Structure of riparian vegetation in Bongkasa Pertiwi Village, Abiansemal District, Badung Regency – Bali
on
JURNAL BIOLOGI UDAYANA 25(2): 172-182
P ISSN: 1410-5292 E ISSN: 2599-2856
Struktur vegetasi di kawasan riparian Desa Bongkasa Pertiwi, Kecamatan Abiansemal, Kabupaten Badung – Bali
Structure of riparian vegetation in Bongkasa Pertiwi Village, Abiansemal District, Badung Regency – Bali
I Made Saka Wijaya1,3, Luh Putu Eswaryanti Kusuma Yuni1,3*, Ida Ayu Eka Pertiwi Sari2
-
1) Program Studi Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Udayana Jl. Raya Kampus Unud Jimbaran, Kuta Selatan, Badung – Bali 80361
-
2) PT Tirta Investama (Aqua Mambal), Mambal, Kec. Abiansemal, Kabupaten Badung, Bali 80352
-
3) Frank Williams Museum Patung Burung, Pusat Kajian Ornithologi, Pusat Penelitian Sumber Daya Alam dan Lingkungan Hidup, Lembaga Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat, Universitas Udayana
Br. Tengkulak, Kemenuh, Kec. Sukawati, Kabupaten Gianyar, Bali – 80582
*Email: [email protected]
Diterima 22 Agustus 2021 Disetujui 20 September 2021
INTISARI
Sungai Ayung merupakan sungai terpanjang di Bali. Bagian tengah sungai ini banyak dimanfaatkan sebagai objek wisata arung jeram (rafting) seperti di Desa Bongkasa Pertiwi, Kecamatan Abiansemal, Kabupaten Badung – Bali. Untuk menjaga fungsi sungai tetap optimal, maka diperlukan informasi mengenai struktur vegetasi riparian yang merupakan komponen dinamis ekosistem sungai. Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari struktur vegetasi riparian di Desa Bongkasa Pertiwi. Penelitian menggunakan metode transek kuadrat dengan 3 stasiun penelitian dan 3 ulangan. Plot yang digunakan terdiri plot pohon berukuran 20 x 20 m, plot tiang berukuran 10 x 10 m, plot pancang berukuran 5 x 5 m, dan plot herba – semak berukuran 2 x 2 m. Data diolah dengan analisis vegetasi yang dilengkapi dengan Indeks Nilai Penting (INP), Indeks Keragaman Shannon-Wiener (H’), Indeks Dominansi (C), dan Indeks Kemerataan (E). Berdasarkan hasil penelitian, struktur vegetasi di Desa Bongkasa Pertiwi termasuk baik dengan melimpahnya spesies tumbuhan lokal. Komposisi floristik vegetasi riparian tersusun atas 18 spesies pada bentuk hidup pohon, 18 spesies tiang, 21 spesies pancang, dan 29 spesies herba – semak. Kelapa (Cocos nucifera), bayur (Pterospermum javanicum), gintungan (Bischofia javanica), kenanga (Cananga odorata), genitri (Elaeocarpus serratus), nangka (Artocarpus heterophyllus), kopi robusta (Coffea canephora), dan rambutan (Nephelium lappaceum) merupakan jenis tumbuhan yang dengan nilai INP tertinggi. Vegetasi lantai pada bentuk hidup herba – semak didominasi oleh padang sasak (Sphaegneticola trilobata), waderan (Oplismenus burmanni), dan paku sayur (Diplazium esculentum). Berdasarkan Indeks Diversitas (H’), Indeks Dominansi (C), dan Kemerataan (E), diversitas vegetasi riparian termasuk ke dalam kategori sedang, tidak memiliki spesies yang mendominasi, dan komposisi vegetasi merata.
