PEMANFAATAN NEMATODA PATOGEN Steinernema spp. Isolat Malang Dan Nusa Tenggara Barat DALAM PENGENDALIAN Spodoptera litura L. YANG RAMAH LINGKUNGAN
on
PEMANFAATAN NEMATODA PATOGEN Steinernema spp. Isolat Malang Dan Nusa Tenggara Barat DALAM PENGENDALIAN Spodoptera litura L. YANG RAMAH LINGKUNGAN
Heri Prabowo1) *
-
1) Balai Penelitian Tanaman Pemanis dan Serat Jl. Raya Karangploso Kotak Pos 199, Malang, Jawa Timur *email: heri_prabowo@yahoo.com
Abstract
Research was conducted at Laboratory of Insect Pathology, Indonesian Tobacco and Fiber Crops Research Institute, Malang. Research was conducted from July-August 2009. Isolates of Steinernema spp. used is a collection of Insect Pathology Laboratory. Research arranged in a Completely Randomized Design (CRD) with repeated 4 times. The research was conducted by using 4 concentrations of 0, 100, 200, and 300 IJ / ml. Each concentration was tested on 25 insects. Observation of dead insects after 24 to 96 hours after infestation. Parameter larval weight was observed 96 hours after treatment. Steinernema spp. West Nusa Tenggara and Malang isolates capable of causing mortality S.litura instar two ranges 4-78% for 96 hours after treatment. With the increasing concentration of Steinernema spp. given will increase the mortality of S. litura. Provision of Steinernema spp. at various concentrations capable inhibit the weight of larvae. Steinernema spp. has potential to be developed as bioinsecticide.
Key words: Steinernema spp, mortality, weight, Spodoptera litura.
Spodoptera litura termasuk dalam famili Noctuidae dan merupakan hama polifag yang memiliki kisaran inang tanaman yang luas, lebih dari 112 tanaman pertanian yang terdiri dari 44 famili (Moussa et al., 1960). Di Indonesia biasanya hama ini ditemui pada tanaman padi, jagung, kedelai, tembakau, cabai, terung, kapas, kubis, sawi, bawang merah, dan sayuran lain. Hama ini biasanya keluar pada malam hari dan bersembunyi pada waktu siang hari. S. litura biasanya melakukan penyerangan secara berkelompok (Pracaya, 2008). Telur kebanyakan diletakkan secara berkelompok, satu kelompok dapat berisi 25"500 butir. Peletakkan telur secara berkelompok ini menyebabkan larva yang baru menetas juga berkelompok dan segera menyebar jika sudah mencapai instar ketiga (Sudarmo, 1991). Larva instar 1"2 masih bergerombol dan memakan lapisan epidermis daun jarak, sehingga daun menjadi kering, sedangkan larva instar 3"5 sudah terpencar dan memakan semua bagian daun kecuali tulang daun (Sujak dan Sunarto, 2001). Saat berumur lebih kurang 2 minggu panjang ulat lebih kurang 5 cm. Warnanya bermacam-macam. Ciri khas dari ulat ini adalah pada
ruas perut yang keempat dan kesepuluh terdapat bentuk bulan sabit berwarna hitam yang dibatasi garis kuning pada samping dan punggungnya. Setelah cukup dewasa, yaitu lebih kurang berumur 2 minggu, ulat mulai berkepompong di dalam tanah. Pupanya dibungkus dengan tanah. Setelah menjadi ngenggat, hama ini biasanya terbang sejauh 5 km pada malam hari. Umur ngenggat pendek. (Pracaya, 2008).
Pengendalian S. litura masih banyak menggunakan insektisida kimia terutama insektisida kimia dari golongan methyl parathion, chlorpyriphos, phosalone, endosulfan, deltamethrin dan alphamethrin (Ramegowda, 2003). Pengendalian hama harus lebih mengutamakan pengendalian hayati dan penggunaan insektisida kimia harus diminimalkan karena penggunaan insektisida kimia dapat menimbulkan dampak negatif seperti menyebabkan kematian pada musuh alami, pencemaran lingkungan, menimbulkan keracunan pada manusia dan menimbulkan ledakan hama (Jacas et al. 2010). Dengan berbagai dampak negatif yang ditimbulkan insektisida kimia maka terbuka peluang untuk mengembangkan pengendalian hama yang ramah
lingkungan (Devlin dan Zettel, 1999). Oleh karena itu diperlukan pengembangan alternatif pengendalian S. litura yang efisien dan aman dengan menggunakan biopestisida seperti Steinernema spp.
