POLA PERENCANAAN DAN STRATEGI PEMBANGUNAN WISATAALAM BERKELANJUTAN SERTA BERWAWASAN LINGKUNGAN

AnakAgung Gde Djaja Bharuna S

PS. Arsitektur Fakultas Teknik Universitas Udoyana

Abstract

The background cf this study was our concern on the sustainability cf the environment wich was an assetfor tourism. For nature-based and nature-related tourisms, maintaining of nature attraction wich was the main focus point for tourism was an important agenda. The destruction of the environment would reduce its attractiveness and as a result would change its reputation as a tourist destination.

Nature-based and nature-related tourisms tended to have unique values, and recently more tourists had an interest in nature. Easy and good accebility and the presence of potential markets contributed to the development of these types of tourist attractions which then uncontrolled developed into mass tourism.

In other to maintain the environment, it was important to find out wether the strategic plan for tourism development had a concern to the sustainability of the environment. Some cases of natute-based tourism development had made environment to damage as tourists’ visit might cause decrease int the species diversity, erosion, pollution, contamination and decreased visual landscaping quality. Very often, the gradation had already reached decreasing phase of survivorship ’ of nature, wich would influenced onto the environment quality. As a result the visitors would feel uncomfortable to visit this destination anymore. This was because of there was no integrated management yet established, especially between economic and ecologic visions in taking decission on planning and on the strategy tourism development processes.

In order to keep the sustainability of the environment, which minimizing the negative impacts, this article was written tofind out planning and strategy on sustainable development of nature-based tourism. The method of writing this article was utilising literature review and also some continuing research.

Key words : nature-based tourism, sustainability environment, tourism planning, development strategy.

  • 1.    Pendahuluan

Pariwisata adalah pergerakan manusia yang bersifat sementara ke tujuan-tujuan wisata di luar tempat kerja dan tempat tinggalnya sehari-hari, dimana aktivitasnya dilaksanakan selama tinggal dalam tempat tujuan wisata, dan untuk itu disediakan fasilitas-fasilitas untuk memenuhi kebutuhan mereka (Mathieson and Wall,1982:2). Terkait dengan hal tersebut, permasalahan pola perencanaan dan strategi yang layak bagi pembangunan kepariwisataan saat ini, memiliki dimensi yang bersifat lokal, nasional, dan bahkan internasional. Pada tingkat lokal dan nasional, banyak pemerintah daerah

dan negara telah mengenali pariwisata sebagai komponen utama untuk melanjutkan pembangunan ekonomi dan berusaha mencari jalan untuk meningkatkan keuntungan yang tampaknya masih diharapkan. Pada tingkat internasional, aliran wisatawan antar negara merupakan bagian terbesar dari kegiatan pariwisata.

Namun demikian, meski dampak ekonomi dari kegiatan pariwisata memberikan dukungan nyata dalam bentuk peningkatan pendapatan melalui perolehan devisa, kegiatan pariwisata juga menimbulkan berbagai dampak sosial-budaya yang positif maupun yang negatif, serta fenomena

lingkungan fisik alam. Dampak positif bagi masyarakat lokal gejala sosial yang terjadi yaitu munculnya sikap ‘euphoria’ atau ‘bersemangat mendukung’ pengembanganpariwista di daerahnya, dan dampak negatif dalam konteks lingkungan,justru kondisi kontradiktif sering terjadi. Sebab atas nama kejahteraan (matra ekonomi), pembukaan kawasan dengan fungsi baru, secara langsung ataupun tidak berujung pada upaya eksploitasi sumberdaya alam guna mendukung tuntutan fungsi tersebut. Beberapa kasus pembangunan wisata alam, justru banyak memunculkan kerusakan lingkungan seperti pengurangan jumlah spesies, erosi, polusi, kontaminasi dan penurunan kualitas landskap visual dan lain-lain. Terjadinya perusakan dalam bentuk pengotoran/pembuangan sampah sembarangan, vandalisme, pemotongan dan penginjakan yang berpengaruh terhadap daur hidup tumbuhan oleh kunjungan wisatawan, merupakan fakta yang terjadi karena pengembangan kepariwisataan. Pada kondisi dan situasi tertentu, sikap masyarakat malah berbalik apatis atau tidak mendukung terhadap keberadaan wisata di daerahnya. Bagi wisatawan, secara psikologis mulai timbulnya perasaan kurang nyaman dan aman untuk berkunjung.