Kata kunci: Sungai Ayung, vegetasi sungai, vegetasi riparian
ABSTRACT
Ayung river is the longest river in Bali. The middle part of the river is frequently utilized as rafting for tourism, such as in Bongkasa Pertiwi Village, Abiansemal District, Badung Regency – Bali. To preserve
the river’s ecological function, the information of riparian vegetation as the dynamic component in river is highly required. This research aimed to study the structure of riparian vegetation in Bongkasa Pertiwi Village. The plot method was used and the study site was divided into three stations. Each station was composed by three replications with four plot variations: trees (20 x 20 m), poles (10 x 10 m), saplings (5 x 5), and herbs-shrubs (2 x 2 m). The data was analysed using vegetation analysis that completed with Importance Value (IV), Shannon-Wiener Diversity Index (H’), Index of Dominancy (C), and Index of Evenness (E). This study found that the structure of riparian vegetation in Bongkasa Pertiwi Village was in good condition which was indicated by the high abundance of local tree species. The floristic composition of riparian vegetation comprised by 18 species of trees, 18 species of poles, 21 species of saplings, and 29 species of herbs and shrubs. Cocos nucifera, Pterospermum javanicum, Bischofia javanica, Cananga odorata, Elaeocarpus serratus, Artocarpus heterophyllus, Coffea canephora, and Nephelium lappaceum were the species with the highest Importance Value (IV). The floor vegetation in form of herbs and shrubs was dominated by Sphaegneticola trilobata, Oplismenus burmanni, and Diplazium esculentum. Based on the Diversity Index (H’), Index of Dominancy (C), and Index of Evenness (E), diversity of riparian vegetation in Bongkasa Pertiwi Village was classified as medium category, without any dominated species, and the vegetation composition was equivalent.
Keywords: Ayung river, freshwater vegetation, riparian vegetation
PENDAHULUAN
Desa Bongkasa Pertiwi terletak di Kecamatan Abiansemal, Kabupaten Badung – Bali. Desa ini berbatasan dengan Desa Kedewatan yang terletak di Kecamatan Ubud, Kabupaten Gianyar – Bali. Batas alam kedua desa tersebut adalah Sungai Ayung yang merupakan sungai terpanjang di Bali. Sungai Ayung juga terkenal dengan aliran airnya yang deras, sehingga banyak dimanfaatkan sebagai wisata arung jeram (rafting), termasuk oleh masyarakat di Desa Bongkasa Pertiwi. Aktivitas wisata akan berdampak pada lingkungan di sekitar sungai. Fierro et al. (2017) menyatakan bahwa aktivitas pemanfaatan lahan di sekitar sungai oleh manusia berpotensi menurunkan kualitas air, invertebrata besar, dan vegetasi riparian.
Vegetasi riparian adalah komunitas tumbuhan yang tumbuh di tepi sungai, berperan sebagai penghubung antara formasi fluvial dengan ekosistem terestrial (Riis et al., 2020). Vegetasi riparian bersifat dinamis dalam merespon gangguan ekologis yang menyebabkan tingginya dinamika vegetasi tersebut, baik secara spasial maupun temporal (Camporeale et al., 2013; Macfarlane et al., 2017; Vesipa et al., 2017). Dinamika tersebut akan mengubah komposisi vegetasi, sehingga berdampak pada stabilitas
ekosistem sungai. Secara geomorfologis, vegetasi riparian berperan dalam menjaga stabilitas lereng melalui sistem perakaran yang ekstensif (Krzeminska et al., 2019). Secara biologis, vegetasi riparian berperan sebagai penyedia sumber energi melalui serasah daun, kayu dan buah yang hanyut dan menjadi sumber makanan hewan air (Bendix & Stella, 2013; Nugroho & Riyanto, 2018; Whitten et al., 1996). Selain itu, beberapa spesies hewan juga memiliki interaksi yang spesifik dengan vegetasi riparian, sehingga hanya melimpah bila kondisi vegetasi ripariannya baik (Macfarlane et al., 2017).
Tumbuhan penyusun vegetasi riparian memiliki mekanisme adaptasi yang beragam (Camporeale et al., 2013), salah satunya adalah adaptasi terhadap genangan. Tinggi genangan air yang bervariasi berperan dalam membentuk formasi vegetasi yang khas, seperti formasi semak riparian, formasi graminoid (rumput dan teki), dan formasi tumbuhan amphibious (Ström et al., 2012). Formasi tumbuhan amphibious merupakan tumbuhan yang paling adaptif terhadap genangan, sedangkan tumbuhan yang tidak tahan terhadap genangan umumnya akan dijumpai di formasi hutan riparian yang terletak pada elevasi yang lebih tinggi daripada formasi semak riparian (Ström et al., 2012). Meskipun tidak toleran terhadap genangan, formasi hutan
riparian juga berperan penting dalam menjaga fungsi ekosistem. Formasi ini berperan sebagai habitat koridor, pemendam karbon, penyedia naungan, sampai sebagai sumber energi (Salemi et al., 2012).