Lebih dari sepuluh tahun, nematoda patogen serangga dari famili Steinernematidae telah banyak digunakan sebagai agensia hayati pengendali hama. Salah satu nematoda dari famili Steinernematidae yang sering digunakan sebagai agensia hayati adalah Steinernema. Nematoda patogen serangga banyak dijumpai secara alami di tanah dengan membawa bakteri simbionnya dan merupakan patogen yang dapat menyebabkan kematian pada berbagai serangga hama (Griffin et al. 2005). Penggunaan Steinernema spp. sebagai agensia hayati berkembang pesat di berbagai belahan dunia, karena keunggulan yang dimiliki, antara lain tidak menyebabkan pencemaran lingkungan (Shahina and Tabasum, 2010)., mudah diproduksi massal (Georgis et al. 2006), toleran terhadap berbagai macam pestisida (Koppenhöfer et al. 2000), bersifat aktif mencari serangga sasaran (Campbell and Lewis 2002), dan dapat diaplikasikan dengan alat semprot standar yang umum digunakan untuk pestisida kimia (Wright et al., 2005). Steinernema memiliki 3 macam stadium yaitu telur, larva (juvenil) dan dewasa. Stadium larva (juvenil) memiliki empat stadium yaitu juvenil stadium I (J I), juvenil stadium II, juvenil stadium III, dan juvenil stadium IV. Pergantian stadium ditandai dengan terjadinya pergantian kulit (Adams et al., 2002). Juvenil stadium III merupakan stadium infektif. Stadium infektif (juvenil III) merupakan stadium yang hidup bebas diluar inang tempat awal JI dihasilkan, tahan terhadap lingkungan yang buruk, dan stadium yang mampu menginfeksi inang baru (Lewis et al., 2006).
Stadium infektif (J III) Steinernema masuk ke dalam tubuh serangga melalui integumen, spirakel, anus, dan mulut (Grewal dan Georgis, 1999). Salah satu kunci keberhasilan infeksi nematoda ke dalam inangnya adalah dengan berhasilnya dilepaskannya bakteri simbion ke dalam tubuh inangnya. Setelah dilepaskannya bakteri simbion ke dalam tubuh inang maka bakteri simbion akan menyebabkan inang mengalami septisemia dan kemudian akan mati. Akan tetapi tidak semua nematoda yang telah masuk kedalam tubuh inangnya mampu menyebabkan kematian karena serangga inang memiliki mekanisme perlindungan diri dengan cara proses enkapsulasi
nematoda. Adanya proses enkapsulasi ini menyebabkan nematoda mati dan tidak dapat menginfeksi inangnya (Dowds and Peter, 2002).
Penggunaan Steinernema spp. untuk pengendalian Spodoptera litura yang ramah lingkungan memiliki potensi yang sangat baik. Akan tetapi penelitian mengenai penggunaan Steinernema spp. terumatama isolat Nusa Tenggara Barat dan Malang untuk pengendalian Spodoptera litura belum banyak dilakukan. Oleh karena itu diperlukan penelitian tentang patogenisitas Steinernema spp. terhadap Spodoptera litura terutama isolat dari daerah Nusa Tenggara Barat dan Malang.
Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Patologi Serangga, Balai Penelitian Tanaman Tembakau dan Serat, Malang. Penelitian dilaksanakan dari bulan Juli-Agustus 2009. Isolat Steinernema spp. yang digunakan merupakan koleksi Laboratorium Patologi Serangga yang di isolasi dari berbagai tempat seperti Nusa Tenggara Barat dan Malang. Setiap satu bulan isolat Steinernema spp. dikembangkan secara in vivo dengan menggunakan Tenebrio molitor.