Seperti telah diketahui bahwa kegiatan pariwisata secara umum, wisata alam khususnya sangat terkait dengan kepariwisataan dunia. Karena aliran wisatawan antarnegara merupakan bagian terbesar dari kegiatan industri pariwisata. Perkembangan pariwisata internasional, yang pada umumnya didorong oleh munculnya kegiatan pariwisata massal dan perubahan radikal industri parwisata, bahwa pariwisata massal telah membuka jalan untuk berkembangnya ‘pariwisata baru’. Perubahan yang terjadi lebih banyak berasal dari karakteristik wisatawan. Dalam perkembangan ‘baru’ tersebut terungkap istilah bentuk pariwisata pilihan (alternative tourism), yang mempunyai pengertian ganda, yaitu : 1) sebagai salah satu bentuk kepariwisataan yang timbul sebagai reaksi terhadap dampak negatif pengembangan wisata konvensional, 2) sebagai bentuk pilihan pengganti pariwisata konvensional untuk menunjang pelestarian lingkungan.

Wisata alam merupakan salah satu bentuk wisata alternatif (pilihan baru). Wisata alam ini dikelompokkan dalam 2 katagori, yaitu : (H.Kodyat SH,dalamMyraP. Gunawan,1997:75)

  • 1)    Wisata alam yang lebih disejajarkan dengan eco-tourism, sebagai perjalanan ke kawasan belum terjamah (virgin), belum terganggu atau terkontaminasi, dengan tujuan khusus, tidak sekedar rekreasi, tetapi untuk mempelajari, mengagumi dan menikmati pemandangan alam, flora dan fauna langka (wildlife) beserta segala manifestasi cultural yang ada di kawasan tersebut.

  • 2)    Pengertian wisata alam yang lebih banyak diminati adalah wisata alam yang lebih lunak dengan resiko yang lebih ringan, namun unsur-unsur alamiah tetap memegang peran penting. Termasuk kelompok ini adalahjenis-jenis wisata berbasis kepada pemandangan alam, pantai, danau, gunung, atau lainnya, tetapi tidak bersifat petualangan beresiko tinggi, dan merupakanjenis wisata yang lebih populer.

Pada kenyataannya, kegiatan pariwisata secara umum hanya tertarik untuk memanfaatkan dan sangat bergantung pada aset lingkungan selaku daya tarik wisata, khususnya sumberdaya alaminya yang unik. Namun eksploitasi yang berlebihan pada saatnya akan menimbulkan dampak-dampak yang tidak diinginkan. Contoh-contoh dampak lingkungan di Indonesia seperti pengembangan wisata alam laut Bunaken di Sulawesi dengan gema dampak kerusakan terumbu karangnya, objek wisata alam Gunung Tangkuban Perahu di Jawa Barat, beserta dampak penurunan daya dukung lingkungan dan daya tahan hidup (survivorship) tumbuhan-tumbuhannya. Di Bali, kawasan wisata Kuta, Nusa Dua serta destinasi-destinasi lainnya, seperti kawasan wisata Kepulauan Nusa Penida, Ceningan dan Nusa Lembongan dengan potensi sebaran terumbu karang (coral reef), hutan bakau (Mangrove -Rhizopora) serta ikan matahari (Sunfish - Mola-mola Sp) yang unik,juga belakangan ini ditenggarai mengalami pencemaran karena faktor moda berkegiatan serta moda aksesibilitas (mesin-mesin motor perahu dan kapal pesiar).