Saat ini, vegetasi riparian terancam oleh aktivitas antropogenik seperti alih fungsi lahan, deforestrasi, pertambangan, polusi, dan keberadaan spesies invasif (Riis et al., 2020). Di sisi lain, vegetasi riparian menyediakan berbagai jasa ekosistem yang berperan penting dalam kelestarian lingkungan (Krzeminska et al., 2019; Salemi et al., 2012). Struktur vegetasi riparian di Desa Bongkasa perlu dikaji untuk memperoleh informasi mengenai tumbuhan penyusun vegetasi tersebut, karena masyarakat memiliki hubungan yang erat dengan keberadaan Sungai
Ayung. Berdasarkan hal tersebut, maka penelitian ini bertujuan untuk mempelajari struktur vegetasi riparian di Desa Bongkasa Pertiwi, Kecamatan Abiansemal, Kabupaten Badung – Bali.
METODE
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian dilakukan di Desa Bongkasa Pertiwi, Kecamatan Abiansemal, Kabupaten Badung – Bali, pada bulan Juni 2021. Area penelitian dibagi menjadi tiga stasiun, yaitu Stasiun 1, Stasiun 2, dan Stasiun 3 yang terletak di tepi sungai (Gambar 1). Pemilihan stasiun tersebut mewakili batas utara, tengah, dan selatan dari Desa Bongkasa Pertiwi.

Gambar 1. Lokasi penelitian di Desa Bongkasa Pertiwi, Kecamatan Abiansemal, Kabupaten Badung - Bali
Cara Kerja
Koleksi data tumbuhan menggunakan metode transek kuadrat. Metode transek kuadrat dilakukan dengan membuat garis transek pada setiap stasiun penelitian, kemudian diletakkan plot sampling di sekitar transek tersebut. Setiap stasiun penelitian dilakukan 3 kali ulangan. Ukuran plot yang digunakan disesuaikan dengan bentuk hidup (growth form) yang disampling,
yaitu plot pohon yang berukuran 20 x 20 m, plot tiang yang berukuran 10 x 10 m, plot pancang yang berukuran 5 x 5 m, dan plot herba - semak yang berukuran 2 x 2 m. Plot herba – semak pada dasarnya adalah plot semai, namun digunakan juga untuk menghitung kemelimpahan bentuk hidup vegetasi lantai lain seperti semak, herba, paku, dan rumput. Dengan kategori bentuk hidup pada Krebs (1978), bentuk
hidup pada vegetasi lantai disederhanakan menjadi bentuk hidup herba – semak.
Suatu tumbuhan dikategorikan memiliki bentuk hidup pohon apabila memiliki diameter batang ≥ 20 cm, dikategorikan tiang bila memiliki diameter 7 sampai < 20 cm, dan dikategorikan pancang bila memiliki diameter < 7 cm dan tinggi > 1,5 m. Tumbuhan dikategorikan herba - semak apabila memiliki tinggi < 1,5 m. Pada plot pohon, tiang, dan pancang, data yang dikoleksi mencakup cacah individu, diameter batang, dan nama spesies, sedangkan pada plot herba – semak hanya dihitung cacah individu dan nama spesiesnya saja.
Identifikasi tumbuhan dilakukan dengan mengamati karakter khas yang menjadi ciri suku, marga, dan spesies (Rugayah et al., 2004), kemudian dibandingkan dengan berbagai pustaka, seperti Flora of Java vol. I, II, dan III (Backer & van den Brink, 1963, 1965, 1968),
Weed Flora of Javanese Sugar-cane Fields (Backer, 1973), dan Jenis-jenis Pohon Penting di Hutan Nusa Kambangan (Partomihardjo et al., 2014). Nama ilmiah yang sah untuk setiap spesies tumbuhan diakses melalui Plants of the World Online (2021) melalui laman http://plantsoftheworldonline.org/.
