Jurnal Bumi Lestari, Volume 13 No. 2, Agustus 2013, hlm. 341-354

VALUASI EKONOMI TINGKAT KERUSAKAN BANGUNAN PERMUKIMAN AKIBAT BANJIR LAHAR DI KALI PUTIH KABUPATEN MAGELANG

Rosalina Kumalawati1)*, R.Rijanta2)*, Junun Sartohadi3)*, Rimawan Pradiptyo4)*, Seftiawan Samsu Rijal5)*

1)Pendidikan Geografi/FKIP Universitas Lambung Mangkurat Banjarmasin 2)Pembangunan Wilayah/Fakultas Geografi UGM Yogyakarta 3)Geografi dan Ilmu Lingkungan/Fakultas Geografi UGM Yogyakarta 4)Ekonomi/Fakultas Ekonomika dan Bisnis UGM Yogyakarta 5)Magister Penginderaan Jauh/Fakultas Geografi UGM Yogyakarta

*email: rosalinaunlam@gmail.com; masrijanta@yahoo.com; panyidiksiti@yahoo.com; rimawan@gadjahmada.edu; seftiawan_disini@yahoo.com

Abstract

The purposes of this study are to identify the zonation of lahar-affected regions and the number of damaged houses due to lahar, as well as to make an economic valuation on settlement building damage due to lahar in Kali Putih, Magelang Regency.

The study was conducted by using a survey method based on physical and administrative zonations. The former was based on overflow width of lahar in Kali Putih after the Merapi erruption in 2010, while the latter was based on subdistrict. Each of the zonation units was sampled. The sampling was carried out on the basis of settlement building vulnerability due to lahar. The sample was represented by 59 respondents and three times of Focus Group Discussion (FGD) during the study.

Results of the study show that, first, the overflow width of lahar in the location of study was 1.785 km2. The widest overflow was in Sirahan Village, i.e. 0.813 km2 or 45.532 %, and the narrowest one was in Blongkeng Village, Ngluwar Subdistrict, i.e. 0.001 km2 or 0.057%. Second, the number of houses affected by lahar was 1,290 houses. Settlement building damage was dominantly due to collapse/washed away (814 houses), moderately damaged (200 houses), ligthly damaged (140 houses), severely damaged (71 houses), and relatively undamaged (65 houses). A settlement mostly affected by the impact of lahar was Sirahan Village, Salam Subdistrict, i.e. 860 houses. Third, the largest lost resulted from the lahar was related to permanent houses, i.e. approximately IDR104,000,000.00 because the construction cost for the permanent houses was more expensive than that for semi-permanent and non-permanent ones.

Keywords : Lahar, Economic Valuation, Settlement Building Damage, Focus Group Discussion

  • 1.    Pendahuluan

Penelitian dilakukan di lereng Barat Merapi Kabupaten Magelang karena sungai-sungai di lereng barat Merapi termasuk sungai dengan tingkat bahaya banjir lahar tinggi. Terbukti pada kejadian erupsi Gunungapi Merapi 2010, terjadi banjir lahar yang

mengakibatkan kerusakan permukiman di sepanjang alur sungai Kali Putih mulai wilayah Desa Jumoyo hingga wilayah Desa Sirahan. Jembatan yang melintas di atas Kali Putih juga tidak luput dari amukan banjir lahar Kali Putih sehingga jalur transportasi Semarang-Yogyakarta terputus.

Terputusnya jalur utama Semarang-Yogyakarta mengakibatkan terputusnya urat nadi perekonomian DIY-Jateng. Dampak banjir lahar yang melalui Kali Putih cukup banyak sehingga perlu dilakukan zonasi daerah terdampak lahar.

Ancaman bahaya banjir lahar lebih berbahaya jika terjadi di daerah yang datar dan padat pemukiman. Sekitar 80 ribu rumah terancam banjir lahar karena terletak dalam radius kurang dari 300 meter dari aliran sungai yang berhulu di Gunungapi Merapi (Pemerintah Kabupaten Magelang, 2011). Salah satu contoh yang terjadi di Kali Putih Kabupaten Magelang. Luapan banjir lahar merusak 1225 unit rumah di sekitar Kali Putih. Inventarisasi dampak lahar yang terjadi tahun 2010 dan strategi mitigasi bencana banjir lahar di masa depan perlu dibangun untuk meminimalisir kerusakan yang ditimbulkan. Sehingga perlu dilakukan zonasi jumlah rumah rusak akibat banjir lahar agar dampak kerusakan permukiman akibat banjr lahar dapat dikaji lebih mendalam.

