EFEKTIFITAS BIOFILTER DENGAN MEDIA KONTAK BATU VULKANIK UNTUK MENGOLAH EFLUEN AIR LIMBAH DOMESTIK 1 PADA TANGKI SEPTIK KONVENSIONAL
on
Made Widiadnyana Wardiha, dkk. : Efektifitas Biofilter dengan Media Kontak Batu Vulkanik
EFEKTIFITAS BIOFILTER DENGAN MEDIA KONTAK BATU VULKANIK UNTUK MENGOLAH EFLUEN AIR LIMBAH DOMESTIK
PADA TANGKI SEPTIK KONVENSIONAL
Made Widiadnyana Wardiha1, Aris Prihandono
1Balai Litbang Permukiman Tradisional Wilayah Tengah, Kementerian Pekerjaan Umum 1Surat elektronik: [email protected]
Abstract
Biofilter septic tank is one of the domestic wastewater treatment technology uses contact media in processing wastewater. Contact media that can be used made from plastic or local material such as volcanic scoria. This research is an applied research in order to test the efectiveness of volcanic scoria as contact media. Location of this research is Badung Regency, Bali. Research conducted by built biofilter wastewater treatment unit at research location that have been selected by doing first step that is designing biofilter septic tank in accordance with the location and teoritically. Wastewater from conventional septic tank at research location flowed into biofilter tank and left in the certain time to grow the biofil which will process the wastewater. In certain time, wastewater quality was tested and counted the decrease percentage of wastewater concentration content. The research result showed that the biofilter septic tank is not effective to treat wastewater effluent from conventional septic tank because it can only reduce the concentration of wastewater content about 48,74%. The parameters that not comply the wastewater standard such as free ammonia, BOD5, and COD were reduced each about 82.15%, 45.61%, and 46.04%.
Keywords: septic tank, biofilter, volcanic scoria, wastewater, efectiveness
Dalam pengelolaan permukiman, penyediaan sarana pengolahan buangan air limbah domestik merupakan salah satu aspek yang diperhitungkan. Sistem pembuangan air limbah yang umum digunakan masyarakat yakni air limbah yang berasal dari toilet dialirkan ke dalam tangki septik dan air limpasan dari tangki septik diresapkan ke dalam tanah atau dibuang ke saluran umum. Sedangkan air limbah non toilet yakni yang berasal dari mandi, cuci serta buangan dapur dibuang langsung ke saluran umum (Said, 2005). Kota Denpasar pada tahun 2010 memiliki penduduk 4763 jiwa/km2 dimana terdapat 6831 KK (35,86%) di seluruh kota tidak memiliki jamban, sedangkan berdasarkan survey di 19 lokasi permukiman kumuh diketahui 57,1% tidak memiliki jamban dengan leher angsa dan 57,1% tidak memiliki tangki septik untuk pengolahan air limbah tinja (Dwipayanti dan Purnama, 2010). Studi yang dilakukan terhadap masyarakat yang bermukim di
pinggiran kali memperlihatkan bahwa 72,4% KK tidak memiliki tangki septik maupun sambungan rumah untuk sewerage system kota Denpasar (Dwipayanti dan Swastika, 2010). Hal ini menunjukkan bahwa lokasi permukiman yang semakin beresiko untuk tidak memiliki tangki septik atau sarana pengolahan limbah lainnya memang terbukti dengan sedikitnya persentase kepemilikan sarana tersebut (Dwipayanti dan Swastika, 2010).
Tangki septik yang umum digunakan di masyarakat adalah tangki septik konvensional. Namun penggunaan tangki septik ini masih belum optimal disebabkan karena efisiensi pengolahan baru mencapai 65% sehingga menyebabkan hanya 22,5% total polutan organik yang dapat diolah (Said, 2005). Selain itu efisiensi yang rendah menyebabkan terjadi penumpukan lumpur dengan cepat sehingga mengurangi masa layan dari tangki septik tersebut. Sebagai langkah untuk memperpanjang masa layan tangki septik konvensional seperti disebutkan
sebelumnya, sudah banyak dikembangkan tangki septik biofilter yang menggunakan media kontak (attached growth) dimana bakteri pengolah air limbah organik dikembangbiakan pada media kontak tersebut sehingga air limbah yang masuk tidak hanya diendapkan namun juga didegradasi oleh mikroorganisme yang menempel pada media kontak (biofilm) (Mara, 2003). Pengolahan air limbah dengan sistem biofiltrasi mempunyai beberapa keunggulan antara lain (Said, 2002): a). pengoperasiannya mudah; b). lumpur yang dihasilkan sedikit; c). dapat digunakan untuk pengolahan air limbah dengan konsentrasi rendah maupun konsentrasi tinggi; d). tahan terhadap fluktuasi jumlah air limbah maupun fluktuasi konsentrasi; e). pengaruh penurunan suhu terhadap efisiensi pengolahan kecil.