Analisis Data
Data yang diperoleh kemudian dianalisis untuk mengetahui struktur vegetasinya. Parameter analisis data tersebut terdiri dari Densitas, Densitas Relatif, Frekuensi, Frekuensi Relatif, Luas Basal Area, Dominansi, Dominansi Relatif, dan Nilai Penting. Luas Basal Area, Dominansi dan Dominansi Relatif hanya diukur pada pohon, tiang, dan pancang. Analisis kemudian dilanjutkan untuk menentukan Indeks Keragaman Shannon-Wiener (H’), Indeks Dominansi (C), dan Indeks Kemerataan (E). Rumus yang digunakan dalam analisis struktur vegetasi adalah sebagai berikut:
2 ]umlah individu suatu spesies
Densitas (individii/m ) Luas area
Frekuensi Relatif (%) =
Frekuensi suatu spesies
Frekuensi keseluruhan spesies
× 100%
Densitas Relatif (%) =
Densitas suatu spesies
Densitas keseluruhan spesies
× 100%
(Keliling batang)2
Luas Basal Area (m ) = ---------------- v 4 π
Frekuensi =
]umlah kehadiran suatu spesies Jumlah keseluruhan titik sampling
D . 2 ^°tal LBA suatu spesies
Luas area
D°minansi Relatif (%) =
D°minansi suatu spesies
D°minansi keseluruhan spesies
× 100%
Nilai Penting (%) = Densitas Relatif + Frekuensi Relatif + D°minansi Relatif
s
∑ni ni
Indeks Diversitas Shann°n — Weiner (H') =
(N) ('1N)
i=1
Keterangan: |
Ketentuan: |
ni = indeks nilai penting suatu spesies N = indeks nilai penting keseluruhan H’ = indeks keragaman Shannon-Wiener |
H’ < 1 = keragaman rendah 1 < H’ < 3 = keragaman sedang H’ > 3 = keragaman tinggi s |
Indeks D°minansi (C) =
Keterangan: |
Ketentuan: |
ni = indeks nilai penting suatu spesies N = indeks nilai penting keseluruhan C = indeks dominansi |
C < 0,5 = tidak terdapat jenis yang mendominasi C > 0,5 = terdapat jenis yang mendominasi |
H'
Hideks Keseragaman (E') = -τ^---—-----:—-
mtyumlah spesies)
Keterangan:
H’ = indeks diversitas Shannon-Wiener
E = indeks kemerataan
Ketentuan:
E < 0,5 = komposisi vegetasi tidak merata
E > 0,5 = komposisi vegetasi merata
HASIL DAN PEMBAHASAN
Berdasarkan hasil penelitian di Desa Bongkasa Pertiwi, Kecamatan Abiansemal, Kabupaten Badung – Bali, komposisi vegetasi riparian terdiri dari bentuk hidup pohon sebanyak 18 spesies dari 76 individu, tiang sebanyak 18 spesies dari 28 individu, pancang sebanyak 21 spesies dari 38 individu, dan pada herba – semak sebanyak 29 spesies dari 637 individu (Gambar 2). Hasil analisis vegetasi akan memberikan
informasi mengenai struktur vegetasi riparian tersebut. Parameter utama yang dibandingkan adalah parameter indeks, meliputi Indeks Nilai Penting (INP), Indeks Diversitas ShannonWiener (H’), Indeks Dominansi (C), dan Indeks Kemerataan (E). INP akan menunjukkan kontribusi relatif suatu spesies di dalam komunitas tumbuhan atau vegetasi di area tertentu (Barbour et al., 1987). INP pada setiap bentuk hidup pohon, tiang, pancang, dan herba – semak ditunjukkan oleh Tabel 1.
