UPAYA PENGEMBANGAN VARIETAS JAGUNG TAHAN KERING MELALUI EVALUASI GALUR SMCT-2

Wayan Sudarka, Sang Made Sarwadana, I Gusti Ngurah Raka, NiLuhMade ^.«u^,^

Jurusan Agroekoteknologi Fakultas Pertanian Universitas Udayana

Abstract

The research entitled “developing drought resistance of corn variety via evaluation of SMCT-2 line“ aimed to achieve of agronomic characteristic varians and yield potential of SMCT-2 compare with SMCT-I line and their parent. This research was conducted at dry season in Denpasar during 2007 and 2008. Selection method on this research was purporsive random sampling. Evaluation of variance selection line (SMCT-2) compare to parent showed significant deferent (F= 0,05) ofsome variables such as total ofleafs,plants hight, leafs area, internodes, diameter ofstems, position ofears corn, silksperiod, grains line on ears, ears length, grains weight per plant, weight of 100 grains per plant. Nonsignificant variance ofvariables was: length ofinternode, ears corn diameter dry weight of raw materials, total of productive ears corn, and initial period cf tassels.

Variances of entire variables of SMCT-2 were relatively lower than parent and SMCT-1 line. The higher variances ofSMCT-2 were showed on height ofplants (526,36) , leafs area (4011,10), position of ears-corn (205,58), dry weight of raw materials (5641,37), dry weight of ears-corn per plant (188,82), total of grains per plant (4335,26), and dry weight ofgrainsperplant (276,58). Coetjfient ofvariance showed that SMCT-2 line, SMCT-1 line and parent less than 20 %.

Average of variables to support production SMCT-2 line yields were relatively higher than parent showed by: length of ears corn (13,20 %), dry weight of ears corn (5,6 %), total of grains per ear-corn (15,23 %), lines number of seeds per ear corn (4,80 %), dry weight of grains per plant (27,61 %), dry weight 100 grains per plant (3,33 %).

Dry weight of yield SMCT-2 line was found 5,02 ton per hectar, which was higher 4,58 % than SMCT-1 (4,8 tonper hectare), and was higher 8,71 % thanparent (3,9 tonper hectare), with population 50.000 plants per hectare. This line was relatively resistance to drought, that was devolved to produce new variety for arids areas.

Keywords: SMCT-2 line, dought resistance agronomic characteristic, arid areas

  • 1.    Pendahuluan

Perkembangan produksi jagung di Indonesia tidak seimbang dengan kebutuhannya pada tahun yang bersamaan, sehingga untuk memenuhinya dilakukan upaya impor Negara luar. Perkembangan impor selama kurun waktu enam tahun (2000 s.d. 2005), nampaknya semakin meningkat yakni yaitu: 824j⅛taton(2000),1,83^

ton (2002), 2,254jutaton (2003), 2,2l3jutaton(2004), 2,047 juta ton (2005) (Nakertrans, 2007). Dari data tersebut terlihat bahwa, sampai saat ini Indonesia masih mengimpor jagung dari luar negeri dalam

jumlah yang cukup besar, sehingga usaha peningkatan produksijagung di dalam negeri sangat perlu dilakukan.

Upaya peningkatan produksi tanaman jagung dapat ditempuh melalui intensifikasi, efisiensi intensifikasi, perluasan areal panen, perluasan areal pertanian, serta diversifikasi. Salah satu masalah peningkatan produksi padi di masa mendatang adalah adanya alih fungsi air dari pertanian ke non pertanian, seperti untuk air minum, industri, rumah sakit, dan lain-lain. Alih fungsi air ini menyebabkan semakin banyaknya areal sawah akan mengalami

kekurangan air terutama di musim kering ^.rnrtonelW.......

Di daerah Bali dijumpai beberapa varietas lokal jagung, antara lain: Ingsa Culik, Putih Tianyar, Seraya, Ingsa Jangkrik, Ingsa Tenganan, Ingsa Jepun, Ingsa Sangluh, Ketokong, Jehem, Bayung, Bukit, Candikuning, Bang, Berte, Cicih Tombong, Menyali, Ketan, Nyambu. Hasil evaluasi menunjukakan dua varitas lokal dengan hasil relatif tinggi yaitu Cicih Tombong (5,35 ton/ha) dan dua varietas lokal lain yaitu Menyali dan Berte menunjukkan hasil sama yaitu 4,85 ton/ha. Ketiga varietas lokal tersebut dikoleksi dari pertanaman rakyat di daerah kering kecamatan Gerokgak kabupatenBuleleng (Sudarka, dkk., 1993).