Bahan yang digunakan pada percobaan ini adalah S. litura instar dua, nematoda Steinernema spp. isolat Nusa Tenggara Barat dan Malang. Serangga uji diperoleh dari pembiakan massal dengan pakan alami berupa daun jarak kepyar. Pembiakan masal nematoda Steinernema spp. dilakukan secara in vivo dengan menggunakan Tenebrio molitor. Penelitian menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL). Penelitian dilakukan dengan menggunakan 4 macam perlakuan yakni 0, 100, 200, dan 300 JI/ml; masing-masing konsentrasi diujikan pada 25 ekor serangga. Ulangan yang digunakan adalah 4 kali. Pengamatan jumlah serangga yang mati dilakukan setelah 24 sampai 96 jam setelah infestasi. Besarnya LC50 ditetukan berdasarkan analisis probit menggunakan sofware Minitab 14. Setelah 96 jam setelah infestasi dilakukan penimbangan berat larva, kemudian data di analisis menggunakan Anava bila terdapat beda nyata maka dilakukan uji jarak Duncan‘s Mutiple Range Test (DMRT) 5%. Analisis menggunakan sofware SAS 9.1.
-
3. Hasil dan Pembahasan
-
3.1 Mortalitas S. litura akibat infeksi Steinernema
-
spp.
Pada Tabel 1 menunjukkan bahwa pemberian Steinernema spp. isolat Nusa Tenggara Barat dan Malang pada konsentrasi 100, 200, dan 300 JI/ml menyebabkan mortalitas dan berbeda nyata dengan kontrol. Dengan semakin banyak JI yang diberikan dan semakin lama infestasi serangga menyebabkan peningkatan mortalitas larva. Karena dengan semakin banyak JI dan lama waktu infestasi menyebabkan semakin tinggi peluang JI untuk menginfeksi larva. Steinernema spp. isolat Nusa Tenggara Barat dan Malang mampu menyebabkan mortalitas S.litura instar dua berkisar antara 4"78% selama 96 jam setelah perlakuan. Pada 48 jam setelah infestasi JI mampu menginfeksi larva berkisar antara 12"60%. Pada 48 jam setelah infestasi, Steinernema spp. belum mampu menyebabkan kematian larva lebih
dari 60%. Daya tahan larva untuk mencegah infeksi Steinernema spp. masih cukup baik sehingga larva belum banyak yang mati. Pada 96 jam setelah infestasi mortalitas larva berkisar antara 36"78%. Steinernema spp. telah mampu menyebabkan kematian larva lebih dari 60%. Pada 96 jam setelah infestasi, Steinernema spp. telah mampu melepaskan bakteri simbion Xenorhabdus spp. sehingga larva teracuni dan mati. Pada waktu ini, daya tahan serangga terhadap infeksi JI rendah sehingga mortalitas larva lebih dari 60%. Menurut Uhan dan Sastrosiswojo (2001) semakin lama waktu kontak antara Steinernema carpocapsae dan inang maka semakin besar kemungkinan S. carpocapsae untuk menginfeksi inang sehingga mengakibatkan terjadinya peningkatan mortalitas larva. Oleh karena itu dengan semakin lama waktu perlakuan maka akan semakin besar persentase kematian S. litura.
Pada Tabel 2 terlihat bahwa pada 96 jam setelah perlakuan konsentrasi Steinernema spp isolat NTB
Tabel 1. Pengaruh konsentrasi Steinernema spp. terhadap kematian Spodoptera litura pada periode waktu berbeda (%).
