JURNAL BIOLOGI UDAYANA 26(2): 198-206

P ISSN: 1410-5292 E ISSN: 2599-2856

Struktur komunitas gastropoda pada sistem irigasi tradisional (Subak) Sembung, Denpasar Utara

Gastropod community structure in traditional irrigation system (Subak) Sembung, North Denpasar

Ni Luh Wayan Hanny Prabandari*, Ni Luh Watiniasih, Alfi Hermawati Waskita Sari

Jurusan Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Kelautan dan Perikanan, Universitas Udayana, Jimbaran, Kuta Selatan, Badung, Bali 80361 –Indonesia

*Email: [email protected]

Diterima 22 Juli 2022     Disetujui 26 Agustus 2022

INTISARI

Sawah merupakan salah ekosistem lahan basah buatan. Kawasan Subak Sembung merupakan salah satu areal persawahan sekaligus areal ekowisata di Kota Denpasar. Keberadaan gastropoda cukup banyak ditemui pada kawasan persawahan ini. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui struktur komunitas gastropoda di kawasan Subak Sembung serta mengetahui faktor abiotik habitat gastropoda di kawasan Subak Sembung. Pengambilan data dilakukan di tiga stasiun pada bulan Desember 2021 hingga Januari 2022 dengan metode transek. Garis transek dibentangkan secara horizontal paralel dengan aliran irigasi. Lima kuadran berukuran 1x1 m2 diletakkan berselang-seling sepanjang garis transek dan data jumlah individu dan spesies diambil dari masing-masing kuadran. Secara keseluruhan, sebanyak 7 spesies ditemukan, dengan indeks keanekaragaman sedang dengan rentang nilai 1,34-1,40. Indeks keseragaman ketiga stasiun didapatkan > 0,6, dengan indeks dominansi mendekati 0 atau spesies tersebar merata dan tidak ada dominansi. Parameter abiotik berupa suhu dengan nilai 26,7oC-27,4oC, pH dengan nilai 7,5-8, C organik 2,52%-3,03%, substrat berlumpur pada seluruh stasiun, nitrat 0,35mg/L-0,45mg/L, fosfat 0,35mg/L-0,39mg/L.

Kata kunci: Subak Sembung, Kota Denpasar, gastropoda, struktur komunitas

ABSTRACT

Rice fields are one of the artificial wetland ecosystems. The Subak Sembung area is one of the rice fields as well as an ecotourism area in Denpasar City. The existence of gastropods is quite a lot found in this rice field area. This study aims to determine the structure of the gastropod community in the Subak Sembung area and to determine the abiotic factors of gastropod habitat in the Subak Sembung area. Data collection was carried out from three stations in December 2021 to January 2022 using the transect method. The transect line is stretched horizontally parallel to the irrigation flow. Five quadrants measuring 1x1 m2 were placed alternately along the transect line and data on the number of individuals and species were taken from each quadrant. Overall, as many as 7 species were found, with a moderate diversity index with a value range of 1.34-1.40. The uniformity index of the three stations was found to be > 0.6, with a dominance index close to 0 or the species was evenly distributed and none was dominant. Abiotic parameters such as temperature with value around 26,7oC-27,4oC, pH 7,5-8, c organic 2,52%-3,03%, muddy substrate in all stations, nitraet 0,35mg/L-0,45mg/L, fosfate 0,35mg/L-0,39mg/L.

Keywords: Subak Sembung, Denpasar City, gastropod, community structure

PENDAHULUAN

Sawah didefinisikan sebagai salah satu ekosistem lahan basah buatan serta perairan tergenang sehingga keanekaragaman hayati di dalamnya menyerupai ekosistem perairan tergenang lain seperti danau dan rawa air tawar (Puspita et al., 2005).