Untuk itu diperlukan suatu referensi terhadap batas paling atas dari pengunjung-pengunjung potensial dalam sub-sistem, yang atraksinya berdasar pada karakteristik sumberdaya dukung lingkungan. Suatu referensi yang dapat memadukan antara matra ekonomi dan ekologi. Bagi masyarakat setempat, pengertian pembangunan kepariwisataan

sesungguhnya merupakan wacana antara anugerah dan beban, dipandang perlu untuk dipahami.

Sebagai ’anugerah’, sektor pariwisata telah menjadi primadona penghasil devisa. Sumbangan sektor pariwisata di banyak negara dari tahun ke tahun semakin meningkat mengungguli sektor-sektor lainnya. Dimulai sejak munculnya krisis minyak dunia yang disusul oleh resesi ekonomi global yang mengakibatkan menurunnya penerimaan devisa negara secara drastis, maka kian mendorong pengembangan pariwisata ke arah pendekatan yang cenderung memandang berbagai potensi pariwisata sebagai komoditas ekonomi. Sebagai komoditas, pariwisata mencakup mata rantai yang panjang dan mampu menggerakkan sektor-sktor ekonomi lainnya. Sejumlah tenaga kerja akan terserap ke dalamnya, memperluas kesempatan kerja dan sekaligus menyebarkan serta meningkatkan pemerataan kesejahteraan masyarkat sekitarnya. Sebagai ’beban’, bagaimana kebijakan pembangunan pariwisata diharapkan tetap dapat berpihak bagi kesejahteraan ekonomi masyarakat serta mampu memberikan manfaat bagi plestarian lingkungan alam dan sosial budaya yang berkelanjutan.

Belum terpadunya sudut pandang ekonomi dengan ekologi dalam perencanaan dan pengembangan pariwisata merupakan isu dilematis yang sering dihadapi oleh pengambil kebijakan. Harapan dan realita dari pembangunan sektor pariwisata, memerlukan perencanaan dan strategi pembangunan yang bijak dan proporsional.

  • 2.    Pembahasan

Berdasarkan kenyataan berbagai dampak lingkungan yang terjadi, maka strategi pengelolaan serta perencanan fisik lingkungan bagi pembangunan pariwisata diperlukan untuk meminimalisir sekaligus mengendalikan dampak negatifnya yang besar terhadap lingkungan alamnya. Pada saat yang bersamaan agar dampak positif lebih dieksplorasi guna memberi nilai tambah bagi kesejahteraan masyarakat dan keberlanjutan dari kegiatan pariwisata pada kawasannya.

  • A. Perencanaan Wisata Alam, Karakteristik

Wisatawan dan Tekanan Terhadap Lingkungan

Wisata alam adalah kegiatan yang menggabungkan suatu keterlibatan dan rasa tanggung jawab sosial yang kuat terhadap

pelestarian alam, melalui perjalanan ke wilayah-wilayah alami, apresiatif terhadap pelestarian lingkungan (lingkunga hidup dan sumberdaya alam), serta menjamin keberlanjutan kesejahteraan hidup masyarakat setempat. Matra yang terkandung di dalamnya yaitu ; ekonomi, ekologi, dan antara anugrah dan beban. Ciri penting pada pengembangan pada hakekatnya yaitu upaya pelestarian lingkungan alam. Tujuan dasarnya yaitu : (R.E. Soeriatmadja, 1996)

  • 1)    penyelamatan lingkungan hidup dan sumberdaya alam (LH dan SDA) yang alami, 2) penyelamatan warisan alam dan budaya, dan 3) pilihan pembangunan berkelanjutan dan berwawasan lingkungan.

Perencanaan adalah suatu ‘proses’ atau ‘alat’ untuk mengubah lingkungan sekarang (rona awal) menjadi suatu lingkungan yang dikehendaki. Tentu saja hal ini dilaksanakan dengan mempertimbangkan dampak-dampak negatif. Kebutuhan perencanaan kepariwisataan (fisik/non fisik) muncul sebagai akibat dorongan isu perencanaan, umumnya yang menyangkut aspek-aspek positif dan negatif dampak pariwisata, serta pengaruh gagasan konservasi dan rekreasi khususnya.