Varietas Lokal Cicih Tombong asal Bali merupakan salah satu plasma nutfah dengan potensi yang cukup tinggi, sehingga perlu dimuliakan. Telah dilakukan penelitian perbaikan karakter agronomi dari populasi alami varietas lokal Cicih Tombong,. yang berasal dari pertanaman petani daerah kering di Kecamatan Gerokgak, Kabupaten Buleleng, Propinsi Bali. Tujuan penelitian ini adalah untuk mendapatkan galur jagung yang nantinya dapat dilepas sebagai varietas bersari bebas tahan kering. Penelitian ini dilaksanakan pada musim kemarau, di Denpasar tahun 2007-2009. Pada tahun pertama (tahun 2007) telah dilakukan seleksi terhadap varietas lokal Cicih Tombong dengan seleksi massa yang dimodifikasi menghasilkan galur SMCT-1 dan telah dievaluasi tahun 2007 serta dibandingkan dengan induk. Galur SMCT-1 juga diseleksi dengan metode yang sama menghasilkan galur SMCT-2, dan telah dievaluasi pada tahun 2008, serta dibandingkan dengan induk.

Evaluasi galurjagung SMCT-2 bertujuan untuk mengetahui keragaman karakter agronomi dan potensi hasilnya dibandingkan dengan galur SMCT-1 dan induk.

!.MeMePeneIltI..,

Penelitian ini dilaksanakan di Denpasar tahun 2007,dan 2008. EvaluasigalurSMCT-1 dilakukan tahun 2007 dan evaluasi galur SMCT-2 dilakukan tahun 2008 dan masing-masing di bandingkan dengan tanaman induk.

Metode yang digunakan untuk mengevaluasi ragam karakter agronomi dan potensi hasiljagung galur SMCT-2 adalah metode purposif random

sampling. Petak percobaan di lapangan dibagi menjadi dua bagian yaitu satu petak untuk populasi g.taSeleksi(g.tasM^^

satu petak lagi untuk populasi tanaman induk (varietas lokal Cicih Tombong). Populasi tanaman pada masing-masing petak sekitar 3.000 tanaman dengan jarak tanam 80cm x 25 cm. Jumlah sampel tanamam pada masing-masing petak sebanyak 100 tanaman, penentuan tanaman sampel dilakukan secara acak. Pemberian air selama penelitian dilakukan setelah tanaman mengalami cekaman kekeringan yang ditandai oleh menggulungnya sebagian besar daun.

Variabel yang diamati dalam penelitian ini adalah: karakter agronomi yang akan diperbaiki atau dievaluasi antara lain: tinggi tanaman,jumlah daun saat pembungaan, jumlah ruas per tanaman, luas daun per tanaman, waktu keluar bunga, panjang ruas batang diameter batang, tinggi kedudukan tongkol produktif terbawah,jumlah tongkol produktif per tanaman, barisan biji dalam tongkol, panjang tongkol, diameter tongkol, berat tongkol keringjemur per tanaman, jumlah biji per tongkol, berat biji per tanaman, berat 100 biji pertanaman, hasil pipilan keringjemur per hektar.

Data hasil pengamatan evaluasi galur SMCT-1 dan SMCT-2 dibandingkan dengan induk dianalisis dengan rumus ragam sebagai berikut:

Σ ( x - x.)2

Varian (σ2) =    -----------

n-1

σ

Koefisien variasi (CV) = x 100 % x.

x Dimana rerata (X.) =

n

Untuk membandingkan variabel yang diamati di antara dua genotipe, digunakan

Uji T (T-Test), denganrumus:

Varian lebih besar ■ llt'

Varian lebih kecil

F hitung selanjutnya dibandingkan dengan F tabel, apakah berbeda nyata atau tidak nyata.

  • 3.    HasildanPembahasan

Seleksi terhadap populasi alami varietas lokal Cicih Tombong (sebagai induk) telah dilakukan dengan menggunakan metode seleksi massa yang dimodifiksi dan menghasilkan turunan disebut galur sMCt-1 selekSi terhadap, gate SMcT-I menghasilkan galurSMCT-2. Seleksiterhadapgalur SMCT-2 menghasilkan galur SMCT-3, dan seterusnya.