Di dalam proses pengolahan air limbah secara on-site, dalam hal ini biofilter, biaya pembuatan instalasi pengolahan air limbah tergantung pada jenis media biofilter yang digunakan. Beberapa syarat yang harus ada dari media biofilter adalah (Metcalf and Eddy, 1978): a) luas permukaan media, karena semakin luas permukaan media maka semakin besar jumlah biomasa per unit volume; b) persentase ruang kosong, karena semakin besar ruang kosong maka semakin besar kontak biomasa yang menempel pada media dengan substrat yang ada di dalam air buangan. Media biofilter yang digunakan secara umum dapat berupa bahan material organik atau bahan material anorganik seperti batu pecah, bahan plastik segi enam, plastik bola, dan lain-lain (Said, 2002). Media-media kontak tersebut mudah diperoleh di masyarakat termasuk media dari bahan plastik yang juga sudah banyak dijual di pasaran. Namun selain itu kita juga perlu mengetahui material-material lain terutama material lokal yang dapat digunakan sebagai media kontak.
Untuk di Bali, salah satu material yang dapat dipakai sebagai media kontak adalah batu vulkanik atau batu lahar. Batu vulkanik ini banyak terdapat di daerah bekas letusan gunung berapi salah satunya di Kabupaten Bangli. Alasan utama penggunaan Batu Vulkanik selain karena memang mudah didapatkan adalah memiliki luas permukaan yang tinggi, sehingga sangat efektif digunakan sebagai media tumbuh bakteri (Morgan-Sagastume dan Noyola, 2008). Media kontak lokal ini diujicobakan di salah satu tangki septik penduduk untuk mengolah effluent tangki septik konvensional. Lokasi yang dipilih
adalah rumah penduduk yang kondisi tangki septiknya masih konvensional, belum baik, atau tangki septik yang masih berupa cubluk sehingga selain untuk mengujicoba media kontak juga sekaligus untuk membantu salah satu masyarakat mengolah air limbahnya agar tidak mencemari lingkungan.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui efektifitas media kontak batu vulkanik dalam mengolah air limbah effluent tangki septik konvensional. Selain itu, pengolahan air limbah dengan media kontak menggunakan material lokal diharapkan dapat memudahkan dalam penerapan, pencarian material, dan pemeliharaan. Hasil dari penyusunan konsep pengelolaan sampah terpadu ini diharapkan dapat digunakan sebagai rekomendasi material lokal yang ada di Bali yang dapat dipakai sebagai media kontak biofilter untuk mengolah effluent tangki septik.
Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental dimana dilakukan percobaan dengan menambahkan biofilter untuk mengolah efluen tangki septik konvensional dimana biofilter tersebut menggunakan media kontak berupa Batu Vulkanik. Efektifitas media kontak batu vulkanik dilihat dari penurunan konsentrasi efluen air limbah dari sebelum dan sesudah melewati media kontak.
Pengumpulan data dimulai dari melakukan survey awal mengenai kondisi tangki septik di rumah penduduk di Kota Denpasar dan Badung. Tujuan dari survey ini selain sebagai pertimbangan dalam membuat desain pengolahan, juga sekaligus untuk mencari lokasi yang dapat dipakai untuk ujicoba. Lokasi pemasangan dipilih yaitu tangki septik dari rumah yang sudah ditempati dan digunakan. Selanjutnya dilakukan pengujian mengenai karakteristik air limbah dari tangki septik konvensional sebagai data awal dengan cara melakukan sampling dan pengujian kualitas air limbah di laboratorium uji.