Seperti telah diungkap bahwa, kecenderungan perubahan paradigma industri pariwisata global, yang memunculkan pariwisata pilihan dengan wisata alam sebagai salah satu alternatifnya, lebih berasal dari karakteristik wisatawannya. Karakteristik wisatawan dapat dilihat secara fisiografis, dalam pengertian suatu skala untuk mengkategorikan varsiasi ciri-ciri kepribadian dan gaya hidupnya, dalam 2 kelompok ekstrim, disebut ciri allocentric dan psychocentric. Wisatawan yang termasuk kelompok pertama, adalah yang bersifat petualang dan suka melakukan perjalanan ke tempat-tempat eksotis, sedang kelompok ke dua, lebih suka tempat yang telah dikenal dan ingin merasa selamat/aman, dan lebih hemat.(Fridgen, 1990 dalam Myra P. Gunawan, 1995:12)

Secara umum wisatawan dibedakan dalam 4 jenis, yaitu : (Auliana Poo,1993:40)

  • 1) . wisatawan terorganisir secara rombongan (the organized mass tourists), yaitujenis wisatawan yang seluruh aktivitasnya dikoordinir oleh biro perjalanan

  • 2) . wisatawan perseorangan (the individual tourists), jenis wisatawan yang hampir sama

dengan di atas, hanya saja dalam mengambil keputusan perjalanannya lebih mandiri.

  • 3) . wisatawan pengembara/avonturir (the drifter tourists), yaitu wisatawan yang meluluhkan dirinya dengan lingkungan setempat

  • 4) . wisatawan peneliti (the explorer tourists), yaitu wisatawan yang datang berkunjung dengan kepentingan utama untuk melakukan penelitian.

Berdasarkan uraian tersebut dan beberapa hasil penelitian yang berkaitan dengan model perencanaan kawasan wisata (sediaan/supply), beberapa ciri karakteristik para wisatawan (permintaan/demand), seperti terurai dalam Tabel Ciri dan Karakterisitik Wisatawan sebagai berikut.

put), pengaruh atau tekanan terhadap lingkungan dapat diminimalkan. Juga termasuk tingkat apresiasinya terhadap lingkungan, dimana respons wisatawan itu akan dipengaruhi oleh interpretasinya terhadap lingkungan di sekitarnya.Dengan demikian, lingkungan fisik yang direncanakan dan tata cara pengelolaan sedemikian rupa, dapat mendorong wisatawan untuk melakukan atau tidak melakukan hal-hal yang merugikan lingkungannya.(Fisher & Krutilla, dalam Myra P. Gunawan, 1995:17)

Pada dasarnya kegiatan pariwisata akan selalu mengaitkan 3 aspek, yaitu : 1) pengunjung/wisatawan, 2) daerah tujuan wisata/ruang selaku tempat berlangsungnya kegiatan serta , 3) masyarakat termasuk didalamnya aspirasi dan arahan

Tabel Ciri dan Kararkteristik Wisatawan

Jenis

Jumlah

Adaptasi

Karakteristik (permintaan)

Karakteristik (sediaan)

Avonturir

Explorer

Termasuk didalamnya;

- Off beat

-Unusual

Jumlah terbatas

Jumlah sedang

Jumlah lebih banyak

Umumnya bisa beradaptasi dengan norma setempat, secara keseluruhan

Wisatawan mandiri

Orientasi allocentric     dan

psychocentric

Minat khusus/petualang dengan      resiko

lunak dan ingin tetap merasa aman dan nyaman

Skala kecil

Kawasan wisata gaya penduduk asli

Dimiliki/dikendalikan masyarakat setempat

Lebih bergantung pada budaya dan lingkungan asli

Meskipun karakter wisatawan-wisatawan ini cenderung datang perorangan, tetapi dalam jumlah banyak tentu akan besar pengaruhnya. Juga dapat diungkapkan bahwa, jumlah explorer cenderung terbatas, kedatangannya tidak berpengaruh bagi norma lokal. Dalam kenyataannya, justru jenis perorangan ini sering memicu pertumbuhan sektor informal, karena mudah serta bisa beradaptasi dengan perikehidupan masyarakat setempat..(Velene L. Smith,1989:2)