Banjir lahar tahun 2011 baru melarutkan sekitar 30 % dari total jumlah material sisa erupsi 2010, dengan demikian perulangan kejadian banjir lahar masih sangat dimungkinkan terjadi di masa depan. Banjir lahar akan terus berlangsung dari waktu ke waktu dan mungkin akan terjadi di lokasi yang sama. Perlu evaluasi setelah kejadian banjir lahar karena kebutuhan tempat tinggal semakin meningkat. Permasalahan tersebut merupakan contoh kasus yang menarik untuk ditelaah karena permasalahan wilayah cukup komplek dari sisi ekonomi. Pembangunan wilayah didasarkan pada

pertimbangan ekonomi. Perhitungan keuntungan ekonomi menjadi dasar utama pengambilan kebijakan pembangunan. Pembangunan dilaksanakan di dalam ruang/wilayah yang mempunyai dinamika khusus seperti wilayah rawan banjir lahar di Kali Putih. Dinamika wilayah secara fisik, sosial dan ekonomi seringkali kurang diperhatikan dalam pengambilan kebijakan pembangunan. Akibatnya timbul kerugian ekonomi yang besar ketika terjadi proses dinamika wilayah tidak dikehendaki. Selanjutnya perlu dilakukan valuasi ekonomi tingkat kerusakan bangunan permukiman akibat banjir lahar dengan memperhatikan aspek fisik, sosial dan ekonomi.

  • 2.    Metode Penelitian

    • 2.1.    Zonasi Daerah Terdampak Banjir Lahar

  • a.    GPS Tracking

Tracking dilakukan pada luapan banjir lahar menggunakan Global Positioning System (GPS) dan TS Robotik, untuk mengetahui luas luapan banjir lahar. Hasil GPS tracking diubah menjadi struktur data polygon agar diketahui luasan dan cakupan dari banjir lahar (Gambar 2.1).

Hasil tracking banjir lahar dibuat grid untuk menentukan tinggi endapan banjir lahar. Grid adalah titik survey tinggi endapan banjir lahar. Selanjutnya cek dilapangan berapakah tinggi banjir lahar di tempat tersebut. Setelah diketahui dilakukan interpolasi titik ketinggian endapan dan didapatkan tinggi endapan banjir lahar 1 m, 2 m, dan 3 m (Gambar 2.2). Jumlah sampel



Gambar 2.1. GPS Tracking dan TS Robotik

Gambar 2.2. Teknik Pengambilan Sampel. (a) Membuat grid pada luapan banjir lahar hasil tracking.

(b) Menentukan titik pengambilan sampel ketinggian banjir lahar. (c) Menampilkan ketinggian endapan banjir lahar. (d) Interpolasi ketinggian endapan banjir lahar. (e) Sampel rumah yang disurvey sesuai ketinggian endapan banjir lahar.


Tabel 2.1. Jumlah Sampel di Daerah Penelitian

No.

Tinggi Endapan Banjir Lahar (m)

Jumlah Sampel (Unit Rumah)

1.

3

44

2.

2

17

3.

1

28

Jumlah

89

  • b.    Cross Section

Cross Section dilakukan untuk menghitung luas penampang sungai berdasarkan hasil perhitungan lapangan menggunakan laser ace dan analisis topografi. Metode ini mengasumsikan volume setengah tabung sehingga diperoleh skenario volume dari setiap penampang melintang. Banjir lahar diprediksi menujur kontur lebih rendah, diketahui arah luapan banjir lahar (Gambar 2.3).

Sumber :Hasil Pengukuran Lapangan, 2011-2013;

Hasil Pengolahan, 2013

Gambar 2.3. Asumsi Perhitungan Volume Dari perhitungan Cross Section


  • 2.2.    Zonasi Jumlah Rumah Rusak Akibat Banjir

Lahar

Parameter yang digunakan untuk zonasi rumah rusak akibat banjir lahar adalah tinggi endapan banjir lahar dan kondisi material bangunan. Tinggi endapan banjir lahar diketahui dari beberapa titik kontrol. Masyarakat diminta memberikan nilai ketinggian banjir lahar. Nilai tersebut diinterpolasi, sebagai

pendekatan untuk mengetahui batas tinggi endapan. Kondisi material bangunan dinilai berdasarkan pedoman kategori kerusakan yang dibuat oleh peneliti. Terdapat lima kategori kerusakan permukiman akibat banjir lahar yaitu Roboh/Hanyut, Rusak Berat, Rusak Sedang, Rusak Ringan dan Tidak Rusak (Tabel 2.2).

Tabel 2.2. Kriteria Kerusakan Bangunan Akibat Banjir Lahar

No

Kategori Kerusakan

Kriteria Kerusakan

Uraian

1.

Hanyut / Roboh

Bangunan hanyut terbawa banjir lahar, bangunan roboh, total bangunan tertimbun lahar atau sebagian besar komponen struktur rusak

  •    Bangunan hilang atau roboh total

  •    Bangunan terkubur endapan lahar lebih dari 50%

  •    Bagian bangunan hilang sebesar 50 % atau lebih

  •    Sebagian besar kolom, balok, dan atau atap rusak

  •    Sebagian besar dinding dan langit-langit roboh

  •    Instalasi listrik rusak total

  •    Pintu/jendela/kusen hilang/rusak total

2.

Rusak Berat

Bangunan masih berdiri, sebagian besar komponen struktur rusak dan komponen arsitektural rusak

  •    Bangunan masih berdiri

  •    Bangunan tertimbun endapan lahar 50%

  •    Sebagian rangka atap patah

  •    Balok kolom sebagian kecil patah

  •    Sebagian dinding dan atau atap roboh/rusak

  •    Sebagian instalasi listrik rusak/terputus

  •    Pintu/jendela/kusen rusak parah

No

Kategori Kerusakan

Kriteria Kerusakan

Uraian

3.

