VALUASI EKONOMI TINGKAT KERUSAKAN BANGUNAN PERMUKIMAN AKIBAT BANJIR LAHAR DI KALI PUTIH KABUPATEN MAGELANG
on
Jurnal Bumi Lestari, Volume 13 No. 2, Agustus 2013, hlm. 341-354
VALUASI EKONOMI TINGKAT KERUSAKAN BANGUNAN PERMUKIMAN AKIBAT BANJIR LAHAR DI KALI PUTIH KABUPATEN MAGELANG
Rosalina Kumalawati1)*, R.Rijanta2)*, Junun Sartohadi3)*, Rimawan Pradiptyo4)*, Seftiawan Samsu Rijal5)*
1)Pendidikan Geografi/FKIP Universitas Lambung Mangkurat Banjarmasin 2)Pembangunan Wilayah/Fakultas Geografi UGM Yogyakarta 3)Geografi dan Ilmu Lingkungan/Fakultas Geografi UGM Yogyakarta 4)Ekonomi/Fakultas Ekonomika dan Bisnis UGM Yogyakarta 5)Magister Penginderaan Jauh/Fakultas Geografi UGM Yogyakarta
*email: rosalinaunlam@gmail.com; masrijanta@yahoo.com; panyidiksiti@yahoo.com; rimawan@gadjahmada.edu; seftiawan_disini@yahoo.com
Abstract
The purposes of this study are to identify the zonation of lahar-affected regions and the number of damaged houses due to lahar, as well as to make an economic valuation on settlement building damage due to lahar in Kali Putih, Magelang Regency.
The study was conducted by using a survey method based on physical and administrative zonations. The former was based on overflow width of lahar in Kali Putih after the Merapi erruption in 2010, while the latter was based on subdistrict. Each of the zonation units was sampled. The sampling was carried out on the basis of settlement building vulnerability due to lahar. The sample was represented by 59 respondents and three times of Focus Group Discussion (FGD) during the study.
Results of the study show that, first, the overflow width of lahar in the location of study was 1.785 km2. The widest overflow was in Sirahan Village, i.e. 0.813 km2 or 45.532 %, and the narrowest one was in Blongkeng Village, Ngluwar Subdistrict, i.e. 0.001 km2 or 0.057%. Second, the number of houses affected by lahar was 1,290 houses. Settlement building damage was dominantly due to collapse/washed away (814 houses), moderately damaged (200 houses), ligthly damaged (140 houses), severely damaged (71 houses), and relatively undamaged (65 houses). A settlement mostly affected by the impact of lahar was Sirahan Village, Salam Subdistrict, i.e. 860 houses. Third, the largest lost resulted from the lahar was related to permanent houses, i.e. approximately IDR104,000,000.00 because the construction cost for the permanent houses was more expensive than that for semi-permanent and non-permanent ones.
Keywords : Lahar, Economic Valuation, Settlement Building Damage, Focus Group Discussion
Penelitian dilakukan di lereng Barat Merapi Kabupaten Magelang karena sungai-sungai di lereng barat Merapi termasuk sungai dengan tingkat bahaya banjir lahar tinggi. Terbukti pada kejadian erupsi Gunungapi Merapi 2010, terjadi banjir lahar yang
mengakibatkan kerusakan permukiman di sepanjang alur sungai Kali Putih mulai wilayah Desa Jumoyo hingga wilayah Desa Sirahan. Jembatan yang melintas di atas Kali Putih juga tidak luput dari amukan banjir lahar Kali Putih sehingga jalur transportasi Semarang-Yogyakarta terputus.
Terputusnya jalur utama Semarang-Yogyakarta mengakibatkan terputusnya urat nadi perekonomian DIY-Jateng. Dampak banjir lahar yang melalui Kali Putih cukup banyak sehingga perlu dilakukan zonasi daerah terdampak lahar.
Ancaman bahaya banjir lahar lebih berbahaya jika terjadi di daerah yang datar dan padat pemukiman. Sekitar 80 ribu rumah terancam banjir lahar karena terletak dalam radius kurang dari 300 meter dari aliran sungai yang berhulu di Gunungapi Merapi (Pemerintah Kabupaten Magelang, 2011). Salah satu contoh yang terjadi di Kali Putih Kabupaten Magelang. Luapan banjir lahar merusak 1225 unit rumah di sekitar Kali Putih. Inventarisasi dampak lahar yang terjadi tahun 2010 dan strategi mitigasi bencana banjir lahar di masa depan perlu dibangun untuk meminimalisir kerusakan yang ditimbulkan. Sehingga perlu dilakukan zonasi jumlah rumah rusak akibat banjir lahar agar dampak kerusakan permukiman akibat banjr lahar dapat dikaji lebih mendalam.
Banjir lahar tahun 2011 baru melarutkan sekitar 30 % dari total jumlah material sisa erupsi 2010, dengan demikian perulangan kejadian banjir lahar masih sangat dimungkinkan terjadi di masa depan. Banjir lahar akan terus berlangsung dari waktu ke waktu dan mungkin akan terjadi di lokasi yang sama. Perlu evaluasi setelah kejadian banjir lahar karena kebutuhan tempat tinggal semakin meningkat. Permasalahan tersebut merupakan contoh kasus yang menarik untuk ditelaah karena permasalahan wilayah cukup komplek dari sisi ekonomi. Pembangunan wilayah didasarkan pada
pertimbangan ekonomi. Perhitungan keuntungan ekonomi menjadi dasar utama pengambilan kebijakan pembangunan. Pembangunan dilaksanakan di dalam ruang/wilayah yang mempunyai dinamika khusus seperti wilayah rawan banjir lahar di Kali Putih. Dinamika wilayah secara fisik, sosial dan ekonomi seringkali kurang diperhatikan dalam pengambilan kebijakan pembangunan. Akibatnya timbul kerugian ekonomi yang besar ketika terjadi proses dinamika wilayah tidak dikehendaki. Selanjutnya perlu dilakukan valuasi ekonomi tingkat kerusakan bangunan permukiman akibat banjir lahar dengan memperhatikan aspek fisik, sosial dan ekonomi.