Dengan mempertimbangkan karakteristik yang menggambarkan pola perilaku serta pola permintaan wisatawan akan menjadi masukan (in put) untuk mengetahui bentuk hubungan antara wisatawan dengan lingkungan fisik/kawasan wisatanya (out

kebijaksanaan (unsur pemerintah). Keterkaitan di antaranya tidakjarang menimbulkan permasalahan-permasalahan serta tekanan-tekanan yang langsung maupun tidak, berpengaruh atau memberi dampak terhadap lingkungan (LH dan SDA) kawasannya (selaku tempat/ruang berlangsungnya kegiatan wisata).

Interaksi antara pariwisata dan sumberdaya (LH dan SDA) dapat terjadi dalam 2 hal yang kontradiktif, yaitu :

  • 1)    pariwisata sebagai penyebab kerusakan lingkungan alam karena kunjungan wisatawan dapat menyebabkan penguranganjumlah spesies, erosi, polusi, kontaminasi dan penurunan kualitas landskap visual dan lain-lain

  • 2)    pariwisata dapat menyelamatkan lingkungan bila berhasil mendorong minat dan perhatian masyarakat lokal dan penguasa setempat untuk dapat melestarikan nilai-nilai lingkungannya, sehingga dapat memberi manfaat bagi mereka.

Tekanan terhadap lingkungan dapat terjadi, karena pada dasarnya lingkungan alam mempunyai “batas ambang” untuk menampung pengunjung tanpa menimbulkan dampak negatif. Bila batas terlampaui, maka akan terjadi penurunan kualitas lingkungan yang akan mengurangi pengalaman wisata bagi pengunjung. Selain itu kemungkinan terjadinya pengembangan lingkungan binaan yang merambah lokasi-lokasi yang rawan lingkungan, maka cenderung akan menimbulkan kerusakan-kerusakan fisik dan ekologis.

Dengan adanya tekanan terhadap lingkungan tersebut, memunculkan konsep ‘daya dukung’ (carrying capacity) lingkungan. Secara umum carrying capacity didefinisikan sebagaijumlah unit penggunaan dalam suatu periode penggunaan yang dapat disediakan oleh suatu tempat, tanpa menimbulkan kerusakan biologis dan fisik permanen dari tempat tersebut dalam menyokong rekreasi, serta ‘tidak merusak kualitas pengalaman rekreasi pengunjungnya’ (Lawson & Baud-Bovy,1977). Daya dukung adalah suatu referensi terhadap batas paling atas dari pengunjung-pengunjung potensial dalam subsistem yang atraksi wisatanya berdasar pada sumber daya (resource based). Namun demikian, kuantifikasi daya dukung ini seringkali sukar dilakukan dan tidak jarang ukuran-ukuran lebih diorientasikan pada tingkat kenyamanan pengunjung serta keamanan lingkungan. Dalam kerangka ekologis, konsep daya dukung didefinisikan sebagai jumlah maksimum pengunjung yang dapat diakomodasi oleh suatu objek tertentu dalam kondisi tekanan maksimum. Dalam kerangka ekonomis, daya dukung adalahjumlah maksimum pengunjung yang dapat ditampung pada tingkat pengalaman yang konstan. Jadi esensi dari konsep ini lebih kepada pembatasanjumlah dan intensitas pemanfaatan lahan, pengaturan spasial dan temporal serta tingkat pengembangannya, kemudian pengendalian prilaku, terakhir pengembangan persepsi tentang kualitas lingkungan itu sendiri. (ForumPestaBumi, 1993:3-4)

Oleh karena itu strategi pengelolaan dan perencanaan fisik lingkungan bagi pembangunan pariwisata diperlukan untuk mencegah atau

mengurangi sekaligus mengendalikan dampak negatifnya yang besar terhadap lingkungan. Pada saat yang sama dampak postif lebih didayagunakan dalam rangka memberi nilai tambah pada keberlanjutan kegiatan pariwisata. Pendekatan-pendekatan perencanaan yang bersifat fungsional (top down) perlu disenergikan dengan pendekatan kemampuan daya struktural (bottom up).