Rusak Sedang

Bangunan masih berdiri, sebagian kecil komponen struktur rusak dan komponen arsitektural rusak

  •    Bangunan masih berdiri

  •    Bangunan tertimbun lahar 30%

  •    Retak-retak pada dinding dan atau atap

  •    Instalasi listrik rusak sebagian

  •    Pintu/jendela/kusen rusak sebagian

4.

Rusak Ringan

Bangunan masih berdiri, tidak ada kerusakan struktur, hanya terdapat kerusakan komponen arsitektural

  •    Bangunan masih berdiri

  •    Bangunan tergenang lahar < 30%

  •    Pintu/jendela/kusen perlu diperbaiki

  •    Instalasi listrik tidak rusak

  •    Dinding perlu di cat kembali

5.

Tidak Rusak

Bangunan utuh, tidak ada kerusakan struktur, hanya terkena genangan lahar di teras rumah

  •    Bangunan masih berdiri

  •    Tidak ada kerusakan pada pintu/jendela

  •    Terkena genangan lahar di teras kurang dari 20 cm

Sumber : BAKORNAS dalam Departemen Pekerjaan Umum, 2006; dan Modifikasi, 2013

Metode Focus Group Discussion FGD untuk mengetahui tinggi endapan, dan kondisi material bangunan (Gambar 2.4). Informasi yang ingin diserap mengenai kondisi permukiman adalah material dinding, material lantai, jenis atap, dan jumlah lantai. Parameter tersebut digunakan untuk menentukan jenis rumah (non permanen, semi permanen atau permanen).

  • 2.3.    Valuasi Ekonomi Tingkat Kerusakan Bangunan

Permukiman Akibat Banjir Lahar

Variabel-variabel untuk keperluan analisis valuasi ekonomi merupakan data primer. Metode yang digunakan adalah Contingent Valuation Method (CVM). Unit analisis individu RT menggunakan kuesioner dan Focus Group Discussion (FGD). Perhitungan dampak kerusakan akibat lahar dibatasi

b

a


Gambar 2.4. Kegiatan FGD dan Wawancara. (a) FGD di Kecamatan Salam. (b) Wawancara dengan Aparat Pemerintah Desa Salam Kecamatan Salam (Foto : Rosalina Kumalawati, 2012)

kerusakan fisik yaitu kerusakan bangunan rumah. Valuasi ekonomi untuk menghitung dampak kerusakan akibat lahar berdasarkan asumsi forum para pakar baik etic maupun emic. Etic adalah pendekatan para pakar Perguruan Tinggi. Emic (Local Knowledge) adalah pendekatan berbasis masyarakat setempat.Penilaian kerusakan bangunan rumah akibat banjir lahar dilakukan berdasarkan persepsi masyarakat melalui FGD dan wawancara menggunakan kuesioner. Peserta FGD terdiri dari berbagai lapisan masyarakat (perangkat desa, tokoh masyarakat dan masyarakat yang terkena banjir lahar). Berdasarkan hasil klasifikasi kerusakan bangunan permukiman, hasil kuesioner dan hasil FGD dilakukan valuasi ekonomi sehingga dapat diketahui besarnya kerugian bangunan permukiman akibat banjir lahar.

  • 3.    Hasil dan Pembahasan

    • 3.1.    Zonasi Daerah Terdampak Banjir Lahar

Lavigne dkk (2000) dan Surono (2011) menyatakan bahwa sungai-sungai di lereng barat Merapi mempunyai tingkat bahaya banjir lahar tinggi karena material hasil erupsi Merapi cenderung lebih halus sehingga mudah terbawa air dan menjadi lahar. Banjir lahar di Kali Putih, pertama kali meluap di Desa Jumoyo, Gulon, Seloboro, Sirahan Kecamatan Salam dan Blongkeng Kecamatan Ngluwar. Luas luapan banjir lahar di Kecamatan Salam dan Kecamatan Ngluwar adalah 1,785 km2. Luapan banjir lahar paling luas di Desa Sirahan yaitu 0,813 km2 atau 45,532 % dari total banjir lahar di empat desa. Luas luapan banjir lahar paling kecil di Desa Blongkeng

Kecamatan Ngluwar, yaitu 0,001 km2 atau 0,057 % dari total banjir lahar di di daerah penelitian (Tabel 3.1).

Ketinggian limpasan banjir lahar dipengaruhi kondisi morfologi Kali Putih. Tebing Kali Putih rendah, limpasan banjir lahar tinggi, apabila tebing Kali Putih tinggi, banjir lahar tidak melimpas hanya menggerus tebing sungai (Gambar 3.1). Agihan banjir lahar mempunyai ketinggian yang berbeda di setiap desa (Tabel 3.2). Penelitian ini membagi bencana banjir lahar menurut tinggi endapan banjir lahar yang terjadi. Berdasarkan hasil olah data lapangan, diketahui banjir lahar di Kali Putih terjadi dengan ketinggian endapan 1 m, 2 m dan 3 m. Tinggi endapan banjir lahar diasumsikan berasosiasi dengan kerusakan yang ditimbulkan pada element at risk yaitu permukiman. Semakin tinggi endapan banjir lahar maka semakin parah kerusakan yang ditimbulkannya.