-
a. GPS Tracking
Tracking dilakukan pada luapan banjir lahar menggunakan Global Positioning System (GPS) dan TS Robotik, untuk mengetahui luas luapan banjir lahar. Hasil GPS tracking diubah menjadi struktur data polygon agar diketahui luasan dan cakupan dari banjir lahar (Gambar 2.1).
Hasil tracking banjir lahar dibuat grid untuk menentukan tinggi endapan banjir lahar. Grid adalah titik survey tinggi endapan banjir lahar. Selanjutnya cek dilapangan berapakah tinggi banjir lahar di tempat tersebut. Setelah diketahui dilakukan interpolasi titik ketinggian endapan dan didapatkan tinggi endapan banjir lahar 1 m, 2 m, dan 3 m (Gambar 2.2). Jumlah sampel
Gambar 2.1. GPS Tracking dan TS Robotik
Gambar 2.2. Teknik Pengambilan Sampel. (a) Membuat grid pada luapan banjir lahar hasil tracking.
(b) Menentukan titik pengambilan sampel ketinggian banjir lahar. (c) Menampilkan ketinggian endapan banjir lahar. (d) Interpolasi ketinggian endapan banjir lahar. (e) Sampel rumah yang disurvey sesuai ketinggian endapan banjir lahar.
Tabel 2.1. Jumlah Sampel di Daerah Penelitian
|
No. |
Tinggi Endapan Banjir Lahar (m) |
Jumlah Sampel (Unit Rumah) |
|
1. |
3 |
44 |
|
2. |
2 |
17 |
|
3. |
1 |
28 |
|
Jumlah |
89 |
-
b. Cross Section
Cross Section dilakukan untuk menghitung luas penampang sungai berdasarkan hasil perhitungan lapangan menggunakan laser ace dan analisis topografi. Metode ini mengasumsikan volume setengah tabung sehingga diperoleh skenario volume dari setiap penampang melintang. Banjir lahar diprediksi menujur kontur lebih rendah, diketahui arah luapan banjir lahar (Gambar 2.3).
Sumber :Hasil Pengukuran Lapangan, 2011-2013;
Hasil Pengolahan, 2013
Gambar 2.3. Asumsi Perhitungan Volume Dari perhitungan Cross Section
-
2.2. Zonasi Jumlah Rumah Rusak Akibat Banjir
Lahar
Parameter yang digunakan untuk zonasi rumah rusak akibat banjir lahar adalah tinggi endapan banjir lahar dan kondisi material bangunan. Tinggi endapan banjir lahar diketahui dari beberapa titik kontrol. Masyarakat diminta memberikan nilai ketinggian banjir lahar. Nilai tersebut diinterpolasi, sebagai
pendekatan untuk mengetahui batas tinggi endapan. Kondisi material bangunan dinilai berdasarkan pedoman kategori kerusakan yang dibuat oleh peneliti. Terdapat lima kategori kerusakan permukiman akibat banjir lahar yaitu Roboh/Hanyut, Rusak Berat, Rusak Sedang, Rusak Ringan dan Tidak Rusak (Tabel 2.2).
Tabel 2.2. Kriteria Kerusakan Bangunan Akibat Banjir Lahar
|
No |
Kategori Kerusakan |
Kriteria Kerusakan |
Uraian |
|
1. |
Hanyut / Roboh |
Bangunan hanyut terbawa banjir lahar, bangunan roboh, total bangunan tertimbun lahar atau sebagian besar komponen struktur rusak |
|
|
2. |
Rusak Berat |
Bangunan masih berdiri, sebagian besar komponen struktur rusak dan komponen arsitektural rusak |
|
|
No |
Kategori Kerusakan |
Kriteria Kerusakan |
Uraian |
|
3. |
Rusak Sedang |
Bangunan masih berdiri, sebagian kecil komponen struktur rusak dan komponen arsitektural rusak |
|
|
4. |
Rusak Ringan |
Bangunan masih berdiri, tidak ada kerusakan struktur, hanya terdapat kerusakan komponen arsitektural |
|
|
5. |
Tidak Rusak |
Bangunan utuh, tidak ada kerusakan struktur, hanya terkena genangan lahar di teras rumah |
|
Sumber : BAKORNAS dalam Departemen Pekerjaan Umum, 2006; dan Modifikasi, 2013
Metode Focus Group Discussion FGD untuk mengetahui tinggi endapan, dan kondisi material bangunan (Gambar 2.4). Informasi yang ingin diserap mengenai kondisi permukiman adalah material dinding, material lantai, jenis atap, dan jumlah lantai. Parameter tersebut digunakan untuk menentukan jenis rumah (non permanen, semi permanen atau permanen).