Model desain tangki biofilter yang diujicobakan dibuat dari tangki semacam profil tank yang didesain agar dapat menampung media kontak berupa Batu Vulkanik. Dalam penerapannya desain tangki septik biofilter yang digunakan terdiri dari tiga tangki yaitu tangki sedimentasi, tangki filtrasi, dan tangki penampung efluen yang sekaligus dapat difungsikan untuk tangki desinfeksi. Penelitian ini dilakukan
dengan penerapan langsung tangki biofilter pada tangki septik konvensional yang sudah dipilih. Setelah dilakukan pemasangan tangki atau kompartemen yang diperlukan, maka aliran air limbah dibiarkan berlangsung selama kurang lebih 1-2 bulan (6-8 minggu) untuk menjalankan proses penumbuhan biofilm pada media kontak. Aliran yang terjadi pada tangki biofilter adalah up-flow filtration yaitu aliran dari bawah ke atas. Setelah 6-8 minggu, dilakukan pengukuran kualitas influen dan efluen setiap 1 minggu selama 2 bulan berturut-turut. Data yang diperoleh selanjutnya dihitung untuk melihat persentase pengurangan pencemar pada air limbah domestik yang diolah. Hasil pengujian tersebut dibandingkan dengan literatur baik literatur mengenai biofilter maupun literatur lain yang berkaitan dengan pengolahan air limbah domestik. Selain itu dilihat juga efektifitas media kontak Batu Vulkanik dalam
tangki biofilter yang berfungsi menumbuhkan bakteri untuk mengolah air limbah dengan membandingkan persentase penurunan pencemar pada air limbah. Parameter yang dilihat penurunan persentasenya adalah TDS, TSS, Ammonia Bebas, Nitrit, Nitrat, BOD5, dan COD. Selain dilihat persentase penurunannya, dilihat pula apakah kualitas efluen memenuhi baku mutu sesuai dengan Peraturan Gubernur Bali No 8 Tahun 2007 tentang Baku Mutu Lingkungan Hidup dan Kriteria Baku Kerusakan Lingkungan Hidup.
-
3. Hasil dan Pembahasan
-
3.1. Kondisi Tangki Septik Konvensional di Masyarakat di Kota Denpasar dan Badung, Bali Untuk mengetahui kondisi tangki septik konvensional di masyarakat dilakukan survey
-
Tabel 1. Kondisi Tangki Septik di Rumah Masyarakat di Kota Denpasar dan Badung
Tabel 1. Kondisi Tangki Septik di Rumah Masyarakat di Kota Denpasar dan Badung
Lokasi tangki septik yang diobservasi |
Kondisi eksisting tangki septik Gambar |
Rumah 1 |
|
Rumah 2 |
t°''et> 9ffl^^l
|
Rumah 3 |
|
Rumah 4 |
(cubluk);
sumur bor Sωnι-j |
lapangan salah satunya di beberapa rumah di Kota Denpasar dan Badung, sekaligus digunakan sebagai alternatif lokasi yang dapat digunakan sebagai percontohan dalam modifikasi tangki septik yang akan diteliti. Rumah yang dikunjungi adalah empat rumah di Kota Denpasar. Kondisi tangki septik di empat rumah yang disurvey ditampilkan pada Tabel 1.
Dari hasil survey awal tersebut terlihat bahwa di perumahan di perkotaan, tangki septik biasanya didesain untuk tidak terlihat dan tidak mudah untuk dibongkar. Yang masih terlihat adalah pipa pengurasan dengan tujuan agar proses pengurasan tetap dapat dilakukan. Kondisi seperti ini akan menyulitkan dalam penelitian ini karena akan dilakukan penerapan langsung pada tangki septik sehingga membutuhkan tangki septik yang dapat dibongkar tanpa merusak bangunan rumah lainnya. Dalam hal ini, tangki septik yang memenuhi syarat untuk digunakan sebagai tempat percobaan adalah pada rumah 4. Namun tangki septik ini tidak memenuhi syarat tangki septik namun lebih berupa cubluk.