Jumlah spesies dan jumlah individu pada setiap bentuk hidup

Bjumlahspesies QJumIahindividu
Gambar 2. Jumlah spesies dan jumlah individu tumbuhan penyusun vegetasi riparian di Desa Bongkasa Pertiwi, Kecamatan Abiansemal, Kabupaten Badung - Bali
Pohon dengan nilai INP tertinggi adalah kelapa atau nyuh (Cocos nucifera) sebesar 73,71%, diikuti oleh gintungan (Bischofia javanica) sebesar 31,20%, dan bayur (Pterospermum javanicum) sebesar 28,09%. Kelapa merupakan spesies tumbuhan yang banyak dimanfaatkan di Bali, terutama dalam kaitannya dengan adat dan upacara keagamaan. Keberadaan kelapa yang cukup penting menjadikan spesies ini lebih dipertahankan dan relatif lestari. Perbandingan nilai DR (31,58%) yang lebih besar dari FR (19,05%) pada kelapa secara tidak langsung menunjukkan persebaran yang mengelompok. Secara alami, persebaran kelapa memanfaatkan aliran air, sehingga kemelimpahannya relatif tinggi di area riparian
atau tepi sungai. Persebaran melalui air merupakan salah satu mekanisme persebaran biji yang adaptif terhadap kondisi riparian (Bendix & Stella, 2013). Selain itu, kelapa juga menjadi salah satu jenis pohon yang banyak ditanam oleh masyarakat sekitar karena memiliki banyak fungsi, baik dalam kehidupan sehari-hari maupun dalam kegiatan adat dan keagamaan. Hal ini menyebabkan banyak dijumpai pohon kelapa dibagian atas sungai. Dua spesies lainnya, yaitu gintungan dan bayur, merupakan jenis pohon yang banyak dijumpai di sekitar aliran sungai di Bali. Kedua spesies tersebut juga berperan penting dalam menyusun lapisan kanopi dan menjadi habitat berbagai jenis burung, reptil, dan mamalia arboreal.
Tabel 1. Nilai INP tertinggi 10 spesies tumbuhan pada bentuk hidup pohon, tiang, pancang, dan herba - semak.
Keterangan: DR = Densitas Relatif; FR = Frekuensi Relatif; DoR = Dominansi Relatif; INP = Indeks Nilai Penting
No |
Nama Spesies |
Nama Lokal |
DR (%) |
FR (%) |
DoR (%) |
INP (%) |
Pohon | ||||||
1 |
Cocos nucifera |
Kelapa, nyuh |
31,58 |
19,05 |
23,08 |
73,71 |
2 |
Bischofia javanica |
Gintung, gintungan |
10,53 |
9,52 |
11,15 |
31,20 |
3 |
Pterospermum javanicum |
Bayur |
10,53 |
9,52 |
8,04 |
28,09 |
4 |
Arenga pinnata |
Aren, jaka |
7,89 |
9,52 |
8,14 |
25,56 |
5 |
Erythrina fusca |
Canging |
2,63 |
4,76 |
13,27 |
20,66 |
6 |
Palaquium amboinense |
Nyantuh |
5,26 |
7,14 |
4,15 |
16,56 |
7 |
Mangifera kemang |
Wani |
5,26 |
7,14 |
4,00 |
16,41 |
8 |
Ficus superba |
Kresek |
2,63 |
4,76 |
6,50 |
13,89 |
9 |
Elaeocarpus serratus |
Genitri |
2,63 |
2,38 |
5,20 |
10,21 |
10 |
Swietenia mahagoni |
Mahoni |
3,95 |
2,38 |
3,68 |
10,01 |
. . . 18 | ||||||
Tiang | ||||||
1 |
Cananga odorata |
Sandat |
10,71 |
13,64 |
14,03 |
38,38 |
2 |
Elaeocarpus serratus |
Genitri |
10,71 |
9,09 |
17,76 |
37,57 |
3 |
Artocarpus heterophyllus |
Nangka |
10,71 |
4,55 |
19,48 |
34,74 |
4 |
Swietenia mahagoni |
Mahoni |
7,14 |
9,09 |
4,05 |
20,29 |
5 |
Theobroma cacao |
Cokelat |
7,14 |
4,55 |
4,96 |
16,65 |
6 |
Planchonia valida |
Putat, kutat |
3,57 |
4,55 |
7,69 |
15,80 |
7 |
Dracontomelon dao |
Kayu bok |
7,14 |
4,55 |
2,85 |
14,54 |
8 |