Tinggi endapan banjir lahar 3 m mendominasi bantaran Kali Putih, ketinggian berkurang menjadi 2 m ke arah Desa Gulon hingga ke Desa Seloboro. Desa Sirahan ketinggian endapan banjir lahar paling tinggi (3 m) dengan luasan mencapai 0,35 km2 atau 17,69 % dari total seluruh tinggi endapan banjir lahar. Banjir lahar di Kali Putih berakhir di Desa Blongkeng. Banjir lahar di Desa Blongkeng Kecamatan Ngluwar memiliki ketinggian 1 m hingga 3 m. Banjir lahar di Desa Blongkeng di dominasi ketinggian 3 m, banjir lahar tidak melimpas permukiman, hanya menggerus tebing sungai menyebabkan longsor kemudian menghanyutkan rumah-rumah yang terdapat di atas tebing sungai (Gambar 3.2).

Tabel 3.1. Luas Luapan Banjir Lahar di Kecamatan Salam

No

Kecamatan

Desa

Luas Area (Km2)

Persentase (%)

1

Salam

Gulon

0.143

8.037

2

Jumoyo

0.587

32.883

3

Seloboro

0.241

13.490

4

Sirahan

0.813

45.532

5

Ngluwar

Blongkeng

0.001

0.057

Jumlah

1.785

100

Sumber : Hasil Pengukuran Lapangan, Tahun 2011-2012; Hasil Pengolahan dan Perhitungan Data Primer, Tahun 2012-2013

Tabel 3.2. Ketinggian Endapan Banjir Lahar di Daerah Penelitian

No

Kecamatan

Desa

Tinggi Endapan Banjir Lahar (m)

Luas

Jumlah Rumah

km2

%

1

Salam

Seloboro

1

0,02

1,01

1

2

0,03

1,52

7

3

0,17

8,59

111

2

Sirahan

1

0,21

10,61

177

2

0,18

9,10

130

3

0,35

17,69

553

3

Gulon

1

0

0,00

0

2

0,14

7,07

28

3

0,017

0,86

0

4

Jumoyo

1

0,21

10,61

41

2

0,28

14,15

72

3

0,1

5,05

107

5

Ngluwar

Blongkeng

1

0,02

1,01

0

2

0,022

1,11

1

3

0,23

11,62

62

Jumlah

1,979

100

1290

Sumber : Hasil Pengukuran Lapangan, Tahun 2011-2012; Hasil Pengolahan dan Perhitungan

Gambar 3.1. Tebing Sungai Kali Putih (Foto : Rosalina Kumalawati, 2012)



Gambar 3.2. Banjir lahar mengakibatkan tebing longsor di Desa Blongkeng Kecamatan Ngluwar (418488 mT, 9156100 mU) (Foto :

Rosalina Kumalawati, 2012)

  • 3.2.    Zonasi Jumlah Rumah Rusak Akibat Banjir

Lahar

Bencana banjir lahar mengakibatkan kerugian harta benda dan nyawa bukan jenis bencana baru di Indonesia. Penelitian Lavigne dkk,1999 dan 2000 menunjukkan secara historis bahwa banjir lahar mengakibatkan hilangnya nyawa dan harta benda bagi penduduk sekitar gunungapi pada masa-masa silam. Pada penelitian tersebut belum disebutkan klasifikasi secara lebih detail mengenai tingkat kerusakan akibat banjir lahar terutama yang menimpa permukiman.

Penelitian ini melakukan klasifikasi kerusakan permukiman akibat banjir lahar secara lebih detail dengan menyebutkan kategori kerusakan, kriteria kerusakan dan uraian kerusakan yang terjadi pada masing-masing bangunan. Klasifikasi kerusakan permukiman akibat banjir lahar adalah hasil modifikasi kriteria kerusakan permukiman akibat gempabumi yang dikeluarkan oleh BAKORNAS (2006). Kriteria tersebut dimodifikasi karena terdapat beberapa kesamaan kerusakan yang terjadi akibat bencana gempabumi dan banjir lahar yaitu rusaknya struktur dan komponen arsitektural bangunan. Rusaknya struktur bangunan seperti kerusakan kolom, balok, atap dan dinding. Rusaknya komponen arsitektural

seperti pintu/jendela/kusen dan instalasi listrik.

Modifikasi klasifikasi kerusakan yang dilakukan pada penelitian ini adalah dengan menambahkan dua kategori kerusakan yaitu Roboh/Hanyut dan Tidak Rusak, serta menambahkan persentase aspek genangan/endapan banjir lahar pada masing-masing uraian kerusakan. Kategori kerusakan Roboh/Hanyut disesuaikan dengan kondisi bangunan di daerah penelitian yang 50 % atau lebih hilang tersapu oleh banjir lahar hingga hanya menyisakan pondasinya. Kategori kerusakan Tidak Rusak, bukan berarti tidak mengalami kerusakan sama sekali melainkan kondisi bangunan masih berdiri namun tidak mengalami kerusakan secara struktural dan arsitektural serta genangan/endapan lahar yang menimpa bangunan tersebut berkisar pada ketinggian maksimal 20 cm.