Selanjutnya pada lokasi ini, efluen cubluk akan coba diolah dengan menggunakan tangki septik biofilter yang menggunakan media kontak batu vulkanik. Efektifitas batu vulkanik sebagai media kontak akan dilihat dari persentase penurunan kandungan parameter air limbah dalam hal ini adalah kandungan amoniak bebas, nitrat, BOD, dan COD. Pemilihan batu vulkanik sebagai media kontak adalah untuk mencari alternatif media kontak lokal yang dapat dipakai, karena selama ini biofilter menggunakan media anorganik. Batu vulkanik memenuhi persyaratan-persyaratan untuk digunakan sebagai media kontak diantaranya tidak mahal, mudah digunakan, luas permukaan / rasio volume tinggi, memiliki ketahanan mekanis tinggi, dan cocok sebagai tempat pertumbuhan bakteri (Morgan-Sagastume dan Noyola, 2008). Karakteristik batu vulkanik yang sesuai sebagai media kontak ditampilkan pada Tabel 3 dengan gambaran ukuran yang terlihat pada Gambar 1. Selain itu, sudah pernah dilakukan penelitian mengenai media kontak dari batu vulkanik dimana hasil pengolahannya dapat menurunkan COD hingga
Tabel 2. Kualitas Air Limbah Domestik dalam Cubluk pada Rumah 4 yang Melebihi Baku Mutu
Unsur-Unsur/ Parameter |
Satuan Kadar Maksimum Hasil yang Diperbolehkan Pemeriksaan (Peraturan Gubernur No. 8 Tahun 2007) |
Amoniak Bebas (NH3N) Nitrat (NO3) BOD 5 COD |
mg/L 1 5,68 mg/L 20 24,90 mg/L 50 158,74 mg/L 100 283,40 |
Dari segi kualitas air limbah, kandungan sulfida, amoniak, nitrat, BOD dan COD masih diatas baku mutu berdasarkan Peraturan Gubernur Nomor 8 Tahun 2007 tentang Baku Mutu Lingkungan Hidup dan Kriteria Baku Kerusakan Lingkungan Hidup seperti terlihat pada Tabel 2. Selain itu, alasan pemilihan rumah 4 sebagai lokasi ujicoba antara lain: memiliki halaman rumah yang cukup luas sehingga memungkinkan untuk dilakukan pembangunan tangki septik; memiliki tangki septik yang masih digunakan yang berarti selalu ada masukan air limbah ke dalam tangki septik tersebut; belum memiliki sistem pengolahan air limbah black water selain tangki septik; menggunakan tangki septik konvensional/ cubluk; dan pemilik rumah bersedia apabila tangki septik miliknya digunakan dalam penelitian.
Tabel 3. Karakteristik batu vulkanik yang digunakan sebagai media kontak
No |
Jenis Media |
Luas Bidang Kontak |
1. |
Warna |
Hitam |
2. |
Diameter (cm) |
5 – 10 |
3. |
Fraksi kosong (%) |
- |
4. |
Rasio Luas/volume (m2/m3) |
66,15 |
5. |
Potongan per m3 |
- |
6. |
Porositas |
- |
7. |
Kepadatan (gram/ml) |
2,67 |
8. |
Kelarutan dalam NaOH (%) |
- |
9. |
Kelarutan dalam HCl (%) |
- |
80% pada laju beban organik sedang antara 0,45 – 3 kg CODt/m3 hari, sedangkan untuk laju beban organik tinggi, sekitar 9,4 kg CODt/m3 hari COD bisa dikurangi hingga 54%.
Walaupun Batu Vulkanik memenuhi persyaratan sebagai media kontak, Batu Vulkanik memiliki kelemahan salah satunya adalah kemungkinan terjadinya erosi atau pengikisan Batu Vulkanik pada bagian bawah filter yang juga dipengaruhi oleh adanya masukan udara ke dalam biofilter. Menurut penelitian yang dilakukan Morgan-Sagastume (2008), pengurangan tinggi media akibat erosi dapat mencapai 1% per bulan.
Gambar 1 Batu Vulkanik
-
3.2. Penghitungan Desain Tangki Septik Biofilter
Untuk melakukan ujicoba, terlebih dahulu dihitung desain tangki septik biofilter yang akan digunakan sesuai kondisi lokasi. Penghitungan desain menggunakan rumus sebagai berikut:
...................(rumus 1)
Berdasarkan kondisi lokasi, nilai BOD efluent dari cubluk (Li) = 200 mg/L (berdasarkan pembulatan terhadap nilai BOD hasil dari pengukuran pada Tabel 2); BOD efluen tangki septik biofilter (Le) adalah 50 mg/L (berdasarkan Peraturan Gubernur Nomor 7 Tahun 2008); debit air limbah (Q) diasumsikan 0,6 m3/hari; nilai konstanta laju termodifikasi (K) pada suhu 25°C adalah 0,08; luas area spesifik batu vulkanik (S) diasumsikan 40 m2/m3 berdasarkan referensi mengenai nilai tipikal untuk media kontak menggunakan pecahan batu ukuran 50-100 mm (Mara, D. 2003).
Berdasarkan perhitungan menggunakan rumus 1 diperoleh volume biofilter adalah 0,26 m3. Namun dengan pertimbangan perkiraan bahwa semakin besar tangki biofilter maka akan semakin besar kemungkinan persentase penurunan kandungan parameter air limbah sehingga volume biofilter direncanakan sebesar 1 m3.
