Jurnal Bumi Lestari, Volume 15 No. 1, Pebaruari 2015, hlm. 66 - 70

EFEKTIVITAS EKSTRAK DAUN JATI ( TECTONA GRANDIS L. F) DALAM MENGHAMBAT PERTUMBUHAN JAMUR HORMISCIUM Sp.

Ni Putu Adriani Astiti

Jurusan Biologi F MIPA UNUD [email protected]

Abstract

A research on effectiveness of extracts of teak (Tectona grandis L. f) leaves in inhibit the growth of a species of fungi, Hormiscium sp. has been carried out. The leaves used in this research were young leaves (number 1 and 2), and old ones (number 5 and 6), with four concentrations: 0, 2, 5, and 10 %. The media utilised were bean sprouts agar, and the replications was 3 times. Qualitative tests were undertaken for the flavonoids, while alkaloid tests were based on Culvenor Fitzgerald methods. Qualitative tests of triterpenoids and steroids were undertaken by utilising Lieberman – Burchard reagents (L-B reagents). Parameters observed were colony diameters, micellium weights (dry mass), and numbers of conidia (ml-1). Results of this research showed that extracts of teak (T. grandis) leaves were able to inhibit the growth of Hormiscium sp. The capability of inhibitions was increased as the extract concentrations increased (for both, that of the young and old leaves), even though extracts of the young provided a higher capability of inhibitions compared to the old ones.

Key words: teak (Tectona grandis Lf), leaves extracts, Hormiscium sp

  • 1.    Pendahuluan

Mikroba yang banyak berperan dalam proses pendegradasi kayu adalah jamur. Kondisi lingkungan yang lembab, dan proses pengeringan yang kurang sempurna pada kayu memudahkan jamur untuk melakukan infeksi, sehingga lambat laun dapat menyebabkan kerusakan pada kayu, yang pada akhirnya akan menurunkan kualitas kayu. Jamur perusak kayu beraneka macam, kebanyakan serangan perusak ini sangat cepat menurunkan nilai keawetan dan umur pakai kayu. Ada jenis yang langsung memakan komponen kayu tersebut, ada juga yang melapukkan kayu, mengubah susunan kimia kayu, tetapi ada pula yang hanya merusak kayu dengan mengubah warna kayu . Jamur terkenal sebagai perusak kayu yang basah, hanya ada beberapa jenis yang menyerang kayu kering. Sifat utama kerusakan oleh jamur ialah pelapukan dan pembusukan kayu, tapi ada juga yang merubah warna kayu.

Jamur perusak kayu dapat dibedakan menjadi tiga macam yaitu jamur pelapuk kayu, jamur pelunak kayu dan jamur pewarna kayu. Jamur pelapuk dan pelunak kayu merupakan penyebab utama kerusakan

kayu. Jamur jenis ini merusak dinding sel kayu sehingga mengubah sifat fisik dan sifat kimia kayu. Akibat serangan jamur ini dapat mencapai titik kondisi yang disebut sebagai decay (kayu busuk) (Nurul_Aini, 2005).

Fenomena seperti ini mendorong para pengusaha kayu untuk melakukan pengawetan dengan menggunakan zat – zat kimia seperti CCB (tembaga-khrom-boron), guna mengurangi serangan organisme perusak kayu. Serangan organisme perusak kayu ini dapat merombak komponen utama kayu seperti lignin dan selulosa, sehingga dapat menurunkan kekuatan kayu (Abdurrohim dan Ahmad, 2004)