Hasil evaluasi ragam (varian) galur SMCT-2 dibandingan dengan ragam galur SMCT-I dan induk (varietas lokal Cicih Tombong), menunjukkan adanya perbedaan nyata (uji F 5 %) untuk sebagian besar variable yang diamati, seperti: jumlah daun, jumlah ruas, tinggi tanaman, jumlah ruas, luas daun, tinggi kedudukan tongkol, diameter batang, waktu keluar bunga betina, barisan biji dalam tongkol, panjang tongkol,jumlah biji per tongkol, berat biji keringjemur

per tanaman, berat IOO biji kering jemur. Nilai keragaman yang tidak berbeda nyata (uji F 5 %) adalah: panjang ruas, luas daun, diameter tongkol, jumlah tongkol produktif, waktu keluar bungajantan, jumlah biji per tongkol. Demikian pula nilai keragaman untuk galur SMCT-I dan SMCT-2 relatiflebih rendah dari nuilai keragaman induk, ditunjukkan oleh sebagian besar variable yang diamati. Hasil tersebut menunjukkan bahwa, dengan seleksi massa yang dimodifikasi menyebabkan, nilai keraman galur SMCT-2 relative lebih rendah dibandingkan dibandingkan denganindukdangalurSMCT-1 (Tabell). Halitu sesuai dengan pernyataan Crwoder (l98l), yaitu strategi perbaikan tanaman terdiri dari dua pekerjaan berlawanan yaitu: l). pengumpulan atau mempertahankan keragaman tanaman dalam populasi, dan 2). Seleksi yang mengarah dengan pengurangan keragaman.

Tabel 1. Nilai Ragam, dan F hitung hasil pengamatan populasi galur hasil seleksi (SMCT-1 danSMCT2)dan induk

No

Variabe yang diamati

Ragam

Nilai F

Signi fikansi

Ragam

Nilai F

Signifi kansi

Galur

SMCT-1

Induk

Fh

Ft

Galur

SMCT-2

Induk

Fh

Ft

1

Jumlah daun (helai)

1,11

2,07

1,87

1,39

*

0,83

1,56

1,87

1,39

*

2

Tinggi tanaman (cm)

838,03

941,97

1,12

1,39

Ns

526,30

2039,10

3,87

1,39

*

3

Jumlah ruas (buah)

1,18

2,79

2,37

1,39

*

1,04

2,21

2,12

1,39

*

4

Luas daun (cm2)

7010,40

9046,30

1,30

1,39

Ns

4011,10

6769,60

1,70

1,40

*

5

Tinggi kedudukan tongkol (cm)

287,06

783,50

2,73

1,39

*

205,58

554,92

2,70

1,39

*

6

Panjang ruas (cm)

10,50

11,56

1,10

1,39

Ns

10,52

11,45

1,09

1,39

Ns

7

Diameter batang (cm)

0,05

0,13

2,40

1,39

*

0,04

0,05

1,28

1,39

*

8

Diameter tongkol (cm)

0,36

0,44

1,23

1,39

Ns

0,28

0,36

1,23

1,39

Ns

9

Jumlah tongkol produktif per tanaman (bh)

0,23

0,29

1,27

1,39

Ns

0,24

0,29

1,18

1,39

Ns

10

Waktu keluar bunga jantan (hst)

3,79

5,24

1,38

1,39

Ns

3,78

5,23

1,38

1,39

Ns

11

Waktu keluar bunga betina (hst)

3,54

5,38

1,52

1,39

*

2,89

4,58

1,59

1,39

*

12

Berat berangkasan kering jemur (g)

7808,08

10942,74

1,40

1,39

*

5641,37

6893,78

1,22

1,39

Ns

13

Berat tongkol kering jemur per tanaman g)

237,03

704,31

2,97

1,39

*

188,82

490,99

2,60

1,39

*

14

Barisan biji dalam tongkol (baris)

2,62

4,22

1,61

1,39

*

2,02

4,22

2.09

1,39

*

15

Panjang tongkol (cm)

3,28

5,40

1,65

1,39

*

2,96

5,82

1,97

1,39

*

16

Jumlah biji per tongkol (butir)

4850,95

6296,91

1,30

1,39

Ns

4335,26

6154,65

1,42

1,39

*

17

Berat biji kering jemur per tanaman (g)

338,87

721,49

2,13

1,39

*

276,58

723,08

2,61

1,39

*

18

Berat 100 biji kering jemur (g)

15,85

31,77

2,00

1,39

*

15,95

31,14

1,95

1,39

*

Keterangan:

* = berbeda nya pada taraf 5 %

Ns = Tidak berbeda nyata pada taraf 5 %

Fh = F hitung, Ft = F tabel

Variabel yang menunjukkan nilai ragam relatif masih tinggi dari galur SMCT-2 berturut-berturut ditunjukkan oleh berat berangkasan kering jemur (5641,10),jumlah biji per tongkol (4335,26), luas daun (4011,10), tinggi tanaman (526,30), berat biji kering jemur per tanaman (276,58), tinggi kedudukan tongkol (205,5S), taat tongkoI kering jemur F tanaman (I8W) .° 2) taeka. perlu duitan Iebth intensif untuk ke tujuh variable ini, sehingga menjadi lebih seragam, sesuai dengan kriteria seleksi yang diinginkan.