Gliricidia sepium |
Gamal |
7,14 |
4,55 |
2,73 |
14,42 |
9 |
Roystonea regia |
Palem |
3,57 |
4,55 |
5,91 |
14,03 |
10 |
Ficus septica |
Awar-awar |
3,57 |
4,55 |
3,78 |
11,90 |
. . . 18 | ||||||
Pancang | ||||||
1 |
Cananga odorata |
Sandat |
13,16 |
7,14 |
10,80 |
31,10 |
2 |
Coffea canephora |
Kopi, robusta |
10,53 |
10,71 |
7,94 |
29,18 |
3 |
Nephelium lappaceum |
Rambutan, buluan |
5,26 |
7,14 |
9,69 |
22,10 |
4 |
Planchonia valida |
Putat, kutat |
5,26 |
3,57 |
13,18 |
22,01 |
5 |
Trevesia sundaica |
Kenongnong |
5,26 |
7,14 |
9,08 |
21,48 |
6 |
Theobroma cacao |
Cokelat |
5,26 |
3,57 |
10,32 |
19,15 |
7 |
Gnetum gnemon |
Melinjo |
5,26 |
7,14 |
6,06 |
18,46 |
8 |
Gliricidia sepium |
Gamal |
5,26 |
7,14 |
2,12 |
14,53 |
9 |
Solanum torvum |
Tuung kokak |
7,89 |
3,57 |
2,94 |
14,40 |
10 |
Palaquium amboinense |
Nyantuh |
5,26 |
3,57 |
5,54 |
14,38 |
.21. . | ||||||
Herba |
- semak | |||||
1 |
Sphagneticola trilobata |
Padang sasak, widelia |
29,83 |
4,41 |
34,24 | |
2 |
Oplismenus burmanni |
Waderan |
15,70 |
10,29 |
25,99 | |
3 |
Diplazium esculentum |
Paku sayur |
6,59 |
8,82 |
15,42 | |
4 |
Selaginella sp. |
Paku rane |
10,36 |
4,41 |
14,77 | |
5 |
Dryopteris cycadina |
Paku pipid |
4,24 |
4,41 |
8,65 | |
6 |
Ficus montana |
Uyah-uyah |
2,20 |
5,88 |
8,08 | |
7 |
Hyptis capitata |
Rumput kenop |
2,04 |
5,88 |
7,92 | |
8 |
Mikania micrantha |
Mikania |
1,57 |
5,88 |
7,45 | |
9 |
Cyrtococcum sp. |
Padang layah bebek |
4,24 |
2,94 |
7,18 | |
10 |
Homalomena cordata |
Sente |
0,94 |
5,88 |
6,82 | |
. . . 29 |
INP tertinggi pada tiang terdapat pada kenanga atau sandat (Cananga odorata) sebesar 38,38%, genitri (Elaeocarpus serratus) sebesar
37,57%, dan nangka (Artocarpus heterophyllus) sebesar 34,74%. Ketiga spesies tersebut merupakan spesies yang berperan penting dalam
kehidupan masyarakat di Bali. Kenanga cenderung dimanfaatkan bunganya, genitri banyak dimanfaatkan bijinya, dan nangka banyak dimanfaatkan buahnya. Selain itu, kayu dari kenanga dan nangka juga menjadi salah satu kayu yang banyak digunakan sebagai bahan membuat perkakas, konstruksi bangunan, sampai material untuk sarana adat. Secara ekologis, ketiga spesies ini juga mampu hidup di bawah naungan atau kanopi, sehingga perkembangan dari semai, pancang, sampai tiang tidak terganggu oleh keberadaan kanopi dari pohon lain. Saat terjadi celah kanopi akibat pohon naungan yang tumbang, spesies tersebut akan tumbuh lebih cepat dan menjadi pohon pemberi naungan untuk spesies lain dibawahnya.
Pada pancang, INP tertinggi dijumpai pada kenanga atau sandat (Cananga odorata) sebesar 38,38%, diikuti oleh kopi robusta (Coffea canephora) sebesar 29,18%, dan rambutan (Nephelium lappaceum) sebesar 22,10%. Keberadaan kenanga berkaitan erat dan regenerasi dari spesies tersebut. Kenanga relatif melimpah pada bentuk hidup pohon, tiang, maupun pancang, sehingga secara tidak langsung memberikan indikasi regenerasi yang berlangsung dengan baik. Tingginya nilai INP pada kopi berkaitan dengan pemanfaatannya sebagai komoditas ekonomi oleh beberapa masyarakat yang memilih untuk memproduksi kopi.