-
2.3. Valuasi Ekonomi Tingkat Kerusakan Bangunan
Permukiman Akibat Banjir Lahar
Variabel-variabel untuk keperluan analisis valuasi ekonomi merupakan data primer. Metode yang digunakan adalah Contingent Valuation Method (CVM). Unit analisis individu RT menggunakan kuesioner dan Focus Group Discussion (FGD). Perhitungan dampak kerusakan akibat lahar dibatasi
b
a
Gambar 2.4. Kegiatan FGD dan Wawancara. (a) FGD di Kecamatan Salam. (b) Wawancara dengan Aparat Pemerintah Desa Salam Kecamatan Salam (Foto : Rosalina Kumalawati, 2012)
kerusakan fisik yaitu kerusakan bangunan rumah. Valuasi ekonomi untuk menghitung dampak kerusakan akibat lahar berdasarkan asumsi forum para pakar baik etic maupun emic. Etic adalah pendekatan para pakar Perguruan Tinggi. Emic (Local Knowledge) adalah pendekatan berbasis masyarakat setempat.Penilaian kerusakan bangunan rumah akibat banjir lahar dilakukan berdasarkan persepsi masyarakat melalui FGD dan wawancara menggunakan kuesioner. Peserta FGD terdiri dari berbagai lapisan masyarakat (perangkat desa, tokoh masyarakat dan masyarakat yang terkena banjir lahar). Berdasarkan hasil klasifikasi kerusakan bangunan permukiman, hasil kuesioner dan hasil FGD dilakukan valuasi ekonomi sehingga dapat diketahui besarnya kerugian bangunan permukiman akibat banjir lahar.
Lavigne dkk (2000) dan Surono (2011) menyatakan bahwa sungai-sungai di lereng barat Merapi mempunyai tingkat bahaya banjir lahar tinggi karena material hasil erupsi Merapi cenderung lebih halus sehingga mudah terbawa air dan menjadi lahar. Banjir lahar di Kali Putih, pertama kali meluap di Desa Jumoyo, Gulon, Seloboro, Sirahan Kecamatan Salam dan Blongkeng Kecamatan Ngluwar. Luas luapan banjir lahar di Kecamatan Salam dan Kecamatan Ngluwar adalah 1,785 km2. Luapan banjir lahar paling luas di Desa Sirahan yaitu 0,813 km2 atau 45,532 % dari total banjir lahar di empat desa. Luas luapan banjir lahar paling kecil di Desa Blongkeng
Kecamatan Ngluwar, yaitu 0,001 km2 atau 0,057 % dari total banjir lahar di di daerah penelitian (Tabel 3.1).
Ketinggian limpasan banjir lahar dipengaruhi kondisi morfologi Kali Putih. Tebing Kali Putih rendah, limpasan banjir lahar tinggi, apabila tebing Kali Putih tinggi, banjir lahar tidak melimpas hanya menggerus tebing sungai (Gambar 3.1). Agihan banjir lahar mempunyai ketinggian yang berbeda di setiap desa (Tabel 3.2). Penelitian ini membagi bencana banjir lahar menurut tinggi endapan banjir lahar yang terjadi. Berdasarkan hasil olah data lapangan, diketahui banjir lahar di Kali Putih terjadi dengan ketinggian endapan 1 m, 2 m dan 3 m. Tinggi endapan banjir lahar diasumsikan berasosiasi dengan kerusakan yang ditimbulkan pada element at risk yaitu permukiman. Semakin tinggi endapan banjir lahar maka semakin parah kerusakan yang ditimbulkannya.
Tinggi endapan banjir lahar 3 m mendominasi bantaran Kali Putih, ketinggian berkurang menjadi 2 m ke arah Desa Gulon hingga ke Desa Seloboro. Desa Sirahan ketinggian endapan banjir lahar paling tinggi (3 m) dengan luasan mencapai 0,35 km2 atau 17,69 % dari total seluruh tinggi endapan banjir lahar. Banjir lahar di Kali Putih berakhir di Desa Blongkeng. Banjir lahar di Desa Blongkeng Kecamatan Ngluwar memiliki ketinggian 1 m hingga 3 m. Banjir lahar di Desa Blongkeng di dominasi ketinggian 3 m, banjir lahar tidak melimpas permukiman, hanya menggerus tebing sungai menyebabkan longsor kemudian menghanyutkan rumah-rumah yang terdapat di atas tebing sungai (Gambar 3.2).