"'ta-2"'" (2003) meyatakan secat, umum seleksi massa akan cepat memberikan kemajuan bilamana tindak gen (gene action) dari sifat yang dimuliakan bersifat aditif dan mempunyai daya waris yang tinggi serta sifat yang disingkirkan bentifai r^sif. .∙...t k n g o⅛h penelitian Sudarka, dkk. (1997), bahwa hasil evaluasi keragaman genetik pada varietas lokal Cicih Tombong diturunkan secara aditif untuk semua variable yang diamati.

Standatdevi.sidarigautSMCT-2hasilseeksi menunjukkan nilai yang relatif lebih rendah dari ta— Mt* dan Galnf sMct-1 ^ntuk bagian besar varibel yang diamati. Hal ini menunjukkan, bahwa galur SMCT-2 relatif lebih seragam dibandingkan dengan induk dan galur SMCT-1 untuk

semua variable yang diamati. Nilai koefisien keragaman (KK) dari galur SMCT-2 relatiflebih tinggi dibandingkan dengan induk, tetapi lebih rendah dari kk gak,f smCT-I Untok sebagian b^sar vanaWe yang diamati. Koefisien keragaman galur SMCT-1, galur SMCT-2 dan induk sebagian besar kurang dari 20%<T’bel2).      .......

Hal ini menunjukkan, bahwa penampilan tenOtipedatigalutSMCT-2galutSMCT-ldaninduk lebih disebabkan oleh perlakuan (galur itu sendiri) dan kurang disebabkan oleh faktor lingkungan. Hal ini sesuai dengan pendapat Steel and Torrie (1993), bahwa nilai koefisien keragaman (KK) yang semakin bes" l»™™ P^»™1' «"S'™"?™ ∕ t^k diinginkan lebih besar dari perlakuan, demikian sebaliknya.

Nilai rerata beberapa variable yang diamati dari galur SMCT-2 relatif lebih tinggi dibandingkan denSatt g.|ut smcT-1 d» ita* Untuk sebagian besar variable yang diamati, seperti: tinggi tanaman (247,24 cm), panjang urns U9.03 cta ^ ta mtam γ-ing Jemur per tunUrnun <296-67 g), tarn WgM ta^j™^®»™ (126,87 g(, bans» biJi tdttktrn^gM UU7), pU∏JUngtong (14,40 cm),jumlah biji per tongkol (butir), berat biji kering jemur per tanaman (100,34 g), berat 100 bijikeringjemur (32,18 g) (Tabel 2).

Tabel 2. Standar deviasi, nilai rerata pengamatan dan koefisien variasi populasi galur hasil seleksi (SMCT-1 dan SMCT-2) dengan induk

No

Variabe yang diamati

Standar deviasi

Nilai rerata pengamatan

Koefisien keragaman (%)

Standar deviasi

Nilai rerata pengamatan

Koefisien keragaman (%)

Galur

SMCT-I

Induk

Galur

SMCT-I

Induk

Galur SMCT-2

Induk

Galur

SMCT-2

Induk

Galur

SMCT-2

Induk

Galur SMCT-2

Induk

1

Jumlah daun (helai)

1,05

1,43

11,14

12.08

9,45

9,66

0,91

1,24

11,28

11,98

12,39

9,66

2

Tinggi tanaman (cm)

28,94

30,68

282,90

276,97

10,23

5,20

22,94

45,15

247,24

235,06

11,03

5,20

3

Jumlah ruas (buah)

1,08

1,67

12,53

12,71

8,66

8,46

1,02

1,48

12,36

12,53

12,21

8,46

4

Luas daun (cm2)

83,72

95,11

594,00

661,70

14,09

7,82

63,33

82,45

591,50

645,10

9,33

7,82

5

Tinggi kedudukan tongkol (cm)

28,05

27,09

130,74

142,55

21,45

6,12

14,33

23,55

131,31

144,15

9,16

6,12

6

Panjang ruas (cm)

3,24

3,40

18,99

18,63

17,06

5,49

3,24

3,38

19,03

18,58

5.59

5,49

7

Diameter batang (cm)