  • B.    Strategi Perencanaan dan Pembangunan Pariwisata Berkelanjutan serta Berwawasan Lingkungan

Isu utama bagi penyusun kebijakan dalam perencanaan wisata (alam) dimasa mendatang ialah mengenai cara terbaik untuk menyeimbangkan pengembangan pariwisata dengan sumberdaya alam guna pembangunan ekonomi lokal dan nasional. Seperti telah dipahami kondisi faktualnya, pertumbuhan ekonomi pada subsektor pariwisata masih dan atau tetap diperlukan pembangunan nasional sekaligus diharapkan mewujudkan pemerataan hasil di tingkat lokal/daerah. Di sisi lain berbagai dampak negatif terhadap lingkungan akibat pembangunan sektor kepariwisataan masih banyak terjadi. Pertanyaannya kemudian, upaya strategis yang bagaimana perlu untuk direncanakan guna mencegah/melunakkan kemungkinan dampak yang akan terjadi, apabila pengembangan wisata berbasis sumberdaya alam merupakan realitas kecenderungan yang tidak terbendung.

Pendekatan yang proporsional dengan memberikan ‘peranserta’ pada masyarakat untuk berperan aktif dalam pembangunan tersebut, yang dijiwai semangat kekeluargaan, serta didukung oleh stabilitas Hankam yang mantap dan dinamis melalui strategi perencanaan dan pembangunan pariwisata yang berkelanjutan dan berwawasan lingkungan (PBBL), dengan fokus perhatian lebih kepada kelestarian lingkungan. Sebab dari beberapa kasus, dampak negatif lingkungan yang terjadi selama ini didasari oleh belum terpadunya ‘matra ekonomi’ dengan ‘matra ekologi’ dalam proses pengambilan keputusan perencanaan dan pengembangannya..

Dalam perencanaannya, strategi PBBL memiliki dua cara pendekatan yang bertitik tolak dari sudut pandang yang berbeda, yaitu ‘fungsionalisme’ dan ‘strukturalisme’(R.E. Soeriatmadja, 1996:37). Pendekatan fungsionalisme beranggapan bahwa semua unsur yang terlibat akan membentuk suatu sistem yang dapat diarahkan menuju ke suatu pola

normatif tertentu, dan semuanya diasumsikan dapat berjalan lancar serta teratur sesuai peranan fUngsional yang diharapkan (tcp down). Pendekatan ini sering didukung oleh pendekatan strukturalisme yang menekankan pada peninjauan struktur kemampuan daya setiap unsur yang memiliki karakteristik tersendiri, sehingga kararkteristik setiap unsur menjadi pertimbangan utama dalam perencanaannya. Langkah ini sering disebut partisipatori (bottom up).

Berdasarkan uraian tersebut, suatu model strategis pengembangan/pembangunan pariwisata (matra ekonomi), keterpaduannya dengan upaya perencanaan wisata berbasis sumberdaya alam (matra ekologi), dapat digambarkan dengan meminjam model hubungan antara manusia sebagai individu, masyarakat serta lingkungannya, seperti dalam hubungan berikut ini.

Diagram Model Hubungan Manusia dengan Lingkungannya

Diagaram tersebut menjelaskan;

  • 1)    manusia akan memanfaatkan pembangunan pariwisata untuk meningkatkan kehidupannya. Oleh karena itu individu-individu inijuga harus diberitahu dan dilatih atau dibuka wawasannya untuk dapat memanfaatkan peluang-peluang yang ada ;

  • 2)    masyarakat sebagai suatu lingkungan sosial dimana individu tersebut berada akan merupakan kelompok pengendali. Kendali sosial (social control) akan muncul karena adanya kepentingan bersama untuk mencapai kehidupan yang lebih baik melalui pengembangan kepariwisataan. Kendali sosial ini seringkali akan lebih efektif daripada perangkat aturan formal yang diciptakan pihak luar mayarakat setempat.