Tangki biofilter yang akan digunakan adalah tangki air plastik dengan ukuran yang ada di pasaran yaitu 1100 liter. Efluen cubluk diolah oleh tangki septik biofilter yang terdiri dari 3 tangki yaitu tangki pertama adalah tangki penampung efluen, tangki kedua adalah tangki biofilter dengan media kontak, dan tangki ketiga adalah tangki penampung efluen biofilter dengan penambahan pompa untuk membuang efluen tersebut ke saluran drainase. Berdasarkan desain tangki yang digunakan, dibuat desain tangki septik biofilter seperti pada Gambar 2.
(a)
(b)
Gambar 2. Biofilter skala 1:25; (a) Denah; (b) Potongan A-A; (c) Potongan B-B
-
3.3. Hasil Pengolahan Air Limbah Efluent Tangki Septik Konvensional menggunakan Biofilter dengan Media Kontak Batu Vulkanik Pembangunan tangki septik biofilter selesai dilaksanakan tanggal 12 Agustus 2013. Tangki septik konvensional / cubluk tersebut sudah digunakan selama sekitar 1 tahun. Cubluk tersebut menggunakan buis beton dengan ukuran diameter 80 cm dengan tinggi 50 cm dan ditumpuk sebanyak 4 buah buis beton, sehingga total volume cubluk sekitar 1 m3. Jumlah penghuni rumah rata-rata 4 orang dimana tangki septik selain dari kloset penghuni rumah juga diisi dari kloset kandang hewan peliharaan (anjing). Jumlah air yang digunakan untuk menyiram kloset hewan peliharaan sekitar 2-3 kali jumlah air yang digunakan penghuni rumah. Jika diasumsikan blackwater yang dihasilkan per orang per hari sekitar 50 liter (Ramdhaniati, 2011) atau 200 liter per hari untuk 4 orang penghuni, dan 100 liter per hari untuk blackwater dari kloset hewan peliharaan, maka diperkirakan cubluk tersebut, yang bervolume 1 m3, akan penuh dengan air hanya dalam 4 hari dan selanjutnya air tersebut akan keluar dari outlet. Namun kondisi di lapangan, saat 1 bulan setelah pemasangan dilakukan pengecekan, belum terdapat rembesan air limbah yang masuk ke dalam tangki septik biofilter yang berasal dari cubluk (Gambar 3a).
Setelah ditunggu sampai dengan 3 bulan, dilakukan pengecekan kembali pada tanggal 19 November 2013. Ternyata tangki pertama dalam keadaan terisi air limbah hingga 2/3 tangki (Gambar
(a) (b)
Gambar 3. (a) Pengecekan tangki biofilter pada tanggal 5 Oktober 2013; (b) Tangki pertama biofilter yang sudah terisi hingga 2/3 bagian
3b). Jika dihitung sejak 12 Agustus, maka untuk memenuhi tangki hingga 2/3 bagian membutuhkan waktu 99 hari. Dengan asumsi kondisi sama, maka diperkirakan tangki pertama akan penuh pada hari ke 149 atau sekitar tanggal 9 Januari 2014. Kemudian untuk memenuhi hingga tangki kedua akan dibutuhkan waktu 297 hari atau akan penuh sekitar tanggal 6 Juni 2014. Apabila tangki kedua sudah terisi penuh maka perlu didiamkan selama 1 bulan untuk menumbuhkan bakteri sehingga pengambilan sampel hasil pengolahan akan dilakukan pada bulan Juli 2014.
Air limbah yang ada pada tangki pertama merupakan efluen dari cubluk. Kualitas air limbah pada cubluk seperti pada Tabel 2 dibandingkan dengan air limbah efluen cubluk pada tangki biofilter pertama (Gambar 3a). Hasil perbandingannya dapat dilihat pada Tabel 4 .
Pada Tabel 4 terlihat bahwa parameter-parameter yang sebelumnya melebihi baku mutu yaitu TSS, H2S, NH3N, NO3, BOD 5, dan COD, sekarang sudah memenuhi baku mutu. Sebagian besar parameter air limbah tersebut mengalami penurunan hingga lebih dari 90% dengan rata-rata penurunan secara keseluruhan adalah 61,81%. Dengan tanpa dialirkan
ke biofilter, kualitas air limbah efluen sudah memenuhi baku mutu, namun persentase penurunan kualitas air limbah akan dilihat lagi setelah diolah pada tangki biofilter. Kondisi ini sebenarnya cukup berbeda dengan kondisi biasa karena dalam kondisi biasa, sebuah tangki septik yang menampung air limbah biasanya pada efluen kualitas air limbahnya menurun sekitar 65% sehingga masih ada parameter yang tidak memenuhi baku mutu (Said, N.I. 2005).