0,22

0,36

1,47

1,74

15,21

7,36

0,20

0,22

1,54

1,62

7,70

7,36

8

Diameter tongkol (cm)

0,60

0,66

5,02

4,63

11,95

7,61

0,52

0,60

5,08

4,57

9,76

7,61

9

Jumlah tongkol produktif per tanaman (bh)

0,47

0,53

1,35

1,46

34,81

2,67

0,48

0,53

1,40

1,42

2,91

2,67

10

Waktu keluar bunga jantan (hst)

1,94

2,28

39,46

42,07

4,93

18,69

1,94

2,28

39,46

42,07

20,65

18,69

11

Waktu keluar bunga betina (hst)

1,88

2,31

39,42

42,10

4,77

19,59

1,70

2,14

39,59

41,94

23,28

19,59

12

Berat berangkasan kering jemur (g)

88,36

104,60

294,00

368,70

30,05

4,27

75,10

83,02

296,67

354,60

3,95

4,27

13

Berat tongkol kering jemur per tanaman (g)

15,39

26,53

124,04

122,30

12,41

5,42

13,74

22,15

126,87

120,14

9,23

5,42

14

Barisan biji dalam tongkol (baris)

1,61

3,34

11,50

11,16

14,07

5,47

1,42

2,05

11,77

11,23

8,28

5,47

15

Panjang tongkol (cm)

1,81

2,32

14,28

12,68

12,18

12,71

1,72

2,41

14,40

12,71

8,37

12,71

16

Jumlah biji per tongkol (butir)

69,64

79,35

309,94

272,14

22,47

3,48

65,84

78,45

314,78

273,17

4,78

3,48

17

Berat biji kering jemur per tanaman (g)

18,40

26,86

96,11

78,24

19,15

2,92

16,63

26,89

100,34

78,63

6,03

2,92

18

Berat 100 biji kering jemur (g)

3,99

5,63

32,18

30,17

12,10

5,58

3,99

5,58

32,18

31,14

8,02

5,58

Nilai rerata tinggi tanaman dari galur SMCT-2 (247,24 cm) relatiflebih rendah dibandingkan galur SMCT-I (276,97), tinggi tanaman ini sudah sesuai dengan keriteria seleksi yang berkisar antara 200 cm - 250 cm. Tinggi tanaman yang terlalu tinggi menyebabkan tanaman mudah rebah terutama bila ada angin kencang disertai hujan.

Nilai reratajumlah daun (11,28 helai) dan luas daun (591,00 cm 2) dari galur SMCT-2 relatif lebih redah dibandingkan denganjumlah daun(11,98 helai) dan luas daun (645,10 cm2) dari tanaman induk (Tabel 2), dan luas daunnya lebih rendah dari galur SMCT-1 (594,00). Jumlahdaundanluasdaunsudahsesuai dengan kriteria seleksi yang diterapkan yaitu jumlah daun > 10helai dan luas daun 500 - 800 cm2. Berapa jumlah daun dan luas daun optimal untuk galur SMCT-1 dan turunannya untuk mendapatkan hasil maksimal persatuan luas dan per satuan waktu, perlu dilakukan penelitian lebih lanjut. Tabel 2 menunjukkan bahwa rerata hasil biji kering jemur p^am,^^™ tinggi dari induk (78,63 g) dan relative lebih tinggi dangata^CT-! (96,H gJHHd.m^jukka.,, bahwajumlah daun yang relatif tinggi pada tanaman induk kurang mendukung peningkatan hasil biji kering jemur per tanaman. Hal ini sesuai dengan pendapat Lawn (1975), bahwa hasil biji yang diperoleh sangat dipengaruhi oleh kanopi tanaman. Jumlah daun berlebihan dapat saling menutupi sehingga persentase sinar matahari mengenai kanopi tanaman menjadi terbatas, akibatnya aktivitas fotosintesis tidak berjalan optimal, dan fotosintat yang dihasilkannya menjadi tidak maksimal.

Nilai rerata pengamatan yang berkaitan dengan hasil dari galur SMCT-2 menunjukkan angka yang relative lebih besar dibandingkan dengan nilai rerata iduk maupun galur SMCT-1, seperti: berat tongkol keringjemur per tanaman, diameter tongkol, barisan biji dalam tongkol, panjang tongkol,jumlah bijiper tongkol, berat 100 biji kering jemur per tanaman, kecuali variable jumlah tongkol produktif pertanaman menunjukan nilai rerata relative lebih kecil dibandingkan dengan induk.