Lahan persawahan di Provinsi Bali pada tahun 2017 tercatat seluas 407.534 Ha. Sawah merupakan lahan pertanian yang dialiri dan tergenang oleh air. Subak didefinisikan sebagai suatu organisasi petani yang mengelola air irigasi yang memiliki kawasan sawah, sumber air, pura subak dan bersifat otonom (Windia & Wiguna, 2013). Subak memiliki batasan-batasan yaitu mempunyai area persawahan, memiliki sumber air untuk irigasi baik dari mata air, dam, empelan dan bangunan pembagi air atau temuku. Kawasan Subak Sembung merupakan salah satu areal persawahan sekaligus area ekowisata di Kota Denpasar. Ada sekitar 200 petani mengelola kawasan sawah yang hampir setiap tahun berproduksi. Berbagai jenis fauna dapat hidup pada ekosistem sawah meskipun hanya berair dalam periode yang relatif singkat. Salah satu kelompok fauna yang menjadikan ekosistem sawah sebagai habitatnya adalah moluska. Sekitar 24 jenis moluska air tawar tercatat ditemukan di perairan sawah (Djajasasmita, 1993; Djajasasmita, 1999).

Kepadatan serta keragaman populasi moluska dapat dipengaruhi oleh perubahan kualitas air habitatnya karena moluska merupakan organisme yang peka terhadap perubahan kualitas air. Moluska merupakan salah satu hewan benthos bertubuh lunak yang banyak hidup di perairan tawar (Athifah, 2019). Salah satu jenis moluska yang umum ditemukan di perairan tawar adalah gastropoda. Gastropoda didefinisikan sebagai kelompok fauna invertebrata bertubuh lunak yang memiliki cangkang tunggal namun ditemukan juga jenis gastropoda yang tidak bercangkang. Gastropoda memiliki tubuh lunak menyesuaikan dengan bentuk cangkang (Brusca, 2003). Gastropoda yang berada di sawah berperan

penting bagi ekosistem sawah, baik yang menguntungkan maupun merugikan. Keberadaan gastropoda dapat membantu mempercepat terjadinya penguraian bahan organik akan tetapi juga dapat merugikan karena bersifat sebagai hama (Rudianto, 2014).

Perubahan yang terjadi pada ekosistem persawahan mempengaruhi keberadaan moluska pada ekosistem tersebut karena moluska bersifat menetap sehingga menyebabkan moluska menerima setiap perubahan lingkungan ataupun perubahan fungsi persawahan menjadi tempat pariwisata maupun pemukiman (Hartoni, 2013). Keberadaan gastropoda cukup banyak ditemui sepanjang area sawah di kawasan ini. Berdasarkan uraian tersebut maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian lebih lanjut mengenai struktur komunitas gastropoda yang ada di Subak Sembung.

MATERI DAN METODE

Penelitian ini bersifat deskriptif-kuantitatif dengan penentuan stasiun menggunakan metode pusposive sampling.

Tempat dan waktu penelitian

Penelitian dilaksanakan pada bulan Desember 2021 sampai Januari 2022 dengan curah hujan ringan, pengambilan sampel dilakukan selama 4 minggu menyesuaikan dengan waktu panen padi, dimana sampel diambil pada periode pasca panen padi. Lokasi penelitian di Subak Sembung yang terletak di Peguyangan, Denpasar Utara, Bali dapat dilihat pada Gambar 1.

Bahan dan alat

Alat-alat yang digunakan pada penelitian ini yaitu meteran, transek 1x1 m2, kertas label, saringan, mistar, botol sampel, kamera, sekop, buku, pH meter, termometer, nampan plastik, spektrofotometer, alat tulis. Sedangkan bahan yang digunakan selama penelitian ini yaitu akuades dan alkohol 70%.