Isolat |
Konsentrasi JI/ml |
24 jam |
% Mortalitas | ||
48 jam |
72 jam |
96 jam | |||
Nusa Tenggara Barat 30 (NTB 30) |
300 |
24e |
32g |
48f |
72b |
200 |
12h |
20i |
36h |
56f | |
100 |
8i |
12j |
28i |
36j | |
Nusa Tenggara Barat 31 (NTB 31) |
300 |
20f |
48c |
60b |
68c |
200 |
12h |
32g |
52e |
60e | |
100 |
4j |
28h |
44g |
48h | |
Nusa Tenggara Barat 32 (NTB 32) |
300 |
32c |
60a |
64a |
76a |
200 |
24e |
52b |
56c |
64d | |
100 |
20f |
48c |
52e |
56f | |
Malang 1 (ML1) |
300 |
16g |
52b |
60b |
64d |
200 |
8i |
36f |
48f |
56f | |
100 |
4j |
28h |
44g |
48h | |
Malang 2 (ML2) |
300 |
44a |
52b |
64a |
68c |
200 |
36b |
44d |
58d |
60e | |
100 |
28d |
40e |
48f |
52g | |
Malang 3 (ML3) |
300 |
24e |
32g |
58d |
60e |
200 |
20f |
28h |
36h |
44i | |
100 |
8i |
12j |
28i |
36j | |
KONTROL |
0 |
0k |
0k |
0j |
0k |
* Angka yang diikuti huruf yang sama dalam kolom yang sama tidak berbeda nyata menurut uji Duncan 5%.
Tabel 2. Estimasi Lethal concentration (LC) Steinernema spp. Isolat Malang Dan Nusa Tenggara Barat Terhadap Spodoptera litura
Isolat |
Persentase Kematian Larva (%) |
Lethal Concentration (JI/ml) | |||
24 jam setelah Perlakuan |
48 jam setelah Perlakuan |
72 jam setelah Perlakuan |
96 jam setelah Perlakuan | ||
Nusa Tenggara Barat 30 |
95% |
959,51 |
896,34 |
939,25 |
522,37 |
(NTB 30) |
50% |
503,75 |
433,237 |
323,743 |
173,30 |
25% |
314,49 |
240,93 |
68,16 |
56,70 | |
Nusa Tenggara Barat 31 |
95% |
865,94 |
946,11 |
988,50 |
747,52 |
(NTB 31) |
50% |
487,36 |
336,07 |
174,85 |
113,73 |
25% |
330,16 |
82,75 |
75,41 |
69,24 | |
Nusa Tenggara Barat 32 |
95% |
1428,75 |
1229,59 |
1148,60 |
650,04 |
(NTB 32) |
50% |
556,35 |
144,362 |
172,51 |
145,15 |
25% |
194,09 |
81,54 |
78,7896 |
53,22 | |
Malang 1 (ML1) |
95% |
991,455 |
809,86 |
1006,02 |
930,25 |
50% |
561,694 |
293,43 |
191,55 |
125,064 | |
25% |
383.23 |
128,78 |
66,10 |
48,14 | |
Malang 2 (ML2) |
95% |
1131,04 |
1360,26 |
920,45 |
864,98 |
50% |
368,72 |
277,73 |
240,63 |
198,23 | |
25% |
125,69 |
110,99 |
96,84 |
76,83 | |
Malang 3 (ML3) |
95% |
998,08 |
908,33 |
678,16 |
665,69 |
50% |
497,05 |
418,45 |
262,61 |
228.07 | |
25% |
289,01 |
215,04 |
130,13 |
56,91 |
Tabel 3. Estimasi Lethal time (LT) Steinernema spp. Isolat Malang Dan Nusa Tenggara Barat Terhadap Spodoptera litura
Isolat |
Lethal Time |
Konsentrasi (JI/ml) | ||
100 |
200 |
300 | ||
Nusa Tenggara Barat 30 (NTB 30) |
LT95 (hari) |
11 |
9 |
7 |
LT50 (hari) |
5 |
5 |
3 | |
LT25(hari) |
3 |
3 |
2 | |
Nusa Tenggara Barat 31 (NTB 31) |
LT95 (hari) |
7 |
7 |
7 |
LT50 (hari) |
4 |
3 |
3 | |