Tabel 3.1. Luas Luapan Banjir Lahar di Kecamatan Salam
|
No |
Kecamatan |
Desa |
Luas Area (Km2) |
Persentase (%) |
|
1 |
Salam |
Gulon |
0.143 |
8.037 |
|
2 |
Jumoyo |
0.587 |
32.883 | |
|
3 |
Seloboro |
0.241 |
13.490 | |
|
4 |
Sirahan |
0.813 |
45.532 | |
|
5 |
Ngluwar |
Blongkeng |
0.001 |
0.057 |
|
Jumlah |
1.785 |
100 |
Sumber : Hasil Pengukuran Lapangan, Tahun 2011-2012; Hasil Pengolahan dan Perhitungan Data Primer, Tahun 2012-2013
Tabel 3.2. Ketinggian Endapan Banjir Lahar di Daerah Penelitian
|
No |
Kecamatan |
Desa |
Tinggi Endapan Banjir Lahar (m) |
Luas |
Jumlah Rumah | |
|
km2 |
% | |||||
|
1 |
Salam |
Seloboro |
1 |
0,02 |
1,01 |
1 |
|
2 |
0,03 |
1,52 |
7 | |||
|
3 |
0,17 |
8,59 |
111 | |||
|
2 |
Sirahan |
1 |
0,21 |
10,61 |
177 | |
|
2 |
0,18 |
9,10 |
130 | |||
|
3 |
0,35 |
17,69 |
553 | |||
|
3 |
Gulon |
1 |
0 |
0,00 |
0 | |
|
2 |
0,14 |
7,07 |
28 | |||
|
3 |
0,017 |
0,86 |
0 | |||
|
4 |
Jumoyo |
1 |
0,21 |
10,61 |
41 | |
|
2 |
0,28 |
14,15 |
72 | |||
|
3 |
0,1 |
5,05 |
107 | |||
|
5 |
Ngluwar |
Blongkeng |
1 |
0,02 |
1,01 |
0 |
|
2 |
0,022 |
1,11 |
1 | |||
|
3 |
0,23 |
11,62 |
62 | |||
|
Jumlah |
1,979 |
100 |
1290 | |||
Sumber : Hasil Pengukuran Lapangan, Tahun 2011-2012; Hasil Pengolahan dan Perhitungan
Gambar 3.1. Tebing Sungai Kali Putih (Foto : Rosalina Kumalawati, 2012)
Gambar 3.2. Banjir lahar mengakibatkan tebing longsor di Desa Blongkeng Kecamatan Ngluwar (418488 mT, 9156100 mU) (Foto :
Rosalina Kumalawati, 2012)
-
3.2. Zonasi Jumlah Rumah Rusak Akibat Banjir
Lahar
Bencana banjir lahar mengakibatkan kerugian harta benda dan nyawa bukan jenis bencana baru di Indonesia. Penelitian Lavigne dkk,1999 dan 2000 menunjukkan secara historis bahwa banjir lahar mengakibatkan hilangnya nyawa dan harta benda bagi penduduk sekitar gunungapi pada masa-masa silam. Pada penelitian tersebut belum disebutkan klasifikasi secara lebih detail mengenai tingkat kerusakan akibat banjir lahar terutama yang menimpa permukiman.
Penelitian ini melakukan klasifikasi kerusakan permukiman akibat banjir lahar secara lebih detail dengan menyebutkan kategori kerusakan, kriteria kerusakan dan uraian kerusakan yang terjadi pada masing-masing bangunan. Klasifikasi kerusakan permukiman akibat banjir lahar adalah hasil modifikasi kriteria kerusakan permukiman akibat gempabumi yang dikeluarkan oleh BAKORNAS (2006). Kriteria tersebut dimodifikasi karena terdapat beberapa kesamaan kerusakan yang terjadi akibat bencana gempabumi dan banjir lahar yaitu rusaknya struktur dan komponen arsitektural bangunan. Rusaknya struktur bangunan seperti kerusakan kolom, balok, atap dan dinding. Rusaknya komponen arsitektural
seperti pintu/jendela/kusen dan instalasi listrik.
Modifikasi klasifikasi kerusakan yang dilakukan pada penelitian ini adalah dengan menambahkan dua kategori kerusakan yaitu Roboh/Hanyut dan Tidak Rusak, serta menambahkan persentase aspek genangan/endapan banjir lahar pada masing-masing uraian kerusakan. Kategori kerusakan Roboh/Hanyut disesuaikan dengan kondisi bangunan di daerah penelitian yang 50 % atau lebih hilang tersapu oleh banjir lahar hingga hanya menyisakan pondasinya. Kategori kerusakan Tidak Rusak, bukan berarti tidak mengalami kerusakan sama sekali melainkan kondisi bangunan masih berdiri namun tidak mengalami kerusakan secara struktural dan arsitektural serta genangan/endapan lahar yang menimpa bangunan tersebut berkisar pada ketinggian maksimal 20 cm.
Survey lapangan menunjukkan rumah yang berada di daerah penelitian memiliki tiga macam material dinding yaitu bata/batako, kayu dan campuran keduanya. Material lantai terbuat dari semen, tanah dan keramik. Seluruh rumah beratap genteng dan hanya 3 rumah berlantai 2 sedangkan sisanya berlantai 1. Jarak rumah dari sungai bervariasi, 20 rumah berada jarak 0 – 50 m, 22 rumah berada 51 – 100 m dan 17 rumah berjarak 101 – 250 m dari sungai (Tabel 3.3).