Gambar 1. Lokasi Penelitian


Prosedur penelitian

Pengambilan data gastropoda dilakukan pada 3 stasiun yaitu di area sawah dekat irigasi, area sawah tengah kawasan dan area sawah dekat hilir irigasi. Sampel gastropoda diambil dengan menggunakan metode transek garis (line transect) yang dibentangkan secara horizontal sepanjang 100 meter dari aliran irigasi. Pengambilan sampel dilakukan pada 3 stasiun dengan 3 transek pada masing-masing stasiun dengan jarak antar titik transek sepanjang 200 meter. Sepanjang garis transek akan diletakan 5 kuadran berukuran 1x1 m2 dengan kedudukan berselang-seling pada kanan dan kiri garis transek dengan jarak antar kuadran sepanjang 20 meter. Sampel gastropoda akan diambil dari atas permukaan tanah dan dari kedalaman kurang lebih 5 cm dari permukaan tanah di dalam kuadran. Gastropoda yang didapatkan pada masing-masing kuadran akan dimasukkan ke dalam botol sampel, kemudian akan diberikan alkohol 70% sebagai bahan pengawet sampel. Proses identifikasi gastropoda akan dilakukan di Laboratorium Manajemen Sumber Daya Perairan Fakultas Kelautan dan

Perikanan Universitas Udayana dengan mengacu pada buku jenis-jenis gastropoda Dharma Jilid 1 dan 2.

Gambar 2. Skema pengambilan data

Data penunjang diambil dengan beberapa pengukuran parameter abiotik berupa suhu, pH air dan tipe substrat dilakukan secara in situ sedangkan pengukuran nitrat, fosfat dan bahan organik sedimen (C organik) dilakukan secara ex situ (di laboratorium). Pengukuran suhu dilakukan dengan memasukkan termometer ke dalam air sampel. Derajat keasaman (pH) diukur menggunakan pH meter dengan mencelupkan ujung sensorik ke dalam air sampel. Tipe substrat

dilihat langsung di lokasi penelitian. Nitrat dan Fosfat diukur dengan metode spektrofotometri. Sampel air sebanyak 2 mL di sentrifugasi dengan kecepatan 3000 rpm selama 5 menit. Supernatan hasil sentrifugasi di homogenkan dengan reagen Hanna HI 93728 0,022 gr untuk nitrat, sedangkan fosfat menggunakan reagen Hanna HI 713 0,018 gr lalu di didiamkan selama 10-15 menit sampai terjadi perubahan warna menjadi kekuningan pada nitrat dan kebiruan pada fosfat. Larutan dimasukkan ke dalam kuvet dan dibaca absorbansinya pada spektrofotometer.

Analisis data

  • 1)    Kelimpahan

Analisis Kelimpahan Gastropoda Kelimpahan gastropoda dihitung berdasarkan jumlah individu persatuan luas (individu/m²). Menurut Fachrul (2007), perhitungan kelimpahan jenis gastropoda dapat dirumuskan sebagai berikut :

Ni

A

Keterangan :

K = Kelimpahan gastropoda (individu/m²)

Ni = Jumlah individu suatu jenis

A = Luas area (m²)

  • 2)    Indeks Keanekaragaman (H')

Nilai keanekaragaman dapat ditentukan menggunakan Indeks keanekaragaman (H').

Keanekaragaman dapat dikatakan sebagai banyaknya spesies tumbuhan air yang ditemukan

pada suatu area sampling. Perhitungan keanekaragaman dapat menggunakan rumus

indeks keanekaragaman Shannon-Wiener

(Krebs,1989) sebagai berikut :

H' =


n

pi In pi

i=l

Keterangan : pi      : ni/N

ni     : Jumlah individu ke-i

n      : Jumlah keseluruhan individu

  • 3)    Indeks keseragaman

Indeks keseragaman merupakan komposisi

individu tiap spesies yang terdapat dalam suatu komunitas. Apabila nilai indeks tinggi maka

keberadaan setiap jenis biota dikatakan merata, dan begitu juga dengan sebaliknya. Keseragaman rendah menunjukkan keberadaan setiap jenis tidak merata.

H

E = InS

Keterangan :

E

H'

Ln S


= Indeks keseragaman

= Indeks keanekaragaman

= Jumlah spesies

  • 4)    Indeks Dominasi

Indeks Dominansi dihitung dengan menggunakan rumus indeks dominansi dari Simpson (Odum, 1993):

Keterangan:

D = Indeks Dominansi Simpson ni = Jumlah Individu tiap spesies N = Jumlah Individu seluruh spesies

HASIL

Identifikasi gastropoda

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan pada ekosistem sawah di Kawasan Ekowisata Subak Sembung, Denpasar Utara ditemukan sebanyak 1.476 individu Gastropoda yang termasuk dalam 5 famili dan 7 spesies. Hasil identifikasi gastropoda ditunjukkan pada Tabel 1.