Pengambilan sampel air limbah selanjutnya dilakukan pada tanggal 26 Februari 2015 atau 6 bulan dari waktu perkiraan air limbah dari tangki penampungan I penuh dan mengalir ke tangki penampungan II. Dalam hal ini, dapat diasumsikan bahwa waktu pengolahan air limbah di dalam biofilter adalah selama 6 bulan. Sampel yang diambil adalah pada tangki penampungan I dan tangki penampungan II dimana tangki penampungan II merupakan tangki biofilter yang dilengkapi media kontak batu vulkanik. Sampel pada tangki penampungan I dianggap sebagai sampel inlet dan sampel tangki penampungan II dianggap sebagai sampel outlet. Hasil pengujian sampel inlet dan outlet dapat dilihat pada Tabel 5.
Tabel 4. Perbandingan kualitas air limbah pada cubluk dan efluentnya
No |
Unsur-UnsurZParameter |
Satuan |
Kadar Maksimum yang Diperbolehkan* |
Hasil Pemeriksaan tgl 12 Agustus |
Hasil Pemeriksaan tgl 4 Desember |
Persentase penurunan (%) |
(1) |
(2) |
(3) |
(4) |
(5) |
(6) |
(7) = [[(5)-(6)]∕(5)]*100% |
1. |
Zat Padat Terlarut (TDS) |
mg/L |
2000 |
1810,45 |
357,02 |
80,28 |
2. |
Zat Padat Tersuspensi (TSS) |
mg/L |
50 |
65,70 |
22,45 |
65,83 |
3. |
Amoniak Bebas (NH3N) |
mg/L |
1 |
5,68 |
0,08 |
98,59 |
4. |
Nitrat (NO3) |
mg/L |
20 |
24,90 |
12,70 |
49,00 |
5. |
Nitrit (NO2) |
mg/L |
1 |
0,20 |
0,07 |
67,50 |
6. |
BOD5 |
mg/L |
75 |
158,74 |
28,20 |
82,24 |
7. |
COD |
mg/L |
100 |
283,40 |
40,57 |
85,68 |
8. |
Minyak/Lemak |
mg/L |
10 |
TTD |
TTD |
* Berdasarkan Peraturan Gubernur Nomor 08 Tahun 2007
Tabel 5. Hasil pengujian kualitas air limbah Sampel Inlet dan Outlet tanggal 26 Februari 2015 | |||||||
No |
Unsur-Unsur/Parameter |
Satuan |
Kadar Maksimum yang Diperbolehkan* |
Kualitas Sampel Inlet |
Kualitas Sampel Outlet |
Persentase penurunan (%) |
Persentase kenaikan (%) |
(1) |
(2) |
(3) |
(4) |
(5) |
(6) |
(7) = [[(5)-(6)]∕(5)]*100% |
(8) = [[(6)-(5)]∕(5)]*100% |
1. |
Zat Padat Terlarut (TDS) |
mg/L |
2000 |
1954,54 |
1523,62 |
22,05% | |
2. |
Zat Padat Tersuspensi (TSS) |
mg/L |
50 |
154,25 |
26,475 |
82,84% | |
3. |
Amoniak Bebas (NH3N) |
mg/L |
1 |
7,365** |
1,315** |
82,15% | |
4. |
Nitrat (NO3) |
mg/L |
20 |
1,975 |
4,89 |
147,59% | |
5. |
Nitrit (NO2) |
mg/L |
1 |
0,0725 |
0,0625 |
13,79% | |
6. |
BOD5 |
mg/L |
75 |
145,65** |
79,225** |
45,61% | |
7. |
COD |
mg/L |
IOO |
247,605** |
133,605** |
46,04% | |
8. |
MinyakZLemak |
mg/L |
10 |
1,835 |
TTD |
* Berdasarkan Peraturan Gubernur Nomor 08 Tahun 2007
**Tidak memenuhi baku mutu berdasarkan Peraturan Gubernur Nomor 08 Tahun 2007
Kualitas air limbah pada tangki penampungan I atau Inlet merupakan lokasi yang sama dengan sampel yang diperiksa tanggal 4 Desember 2013. Namun, kualitas air limbahnya jauh berbeda antara kedua sampel tersebut. Hal ini terjadi karena pada saat pengambilan sampel pertama tanggal 4 Desember 2013, penghuni rumah hanya 2-3 orang, sedangkan setelah itu penghuni meningkat menjadi 4-5 orang. Selain mengenai peningkatan nilai parameter kualitas air limbah, ternyata pada pengukuran tanggal 26 Februari 2015 menunjukkan beberapa parameter yang tidak memenuhi baku mutu yaitu amoniak bebas, BOD5, dan COD. Kandungan Nitrat juga meningkat walaupun masih di bawah baku mutu. Kenaikan konsentrasi nitrat kemungkinan besar disebabkan hasil nitrifikasi dalam pengolahan amoniak, dimana proses nitrifikasi akan menghasilkan nitrit dan nitrat (Herlambang, 2003; Said, 2001).