Agar dapat keberlanjutan, wisata alam dipandang perlu untuk direncanakan pendekatan-pendekatan strategis, melalui rancangan penulusuran yang dapat meminimalisir dampak-dampak lingkungan, baik geofisik ekosistemnya maupun lingkungan sosialnya. Secara diagramatis pola pendekatan, seperti berikut.

  • a.    Strategi pendekatan perencanaan wisata alam yang berkelanjutan dan berwawasan lingkungan dalam rangka penanggulangan dampak lingkungan geofisik dan ekosistemnya, seperti sajian berikut.

Diagram Strategi dan Perencanaan Pembangunan Pariwisata Berkelanjutan serta Berwawasan

Lingkungan (PBBL)

  • b.    Staregi pendekatan perencanaan wisata alam yang berkelanjutan dan berwawasan lingkungan dalam rangka penanggulangan dampak lingkungan sosial.

Kerangkanya diarahkan dalam skala tingkatan

Diagram Kerangka Tingkatan Daya Tanggap Masyarakat

Aktif


Kemungkinan perubahan


Pasif


(+) ▲

Sikap/

Perilaku


Mendukung;

Bersemangat meningkatkan pariwisata

Mendukung;

Tidak bergairah meningkatkan pariwisata

Tidak Mendukung;


Tidak Mendukung;

Bersemangat menentang pariwisata

Diam, namun menentang pariwisata


daya tanggap yang dapat berupa :(1), Bersemangat mendukung pariwisata (Euphoria); (2), Apatis; dan (3), Menentang (Antagonistik).

Secara mendasar, perencanaan pariwisata alam diarahkan sebagai upaya pengembangan produk wisata yang dijabarkan dalam komponen sarana dan prasarana fisik/ruang, serta disusun dengan mempertimbangkan hal-hal : pemanfaatan sumberdaya alam; penanganan dampak lingkungan; pertimbangan ekonomis tata ruang; organisasi dan struktur tata ruang; sistem transportasi dan media pelayanan, dan manajemen pelaksanaan program. Pengertian akan produk wisata disini adalah the total experience yang dialami wisatawan, serta mencakup baik unsur-unsur alamiah maupun buatan manusia(budaya). Karena itu pengertian pariwisata (khususnya wisata alam), ditekankan pada jenis wisata dimana unsur-unsur alamiah mendominasi the total experience’ tadi. Dengan demikian perencanaan lingkungan wisata alam akan mencakup usaha-usaha : (1) menghindari dampak yang merugikan, (2) dimanfaatkan untuk pariwisata namun tetap diarahkan pada kegiatan yang dapat melindungi lingkungan yang menarik atau mempunyai fungsi strategis, (3) mengatur agar tekanan terhadap lingkungan tidak terlampaui daya dukung alamiahnya, (4) menciptakan atau menonjolkan daya tarik alamiah, (5) menjadikan tempat-tempat yang unik menjadi fokus perhatian wisatawan dan, (6) memberikan total experience yang mengesankan bagi wisatawan, termasuk didalamnya dalam usaha

penyediaan sarana dan prasarana yang memadai/ tidak berlebihan. (M.Karyoedi, dalam Forum Pesta Bumi, 1993:51)

Wisatawan yang memilih wisata alam, seyogyanya menyadari bahwa unsur utama yang akan dinikmati adalah, suasana ‘alam’ yang ‘alamiah’, bukan man made amenities.

Terdapat 8 (delapan) prinsip yang perlu diperhatikan : (1) sumber daya yang unik, yang menjadi daya tarik utama harus mendapat perlindungan, (2) fasilitas dan atau sarana diletakkan padajarak yang cukup dari lokasi-lokasi yang sensitif dari daya tarik utama, (3) prasarana dibuat seperlunya untuk memberikan akses, tetapi tidak untuk memberi peluang timbulnya lalu lintas yang mengganggu kegiatan di tempat strategis, (4) prasarana pejalan kaki menuju tempat-tempat yang peka lingkungan ataujalur untuk kendaraan-kendaraan tak bermotor, (5), lokasi-lokasi dimana ada perubahan lansekap (perbatasan antara pemanfaatan lahan yang berbeda) yang dapat menjadi daya tarik, agar tidak tertutup oleh bangunan, (6) perlu diciptakan daya tarik di kawasan ‘luar’/pinggiran, untuk mengurangi beban kawasan peka, (7) kawasan-kawasan pertanian, peternakan atau lainnya yang merupakan bagian lingkungan asli hendaknya tidak digusur habis untuk mempertahankan citra aslinya, (8) Perlindungan lansekap alamiah dari komponen-komponen pengganggu.(Myra PGunawan, 1995).