Tabel 1. Hasil identifikasi gastropoda

No.

Famili

Genus

Spesies

Stasiun

1

2

3

1.

Ampullariidae

Pomacea

Pomacea canaliculata

v

v

v

2.

Bithyniidae

Digoniostoma

Digoniostoma truncatum

v

v

v

3.

Lymnaeidae

Lymnaea

Lymnaea rubiginosa

v

v

v

4.

Thiaridae

Melanoides

Melanoides tuberculata

v

v

v

Tarebia

Tarebia granifera

v

v

v

Thiara

Thiara scabra

v

-

v

5.

Planorbidae

Gyraulus

Gyraulus convexiusculus

v

v

v


Kelimpahan gastropoda

Kelimpahan rata-rata gastropoda di Subak Sembung sebesar 14,1 ind/m2. Spesies Pomacea canaliculata pasa stasiun III diketahui memiliki nilai kelimpahan tertinggi sebesar 16,5 ind/m2, sedangkan nilai terendah sebesar 0 ind/m2 terdapat pada spesies Tarebia granifera di Stasiun II. Tabel 2 menunjukkan kelimpahan gastropoda pada semua stasiun.

Indeks keanekaragaman, indeks keseragaman dan indeks dominansi

Indeks keanekaragaman pada stasiun I, stasiun II dan stasiun III tergolong dalam kategori sedang dengan rentang nilai 1,34 – 1,40. Indeks keanekaragaman tertinggi pada stasiun II dengan H’ 1,40 dan terendah pada stasiun III dengan H’

  • 1,34.    Indeks keseragaman pada setiap stasiun tergolong tinggi dengan nilai > 0,6 yang menunjukkan bahwa keberadaan setiap spesies dikatakan merata sehingga tidak ada spesies yang mendominansi pada setiap stasiun.

Indeks dominansi gastropoda di Kawasan Subak Sembung pada penelitian ini termasuk dalam kategori rendah, sehingga hampir tidak ada spesies yang mendominansi karena nilai dominansi (D) mendekati 0. Nilai indeks keseragaman berbanding terbalik dengan indeks dominansi, dimana semakin tinggi nilai indeks keseragaman, maka akan semakin rendah nilai indeks dominansi, sehingga komunitas gastropoda dapat dikatakan stabil. Nilai rata-rata indeks keanekaragaman, indeks keseragaman dan indeks dominansi disajikan pada Gambar 4.

Tabel 2. Hasil Kelimpahan Gastropoda

Nama spesies

Stasiun

Total

1

2

3

Pomacea canaliculata

15,4

8,1

16,5

40 ind/m2

Digoniostoma truncatum

12,7

10,3

12,9

35,9 ind/m2

Lymnaea rubiginosa

4

3,3

2,3

9,6 ind/m2

Melanoides tuberculata

1,07

1,3

0,7

3,07 ind/m2

Tarebia granifera

0,8

0,7

1,3

2,8 ind/m2

Gyraulus convexiusculus

1,7

1,4

1,7

4,8 ind/m2

Thiara scabra

1,7

0

1,07

2,77 ind/m2


  • (a)                          (b)                          (c)                          (d)


(e)                            (f)                            (g)

Gambar 3. Spesies gastropoda yang ditemukan pada kawasan Subak Sembung (a) Pomacea canaliculata; (b) Digoniostoma truncatum; (c) Melanoides tuberculata; (d) Tarebia granifera; (e) Thiara scabra; (f) Lymnaea rubiginosa; (g) Gyraulus convexiusculus


Gambar 4. Rata-rata indeks keanekaragaman, indeks keseragaman dan indeks dominansi

Parameter abiotik


organik serta substrat pada kawasan Ekowisata

Pengukuran parameter abiotik meliputi perhitungan nilai nitrat, fosfat, suhu, pH, C

Subak Sembung dengan nilai pengukuran disajikan pada Tabel 3.