Survey lapangan menunjukkan rumah yang berada di daerah penelitian memiliki tiga macam material dinding yaitu bata/batako, kayu dan campuran keduanya. Material lantai terbuat dari semen, tanah dan keramik. Seluruh rumah beratap genteng dan hanya 3 rumah berlantai 2 sedangkan sisanya berlantai 1. Jarak rumah dari sungai bervariasi, 20 rumah berada jarak 0 – 50 m, 22 rumah berada 51 – 100 m dan 17 rumah berjarak 101 – 250 m dari sungai (Tabel 3.3).

Tabel 3.3. Kondisi Rumah Pasca Bencana Banjir Lahar

No

Koordinat

Desa

Data Bangunan

Tinggi Banjir Lahar (m)

Kelas

Kerusakan

X

Y

Material Dinding

Material Lantai

Jenis Atap

Jumlah Lantai

Jarak dari Sungai (m)

Kecamatan Salam

1

422825

9159230

Jumoyo

Bata / Batako

Semen

Genteng

1

169

2

Rusak Ringan

2

422950

9159246

Campuran

Semen

Genteng

1

69

2

Rusak Sedang

3

422826

9159288

Kayu

Semen

Genteng

1

107

3

Roboh / Hanyut

4

422769

9159302

Campuran

Semen

Genteng

1

147

3

Roboh / Hanyut

5

422748

9159317

Bata / Batako

Semen

Genteng

1

157

3

Roboh / Hanyut

6

422786

9159350

Bata / Batako

Keramik

Genteng

1

111

3

Roboh / Hanyut

7

422767

9159380

Bata / Batako

Semen

Genteng

1

50

3

Roboh / Hanyut

8

422933

9159265

Bata / Batako

Semen

Genteng

1

60

2

Rusak Berat

9

423145

9159384

Bata / Batako

Tanah

Genteng

1

64

3

Roboh / Hanyut

10

422651

9159316

Bata / Batako

Semen

Genteng

1

244

3

Roboh / Hanyut

11

422707

9159389

Bata / Batako

Semen

Genteng

1

133

3

Roboh / Hanyut

12

422808

9159376

Bata / Batako

Semen

Genteng

1

51

3

Roboh / Hanyut

13

422898

9159319

Bata / Batako

Semen

Genteng

1

32

1

Rusak Ringan

14

422650

9159374

Campuran

Keramik

Genteng

1

50

3

Roboh / Hanyut

15

422828

9159329

Bata / Batako

Semen

Genteng

1

80

3

Roboh / Hanyut

16

421596

9159170

Gulon

Bata / Batako

Keramik

Genteng

1

96

2

Rusak Sedang

17

421761

9159267

Bata / Batako

Semen

Genteng

1

57

2

Rusak Sedang

18

421767

9159270

Bata / Batako

Semen

Genteng

1

59

2

Rusak Sedang

No

Koordinat

Desa

Data Bangunan

Tinggi Banjir Lahar (m)

Kelas

Kerusakan

X

Y

Material Dinding

Material Lantai

Jenis Atap

Jumlah Lantai

Jarak dari Sungai (m)