Pada Gambar 4, dapat dilihat perbandingan hasil pengujian beberapa parameter kandungan air limbah dalam bentuk grafik. Berdasarkan grafik tersebut, terlihat bahwa rata-rata kandungan air limbah inlet yang diambil pada bulan Februari 2015 mengalami peningkatan dibandingkan air limbah yang diambil pada bulan Desember 2013. Kandungan air limbah
pada sampel outlet mengalami penurunan namun sebagian besar nilainya di atas nilai kandungan pada sampel bulan Desember 2013.
Jika melihat persentase penurunan kualitas dari sampel inlet dan outlet, rata-rata penurunannya adalah 48,74% untuk enam parameter dengan persentase terkecil yaitu pada nitrit dan persentase penurunan terbesar adalah penurunan TSS. Hal ini berarti pengolahan yang terjadi di dalam tangki biofilter dengan media kontak batu vulkanik masih belum efektif untuk mengurangi kandungan pada air limbah, bahkan kandungan amoniak bebas, BOD5, dan COD tetap di atas baku mutu setelah keluar dari biofilter.
Jika diasumsikan bahwa persentase penurunan kandungan air limbah stabil, maka diperlukan 2 tangki biofilter untuk mengolah air limbah di lokasi penelitian agar memenuhi baku mutu seperti terlihat pada Tabel 6. Berdasarkan tabel tersebut, parameter amoniak bebas, BOD5, dan COD sudah memenuhi baku mutu kualitas air limbah. Namun, penurunan kandungan nitrat tidak dapat diperkirakan karena pengujian sebelumnya memperlihatkan adanya kenaikan kandungan nitrat.
Tabel 6. Perkiraan kandungan air limbah efluen jika influen diolah dengan 2 tangki biofilter | ||||||
No |
Unsur-Unsur/Parameter |
Satuan |
Kadar Maksimum yang Diperbolehkan* |
Kualitas Sampel Outlet |
Persentase penurunan tangki II biofilter (%) |
Kemungkinan nilai kualitas air limbah efluen tangki biofilter II |
(1) |
(2) |
(3) |
(4) |
(5) |
(6) = dari Tabel 5 |
(7) = (5)-Γ(6)*(5)] |
1. |
Zat Padat Terlarut (TDS) |
mg/L |
2000 |
1523,62 |
22,05% |
1187,71 |
2. |
Zat Padat Tersuspensi (TSS) |
mg/L |
50 |
26,475 |
82,84% |
4,544 |
3. |
Amoniak Bebas (NH3N) |
mg/L |
1 |
1,315** |
82,15% |
0,235 |
4. |
Nitrat (NO3) |
mg/L |
20 |
4,89 | ||
5. |
Nitrit (NO2) |
mg/L |
1 |
0,0625 |
13,79% |
0,0539 |
6. |
BOD5 |
mg/L |
75 |
79,225** |
45,61% |
43,094 |
7. |
COD |
mg/L |
100 |
133,605** |
46,04% |
72,092 |
8. |
MinyakZLemak |
mg/L |
10 |
TTD |
* Berdasarkan Peraturan Gubernur Nomor 08 Tahun 2007
**Tidak memenuhi baku mutu berdasarkan Peraturan Gubernur Nomor 08 Tahun 2007
Berdasarkan hasil penelitian ini, dapat disimpulkan bahwa batu vulkanik yang digunakan pada biofilter dengan satu tangki pengolahan ukuran 1100 liter tidak efektif untuk mengolah air limbah efluen tangki septik konvensional. Hal ini didasarkan pada efisiensi penurunan kualitas air limbah pada pengolahan dengan menggunakan tangki septik bisa mencapai 65%, sedangkan biofilter yang dicobakan pada penelitian ini hanya mencapai rata-rata 48,74%.