Tabel 3. Pengukuran parameter abiotik

Parameter

Stasiun

Rata-rata

1

2

3

Nitrat (mg/L)

0,35

0,36

0,45

0,39

Fosfat (mg/L)

0,39

0,35

0,37

0,37

Suhu (oC)

27,10

26,70

27,40

27,1

pH

7,50

7,90

8,0

7,80

C Organik (%)

2,55

2,52

3,03

2,70

Substrat

Lumpur

Lumpur

Lumpur


PEMBAHASAN

Kelimpahan gastropoda

Kelimpahan rata-rata gastropoda di Subak Sembung sebesar 14,1 ind/m2. Nilai kelimpahan tertinggi stasiun I terdapat pada spesies Pomacea canaliculata sebesar 15,4 ind/m2 dan nilai terendah pada spesies Tarebia granifera sebesar 0,8 ind/m2. Hal ini menunjukkan bahwa spesies Pomacea canaliculata dapat beradaptasi dengan baik dengan lingkungannya. Tingginya kelimpahan Pomacea canaliculata pada sawah dan saluran irigasi dapat dipengaruhi oleh jenis substrat yang berlumpur. Menurut Frashad (1925), Pomacea canaliculata menyukai perairan yang jernih dan substrat yang berlumpur. Pada penelitian ini ditemukan jumlah Pomacea canaliculata sebanyak 231 indvidu. Jumlah spesies ini terbanyak ditemukan dibandingkan dengan 6 spesies lain yang ditemukan pada stasiun I.

Spesies Digoniostoma truncatum memiliki nilai kelimpahan tertinggi pada stasiun II sebesar 10,3 ind/m2 dan Thiara scabra merupakan spesies dengan kelimpahan terendah sebesar 0 ind/m2. Tidak ditemukannya spesies Thiara scabra di stasiun II mungkin diakibatkan karena substrat yang berlumpur, walaupun ditemukan di stasiun I dan III, namun dalam jumlah yang sedikit. Athifah (2019) menemukan bahwa spesies ini menyukai substrat yang berlumpur dan berpasir, seperti juga spesies lainnya seperti Neritina sp. dan Corbicula sp.

Nilai kelimpahan tertinggi pada stasiun III sebesar 16,5 ind/m2 ditemukan pada spesies

Pomacea canaliculata, sedangkan nilai kelimpahan terendah terdapat pada spesies Melanoides tuberculata dengan nilai 0,7 ind/m2. Karyono et al., (2013) menyatakan bahwa gastropoda terutama Melanoides tuberculata merupakan organisme perairan yang menyukai habitat air beraliran deras serta dengan dasar yang agak berlumpur, sehingga sedikit ditemukan pada kawasan sawah dengan air tergenang.

Indeks keanekaragaman, indeks keseragaman dan indeks dominansi pada kawasan ekowisata subak sembung

Indeks keanekaragaman (Hʹ) tertinggi gastropoda ditemukan pada stasiun II yang merupakan bagian tengah saluran irigasi dengan nilai 1,40. Nilai terendah ditemukan pada stasiun III dengan nilai 1,34 yang merupakan bagian hilir saluran irigasi. Pada stasiun I, yang berada di hulu saluran irigasi memiliki nilai indeks keanekaragaman sebesar 1,38. Berdasarkan perhitungan nilai indeks keanekaragaman di setiap stasiun tersebut, diketahui bahwa nilai indeks keanekaragaman di Subak Sembung termasuk dalam kategori sedang. Menurut Shannon-Wiener (1949), 1< Hʹ < 3 menunjukkan indeks keanekaragaman spesies sedang dan keadaan ekosistem cukup stabil. Hal ini didukung dengan pernyataan Fitriana (2006) bahwa keanekaragaman     sedang     menunjukkan

produktivitas organisme di perairan cukup baik, kondisi ekosistem cukup seimbang dan tekanan ekologis sedang.