Nilai rerata berat tongkol kering jemur p»»™™.  " smct-2 (UJW g) KM, tjnfgi

5,42 % dari tanaman induk (120,14 g), dan lebih ∙l^./,..^,.^a,∙<:,., y reratajumlahbiji pertongkol galur SMCT-2 (314,78 butir) lebih tinggi 15,23 % dibandingkan tanaman induk (273,17 butir) dan lebih tinggi 13,54% dari

galurSMCT-1 (272,14butir). Nilairerataberatbiji keringjemurpertanaman galurSMCT-2 (100,34 g) lebih tinggi 28,03 % dibandingkan dengan induk <I8,63≡λl,eblh,'n≡g1^^

(96,11 g). Nilairerataberat 100bιjikeringjemurgalur SMCT-2(33,10g)lebihtinggi 9,71 %dariinduk,(30,17 g), danlebihtinggi2,85% darigalurSMCT-1(32,18 g). Lebih tingginya nilai rerata pengamatan galur SMCT-2 dibanding induk, terutama yang berkaitan dengan hasil, hal ini berarti bahwa populasi galur jagung tersebut berpeluang besar untuk ditingkatkan daya hasilnya. Hasil ini sesuai dengan pendapat Crowder (1981) yang menyatakan, adanya efektivitas dari seleksi massa apabila perhatian diberikan sampai pada bagian yang sekecil-kecilnya. Kemajuan secara berkesinambungan dapat diharapkan apabila dalam populasi asal terdapat keaneka ragaman genetik.

Nilai rerata variabe jumlah tongkol produktif pertanaman pada galur SMCT-2 (1,40 bh) lebih rendah 1,40% induk (1,42 bh), tetapi lebih tinggi dari galur SMCT-1 (1,35). Sifat ini perlu diseleksi lebih ketat pada populasi galur SMCT-2, untuk meningkatkan nilai reratajumlah tongkol produktif pertanaman pada populasi seleksi berikutnya.

Jumlah tongkol produktif pertanaman merupakan komponen hasil, sehingga peningkatan nilai reratanya dari populasi tanaman seleksi, diharapkan dapat meningkatkan rerata hasil persatuan luas pada generasi berikutnya.

Nilai maksimum beberapa variabel yang diamati dari galur SMCT-2 menunjukkan nilai lebih rendah dari nilai maksimum tanaman induk untuk semua variable yang diamati, seperti: jumlah daun, tinggi tanaman, jumlah ruas batang, luas daun, tinggi kedudukan tongkol, diameter batang,jumlah tongkol produktif, waktu keluar bungajantan, waktu keluar bunga betina, berat berangkasan kering jemur per tanaman, berat tongkol kering jemur pertanaman, barisan biji dalam tongkol, panjang tongkol, dan berat seratus biji. Demikian sebaliknya nilai minimum dari galur SMCT-2 relatif lebih tinggi dari induk untuk semua variable yang diamati. Perbedaan antara nilai maksimum dan minimum untuk galur SMCT-2 relatif lebih rendah dibandingkan dengan induk, hal ini menunjukkan bahwa galur SMCT-2 relatif lebih seragam dibandingkan dengan induk.

Nilai minimum sebagian besar variabel yang diamati dari galur SMCT-2 menunjukkan nilai yang relative lebih rendah dari nilai minimum tanaman induk, seperti pada variabel: jumlah daun, tinggi

tanaman, jumlah ruas batang, luas daun, tinggi kedudukan IongkoL wakJu keto- Ounga jantan, waktu keluar bunga betina, berat berangkasan kering jemur per tanaman. Nilai minimum galur SMCT-2 yang relatiflebih tinggi dari nilai minimum tanaman induk adalah: panjang ngk°L jumlah bjji pCT tongkol, berat biji kering jemur dan berat 100 biji (Tabel3).

rata 2,8% setiap generasi selama 11 generasi.

Galur SMCT-2 relatif tahan terhadap cekaman kekeringan, didukung oleh induk yang relatif tahan terhadap cekaman kekeringan yang telah dievaluasi didaerah kering / suasana tercekam kekeringan. Galur SMCT-2 memungkinkan dikembangkan menghasilkan varietas baru untuk daerah kering.

Tabel 3. Nilai maksimum dan minimum pengamatan populasi galur hasil seleksi (SMCT-1 dan SMCT-2) dan induk

No

Variabe yang diamati

Galur SMCT-I

Induk

Galur SMCT-2

Induk

Nilai maks.

Nilai min.

Nilai maks

Nilai min.

Nilai maks

Nilai min.

Nilai maks

Nilai min.