Tabel 3.3. Kondisi Rumah Pasca Bencana Banjir Lahar
|
No |
Koordinat |
Desa |
Data Bangunan |
Tinggi Banjir Lahar (m) |
Kelas Kerusakan | |||||
|
X |
Y |
Material Dinding |
Material Lantai |
Jenis Atap |
Jumlah Lantai |
Jarak dari Sungai (m) | ||||
|
Kecamatan Salam | ||||||||||
|
1 |
422825 |
9159230 |
Jumoyo |
Bata / Batako |
Semen |
Genteng |
1 |
169 |
2 |
Rusak Ringan |
|
2 |
422950 |
9159246 |
Campuran |
Semen |
Genteng |
1 |
69 |
2 |
Rusak Sedang | |
|
3 |
422826 |
9159288 |
Kayu |
Semen |
Genteng |
1 |
107 |
3 |
Roboh / Hanyut | |
|
4 |
422769 |
9159302 |
Campuran |
Semen |
Genteng |
1 |
147 |
3 |
Roboh / Hanyut | |
|
5 |
422748 |
9159317 |
Bata / Batako |
Semen |
Genteng |
1 |
157 |
3 |
Roboh / Hanyut | |
|
6 |
422786 |
9159350 |
Bata / Batako |
Keramik |
Genteng |
1 |
111 |
3 |
Roboh / Hanyut | |
|
7 |
422767 |
9159380 |
Bata / Batako |
Semen |
Genteng |
1 |
50 |
3 |
Roboh / Hanyut | |
|
8 |
422933 |
9159265 |
Bata / Batako |
Semen |
Genteng |
1 |
60 |
2 |
Rusak Berat | |
|
9 |
423145 |
9159384 |
Bata / Batako |
Tanah |
Genteng |
1 |
64 |
3 |
Roboh / Hanyut | |
|
10 |
422651 |
9159316 |
Bata / Batako |
Semen |
Genteng |
1 |
244 |
3 |
Roboh / Hanyut | |
|
11 |
422707 |
9159389 |
Bata / Batako |
Semen |
Genteng |
1 |
133 |
3 |
Roboh / Hanyut | |
|
12 |
422808 |
9159376 |
Bata / Batako |
Semen |
Genteng |
1 |
51 |
3 |
Roboh / Hanyut | |
|
13 |
422898 |
9159319 |
Bata / Batako |
Semen |
Genteng |
1 |
32 |
1 |
Rusak Ringan | |
|
14 |
422650 |
9159374 |
Campuran |
Keramik |
Genteng |
1 |
50 |
3 |
Roboh / Hanyut | |
|
15 |
422828 |
9159329 |
Bata / Batako |
Semen |
Genteng |
1 |
80 |
3 |
Roboh / Hanyut | |
|
16 |
421596 |
9159170 |
Gulon |
Bata / Batako |
Keramik |
Genteng |
1 |
96 |
2 |
Rusak Sedang |
|
17 |
421761 |
9159267 |
Bata / Batako |
Semen |
Genteng |
1 |
57 |
2 |
Rusak Sedang | |
|
18 |
421767 |
9159270 |
Bata / Batako |
Semen |
Genteng |
1 |
59 |
2 |
Rusak Sedang | |
|
No |
Koordinat |
Desa |
Data Bangunan |
Tinggi Banjir Lahar (m) |
Kelas Kerusakan | |||||
|
X |
Y |
Material Dinding |
Material Lantai |
Jenis Atap |
Jumlah Lantai |
Jarak dari Sungai (m) | ||||
|
19 |
421701 |
9159229 |
Bata / Batako |
Semen |
Genteng |
1 |
61 |
2 |
Rusak Sedang | |
|
20 |
422773 |
9159433 |
Campuran |
Tanah |
Genteng |
1 |
42 |
2 |
Rusak Sedang | |
|
21 |
422703 |
9159533 |
Bata / Batako |
Keramik |
Genteng |
2 |
153 |
2 |
Rusak Ringan | |
|
22 |
422747 |
9159539 |
Kayu |
Semen |
Genteng |
1 |
141 |
2 |
Rusak Ringan | |
|
23 |
419275 |
9157374 |
Sirahan |
Bata / Batako |
Keramik |
Genteng |
1 |
92 |
3 |
Roboh / Hanyut |
|
24 |
419295 |
9157378 |
Bata / Batako |
Keramik |
Genteng |
1 |
77 |
2 |
Rusak Berat | |
|
25 |
419316 |
9157398 |
Bata / Batako |
Keramik |
Genteng |
2 |
69 |
2 |
Rusak Berat | |
|
26 |
419343 |
9157398 |
Kayu |
Tanah |
Genteng |
1 |
44 |
1 |
Rusak Sedang | |
|
27 |
419345 |
9157379 |
Bata / Batako |
Semen |
Genteng |
1 |
32 |
1 |
Rusak Sedang | |
|
28 |
420158 |
9158433 |
Bata / Batako |
Keramik |
Genteng |
1 |
40 |
3 |
Roboh / Hanyut | |
|
29 |
420248 |
9158465 |
Bata / Batako |
Keramik |
Genteng |
1 |
90 |
3 |
Roboh / Hanyut | |
|
30 |
420334 |
9158391 |
Bata / Batako |
Keramik |
Genteng |
1 |
200 |
3 |
Roboh / Hanyut | |
|
31 |
420172 |
9158475 |
Bata / Batako |
Keramik |
Genteng |
1 |
21 |
3 |
Roboh / Hanyut | |
|
32 |
420190 |
9158490 |
Bata / Batako |
Keramik |
Genteng |
1 |
30 |
3 |
Roboh / Hanyut | |
|
33 |
419690 |
9158028 |
Bata / Batako |
Keramik |
Genteng |
1 |
153 |
3 |
Roboh / Hanyut | |
|
34 |
419727 |
9158031 |
Bata / Batako |
Keramik |
Genteng |
1 |
119 |
3 |
Roboh / Hanyut | |
|
35 |
419631 |
9157949 |
Campuran |
Semen |
Genteng |
1 |
58 |
3 |
Roboh / Hanyut | |
|
36 |
419839 |
9158110 |
Bata / Batako |
Keramik |
Genteng |
1 |
139 |
3 |
Roboh / Hanyut | |