Seiring dengan perkembangan bahan pengawet kimia, kesadaran dan kewaspadaan masyarakat terhadap dampak bahan pengawet kimia terhadap kesehatan dan lingkungan semakin tinggi. Sehingga tidak sedikit bahan pengawet kayu yang kemudian dibatasi/dilarang penggunaannya, seperti yang terjadi pada bahan pengawet kayu CCA (Chromated Copper Arsen) (Priadi, 2005). Penelitian yang berkaitan dengan kayu telah banyak dilakukan, tetapi

hasil dari pertemuan ilmiah tersebut sangat sedikit yang mendukung kebutuhan masyarakat serta pengusaha kayu (Prasetyo, 2009). Permasalahan yang terjadi adalah, semua teknologi yang diciptakan tersebut kebanyakan menggunakan bahan kimia, sehingga belum dapat diterapkan langsung oleh masyarakat karena biaya yang sangat mahal , ada kekhawatiran akan adanya pencemaran lingkungan dari sisa bahan yang tidak terpakai, disamping itu bahan yang tersisa pada perkakas rumah tangga yang terbuat dari kayu yang diawetkan dengan zat kimia sintetis juga sangat berbahaya bagi kesehatan. Untuk itu diperlukan adanya eksplorasi bahan alam yang ramah lingkungan untuk dapat digunakan sebagai biopestisida bagi hama dan penyakit perusak kayu, serta dapat digunakan sebagai bahan pengawet kayu sehingga dapat meningkatkan kualitas kayu dan yang terpenting masyarakat dapat dengan mudah mendapatkan dan menggunakannya karena tersedia di alam , ramah lingkungan serta biaya yang murah.

Pencarian senyawa bioaktif baru dari tumbuhan yang berpotensi sangat dibutuhkan untuk dikembangkan secara industri dan dapat dimanfaatkan untuk kebutuhan manusia sebagai fungisida nabati. Potensi tumbuhan sebagai fungisida nabati disebabkan kandungan zat ekstraktif yang ada pada bagian kayu maupun non kayu yang bersifat racun terhadap organisme perusak. Eksplorasi sifat pestisidal pada tumbuhan memiliki peluang yang sangat besar mengingat negara Indonesia yang kaya akan sumber daya hutan (Syafii et al.,1987).

Eksplorasi bahan alam yang dimiliki oleh tanaman Jati (Tectona grandis L.f) menjadi salah satu alternatif dalam pemanfaatannya sebagai fungisida nabati dan sekaligus sebagai bahan pengawet. Adapun yang melandasi pemikiran ini adalah karena Jati merupakan tanaman penghasil kayu yang sangat berkualitas di dunia , karena struktur kayunya yang sangat keras dan tahan terhadap serangan hama dan penyakit. Secara fisiologis hal ini dapat dipahami karena Jati dapat menghasilkan bahan aktif yang merupakan produk metabolisme sekunder yang mengandung senyawa – senyawa fenolik yang bersifat sebagai fitoaleksin. Menurut Astiti (1998) daun Jati yang diekstraksi dengan air dapat menghambat pertumbuhan jamur Monilia sp. Hambatan pertumbuhan ditentukan oleh umur daun, waktu dekomposisi dan konsentrasi.

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk melihat potensi ekstrak daun Jati (Tectona grandis L.f.) sebagai fungisida nabati untuk mengendalikan jamur Hormiscium sp , yang merupakan salah satu jamur perusak kayu, baik ketika masih dilapangan maupun setelah di penyimpanan. Jamur ini juga banyak menyebabkan kerusakan pada produk olahan kayu seperti furniture maupun perlengkapan rumah tangga lainnya.

  • 2.    Metodologi

Daun yang dipakai sebagai ekstrak adalah daun jati muda ( daun ke 1 - ke 2 ), dan daun tua ( daun ke 5 – ke 6 ). Ekstraksi dilakukan dengan mencincang kecil – kecil daun tanaman yang telah bersih. Hasil cincangan dikeringanginkan selama 2-3 hari. Pembuatan ekstrak dilakukan dengan mengekstraksi 100 gram daun jati dalam 200 ml aquadest. Filtrat diperoleh dengan penyaringan melalui 4 lapis kain kasa dan kertas saring Whatman No. 1, kemudian diuapkan dengan menggunakan vaccum rotary evaporator pada suhu 40 0C, sehingga diperoleh ekstrak kasar. Selanjutnya dilakukan pengenceran dengan menggunakan aquadest sehingga diperoleh konsentrasi 2%, 5%, dan 10%. Sebagai kontrol media tidak diberi perlakuan (konsentrasi 0 %). Media yang digunakan dalam penelitian ini adalah media Taoge Agar.