1

Jumlah daun (helai)

13

9

15

9

14,00

8,00

17,00

9,00

2

Tinggi tanaman (cm)

296,50

203,20

298,20

143,50

315,20

139,20

366,50

155,30

3

Jumlah ruas (buah)

14

10

15

8

15,00

9,00

16,00

16,00

4

Luas daun (cm2)

701,10

431,00

847,90

438,00

800,50

431,00

945,20

438,00

5

Tinggi kedudukan tongkol produktif(cm)

161,90

100,10

210,70

88,50

197,10

92,10

210,70

15,40

6

Panjang ruas (cm)

32,70

11,01

27,59

8,45

32,70

11,01

27,59

8,45

7

Diameter batang (cm)

2,30

1,20

2,50

1,10

2,10

1,10

2,90

1,10

8

Diameter tongkol (cm)

6,20

3,80

6,20

2,60

6,20

2,90

6,20

2,60

9

Jumlah tongkol produktif (bh)

2,00

1,00

3,00

1,00

2,00

1,00

3,00

1,00

10

Waktu keluar bunga jantan (hst)

46,00

37,00

50,00

39,00

46,00

37,00

50,00

39,00

11

Waktu keluar bunga betina (hst)

45,00

37,00

49,00

39,00

45,00

37,00

50,00

39,00

12

Berat berangkasan kering jemur per tanaman (g)

490,00

90,00

590,00

110,00

490,00

90,00

710,00

110,00

13

Berat tongkol keringjemur per tanaman (g)

160,00

93,60

193,30

70,00

160,00

81,00

210,00

70,00

14

Barisan biji dalam tongkol

14,00

9,00

16,00

8,00

14,00

8,00

16,00

8,00

15

Panjang tongkol (cm)

19,20

10,10

26,80

8,20

19,20

10,26

26,80

7,80

16

Jumlah biji per tongkol (butir)

490,00

198,00

464,00

129,00

490,00

150,00

460,80

120,00

17

Berat biji keringjemur per tanaman (g)

144,52

62,96

142,27

27,07

144,52

54,64

142,27

27,07

18

Berat 100 biji keringjemur (g)

42,55

22,98

43,61

15,20

42,55

22,98

43,61

15,20

Hasil pipilan keringjemur galur SMCT-2 adalah 5,02 ton per hektar didasarkan atas hasil biji kering jemur 100,34 g per tanaman, dengan populasi 50.000 tanaman per ha. Hasil tersebut lebih tinggi dari hasil pipilan keringjemur galur SMCT-1 4,8 ton per hektar, tanaman induk 3,9 ton per hektar dengan pupulasi tanaman yang sama.

Hasil galur smcT-2 relatif tinggi Wla dibandingkan dengan hasil penelitian Sudarka(1997) terhadap varietas lokal Cicih Tombong di kebun penelitian Universitas Gajah Mada Yogyakarta, mendapatkan hasil pipilan keringjemur 4,266 ton per hektar. Hal ini menunjukkan dengan seleksi massa yang dimodifikasi hasiljagung bisa ditingkatkan 28 % dibandingkan dengan tanaman induk. Hal ini sesuai hasil penelitian Gardner’s (1979) dalam Crowder (1981), bahwa dengan seleksi massa yang dimodifikasi dapat memberikan kenaikan hasil rata-

  • 4.    Simpulan dan Saran

    simpulan

  • 1)    a.   Hasil evaluasi ragam (varian) galur SMCT-

2 dibandingan dengan ragam induk menunjukkan adanya perbedaan nyata (uji F 5 %) untuk sebagian besar variable yang diamati seperti: tinggi tanaman, waktu keluar bunga betina,jumlah daun,jumlah ruas, tinggi kedudukan tongkol, diameter batang, berat berangkasan kering jemur, barisan biji dalam tongkol, panjang tongkol, berat biji per tongkol, berat 100 biji. Nilai keragaman yang tidak berbeda nyata(uji F 5 %) adalah: panjang ruas, diameter tongkol,jumlah tongkol produktif, waktu keluar bunga jantan, berat berangkasan.

  • b. Nilai keragaman untuk semua variabel yang diamati dari galur SMCT-2 relatif lebih rendah bila dibadingkan nilai keragaman tanaman induk. Nilai keragaman relative tinggi dari galur SMCT-2 ditunjukan oleh variabel tinggi tanaman (526,30), luas daun (4011,10), tinggi kedudukan tongkol (205,88), berat berangkasan keringjemur (5641,37), berat tongkol keringjemur pertanaman(188,82), jumlahbijipertongkol (4335,26), beratbiji kering jemur per tanamann (276,80). Koefisien keragaman (KK) variabel yang diamati dari galur SMCT-1, SMCT-2 dan tanaman induk kebanyakan menunjukan nilai kurang dari 20%.