|
37 |
419844 |
9158115 |
Bata / Batako |
Keramik |
Genteng |
1 |
145 |
3 |
Roboh / Hanyut | |
|
38 |
420737 |
9158886 |
Seloboro |
Bata / Batako |
Semen |
Genteng |
1 |
85 |
3 |
Roboh / Hanyut |
|
39 |
420756 |
9158893 |
Bata / Batako |
Semen |
Genteng |
1 |
86 |
3 |
Roboh / Hanyut | |
|
40 |
420782 |
9158917 |
Bata / Batako |
Keramik |
Genteng |
1 |
105 |
3 |
Roboh / Hanyut | |
|
41 |
420799 |
9158920 |
Kayu |
Semen |
Genteng |
1 |
106 |
3 |
Roboh / Hanyut | |
|
42 |
420835 |
9158942 |
Bata / Batako |
Keramik |
Genteng |
1 |
135 |
3 |
Roboh / Hanyut | |
|
43 |
420653 |
9158894 |
Kayu |
Semen |
Genteng |
1 |
93 |
3 |
Rusak Berat | |
|
44 |
420637 |
9158879 |
Bata / Batako |
Keramik |
Genteng |
1 |
78 |
3 |
Roboh / Hanyut | |
|
45 |
420643 |
9158869 |
Bata / Batako |
Keramik |
Genteng |
1 |
70 |
3 |
Roboh / Hanyut | |
|
46 |
420648 |
9158860 |
Kayu |
Keramik |
Genteng |
1 |
53 |
3 |
Roboh / Hanyut | |
|
47 |
420643 |
9158852 |
Bata / Batako |
Semen |
Genteng |
1 |
47 |
3 |
Roboh / Hanyut | |
|
48 |
420696 |
9158845 |
Bata / Batako |
Keramik |
Genteng |
1 |
33 |
3 |
Roboh / Hanyut | |
|
49 |
420671 |
9158869 |
Bata / Batako |
Semen |
Genteng |
1 |
61 |
3 |
Roboh / Hanyut | |
|
50 |
420678 |
9158849 |
Bata / Batako |
Keramik |
Genteng |
1 |
39 |
3 |
Roboh / Hanyut | |
|
51 |
420681 |
9158855 |
Bata / Batako |
Keramik |
Genteng |
2 |
47 |
3 |
Roboh / Hanyut | |
|
52 |
420688 |
9158860 |
Campuran |
Tanah |
Genteng |
1 |
49 |
3 |
Roboh / Hanyut | |
|
Kecamatan Ngluwar | ||||||||||
|
53 |
418498 |
9156139 |
Blong- |
Kayu |
Semen |
Genteng |
1 |
43 |
3 |
Roboh / Hanyut |
|
54 |
418475 |
9156110 |
keng |
Bata / Batako |
Keramik |
Genteng |
1 |
33 |
3 |
Roboh / Hanyut |
|
55 |
418485 |
9156100 |
Campuran |
Semen |
Genteng |
1 |
52 |
3 |
Roboh / Hanyut | |
|
56 |
418498 |
9156139 |
Bata / Batako |
Keramik |
Genteng |
1 |
43 |
3 |
Roboh / Hanyut | |
|
57 |
418304 |
9156050 |
Bata / Batako |
Keramik |
Genteng |
1 |
47 |
3 |
Roboh / Hanyut | |
|
58 |
418312 |
9156062 |
Bata / Batako |
Keramik |
Genteng |
1 |
42 |
3 |
Roboh / Hanyut | |
|
59 |
418321 |
9156071 |
Campuran |
Tanah |
Genteng |
1 |
38 |
3 |
Roboh / Hanyut | |
Sumber : Hasil Pengolahan, 2013
Selanjutnya dibuat matriks kerusakan permukiman akibat banjir lahar (Tabel 3.4). Matriks berisi perbandingan tinggi endapan, material
bangunan, jarak dari sungai dan penentuan tingkat kerusakan.
Tabel 3.4. Matriks Kerusakan Permukiman Akibat Banjir Lahar
|
Matriks Kerusakan Permukiman Akibat Banjir Lahar | ||||
|
Tinggi Endapan (m) |
Material Bangunan |
Jarak dari sungai (m) | ||
|
0 - 50 |
50 - 100 |
101 - 250 | ||
|
1 |
Batako/Bata |
Rusak Ringan |
Rusak Ringan |
Tidak Rusak |
|
Kayu |
Rusak Sedang |
Rusak Ringan |
Rusak Ringan | |
|
Campuran |
Rusak Ringan |
Rusak Ringan |
Tidak Rusak | |
|
2 |
Batako/Bata |
Rusak Berat |
Rusak Sedang |
Rusak Ringan |
|
Kayu |
Roboh/Hanyut |
Rusak Berat |
Rusak Sedang | |
|
Campuran |
Rusak Berat |
Rusak Berat |
Rusak Sedang | |
|
3 |
Batako/Bata |
Roboh/Hanyut |
Roboh/Hanyut |
Rusak Berat |
|
Kayu |
Roboh/Hanyut |
Roboh/Hanyut |
Roboh/Hanyut | |
|
Campuran |
Roboh/Hanyut |
Roboh/Hanyut |
Rusak Berat | |
Sumber : Hasil Pengolahan, 2013
Jumlah rumah yang terkena banjir lahar adalah 1.290 rumah. Kelas kerusakan permukiman didominasi Roboh/Hanyut sebanyak 814 rumah, Rusak Sedang sebanyak 200 rumah, Rusak Ringan 140 rumah, Rusak Berat 71 rumah dan Tidak Rusak sejumlah 65 rumah. Permukiman paling banyak terkena dampak banjir lahar adalah Desa Sirahan Kecamatan Salam
sejumlah 860 rumah. Kerusakan permukiman paling parah di Desa Sirahan sebanyak 553 rumah roboh/ hanyut. Kerusakan rumah paling sedikit di Desa Gulon dengan jumlah 28 rumah (25 Rusak Sedang dan 3 rumah Rusak Ringan) dapat dilihat pada Tabel 3.5 dan Gambar 3.3.