LT25(hari) |
2 |
2 |
1 | |
Nusa Tenggara Barat 32 (NTB 32) |
LT95 (hari) |
9 |
8 |
6 |
LT50 (hari) |
3 |
3 |
2 | |
LT25(hari) |
1 |
1 |
1 | |
Malang 1 (ML1) |
LT95 (hari) |
7 |
7 |
7 |
LT50 (hari) |
4 |
3 |
3 | |
LT25(hari) |
2 |
2 |
1 | |
Malang 2 (ML2) |
LT95 (hari) |
11 |
10 |
9 |
LT50 (hari) |
3 |
3 |
2 | |
LT25(hari) |
2 |
1 |
1 | |
Malang 3 (ML3) |
LT95 (hari) |
12 |
9 |
8 |
LT50 (hari) |
5 |
5 |
3 | |
LT25(hari) |
3 |
2 |
1 |
30, NTB 31, NTB 32, ML 1, ML 2, dan ML 3 yang dibutuhkan untuk menyebabkan mortalitas S. litura 25, 50, dan 95% berturut-turut sebesar 56,70; 173,30; 522,37; 69,24; 113,73; 747,52; 53,22; 145,15; 650,04; 48,14; 125,06; 930,25; 76,83; 198,23; 864,98; 56,91; 228,07; dan 665,69 JI/ml. Dengan semakin lamanya waktu perlakuan maka konsentrasi Steinernema spp. yang dibutuhkan untuk membunuh larva akan semakin sedikit. Karena dengan semakin lamanya waktu perlakuan maka racun Xenorhabdus spp sudah dapat bekerja dengan baik sehingga dapat menyebabkan kematian larva. Semakin tinggi mortalitas larva maka konsentrasi JI yang dibutuhkan akan semakin banyak. Karena untuk dapat meningkatkan kematian larva maka racun Xenorhabdus spp. yang dibutuhkan untuk membunuh larva akan semakin banyak. Menurut Grewal dan Georgis (1999), Steinernema spp. Bersimbiosis dengan bakteri simbion Xenorhabdus spp. Nematoda membawa bakteri simbion mencapai haemocoel, ketika sudah mencapai haemocoel maka bakteri simbionnya akan dilepaskan. Dengan
dilepaskannya bakteri simbion, maka serangga akan terbunuh akibat septisemia
Pada Tabel 3, terlihat bahwa dengan konsentrasi 300 JI/ml pada Steinernema spp isolat NTB 30, NTB 31, NTB 32, ML 1, ML 2, dan ML 3, waktu yang dibutuhkan untuk membunuh larva S. litura LT25, 50, 95 (hari) berturut-turut sebesar 2; 3; 7; 1; 3; 7; 1; 2;, 6;, 1; 3; 7; 1; 2; 9; 1; 3; dan 8. Semakin tinggi persentase kematian larva maka akan semakin lama waktu yang dibutuhkan untuk membunuh larva. Hal ini dikarenakan reaksi racun Xenorhabdus spp. dalam tubuh serangga bekerja sangat lambat sehingga waktu yang dibutuhkan akan semakin lama. Menurut Subagiya (2005), waktu yang dibutuhkan Steinernema spp untuk mematikan ulat C. binotalis, S. litura, dan P. xylostella; berturut-turut adalah 50,70; 51,60; dan 119,90 jam. Jika dibandingkan dengan ketiga ulat tersebut maka waktu yang dibutuhkan Steinernema spp. Isolat Malang dan Nusa Tenggara Barat untuk membunuh S. litura membutuhkan waktu yang lebih lama.
Tabel 4. Pengaruh Steinernema spp. Isolat Malang Dan Nusa Tenggara Barat Terhadap Spodoptera litura pada 8 hari setelah perlakuan.