Pada plot herba - semak, jenis dengan INP tertinggi adalah padang sasak (Sphagneticola trilobata) sebesar 34,18%, waderan (Oplismenus burmanni) sebesar 25,84%, dan paku sayur (Diplazium esculentum) sebesar 15,29%. Padang sasak atau yang banyak dikenal sebagai wedelia, merupakan herba yang banyak dijumpai di dekat aliran air, persawahan, dan di area yang memiliki kelembaban tinggi. Spesies ini juga banyak dijumpai di habitat yang sama dengan waderan. Waderan merupakan rumput yang mampu tumbuh di daerah dengan kelembaban tinggi sampai rendah, dan relatif mudah dijumpai di lantai hutan. Spesies paku yang banyak dijumpai di dekat aliran air adalah paku sayur. Komposisi tumbuhan penyusun vegetasi lantai bersifat
sangat dinamis dan dipengaruhi oleh curah hujan, kondisi musim, pertumbuhan vegetasi, serta gangguan antropogenik (Nugroho & Riyanto, 2018).
Secara umum, beberapa spesies di lokasi penelitian ini termasuk spesies yang berperan dalam menjaga stabilitas tepi sungai atau lahan berlereng, seperti aa (Ficus variegata), aa baas (Ficus racemosa), kenongnong (Trevesia sundaica), teep (Artocarpus elasticus), aren atau jaka (Arenga pinnata), dan pule (Alstonia scholaris) (Sancayaningsih et al., 2018). Di Desa Bongkasa Pertiwi, keberadaan pohon gintungan (Gambar 3a) dan bayur (Gambar 3b-c) relatif mudah dijumpai dan melimpah di sekitar tepi sungai. Berbagai jenis burung melakukan aktivitas di pohon tersebut, baik sebagai tempat bertengger maupun mencari makan. Jenis burung madu dan burung kacamata banyak dijumpai di sekitar pohon bayur yang sedang mekar.
Pohon aren juga banyak dijumpai di sekitar tepi sungai. Salah satu kelebihan pohon aren adalah batangnya yang mampu menjadi habitat tumbuhan epifit maupun memanjat, seperti Ficus subulata (Gambar 3d). Ficus merupakan marga yang memiliki potensi sebagai keystone species dalam suatu ekosistem karena kemampuannya menghasilkan buah sepanjang tahun. Jenis Ficus yang banyak dijumpai di pohon aren adalah F. subulata, sedangkan Ficus dengan bentuk hidup pohon yang dijumpai di sekitar lokasi penelitian adalah Ficus variegata, Ficus racemosa, Ficus callosa, Ficus superba, dan Ficus fistulosa.
Jenis tumbuhan khas penyusun vegetasi riparian lainnya adalah kenongnong (Gambar 3e). Kenongnong sebagian besar dijumpai dalam bentuk pancang, sangat jarang dijumpai dalam bentuk pohon. Tumbuhan ini memiliki duri-duri pendek yang tajam dan tersusun spiral. Secara ekologis, kenongnong tumbuh subur di daerah yang ternaungi, sehingga meningkatkan susunan kanopi. Kanopi yang semakin rapat akan menyebabkan terjadinya seleksi pada spesies tumbuhan yang bersifat shade intolerant (tidak memiliki toleransi terhadap naungan), sehingga spesies tersebut akan lebih sulit dijumpai. Berbanding terbalik dengan tumbuhan yang
bersifat shade tolerant (memiliki toleransi terhadap naungan), seperti paku rane (Selaginella sp.). Paku rane (Gambar 3f) memiliki toleransi terhadap naungan, sehingga mampu dijumpai di daerah yang tertutup
maupun terbuka, selama kelembaban di area tesebut masih tinggi. Adaptasi yang sama juga dimiliki oleh padang sasak (S. trilobata) (Nurika et al., 2019) dan uyah-uyah (Ficus montana).

(a)

(b)

(c)

(d)

(e)

(f)
Gambar 3. Beberapa spesies tumbuhan khas di Desa Bongkasa Pertiwi (a) gintungan (Bischofia javanica); (b-c) bayur (Pterospermum javanicum); (d) Ficus subulata; (e) kenongnong (Trevesia sundaica);
dan (f) paku rane (Selaginella sp.)