Indeks keseragaman pada stasiun I yang berlokasi di hulu saluran irigasi sebesar 0,71,

sedangkan pada stasiun II yang berlokasi di tengah saluran irigasi dengan nilai indeks keseragaman sebesar 0,78. Pada stasiun III yang berlokasi di hilir saluran irigasi didapatkan nilai indeks keseragaman sebesar 0,69. Indeks keseragaman pada setiap Stasiun tergolong tinggi dengan nilai > 0,6 yang menunjukkan bahwa keberadaan setiap spesies dikatakan merata sehingga tidak ada spesies yang mendominansi pada setiap stasiun. Sejalan dengan pernyataan Supono (2008) bahwa nilai indeks keseragaman (e) berkisar antara 0-1 dengan ketentuan e > 0,6 keseragaman tinggi, 0,4 < e < 0,6 keseragaman sedang, dan e < 0,4 keseragaman rendah. Nilai indeks keseragaman spesies dapat menggambarkan kestabilan suatu komunitas dalam suatu ekosistem (Ariza et al., 2014). Santosa (2008) menyatakan bahwa indeks keseragaman juga dapat digunakan sebagai indikator adanya gejala dominansi jenis dalam suatu komunitas.

Indeks dominansi Gastropoda pada ketiga stasiun di Kawasan Subak Sembung berkisar 0,3 sampai 0,34. Pada stasiun I yang berlokasi di bagian hulu tidak menunjukkan adanya dominansi spesies dengan nilai indeks mendekati nol (0). Hal yang sama juga ditemukan pada stasiun II dan III tidak ada spesies yang mendominansi dengan nilai indeks mendekati nol (0). Munthe et al. (2012) menyatakan bahwa jika nilai indeks dominansi 0 < D ≤ 0,5 maka tidak ada genus yang mendominansi dan jika nilai indeks dominansi 0,5 < D < 1 maka terdapat genus yang mendominansi.

Nilai indeks dominansi sangat berkaitan dengan nilai indeks keseragaman. Apabila nilai indeks dominansi (D) cenderung rendah, maka nilai indeks keseragaman (e) akan tinggi dan berlaku juga sebaliknya. Hal tersebut sesuai dengan Munandar et al. (2016) yang menyatakan bahwa nilai indeks dominansi yang mendekati 0 biasanya diikuti dengan nilai keseragaman yang relatif tinggi dan jika nilai indeks dominasi mendekati 1 maka terjadinya dominansi pada suatu perairan yang dicirikan dengan nilai indeks keseragaman yang rendah. Berdasarkan hasil

perhitungan, nilai indeks keseragaman gastropoda di Subak Sembung tergolong kategori tinggi dengan indeks dominansi yang rendah.

Parameter abiotik

Parameter abiotik berupa suhu dengan nilai 26,7oC-27,4oC, pH dengan nilai 7,5-8, c organik 2,52%-3,03%, substrat berlumpur pada seluruh stasiun, nitrat 0,35mg/L-0,45mg/L, fosfat 0,35mg/L-0,39mg/L yang cenderung stabil dan sesuai untuk keberlangsungan hidup gastropoda.

SIMPULAN

Terdapat 7 spesies gastropoda di Subak Sembung dengan kelimpahan rata-rata sebesar 14,1 ind/m2. Indeks keanekaragaman termasuk kategori sedang. Indeks keseragaman termasuk dalam kategori keseragaman tinggi. Indeks dominansi mendekati nol (0) yang berarti tidak ada spesies yang mendominasi. Dengan demikian ekosistem perairan sawah di Subak Sembung termasuk dalam kondisi cukup stabil.

UCAPAN TERIMA KASIH

Ucapan terima kasih penulis ucapkan kepada kedua dosen pembimbing dan semua pihak yang telah membantu penelitian ini, mulai dari penyusunan proposal hingga penulisan laporan sehingga penelitian ini dapat terselesaikan dengan baik serta penulis ucapkan terima kasih juga kepada pengelola kawasan Ekowisata Subak Sembung.

KEPUSTAKAAN

Ariza YS, Dewi BS, Darmawan A. 2014.