19

421701

9159229

Bata / Batako

Semen

Genteng

1

61

2

Rusak Sedang

20

422773

9159433

Campuran

Tanah

Genteng

1

42

2

Rusak Sedang

21

422703

9159533

Bata / Batako

Keramik

Genteng

2

153

2

Rusak Ringan

22

422747

9159539

Kayu

Semen

Genteng

1

141

2

Rusak Ringan

23

419275

9157374

Sirahan

Bata / Batako

Keramik

Genteng

1

92

3

Roboh / Hanyut

24

419295

9157378

Bata / Batako

Keramik

Genteng

1

77

2

Rusak Berat

25

419316

9157398

Bata / Batako

Keramik

Genteng

2

69

2

Rusak Berat

26

419343

9157398

Kayu

Tanah

Genteng

1

44

1

Rusak Sedang

27

419345

9157379

Bata / Batako

Semen

Genteng

1

32

1

Rusak Sedang

28

420158

9158433

Bata / Batako

Keramik

Genteng

1

40

3

Roboh / Hanyut

29

420248

9158465

Bata / Batako

Keramik

Genteng

1

90

3

Roboh / Hanyut

30

420334

9158391

Bata / Batako

Keramik

Genteng

1

200

3

Roboh / Hanyut

31

420172

9158475

Bata / Batako

Keramik

Genteng

1

21

3

Roboh / Hanyut

32

420190

9158490

Bata / Batako

Keramik

Genteng

1

30

3

Roboh / Hanyut

33

419690

9158028

Bata / Batako

Keramik

Genteng

1

153

3

Roboh / Hanyut

34

419727

9158031

Bata / Batako

Keramik

Genteng

1

119

3

Roboh / Hanyut

35

419631

9157949

Campuran

Semen

Genteng

1

58

3

Roboh / Hanyut

36

419839

9158110

Bata / Batako

Keramik

Genteng

1

139

3

Roboh / Hanyut

37

419844

9158115

Bata / Batako

Keramik

Genteng

1

145

3

Roboh / Hanyut

38

420737

9158886

Seloboro

Bata / Batako

Semen

Genteng

1

85

3

Roboh / Hanyut

39

420756

9158893

Bata / Batako

Semen

Genteng

1

86

3

Roboh / Hanyut

40

420782

9158917

Bata / Batako

Keramik

Genteng

1

105

3

Roboh / Hanyut

41

420799

9158920

Kayu

Semen

Genteng

1

106

3

Roboh / Hanyut

42

420835

9158942

Bata / Batako

Keramik

Genteng

1

135

3

Roboh / Hanyut

43

420653

9158894

Kayu

Semen

Genteng

1

93

3

Rusak Berat

44

420637

9158879

Bata / Batako

Keramik

Genteng

1

78

3

Roboh / Hanyut

45

420643

9158869

Bata / Batako

Keramik

Genteng

1

70

3

Roboh / Hanyut

46

420648

9158860

Kayu

Keramik

Genteng

1

53

3

Roboh / Hanyut

47

420643

9158852

Bata / Batako

Semen

Genteng

1

47

3

Roboh / Hanyut

48

420696

9158845

Bata / Batako

Keramik

Genteng

1

33

3

Roboh / Hanyut

49

420671

9158869

Bata / Batako

Semen

Genteng

1

61

3

Roboh / Hanyut

50

420678

9158849

Bata / Batako

Keramik

Genteng

1

39

3

Roboh / Hanyut

51

420681

9158855

Bata / Batako

Keramik

Genteng

2

47

3

Roboh / Hanyut

52

420688

9158860

Campuran

Tanah

Genteng

1

49

3

Roboh / Hanyut

Kecamatan Ngluwar

53

418498

9156139

Blong-

Kayu

Semen

Genteng

1

43

3

Roboh / Hanyut

54

418475

9156110

keng

Bata / Batako

Keramik

Genteng

1

33

3

Roboh / Hanyut

55

418485

9156100

Campuran

Semen

Genteng

1

52

3

Roboh / Hanyut

56

418498

9156139

Bata / Batako

Keramik

Genteng

1

43

3

Roboh / Hanyut

57

418304

9156050

Bata / Batako

Keramik

Genteng

1

47

3

Roboh / Hanyut

58

418312

9156062

Bata / Batako

Keramik

Genteng

1

42

3

Roboh / Hanyut

59

418321

9156071

Campuran

Tanah

Genteng

1

38

3

Roboh / Hanyut

Sumber : Hasil Pengolahan, 2013

Selanjutnya dibuat matriks kerusakan permukiman akibat banjir lahar (Tabel 3.4). Matriks berisi perbandingan tinggi endapan, material

bangunan, jarak dari sungai dan penentuan tingkat kerusakan.

Tabel 3.4. Matriks Kerusakan Permukiman Akibat Banjir Lahar

Matriks Kerusakan Permukiman Akibat Banjir Lahar

Tinggi Endapan (m)

Material Bangunan

Jarak dari sungai (m)

0 - 50

50 - 100

101 - 250

1

Batako/Bata

Rusak Ringan

Rusak Ringan

Tidak Rusak

Kayu

Rusak Sedang

Rusak Ringan

Rusak Ringan

Campuran

Rusak Ringan

Rusak Ringan

Tidak Rusak

2

Batako/Bata

Rusak Berat

Rusak Sedang

Rusak Ringan

Kayu

Roboh/Hanyut

Rusak Berat

Rusak Sedang

Campuran

Rusak Berat

Rusak Berat

Rusak Sedang

3

Batako/Bata

Roboh/Hanyut

Roboh/Hanyut

Rusak Berat

Kayu

Roboh/Hanyut

Roboh/Hanyut

Roboh/Hanyut

Campuran

Roboh/Hanyut

Roboh/Hanyut

Rusak Berat

Sumber : Hasil Pengolahan, 2013

Jumlah rumah yang terkena banjir lahar adalah 1.290 rumah. Kelas kerusakan permukiman didominasi Roboh/Hanyut sebanyak 814 rumah, Rusak Sedang sebanyak 200 rumah, Rusak Ringan 140 rumah, Rusak Berat 71 rumah dan Tidak Rusak sejumlah 65 rumah. Permukiman paling banyak terkena dampak banjir lahar adalah Desa Sirahan Kecamatan Salam

sejumlah 860 rumah. Kerusakan permukiman paling parah di Desa Sirahan sebanyak 553 rumah roboh/ hanyut. Kerusakan rumah paling sedikit di Desa Gulon dengan jumlah 28 rumah (25 Rusak Sedang dan 3 rumah Rusak Ringan) dapat dilihat pada Tabel 3.5 dan Gambar 3.3.