Jamur Hormiscium sp. diperoleh dengan mengisolasi jamur yang merusak kayu dan produk olahan kayu, selanjutnya dilakukan pemurnian sehingga diperoleh jamur dominan yang ditemukan pada produk yang dirusak dan dilakukan identifikasi. Untuk melihat pengaruh ekstrak terhadap pertumbuhan jamur dilakukan pengamatan terhadap diameter koloni, berat kering misellium dan jumlah konidia per-ml. Rancangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Rancangan Acak Lengkap pola factorial dengan 5 kali ulangan, selanjutnya data dianalisis dengan menggunakan Analisis of Variance . Apabila ada beda nyata (signifikan) dilanjutkan dengan uji LSD. Uji kualitatif untuk alkaloid dilakukan dengan menggunakan metode Culvenor Fitzgerald, Uji Flavonoid dilakukan dengan menimbang 200 mg cuplikan yang telah dihaluskan kemudian diekstraksi dengan 5 ml etanol dan dipanaskan selama 5 menit di dalam tabung reaksi. 5 tetes larutan etanol tersebut dimasukkan ke dalm tabung reaksi lain. Kemudian ditambahkan 2 tetes

larutan NaOH 10 %. Terjadinya perubahan warna menunjukkan adanya flavonoid.dan intensitas warna yang dihasilkan digunakan sebagai ukuran bagi kadar flavonoida dalam cuplikan. Uji kualitatif dari Triterpenoida dan steroida dengan menggunakan pereaksi Lieberman – Burchard ( Pereaksi L-B.).

  • 3.    Hasil dan Pembahasan

Efek hambatan dari ekstrak daun jati dengan beberapa konsentrasi terhadap pertumbuhan jamur Hormiscium sp, dapat dilihat pada tabel 1 dan 2.

Tabel 1. Efektivitas Ekstrak Daun Jati Muda dalam Menghambat Pertumbuhan Jamur Hormiscium sp.

Konsentrasi Diameter Berat Kering Jumlah (%) Koloni( Cm ) Miselium( mg ) Konidia

0

9,375a*

244,500a*4,312.500a*

2

8,100b

89,750b

3.296.000b

5

7,250c

64,500c

3.116.800b

10

6,850d

61,500c

3.091.200b

Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama menyatakan tidak ada pengaruh yang nyata akibat perlakuan pada p<0.05 berdasarkan Uji LSD.

Tabel 2. Efektivitas ekstrak Daun Jati Tua Dalam Menghambat Pertumbuhan Jamur Hormiscium sp.

Konsentrasi Diameter Berat Kering Jumlah

(%)

Koloni (Cm)

Miselium (mg)

Konidia

0

9,375 a*

244,500 a*

4.614.400a*

2

6,925 b

112,000 b

4.295.040 a

5

6,075 b

92,750 c

3.850.880 b

10

3,850 c

90,500 c

3.335.040 b

Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama menyatakan tidak ada pengaruh yang nyata akibat perlakuan pada p<0.05 berdasarkan Uji LSD.

Hasil Uji kualitatif Ekstrak daun Jati untuk alkaloid, Flavonoid, Triterpenoida, steroid, fenolik dan saponin ditunjukkan pada tabel 3.