Tabel 3.5. Kelas Kerusakan Permukiman di Daerah Penelitian
|
No |
Kecamatan |
Desa |
Kelas Kerusakan Permukiman |
Jumlah Rumah Per Desa | ||||
|
Roboh / Hanyut |
Rusak Berat |
Rusak Sedang |
Rusak Ringan |
Tidak Rusak | ||||
|
1 |
Salam |
Jumoyo |
108 |
8 |
19 |
61 |
24 |
220 |
|
2 |
Gulon |
0 |
0 |
25 |
3 |
0 |
28 | |
|
3 |
Seloboro |
97 |
15 |
5 |
1 |
1 |
119 | |
|
4 |
Sirahan |
553 |
43 |
149 |
75 |
40 |
860 | |
|
5 |
Ngluwar |
Blongkeng |
56 |
5 |
2 |
0 |
0 |
63 |
|
Jumlah |
814 |
71 |
200 |
140 |
65 |
1290 | ||
Sumber : Hasil Pengolahan, 2013
Gambar 3.3. Peta Kelas Kerusakan Permukiman Akibat Banjir Lahar di Kali Putih Kabupaten Magelang Tahun 2013
-
3.3. Valuasi Ekonomi Kerusakan Bangunan Permukiman Akibat Banjir Lahar
Peran valuasi ekonomi terhadap lingkungan dan sumberdaya yang terkandung di dalamnya penting dalam kebijakan pembangunan (David et al, 1990; Markandya et al, 2002). Kerusakan lingkungan atau sumberdaya lingkungan merupakan masalah ekonomi, rusaknya lingkungan berarti hilangnya kemampuan lingkungan untuk menyediakan barang dan jasa (Maynard et al, 1979; Sukanta, 1993; Garrod et al, 1999). Penelitian valuasi ekonomi terhadap banjir lahar belum pernah dilakukan. Kerusakan bangunan permukiman akibat banjir lahar dihitung nilai rupiahnya.
Kerugian ekonomi yang secara langsung dapat
diamati dari bencana banjir lahar adalah rusak dan hancurnya pemukiman. Nilai dari kerusakan langsung diperkirakan atas dasar harga pasar dari perbaikan atau penggantian aset dengan karakteristik yang sama dengan desain aslinya. Kehancuran total harus diperkirakan sebagai biaya penggantian aset asli yang rusak dengan spesifikasi seperti dilokasi aslinya (Artiani, 2011). Estimasi nilai dampak bencana diperlukan standar harga yang relevan. Penilaian kerugian yang dilakukan penilaian kerugian bangunan pemukiman akibat banjir lahar. Standar harga yang diperlukan biaya per meter persegi konstruksi bangunan untuk pemukiman. Standar harga yang dimaksud harga borongan per meter persegi. Penentuan standar harga berdasarkan survei
Tabel 3.6. Standar Harga Bangunan Per m2 (Harga Borongan) di Daerah Penelitian
|
No |
Tipe Bangunan |
Standar Harga Per m2 | |||
|
PU |
Kontraktor |
Kabupaten |
Masyarakat | ||
|
1 |
Permanen |
Rp 2.441.700,00 |
Rp 1.250.000,00 |
Rp 1.300.000,00 |
Rp 1.000.000,00 |
|
2 |
Semi Permanen |
- |
- |
- |
Rp 600.000,00 |
|
3 |
Non Permanen |
- |
- |
- |
Rp 300.000,00 |
Sumber : PU, 2011; Indeks Harga Kabupaten, 2010; Hasil Wawancara, 2011-2013; dan Hasil Perhitungan, 2013
harga dari intansi terkait (PU dan Indeks Harga Kabupaten Magelang), kontraktor serta masyarakat. Masing-masing mempunyai standar harga yang berbeda-beda untuk masing-masing tipe bangunan (permanen, semi permanen dan non permanen).
Standar harga tertinggi dari PU (Rp 2.441.700,00/ m2), Kabupaten Magelang (sesuai standar indeks harga kabupaten tahun 2010) sebesar Rp 1,300,000/ m2, kontraktor (Rp 1.250.000,00/m2), dan masyarakat (Rp 1.000.000,00/m2) (Tabel 3.6). Standar harga rumah semi permanen dan non permanen hanya dari masyarakat. PU, Kabupaten dan kontraktor tidak mempunyai standar harga untuk kategori rumah semi permanen dan non permanen. Biaya pembangunan rumah permanen ukuran 90 m2 adalah Rp.90.000.000 menggunakan standar harga dari masyarakat (Tabel 3.7).