-
5.1. Simpulan
Biofilter dengan menggunakan media kontak batu vulkanik dapat menurunkan kandungan parameter air limbah efluen tangki septik konvensional atau cubluk rata-rata sebesar 48,74% untuk perkiraan waktu pengolahan 6 bulan. Parameter yang tidak memenuhi baku mutu air limbah seperti amoniak bebas, BOD5, dan COD diturunkan masing-masing sebesar 82,15%, 45,61%, dan 46,04%. Kandungan air limbah dengan persentase penurunan terendah adalah nitrit, sedangkan kandungan yang paling tinggi dapat diturunkan kadarnya yaitu zat
padat tersuspensi atau TSS. Dapat disimpulkan bahwa tangki septik biofilter dengan menggunakan batu vulkanik sebagai media kontak tidak efektif untuk mengolah air limbah efluen tangki septik konvensional. Namun, dalam penerapan di lapangan, dapat digunakan minimal 2 tangki biofilter untuk mengolah efluen tangki septik konvensional agar efluen yang dihasilkan dapat memenuhi baku mutu.
-
5.2. Saran
Penelitian ini merupakan penelitian terapan yang langsung dilakukan di lapangan sehingga banyak variabel yang tidak pasti dan tidak dapat dihitung seperti debit air limbah dan waktu tinggal. Oleh karena itu disarankan agar dilakukan penelitian pengolahan air limbah dengan media kontak batu vulkanik dengan skala laboratorium sehingga debit air limbah dan waktu tinggal dapat diukur, aliran air limbah lebih konsisten, serta waktu pertumbuhan biofilm dapat diukur dengan lebih teliti.
Ucapan terima kasih disampaikan kepada Balai Litbang Permukiman Tradisional Wilayah Tengah,
Kementerian Pekerjaan Umum dalam hal penggunaan data hasil penelitian tahun 2013, Bapak I Gede Herry Purnama atas bantuannya sebagai narasumber penelitian, serta Bapak Eka sebagai pemilik rumah untuk lokasi penelitian di Gang Umabila, Jalan Padonan, Desa Dalung, Badung, Bali.
Dwipayanti, N.M.U. dan I G. H. Purnama. 2010. Sewage Treatment di Permukiman Kumuh dan Padat Kota Denpasar: Bagaimana Mengoptimalkan Akses?. Prosiding Seminar Nasional Urbanisasi dan Kesehatan. Denpasar, 2 Oktober 2010. 125-131.
Dwipayanti, N.M.U. dan I D. G. Swastika. 2010. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Ketersediaan Septictank dan Pemanfaatan Sarana Sewerage System pada Masyarakat Pinggiran Kali di Kelurahan Dangin Puri Kecamatan Denpasar Timur. Dipresentasikan pada Kongres IAKMI IX, Bandung, Indonesia.
Herlambang, A. dan R. Marsidi. 2003. “Proses Denitrifikasi Dengan Sistem Biofilter Untuk Pengolahan Air Limbah Yang Mengandung Nitrat.” Jurnal Teknik Lingkungan, 4, 46-55.
Mara, D. 2003. Domestic Wastewater Treatment in Developing Countries. Earthscan, London.
Metcalf and Eddy. 1978. Waste Water Engineering. Mc.Graw Hill, New York.
Morgan-Sagastume, J.M. dan A. Noyola. 2008. “Evaluation of an aerobic submerged filter packed with volcanic scoria.” Bioresource Technology, 99, 2528-2536.
Ramdhaniati, A. 2011. Perencanaan Anaerobic Digester Skala Rumah Tangga untuk Mengolah Limbah Domestik dan Kotoran Sapi Dalam Upaya Mendapatkan Energi Alternatif. Tugas Akhir. Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Surabaya.
Said, N.I. 2001. “Penghilangan Amoniak Di Dalam Air Baku Air Minum Dengan Proses Biofilter Tercelup Menggunakan Media Plastik Sarang Tawon,” Jurnal Teknologi Lingkungan, 2, 1127.
Said, N.I. 2002. “Pengolahan Air Limbah Industri Kecil Tekstil Dengan Proses Biofilter Anaerob-Aerob Tercelup Menggunakan Media Plastik Sarang Tawon.” Jurnal Air Indonesia, 2, 124-135.
Said, N.I. 2005. “Penggunaan Media Serat Plastik pada Proses Biofilter Tercelup untuk Pengolahan Air Limbah Rumah Tangga Non Toilet.” Jurnal Air Indonesia, 1, 143-156.
135
Discussion and feedback