lampu ini dapat dikontrol terang redupnya lampu walaupun ada sinar pantul dari luar (matahari).

Sedangkan Pada Gambar 15a intensitas tertinggi terdapat pada titik 5 sebesar 287 lux sebaliknya pengukuran intensitas terendah pada titik 9 yaitu 233 lux (memenuhi standar pencahayaan ruang rumah) hal ini dikarenakan waktu pengukuran dapat berpengaruh terhadap besarnya intensitas penerangan (Erika K, 2010) Sedangkan pada pengukuran saat diberi perlakuan (Gambar 15b) semua titik dibawah standar pencahayaan buatan pada ruang rumah sebesar 246-231 lux. Hal ini dikarenakan intensitas penerangan lampu ini dapat dikontrol terang redupnya lampu walaupun ada sinar pantul dari luar (matahari)

Gambar 13. Kontur tingkat pencahayaan I ruangan rumah menggunakan program Surfer 11 (08.00

12.00 WITA). (a) Intensitas penerangan rona awal. (b) Intensitas penerangan saat perlakuan.

(a)                                                      (b)

Gambar 14. Kontur tingkat pencahayaan II ruangan rumah menggunakan program Surfer 11 (12.00

16.00 WITA). (a) Intensitas penerangan rona awal. (b) Intensitas penerangan saat perlakuan.

(a)                                                          (b)

Gambar 15. Kontur tingkat pencahayaan III ruangan rumah menggunakan program Surfer 11 (16.00

20.00 WITA) (a) Intensitas penerangan rona awal. (b) Intensitas penerangan saat perlakuan

Tingkat Pengukuran Suhu Tingkat Pengukuran Suhu berdasarkan standar kenyamanan suhu udara mengacu pada Kepmenkes RI Nomor: 1405/MENKES/SK/X/2002, nilai ambang batas cuaca ruangan yaitu suhu 18-28 °C. Tingkat suhu tertinggi pengukuran pada rona awal (Gambar 16a) terdapat pada titik 6 sebesar 31,1 °C dapat dikatakan bahwa titik ini merupakan salah satu titik yang tidak nyaman dalam pengukuran tingkat suhu dan titik terendah pada saat diberi perlakuan (Gambar 16b) terdapat pada titik 46 sebesar 26 ºC titik ini termasuk titik nyaman (Basaria T, 2005).

Hasil tingkat pengukuran suhu II pada rona awal dan saat diberi perlakuan (pukul 12.00-16.00 WITA). Tingkat suhu tertinggi pengukuran pada rona awal (Gambar 17a) terdapat pada titik 1,3,4, dan 9 sebesar 32,1 °C dapat dikatakan bahwa titik ini merupakan salah satu titik yang tidak nyaman dalam pengukuran tingkat suhu dan titik terendah pada saat diberi perlakuan (Gambar 17b) terdapat pada titik 5 dan 9 sebesar 24 ºC titik ini termasuk titik nyaman (Basaria T, 2005).

Tingkat suhu tertinggi pengukuran pada rona awal (Gambar 18a) terdapat pada titik 1,3,4, dan 9 sebesar 31,9 °C dapat dikatakan bahwa titik ini merupakan salah satu titik yang tidak nyaman dalam pengukuran tingkat suhu dan titik terendah pada saat diberi perlakuan (Gambar 18b) terdapat pada titik 5 dan 9 sebesar 23,9 ºC titik ini termasuk titik sangat nyaman (Basaria T, 2005).

(a)                                                     (b)

Gambar 16. Kontur I tingkat suhu ruangan rumah menggunakan program Surfer 11 (08.00-12.00

WITA). (a) Kualitas suhu rona awal. (b) Kualitas suhu saat perlakuan.

(a)                                                 (b)

Gambar 17. Kontur II tingkat suhu ruangan rumah menggunakan program Surfer 11 (12.00-16.00

WITA). (a) Kualitas suhu rona awal. (b) Kualitas suhu saat perlakuan.

(b)

Gambar 18. Kontur III tingkat suhu ruangan rumah menggunakan program Surfer 11 (16.00-20.00 WITA). (a) Kualitas suhu rona awal. (b) Kualitas suhu saat perlakuan.

  • 4.    Simpulan dan Saran

Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh peneliti dapat disimpulkan bahwa, peneliti dapat membuat remote kontrol yang dipakai untuk mengatur intensitas cahaya lampu pijar dengan frekuensi gelombang 40 KHz. Penggunaan remote kontrol bisa dilakukan dari jarak jauh (10-15 meter) dan memiliki cara yang praktis untuk menyalakan lampu pijar. Tingkat kenyamanan suhu ruangan rumah pada saat pengukuran rona awal ditinjau dari tingkat suhu adalah sebesar 28 °C. Tingkat kenyamanan suhu ruangan rumah pada pengukuran saat perlakuan ditinjau dari tingkat suhu adalah sebesar 23 °C.

Adapaun saran yang dapat diberikan berdasarkan hasil penelitian ini kepada pengguna lampu pijar agar tidak khawatir lagi dengan pemakaian daya yang boros karena dengan penemuan alat yang dapat mengatur terang redup lampu pijar sehingga daya yang keluar pun sedikit (tidak boros) dan diharapkan adanya penelitian lanjutan dengan merk lampu yang lain dan menggunakan alat yang lebih canggih misalnya menggunakan pin card.

Daftar Pustaka

Andrianto, H. (2008). Pemrograman Mikrokontroler AVR ATMega16. Bandung: INFORMATIKA.

Barry, W. (2001). Elektronika Praktis Jilid 3. Jakarta: Pradanya.

DEPNAKERTRANS. (1964). Peraturan Menteri Perburuhan No. 7 tahun 1964 tentang Syarat

DEPNAKERTRANS. (2002). Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia 1405. Jakarta.

KEMENKES. (2011). Standar Intensitas Cahaya Ruangan. Jakarta.

Michael Neidle. (1985). Instalasi Listrik. Edisi 2 (terjemahan oleh Hendarsin H ). Erlangga: Jakarta.

BSN. (2004). Pengukuran Intensitas Penerangan di Tempat Kerj. Jakarta: BSN.

BSN. (2000). Persyaratan Umum Instalasi Listrik (PUIL 2000). Jakarta: BSN.

Sudjana. (1996). Metode Statistika. Bandung: Tarsito.

Herman, Y. (2009). Penghematan Pada Sistem Pencahayaan. Makalah Workshop: Depdiknas.

44