Tabel 3.8. Tingkat Kerugian Bangunan Permanen
Tabel 3.7. Prediksi Biaya Pembangunan Rumah Berdasarkan Standar Harga Bangunan Per m2 (Harga Borongan) di Daerah Penelitian
|
Standar Harga |
Rumah Permanen | |
|
Per m2 |
90 m2 | |
|
PU |
2,441,700.00 |
219,753,000.00 |
|
Kontraktor |
1,250,000.00 |
112,500,000.00 |
|
Kabupaten |
1,300,000.00 |
117,000,000.00 |
|
Masyarakat |
1,000,000.00 |
90,000,000.00 |
Sumber : Hasil Pengolahan Data Primer, 2013
|
No |
Tingkat Kerugian |
Nominal (Dalam Rupiah) |
|
1 |
Rendah |
< Rp 52.000.000,00 |
|
2 |
Sedang |
Rp 52.000.000,00 - Rp 104.000.000,00 |
|
3 |
Tinggi |
> Rp 104.000.000,00 |
Sumber : Hasil Perhitungan, 2013
Tabel 3.9. Tingkat Kerugian Bangunan Semi Permanen
|
No |
Tingkat Kerugian |
Nominal (Dalam Rupiah) |
|
1 |
Rendah |
< Rp 24.000.000,00 |
|
2 |
Sedang |
Rp 24.000.000,00 – Rp 48.000.000,00 |
|
3 |
Tinggi |
> Rp 48.000.000,00 |
Sumber : Hasil Perhitungan, 2013
Tabel 3.10. Tingkat Kerugian Bangunan Non Permanen
|
No |
Tingkat Kerugian |
Nominal (Dalam Rupiah) |
|
1 |
Rendah |
< Rp 9.430.000,00 |
|
2 |
Sedang |
Rp 9.430.000,00 – Rp 18.860.000,00 |
|
3 |
Tinggi |
> Rp 18.860.000,00 |
Sumber : Hasil Perhitungan, 2013
Perhitungan nilai kerugian bangunan dan jenis material bangunan di daerah penelitian, menggunakan standar harga masyarakat karena lebih sesuai dengan kenyataan di lapangan dan sesuai harga yang beredar di pasaran. Sebagian besar masyarakat menggunakan bahan material yang standar, misalnya jenis kayu bengkire, untuk rumah semi permanen. Penilaian kerugian bangunan permanen, semi permanen dan non permanen mempunyai tingkatan sesuai dengan perhitungan harganya (Tabel 3.8; 3.9; dan 3.10). Rumah permanen, nilai kerugian paling rendah sebesar Rp 52.000.000,00 dan paling tinggi sebesar Rp 104.000.000,00. Rumah semi permanen, nilai kerugian terendah sebesar Rp 24,000,000,00 dan paling tinggi sebesar Rp 48.000.000,00. Tingkat kerugian rumah non permanen, paling rendah Rp 9.430.000,00 dan paling tinggi sebesar Rp 18.860.000,00.
-
1. Luas luapan banjir lahar di daerah penelitian adalah 1,785 km2. Luapan paling luas di Desa Sirahan yaitu 0,813 km2 atau 45,532 %, dan paling kecil di Desa Blongkeng Kecamatan Ngluwar, yaitu 0,001 km2 atau 0,057 %.
-
2. Jumlah rumah yang terkena banjir lahar adalah 1.290 rumah. Kelas kerusakan permukiman didominasi Roboh/Hanyut sebanyak 814
rumah, Rusak Sedang sebanyak 200 rumah, Rusak Ringan 140 rumah, Rusak Berat 71 rumah dan Tidak Rusak sejumlah 65 rumah. Permukiman paling banyak terkena dampak banjir lahar adalah Desa Sirahan Kecamatan Salam sejumlah 860 rumah.
-
3. Kerugian paling rendah rumah permanen sebesar Rp 52.000.000,00 dan paling tinggi sebesar Rp 104.000.000,00. Kerugian Rumah semi permanen terendah sebesar Rp 24,000,000,00 dan paling tinggi sebesar Rp 48.000.000,00. Tingkat kerugian rumah non permanen, paling rendah Rp 9.430.000,00 dan paling tinggi sebesar Rp 18.860.000,00.
Ucapan terima kasih
Penelitian ini adalah bagian dari Disertasi yang sedang dikerjakan Rosalina Kumalawati. Ucapan terima kasih saya sampaikan kepada suamiku Karnanto Hendra Murliawan, S.T dan anak-anakku Akhmad Fauzi Nur Murliawan dan Shifa Naura Putri Nur Murliawan yang selalu menjadi inspirasiku untuk selalu berkarya. Terima kasih atas pengertian dan dukungannya. Afrinia Lisditya Permatasari, S.Si,M.Sc, Seftiawan S. Rijal S.Si dan para enumerator atas dukungan data, informasi, SIG, dan kesediaannya berdiskusi.
Daftar Pustaka
Artiani, L.E. 2011. Dampak Ekonomi Makro Bencana: Interaksi Bencana dan Pembangunan Ekonomi Nasional.
Makalah disajikan dalam Seminar Nasional Informatika 2011. UPN”V” Yogyakarta tanggal 4 April 2011.
Bakornas. 2006. Pengenalan Karakteristik Bencana Dan Upaya Mitigasinya Di Indonesia Edisi II. Badan Koordinasi Nasional Penanganan Bencana, Jakarta.
David, W.P., R. Kerry Turner. 1990. Economic of Natural Resources and the Environment. Harvester Wheatsheaf, New York.
Garrod, G., Willis, K.G., 1999. Economic Valuation of the Environment (Methods and Case Studies). Edward Elgar Publishing Incorporation, USA.
Lavigne, Franck. 1999. “Lahar Hazard Micro-Zonation and Risk Assessment in Yogyakarta City, Indonesia”. GeoJournal, 49. Hal : 173 – 183.
Lavigne, F., Thouret, J. C., Voight, B., Suwa, H., Sumaryono, A. 2000.”Lahars at Merapi Volcano : an Overview”. Journal of Volcanology and Geothermal Research, 100. Hal : 421 – 456.
Markandya, A., Patrice, H., Lorenzo, G.B., Vito, C. 2002. Environmental Economics for Sustainable Growth (a handbook for practitioners). Edwar Elgar Publishing Incorporation, USA.
Maynard, M.H., Eric, L.H., 1979. Economics Approaches to Natural Resource and Environmental Quality Analysis. Tycooly International Publishing Limited, Dublin.
Pemerintah Kabupaten Magelang. 2011. Lahar Dingin Merapi Ancam Permukiman di Magelang. swagooo.com. Diakses tanggal 16 Maret 2012.
Sukanta R., 1993. Teknik Penilaian Ekonomi Terhadap Lingkungan (Suatu Buku Kerja Studi Kasus). Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.
Surono. 2011. Banjir Lahar Dingin Gunung Merapi Mengancam Magelang. news.okezone.com. Diakses tanggal 16 M
354
Discussion and feedback