Tabel 3.5. Kelas Kerusakan Permukiman di Daerah Penelitian

No

Kecamatan

Desa

Kelas Kerusakan Permukiman

Jumlah

Rumah

Per Desa

Roboh / Hanyut

Rusak Berat

Rusak Sedang

Rusak Ringan

Tidak Rusak

1

Salam

Jumoyo

108

8

19

61

24

220

2

Gulon

0

0

25

3

0

28

3

Seloboro

97

15

5

1

1

119

4

Sirahan

553

43

149

75

40

860

5

Ngluwar

Blongkeng

56

5

2

0

0

63

Jumlah

814

71

200

140

65

1290

Sumber : Hasil Pengolahan, 2013


Gambar 3.3. Peta Kelas Kerusakan Permukiman Akibat Banjir Lahar di Kali Putih Kabupaten Magelang Tahun 2013

  • 3.3.    Valuasi Ekonomi Kerusakan Bangunan Permukiman Akibat Banjir Lahar

Peran valuasi ekonomi terhadap lingkungan dan sumberdaya yang terkandung di dalamnya penting dalam kebijakan pembangunan (David et al, 1990; Markandya et al, 2002). Kerusakan lingkungan atau sumberdaya lingkungan merupakan masalah ekonomi, rusaknya lingkungan berarti hilangnya kemampuan lingkungan untuk menyediakan barang dan jasa (Maynard et al, 1979; Sukanta, 1993; Garrod et al, 1999). Penelitian valuasi ekonomi terhadap banjir lahar belum pernah dilakukan. Kerusakan bangunan permukiman akibat banjir lahar dihitung nilai rupiahnya.

Kerugian ekonomi yang secara langsung dapat

diamati dari bencana banjir lahar adalah rusak dan hancurnya pemukiman. Nilai dari kerusakan langsung diperkirakan atas dasar harga pasar dari perbaikan atau penggantian aset dengan karakteristik yang sama dengan desain aslinya. Kehancuran total harus diperkirakan sebagai biaya penggantian aset asli yang rusak dengan spesifikasi seperti dilokasi aslinya (Artiani, 2011). Estimasi nilai dampak bencana diperlukan standar harga yang relevan. Penilaian kerugian yang dilakukan penilaian kerugian bangunan pemukiman akibat banjir lahar. Standar harga yang diperlukan biaya per meter persegi konstruksi bangunan untuk pemukiman. Standar harga yang dimaksud harga borongan per meter persegi. Penentuan standar harga berdasarkan survei

Tabel 3.6. Standar Harga Bangunan Per m2 (Harga Borongan) di Daerah Penelitian

No

Tipe Bangunan

Standar Harga Per m2

PU

Kontraktor

Kabupaten

Masyarakat

1

Permanen

Rp 2.441.700,00

Rp 1.250.000,00

Rp 1.300.000,00

Rp 1.000.000,00

2

Semi Permanen

-

-

-

Rp 600.000,00

3

Non Permanen

-

-

-

Rp 300.000,00

Sumber : PU, 2011; Indeks Harga Kabupaten, 2010; Hasil Wawancara, 2011-2013; dan Hasil Perhitungan, 2013

harga dari intansi terkait (PU dan Indeks Harga Kabupaten Magelang), kontraktor serta masyarakat. Masing-masing mempunyai standar harga yang berbeda-beda untuk masing-masing tipe bangunan (permanen, semi permanen dan non permanen).

Standar harga tertinggi dari PU (Rp 2.441.700,00/ m2), Kabupaten Magelang (sesuai standar indeks harga kabupaten tahun 2010) sebesar Rp 1,300,000/ m2, kontraktor (Rp 1.250.000,00/m2), dan masyarakat (Rp 1.000.000,00/m2) (Tabel 3.6). Standar harga rumah semi permanen dan non permanen hanya dari masyarakat. PU, Kabupaten dan kontraktor tidak mempunyai standar harga untuk kategori rumah semi permanen dan non permanen. Biaya pembangunan rumah permanen ukuran 90 m2 adalah Rp.90.000.000 menggunakan standar harga dari masyarakat (Tabel 3.7).

Tabel 3.8. Tingkat Kerugian Bangunan Permanen

Tabel 3.7. Prediksi Biaya Pembangunan Rumah Berdasarkan Standar Harga Bangunan Per m2 (Harga Borongan) di Daerah Penelitian

Standar Harga

Rumah Permanen

Per m2

90 m2

PU

2,441,700.00

219,753,000.00

Kontraktor

1,250,000.00

112,500,000.00

Kabupaten

1,300,000.00

117,000,000.00

Masyarakat

1,000,000.00

90,000,000.00

Sumber : Hasil Pengolahan Data Primer, 2013

No

Tingkat Kerugian

Nominal (Dalam Rupiah)

1

Rendah

< Rp 52.000.000,00

2

Sedang

Rp 52.000.000,00 - Rp 104.000.000,00

3

Tinggi

> Rp 104.000.000,00

Sumber : Hasil Perhitungan, 2013

Tabel 3.9. Tingkat Kerugian Bangunan Semi Permanen

No

Tingkat Kerugian

Nominal (Dalam Rupiah)

1

Rendah

< Rp 24.000.000,00

2

Sedang

Rp 24.000.000,00 – Rp 48.000.000,00

3

Tinggi

> Rp 48.000.000,00

Sumber : Hasil Perhitungan, 2013

Tabel 3.10. Tingkat Kerugian Bangunan Non Permanen

No

Tingkat Kerugian

Nominal (Dalam Rupiah)