Isolat |
Konsentrasi (JI/ml) |
Berat larva pada 8 hari setelah perlakuan (gr) |
Nusa Tenggara Barat 30 (NTB 30) |
300 |
0.453l |
200 |
0.485f | |
100 |
0.476h | |
Nusa Tenggara Barat 31 (NTB 31) |
300 |
0.443n |
200 |
0.478g | |
100 |
0.492c | |
Nusa Tenggara Barat 32 (NTB 32) |
300 |
0.436o |
200 |
0.456k | |
100 |
0.489d | |
Malang 1 (ML1) |
300 |
0.448m |
200 |
0.465j | |
100 |
0.492c | |
Malang 2 (ML2) |
300 |
0.428p |
200 |
0.471i | |
100 |
0.485f | |
Malang 3 (ML3) |
300 |
0.448m |
200 |
0.487e | |
100 |
0.498b | |
KONTROL |
0 |
0.550a |
*Angka yang diikuti huruf yang sama dalam kolom yang sama tidak berbeda nyata menurut uji Duncan 5%
-
3.2 Pengaruh Steinernema spp. terhadap berat larva setelah delapan hari setelah perlakuan Tabel 4 menunjukkan bahwa pemberian Steinernema spp. isolat Nusa Tenggara Barat dan Malang pada konsentrasi 100, 200, dan 300 JI/ml menyebabkan berat larva S. litura pada 8 hari setelah perlakuan berbeda nyata dengan kontrol. Berat larva S. litura pada 8 hari setelah perlakuan lebih rendah dibandingkan kontrol. Adanya infeksi JI menyebabkan larva berkurang nafsu sehingga berat larva lebih rendah dibandingkan kontrol. Semakin banyak JI yang diberikan menyebabkan larva menjadi semakin berkurang nafsu makannya sehingga berat larva menjadi lebih rendah.
Berat larva delapan hari setelah perlakuan lebih rendah 0,052"0,122 gram dibandingkan dengan kontrol. Peningkatan konsentrasi JI berpengaruh terhadap berat larva. Dengan semakin meningkatnya pemberian JI menyebabkan berat larva semakin lebih rendah dibandingkan kontrol. Pemberian konsentrasi 100 JI/ml menyebabkan berat larva 0,058"0,074 gram lebih rendah daripada kontrol. Pemberian konsentrasi 200 JI/ml menyebabkan berat larva 0,65"0,102 gram lebih rendah daripada kontrol. Pemberian konsentrasi 300 JI/ml menyebabkan berat larva 0,097"0,114 gram lebih rendah daripada kontrol. Dengan adanya infeksi Steinernema spp. menyebabkan larva menjadi berkurang nafsu makan karena adanya gangguan
dari bakteri simbion yang dilepaskan Steinernema spp. didalam saluran makanan larva. Walaupun larva tidak mengalami kematian akan tetapi adanya infeksi Steinernema spp. telah mampu menyebabkan berkurangnya nafsu makan sehingga berat larva setelah delapan hari perlakuan lebih rendah dibandingkan kontrol.
Steinernema spp. isolat Nusa Tenggara Barat dan Malang mampu menyebabkan mortalitas S.litura instar dua berkisar antara 4"78% selama 96 jam setelah perlakuan. Dengan semakin meningkatnya konsentrasi Steinernema spp. yang diberikan akan meningkatkan kematian S. litura. Pemberian Steinernema spp. pada berbagai konsentrasi mampu menyebabkan berat larva S. litura lebih rendah dibandingkan dengan kontrol. Steinernema spp. memiliki potensi untuk dikembangkan sebagai bioinsektisida.
Perlu dilakukan penelitian lain tentang pengaruh pengaruh Steinernema spp. Isolat Malang Dan Nusa Tenggara Barat Terhadap Spodoptera litura di rumah kaca dan lapangan.
Daftar Pustaka
Adams, B.J. dan Nguyen, K.B. 2002. Taxonomy and Systematic dalam Gaugler, R. 2002. Entomopathogenic Nematology. Cabi Publishing.UK. Pp. 1"4.
Campbell, J.F., Lewis, E.E., 2002. Entomopathogenic nematode hostsearch strategies. In: Lewis, E.E., Campbell, J.F., Sukhdeo, M.V.K. (Eds.), The Behavioural Ecology of Parasites. CABI Publishing., Wallingford, UK, pp. 13–38
Dent, D. 1993. Insect Pest Management. CAB International. Oxon. Uk.
Devlin J.F. dan Zettel, T. 1999. Ecoagriculture : Initiatives in Eastern and Southern Africa. Weaver Press, Harare.
Dowds, B.C.A., and A. Peters, 2002. Virulence Mechanisms. In: Gaugler, R. (Ed.), Entomopathogenic Nematology. CABI Publishing, Wallingford, Oxfordshire, UK, pp. 265–287.