Dari hasil pengamatan terhadap pengukuran diameter koloni menunjukkan bahwa semakin tinggi konsentrasi ekstrak daun jati, semakin besar hambatan pertumbuhan koloni, baik untuk daun yang muda maupun yang tua. Semua perlakuan menunjukkan perbedaan yang nyata dengan kontrol. Ekstrak daun tua lebih kuat dalam menghambat pertumbuhan koloni dibandingkan daun muda, namun untuk berat kering miselium dan jumlah konidia per ml, daun muda lebih rendah dibandingkan dengan daun tua untuk semua konsentrasi. Hal ini menunjukkan bahwa daun muda lebih kuat dalam menghambat pertumbuhan jamur Hormiscium sp. Dari hasil pengujian secara kualitatif daun muda memang lebih banyak mengandung alkaloid, fenolik dan flavonoid dibandingkan daun yang tua. Ekstrak alkaloid, fenolik dan flavonoid yang terkandung dalam daun dapat digunakan untuk aktivitas antifungi. Secara visual dapat dibedakan, daun muda mengandung tannin lebih banyak dibanding daun tua, hal ini dapat dilihat dari warna crude extract (ekstrak kasar) yang menunjukkan warna coklat merah karena kandungan tannin yang tinggi. Daun tua menunjukkan warna ekstrak yang berwarna coklat kehijauan. Tannin adalah salah satu metabolit sekunder yang mempunyai aktivitas antifungi( Risnasari, 2002), Selain tannin beberapa senyawa fenolik yang terkandung dalam daun jati juga mempunyai aktivitas anti fungi. Dari hasil penelitian Astiti (1993), daun jati mengandung beberapa senyawa fenolik diantaranya adalah asam vanilat, asam salisilat, asam ferulat, asam kumarat, asam galat, asam benzoate dan asam kafeat, dimana kandungan senyawa – senyawa tersebut lebih banyak pada ekstrak daun Jati muda dibandingkan pada ekstrak daun jati tua. . Mansfield (1983) dan Bailey (1983) melaporkan bahwa tanaman membentuk senyawa fitoaleksin sebagai tanggapan terhadap infeksi oleh pathogen. Tanaman yang tidak bereaksi terhadap serangan mikroba pathogen,

Tabel 3. Hasil uji kualitatif ekstrak daun Jati (Tectona grandis L.f.)

Alkaloid

Terpenoid

Steroid

Flavonoid

Fenolik

Saponin

Daun Muda

++

+

+

++

++

-

Daun Tua

+

+

+

+

+

-

jaringannya tidak mengandung fitoaleksin. Tanggapan aktif tanaman terhadap pathogen adalah perubahan komposisi dinding sel, pembungkusan hifa infeksi dan beberapa perubahan serta gangguan pada jaringan yang terinfeksi. Kadang – kadang terjadi kematian sel, dihasilkannya metabolit sekunder seperti fenol teroksidasi, fitoaleksin dan lignin. Jenis fitoaleksin yang dihasilkan dalam tumbuhan tertentu beragam tergantung pada suku tumbuhan (Pinto et al., 1998) Laporan terakhir dari Raghavendra ( 2009 ) melaporkan bahwa julifloravizole adalah salah satu alkaloid temuan baru pada daun P. juliflora. Alkaloidnya mempunyai aktivitas antifungal yang juga dapat melawan spesies dari Fusarium, Drechslera dan Alternaria. Selain alkaloid kandungan fenolik pada daun muda juga lebih banyak dibandingkan daun tua. Demikian juga dengan Flavonoid, sehingga memberikan hambatan yang lebih besar pada pertumbuhan jamur Hormiscium sp. Dengan demikian ekstrak daun jati memiliki potensi sebagai antifungi, karena metabolit sekunder yang dihasilkannya. Ekstrak daun muda lebih efektif dalam menghambat pertumbuhan konidia dan menghambat aktivitas metabolisme sehingga menghambat pembentukan biomasa dibandingkan daun tua. Berat kering miselium menunjukkan perbedaan yang nyata dengan kontrol untuk semua konsentrasi, namun antara konsentrasi 5% dan 10% baik pada daun muda maupun daun tua tidak menunjukkan perbedaan yang nyata. Jumlah konidia per ml mengalami penurunan dengan semakin besarnya konsentrasi yang diberikan, terutama untuk daun muda, namun konsentrasi 2%, 5% dan 10% tidak menunjukkan perbedaan yang nyata. Konsentrasi 5% dan 10% pada daun tua tidak menunjukkan perbedaan yang nyata walaupun secara visual menunjukkan adanya penurunan. Sampai konsentrasi 10 % jamur Hormiscium sp masih mampu bertahan sehingga perlu dilakukan peningkatan konsentrasi untuk dapat benar benar terhambat pertumbuhannya.