1

Rendah

< Rp 9.430.000,00

2

Sedang

Rp 9.430.000,00 – Rp 18.860.000,00

3

Tinggi

> Rp 18.860.000,00

Sumber : Hasil Perhitungan, 2013

Perhitungan nilai kerugian bangunan dan jenis material bangunan di daerah penelitian, menggunakan standar harga masyarakat karena lebih sesuai dengan kenyataan di lapangan dan sesuai harga yang beredar di pasaran. Sebagian besar masyarakat menggunakan bahan material yang standar, misalnya jenis kayu bengkire, untuk rumah semi permanen. Penilaian kerugian bangunan permanen, semi permanen dan non permanen mempunyai tingkatan sesuai dengan perhitungan harganya (Tabel 3.8; 3.9; dan 3.10). Rumah permanen, nilai kerugian paling rendah sebesar Rp 52.000.000,00 dan paling tinggi sebesar Rp 104.000.000,00. Rumah semi permanen, nilai kerugian terendah sebesar Rp 24,000,000,00 dan paling tinggi sebesar Rp 48.000.000,00. Tingkat kerugian rumah non permanen, paling rendah Rp 9.430.000,00 dan paling tinggi sebesar Rp 18.860.000,00.

  • 4.    Simpulan dan Saran

  • 1.    Luas luapan banjir lahar di daerah penelitian adalah 1,785 km2. Luapan paling luas di Desa Sirahan yaitu 0,813 km2 atau 45,532 %, dan paling kecil di Desa Blongkeng Kecamatan Ngluwar, yaitu 0,001 km2 atau 0,057 %.

  • 2.    Jumlah rumah yang terkena banjir lahar adalah 1.290 rumah. Kelas kerusakan permukiman didominasi Roboh/Hanyut sebanyak 814

rumah, Rusak Sedang sebanyak 200 rumah, Rusak Ringan 140 rumah, Rusak Berat 71 rumah dan Tidak Rusak sejumlah 65 rumah. Permukiman paling banyak terkena dampak banjir lahar adalah Desa Sirahan Kecamatan Salam sejumlah 860 rumah.

  • 3.    Kerugian paling rendah rumah permanen sebesar Rp 52.000.000,00 dan paling tinggi sebesar Rp 104.000.000,00. Kerugian Rumah semi permanen terendah sebesar Rp 24,000,000,00 dan paling tinggi sebesar Rp 48.000.000,00. Tingkat kerugian rumah non permanen, paling rendah Rp 9.430.000,00 dan paling tinggi sebesar Rp 18.860.000,00.

Ucapan terima kasih

Penelitian ini adalah bagian dari Disertasi yang sedang dikerjakan Rosalina Kumalawati. Ucapan terima kasih saya sampaikan kepada suamiku Karnanto Hendra Murliawan, S.T dan anak-anakku Akhmad Fauzi Nur Murliawan dan Shifa Naura Putri Nur Murliawan yang selalu menjadi inspirasiku untuk selalu berkarya. Terima kasih atas pengertian dan dukungannya. Afrinia Lisditya Permatasari, S.Si,M.Sc, Seftiawan S. Rijal S.Si dan para enumerator atas dukungan data, informasi, SIG, dan kesediaannya berdiskusi.

Daftar Pustaka

Artiani, L.E. 2011. Dampak Ekonomi Makro Bencana: Interaksi Bencana dan Pembangunan Ekonomi Nasional.

Makalah disajikan dalam Seminar Nasional Informatika 2011. UPN”V” Yogyakarta tanggal 4 April 2011.

Bakornas. 2006. Pengenalan Karakteristik Bencana Dan Upaya Mitigasinya Di Indonesia Edisi II. Badan Koordinasi Nasional Penanganan Bencana, Jakarta.

David, W.P., R. Kerry Turner. 1990. Economic of Natural Resources and the Environment. Harvester Wheatsheaf, New York.

Garrod, G., Willis, K.G., 1999. Economic Valuation of the Environment (Methods and Case Studies). Edward Elgar Publishing Incorporation, USA.

Lavigne, Franck. 1999. “Lahar Hazard Micro-Zonation and Risk Assessment in Yogyakarta City, Indonesia”. GeoJournal, 49. Hal : 173 – 183.

Lavigne, F., Thouret, J. C., Voight, B., Suwa, H., Sumaryono, A. 2000.”Lahars at Merapi Volcano : an Overview”. Journal of Volcanology and Geothermal Research, 100. Hal : 421 – 456.

Markandya, A., Patrice, H., Lorenzo, G.B., Vito, C. 2002. Environmental Economics for Sustainable Growth (a handbook for practitioners). Edwar Elgar Publishing Incorporation, USA.

Maynard, M.H., Eric, L.H., 1979. Economics Approaches to Natural Resource and Environmental Quality Analysis. Tycooly International Publishing Limited, Dublin.

Pemerintah Kabupaten Magelang. 2011. Lahar Dingin Merapi Ancam Permukiman di Magelang. swagooo.com. Diakses tanggal 16 Maret 2012.

Sukanta R., 1993. Teknik Penilaian Ekonomi Terhadap Lingkungan (Suatu Buku Kerja Studi Kasus). Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.

Surono. 2011. Banjir Lahar Dingin Gunung Merapi Mengancam Magelang. news.okezone.com. Diakses tanggal 16 M

354