Keanekaragaman jenis amfibi (ordo Anura) pada beberapa tipe habitat di Youth Camp Desa Hurun Kecamatan Padang Cermin Kabupaten Pesawaran. Jurnal Sylva Lestari, 2(1): 21-30.

Athifah A, Putri MN, Wahyudi SI, Rohyani IS.

2019. Keanekaragaman mollusca sebagai bioindikator kualitas perairan di Kawasan TPA Kebon Kongok Lombok Barat. Jurnal Biologi Tropis, 19(1): 54 – 60.

Brusca RC, Brusca GJ. 2003. Invertebrates Second  Edition.   Sunderland:   Sinauer

Associates Inc.

Djajasasmita M. 1993. Catatan tentang moluska di sawah-sawah sekitar Bogor: komposisi jenis, potensi dan peranannya. Jurnal Biologi Indonesia, 1(1): 48-56.

Djajasasmita M. 1999. Keong dan Kerang Sawah. Bogor: Seri Panduan Lapangan Puslitbang Biologi-LIPI.

Fachrul MF. 2007. Metode Sampling Ekologi. Bumi Aksara. Jakarta. 67 hlm.

Fitriana YR. 2006. Keanekaragaman dan kemelimpahan makrozoo-bentos di Hutan Mangrove hasil rehabilitasi Taman Hutan Raya Ngurah Rai Bali. Biodiversitas, 7(1):67-72.

Frashad. 1925. Anatomy of common indian apple snail, Pila glubbosa. Memories of the Indian Musium, (8): 91-151.

Hartoni, Agussalim A. 2013. Komposisi dan kelimpahan moluska (gastropoda dan bivalvia) di Ekosistem Mangrove Muara Sungai Musi Kabupaten Banyuasin Provinsi Sumatera Selatan. Journal Maspari, 5(1): 615.

Karyono M, Ramadan A, Bustamin. 2013. Kepadatan dan frekuensi kehadiran gastropoda air tawar di Kecamatan Gambusa Kabupaten Sigi. e-Jipbiol, (01): 57-64.

Krebs. 1989. Ecological Methodology. New York: Harper and Row Publisher.

Munandar A, Ali AA, Karina S. 2016. Struktur komunitas makrozoobenthos di Estuari Kuala Rigaih Kecamatan Setia Bakti Kabupaten Aceh Jaya. Jurnal Ilmiah

Mahasiswa Kelautan dan Perikanan Unsyiah, 1(3): 331-336.

Munthe YM, Aryawati R, Isnaini. 2012. Struktur komunitas dan sebaran fitoplankton di Perairan Sungsang Sumatera Selatan. Maspari Journal, 4(1): 122-130.

Odum EP. 1993. Dasar-dasar Ekologi (Fundamentals of Ecology). Edisi 3. Tjahjono S, penerjemah. Yogyakarta: Gajah Mada University Press. Terjemahan dari: Fundamentals of ecology. 697 hlm.

Puspita L, Rahmawati E, Suryadiputra INN, Meutia AA. 2005. Lahan Basah Buatan Di Indonesia. Bogor: Wetlands Internationa-Indonesia Programmed Ditjen PHKA.

Rudianto FN, Setyawati TR, Mukarlina. 2014. Struktur komunitas gastropoda pada persawahan pasang surut dan tadah hujan di Kecamatan Sungai Kakap. Protobiont, 3(2): 177–185.

Santosa Y, Ramadhan EP, Rahman DA. 2008. Studi Keanekaragaman Mamalia pada Beberapa Tipe Habitat di Stasiun Penelitian Pondok Ambung Taman Nasional Tanjung Putting Kalimantan Tengah. Media Konservasi, 13(3): 1-7.

Supono. 2008. Analisis Diatom Epipelic Sebagai Indikator Kualitas Lingkungan Tambak Untuk Budidaya Udang. [Tesis]. Semarang: Program Studi Magister Manajemen Sumberdaya Pantai, Program Pascasarjana Universitas Diponegoro. 85hlm

Windia W, Wiguna WAA. 2013. Subak Warisan Budaya Dunia. Bali: Penerbit Udayana University Press.

206