3. Simpulan

Perkembangan dunia kepariwisataan dewasa ini berlangsung dengan cepat dan terus menyebar ke tempat-tempat yang belum terjamah. Muncul kegiatan pariwisata massal dan perubahan radikal industri parwisata, bahwa pariwisata massal telah membuka jalan untuk berkembangnya ‘pariwisata baru’. Perubahan yang terjadi lebih berasal dari karakteristik wisatawan. Dalam perkembangan ‘baru’ tersebut terungkap istilah bentuk pariwisata pilihan, yaitu wisata alam (nature-based tourism). Sebagai objek wisata alam, kelestarian lingkungan merupakan daya tarik utama. Kerusakan lingkungan alam akan menyebabkan penurunan daya tarik dan perubahan citra objek.

Meski dipandang sebagai gejala ’matra ekonomi’, pariwisatajuga dapat dipandang sebagai gejala sosiokultural, karena pariwisata merupakan fenomena interaksi lintas budaya. Interaksi yang bersifat akumulatif dan intensif antara wisatawan dengan masyarakat setempat dapat menjadi

keberuntungan atau malapetaka (’matra angerah dan beban’). Secara menyeluruh, dengan perkembangannya yang sangat cepat dan cenderung radikal, boleh jadi dampak lingkungan hidup dan sumberdaya alam (LH & SDA) dari pengembangan pariwisata akan lebih besar dibandingkan dampak dari industri-industri lain. Sehubungan dengan itu pemahaman mengenai dampak potensial dari lingkungan (’matra ekologi’) menjadi penting dalam rangka melakukan perencanaan dan pengelolaan. Pendekatan yang proporsional yaitu mesinergikan matra ekonomi dan ekologi dengan memberikan peranserta bagi masyarakat agar aktif dan bersikap ‘mendukung serta bersemangat meningkatkan pariwisata’, melalui strategi perencanaan dan pembangunan pariwisata yang berkelanjutan dan berwawasan lingkungan (PBBL), dengan fokus perhatian lebih kepada kelestarian lingkungan.

Daftar Pustaka

ForumPestaBumi. 1993. Pengembangan WisataAlam. P2PAR-LP. ITB, Bandung.

Gunawan, Myra Ped. 1997. Perencanaan Pariwisata Berkelanjutan. P2PAR-LP. ITB, Bandung.

,,. 1995. Pengukuran Daya Dukung dan Pengeliolaan Obyek Wisata Alam, Kasus Studi Tangkuban Perahu dan Ciater P2PAR-LP. ITB, Bandung.

Lawson, F and Boud-Bovy M. 1977. Tourism and Recreation Development, A Handbook of Physical Planning. Architectural Press, London.

Mathieson, Alison and Geogreffy Wall. 1982. Tourism; Economic, Physical and Social Impact. Longman Group, Harlow-England.

Poo, Auliana. 1993. Tourism, Technology and Competitive Strategies, CAB International-WTO; Tourismto The Year 2000. WTO, Madrid.

Smith, Valene L, ed. 1989. Host and Guests, The Antropology of Tourism. University of Pensylvania Press, Philadelphia.

Soeriaatmadja, RE. 1993. Pengembangan Kepariwisataan dalam Pembangunan Berkelanjutan dan Berwawasan Lingkungan di Indonesia. Jurusan Biologi, FMIPA-ITB, Bandung.

,,. 1996. Diktat Kursus AMDAL. Institut Teknologi Bandung, Bandung.

128