  • 4.    Simpulan dan Saran

    4.1.    Simpulan

Daun Jati ( Tectona grandis L.f ), mampu menghambat pertumbuhan Jamur Hormiscium sp. Semakin besar konsentrasi ekstrak, semakin besar hambatan pertumbuhan jamur Hormiscium sp. Daun

muda lebih efektif dalam penghambat pertumbuhan konidia dan miselium dibandingkan daun tua. Daun tua mampu menghambat pertumbuhan koloni jamur Hormiscium sp..

  • 4.2.    Saran

Untuk kesinambungan penelitian perlu dilakukan analisis sifat fungisida dari daun Jati yang telah gugur (serasah).

Daftar Pustaka

Abdurrohim, S , D. Achmad. 2004. Keterawetan 41 Jenis Kayu Terhadap Bahan Pengawet CCB J. Penelitian Hasil hutan.22(3) 2004:175-182

Astiti,N.P.A. 1993. Kandungan Senyawa Fenolik Ekstrak daun Jati ( Tectona grandis L.f ) serta Pengaruhnya Terhadap Pertumbuhan Jamur yang Hidup Pada Permukaan Kayu Jati. Tesis. Program Pascasarjana. Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.

Astiti, N.P.A. 1998. Efektivitas Hambatan Perasan Daun Jati ( Tectona grandis L.f ) Terhadap Pertumbuhn Jamur Monilia sp. J. Bio Udayana. 2(1 ) : 1-12.

Bailey, J.A. 1983. Biological Perspectives of Host Pathogen Interaction. Acad. Press. London.

Ingham, J.L., 1981. Advance in Legume Systematic. HMSO. London. 589 – 629 pp.

Mansfield, J.W. 1983. Antimicrobiual compound. John Willey & Sons. New York. 697 p.

Mordue, A. J. 2004. Present concepts of mode of action of azadirachtin from neem. In: Neem: Today and in the New Millennium (Koul, O. and Wahab, S. eds.), Kluwar Academy Publishers, Dordresch, Boston , London, 229242 pp.

Nurul_Aini, S. 2005. Perlindungan Investasi Konstruksi Terhadap Serangan Organisme Perusak.Pusat penelitian dan Pengembangan Pemukiman, Badan penelitian dan Pengembangan. Departemen Pekerjaan Umum.

Pinto, C. M. F., L.A. Maffia, V.W.D. Casali and A.A. Cardoso. 1998. In vitro effect of plant leaf extracts on mycelial growth and sclerotial germination of Sclerotium cepivorum. J. of Phytopathology, 146: 421-425.

Priadi, T. 2005. Pelapukan Kayu Oleh Jamur dan Strategi pengendaliannya. Makalah pribadi.

Sekolah Pasca Sarjana/ S3 .Institut Pertanian Bogor.

Raghavendra, M.P. 2007. Isolation and Characterization of antimicrobial of plant origin. Ph.D. thesis submitted to University of Mysore , Mysore , Karnataka. India

Raghavendra, M. P., S. Satish , K.A. Raveesh. 2009. Alkaloid extracts of Prosophis Juliflora (Sw) DC (Mimosaceae) against Alternaria alternate. J. of Biopesticides 2(1) : 56 – 59

Rai, K.M.L. and Linganna, N. 2000. Synthesis and evaluation of alkylated 2-amino-1, 3, 4 Oxadiazole derivatives . IL Farmaco. 55 : 389 – 392.

Risnasari, I. 2002. Tanin. Fakultas Pertanian Jurusan Ilmu Kehutanan Universitas Sumatera Utara.

Syafii, W. 1996. Zat Ekstraktif dan Pengaruhnya terhadap Keawetan Alami Kayu. J . Teknologi Hasil Hutan. IX(2): 58-64.

70