Lewis, E.E., Campbell, J., Griffin, C., Kaya, H. dan Peters, A. 2006. Behavioral Ecology of Entomopathogenic Nematodes. J. Biological Control, 38: 66"79.
Georgis, R., Koppenhofer, A.M., Lacey, L.A., Be´ lair, G., Duncan, L.W., Grewal, P.S., Samish, M., Tan, L., Torr, P., van Tol, R.W.H.M., 2006. Successes and failures in the use of parasitic nematodes for pest control. Biological Control 38, 103–123.
Grewal, P. dan Georgis, R. 1999. Entomopathogenic Nematodes. In: Hall, F.R dan Menn, J.J (Eds.) Methods in Biotechnology Vol.5: Use and Delivery. Humana Press, Inc. Totowa. New Jersey. P: 276.
Griffin, C.T., Boemare, N.E., Lewis, E.E., 2005. Biology and behaviour. In: Greval, P.S., Ehlers, R.-U., Shapiro-Ilan, D.I. (Eds.), Nematodes as Biocontrol Agents. CABI Publishing, pp. 47–64.
Hazir, S., Kaya, H.K., Stock, S.P. dan Keskun, N. 2003. Entomopathogenic Nematodes (Steinernematidae and Heterorhabditidae) for Biological Control of Soil Pests. Turk J. Biol., 27: 181"202.
Koppenhöfer, A.M., Brown, I.M., Gaugler, R., Grewal, P.S., Kaya, H.K., Klein, M.G., 2000. Synergism of entomopathogenic nematodes and imidacloprid against white grubs: greenhouse and Weld evaluation. Biol. Control 19, 245–251.
Jacas, J.A., F. Karamaouna, R. Vercher, and L. Zappala. 2010. Citrus Pest Management In Northern Mediterranean Basin (Spain, Italy, And Greece). In: A. Ciancio and K.G. Mukerji (Ed). Integrated Management of Artropod Pests and Insect Borne Diseases, Integrated Management of Plant Pests and Diseases 5.Spinger Science+Business Media B.V.. New York
Moussa, M.A., Zaher, M.A. dan Kotby, F. 1960. Abudance of Cotton Leaf Worm, Prodenia litura F. in relation to host plants and their effect on biology. Bull. Sosial Entomologi Egypte., (44): 241"251.
Peta, D. dan Rani, P.U. 2008. Biological potency of certain plant extracts in management of two lepidopteran pests of Ricinus communis L. J. of Biopesticides, 1 (2): 170"176.
Ramegowda, G.K., K. B. Goud, R. K. Patil, K. A. Kulkarni, I. G. Hiremath. 2004. Variability in Sensitivity of Spodoptera litura (F.) Populations Collected from Northern Karnataka on Groundnut to Insecticides. Karnataka J.Agric.Sci.,17(4):(821-824) 2004
Sujak dan Sunato, D.A. 2001. Inventarisasi serangga hama tanaman jarak dan musuh alaminya. MIP UPN Veteran Jawa Timur. X (23):27"32.
Subagiya. 2005. Pengendalian Hayati dengan Nematoda Entomogenus Steinernema carpocapsae (All) Strain Lokal terhadap Hama Crocidolomia binotalis Zell. di Tawangmangu. Agrosains 7(1): 34-39, 2005
Shahina, F. and K.A. Tabasum. 2010. Virulence of Steinernema pakistanense Against Different Insect Species In Laboratory Condition. Pak. J. Nematol., 28 (2): 279-284, 2010
Smart, G.C.Jr. 1995. Entomopathogenic Nematodas for the Biological Control of Insects. Supplement to the J. of Nematology, 27 (4S): 529"534.
Uhan, T.S. dan Sastrosiswojo, S. 2001. Bioefikasi Steinernema spp. terhadap Hama Spodoptera litura. Balai Penelitian Tanaman Sayuran. Lembang. 8 Hlm.
Wright, D.J., Peters, A., Schroer, S., Fife, J.P., 2005. Application technology. In: Grewal, P.S., Ehlers, R.-U., Shapiro-Ilan, D.I. (Eds.), Nematodes as Biocontrol Agents. CABI Publishing, pp. 91–106.
356
Discussion and feedback