  • 2) . Hasil pipilan keringjemur galur SMCT-2 adalah 5,02 ton per hektar didasarkan atas hasil biji

Daftar Pustaka

kering jemur 100,34 g per tanaman, dengan populasi 50.000 tanaman per ha. Hasil tersebut lebih tinggi (4,58 %) dari hasil pipilan kering jemur galur SMCT-1 4,8 ton per hektar, dan lebih tinggi (8,71 %) dibandingkan dengan tanaman induk 3,9 ton per hektar dengan pupulasi tanaman yang sama.

  • 3) . Galur SMCT-2 relatif tahan terhadap cekaman kekeringan, sehingga diharapkan dapat dikembangkan menghasilkan varietas baru untuk daerah kering.

Saran

Perlu dilakukan seleksi lebih lanjut terhadap galur SMCT-2 dengan kriteria seleksi yang lebih ketat, sehingga turunnya keragaman populasi dapat diperkecil, terutama terhadap variabel dengan nilai keragaman tinggi. Seleksi sebaiknya dilakukan pada areal tercekam kekeringan.

Halloran, G.M. 1979. Breeding ofSelf-pollination Crops. Plant Breeding, Edited by: R. Knight. A Course Manual in Plant Breeding. A.A.U.C.S. Australia.

Lawn, R.J. 1975. SomePhysiologicalProcessesandPlantGrowth. ACourseManualinAnnualCrop Production (Maize, Sorghum and Soybeans). AustralianVice- Chancellors’ Committee. A.A.U.C.S. p. 90-130.

Makmur 1984.PengantarPemuliaan Tanaman. PenerbitBinaAksaraJakarta.

Mangoendidjojo, W. 2003. Dasar-dasarPemuliaan Tanaman. PenerbitKanisius, Yogyakarta.

Nakertrans. 2007. http: //www.nakertans.go.id/hasil-penelitiantrans/table.php

Purwati, R.D dan Kusdiarti, L. 1983. RagamGeneticdalamVarietasJagung BersariBebas. Fakultas Pertanian UGM. Yogyakarta.

Sentz,J.C. 1971. GeneticsVariancesinSyntheticVarietyofMayzeEstimatebyTwoMatingDesign. Crop Sci. 11(2):234-238.

Soemartono 1985. Kajian Gaya Cabut Sebagai Metode Penyaringan Ketahanan terhadap Kekeringan dan Genetika Perakaran Padi Lahan Kering. Fakultas Pasca Saijana. UGM. Disertasi.

Soemartono 1995. Cekaman Lingkungan, Tantangan Pemuliaan Tanaman Masa Depan. Makalah pada SimposiumPemuliaanTanamanIII. Perhimpunan pemuliaaan TanamanIndonesia. KomisariatDaerah Jawa Timur.

Soedarsan, A; SetyatidanM.Rivai 1988. PelestarianPlasmaNutfah. Kertas Kerja CeramahNasional Pelestarian Plasma Nutfah, di Kampus Univ. Warmadewa, Denpasar.

Soetarso, 1991. IlmuPemuliaanTanaman. Jur. BudidayaPertanianFak. Pertanian UGM5Yogyakarta.

Subandi, 1988. PerbaikanVarietas. Jagung. Penyunting: M.Syam, A. Widjono, PPPTP. Bogor : 81 - 118.

Sudarka, W.; G. Sumerta, dan N. Artha. 1993. Evaluasi Penampilan Kharakter gronomi beberapa Varietas Lokal Jagung Bali. Jurusan Budidaya Pertanian. Fakultas Pertanian Universitaas Udayana, Denpasar. (Tidak Dipublikasikan).

Sudarka, W., W. Mangoendidjojo, dan D. Prajitno. 1997. Evaluasi Keragaman Genetik Tanaman Jagung Varietas Lokal Bali Cicih Tombong pada Sistem Tanam Monokultur dan Tumpangsari. BPPS UGM, 10(2b),Mei1997.

Sudarka, W. 2005. Evaluasi Ketahanan BeberapaVarietas Jagung Lokal Bali terhadap Cekaman Kekeringan. Journal Ilmu-ilmu Pertanian (Journal on Agricultural Sciences). Terakreditasi Dirjen Dikti No.: 26/ Dikti/Kep/2005.

200