Spesies tumbuhan invasif relatif jarang dijumpai dan tidak melimpah, seperti Mikania micrantha yang memiliki INP 7,45% pada plot herba - semak (Lampiran 1). Hal ini secara tidak langsung menunjukkan tingginya stabilitas vegetasi riparian di area tersebut. Macfarlane et al. (2017) menyatakan bahwa selain aktivitas dari manusia, stabilitas fungsi vegetasi riparian dipengaruhi oleh keberadaan tumbuhan invasif yang mengganggu sistem hidrologis sungai. Stabilitas riparian juga berkaitan dengan kemelimpahan spesies tumbuhan lokal yang telah teradaptasi dengan iklim mikro di area tersebut (Nugroho & Riyanto, 2018). Di Desa Bongkasa Pertiwi, spesies tumbuhan lokal juga melimpah seperti bayur (P. javanicum), gintungan (B. javanica), nyantuh (Palaquium amboinense), kajimas (Duabanga moluccana), lenggung (Trema orientale), dao (Dracontomelon dao), genitri (Elaeocarpus serratus), dan berbagai jenis pohon dari marga Ficus. Berdasarkan zonasi vegetasi pada peta
iklim dalam Whitten et al. (1996), vegetasi di Desa Bongkasa Pertiwi termasuk ke dalam vegetasi penyusun hutan hujan tropis (evergreen rain forest). Spesies khas vegetasi tersebut adalah teep (Artocarpus elasticus), duku atau ceroring (Lansium domesticum), majegau (Dysoxylum caulostachyum), dan putat (Planchonia valida) (Whitten et al., 1996). Semua spesies khas tersebut dijumpai di Desa Bongkasa Pertiwi, namun hanya pohon majegau saja yang tidak termasuk ke dalam plot pengamatan.
Keberadaan pohon dengan sistem perakaran yang kuat juga berpengaruh dalam menjaga topologi sungai dari pengaruh gerusan dan kontraksi air dari hulu (Bendix & Stella, 2013). Aliran Sungai Ayung di Desa Bongkasa Pertiwi termasuk dalam zona tengah, sedangkan zona hulu terletak di Kecamatan Kintamani, Kabupaten Bangli, dan zona hilir terletak di Kecamatan Denpasar Timur, Kota Denpasar. Limpasan air akibat aliran deras dari hulu akan
berdampak buruk bila kondisi vegetasi riparian tidak terjaga dengan baik. Maka dari itu, keberadaan pohon lokal sangat penting dalam menjaga stabilitas fungsi sungai. Pohon penyusun vegetasi riparian juga berperan sebagai pemendam karbon (carbon sequestration) dalam jangka waktu yang panjang, sehingga menjadi salah satu strategi dalam mitigasi perubahan iklim (Krzeminska et al., 2019).
Nilai Indeks Diversitas Shannon-Wiener (H’), Indeks Kekayaan (R), Indeks Dominansi (C), dan Indeks Kemerataan (E) pada bentuk hidup pohon, tiang, pancang, dan semai di Desa Bongkasa Pertiwi ditunjukkan oleh Tabel 2. Secara keseluruhan, diversitas atau keragaman tumbuhan di Desa Bongkasa Pertiwi termasuk ke dalam kategori sedang karena memiliki nilai H’ dalam rentang 1 – 3. Bentuk hidup pohon memiliki nilai H’ terendah (2,54), dilanjutkan oleh tiang (2,75), pancang (2,92), dan yang tertinggi pada herba - semak (2,98).
Keragaman tumbuhan yang termasuk dalam kategori sedang menunjukkan bahwa vegetasi riparian tersebut memasuki fase stabil dengan beberapa suksesi mikro yang menyebabkan terjadinya celah cahaya. Komposisi spesies pada bentuk hidup pohon, tiang, dan pancang yang bervariasi secara tidak langsung menunjukkan variasi rekrutmen spesies. Hal ini disebabkan karena rekrutmen spesies pada vegetasi riparian tidak terlalu tergantung pada bank biji (seed bank) seperti ekosistem terrestrial, melainkan pada air (hydrochory) dan angin (anemochory) (Bendix & Stella, 2013). Pada bentuk hidup herba – semak, keragaman spesies didominasi oleh tumbuhan dengan strategi r yang cenderung dipengaruhi iklim mikro. Tumbuhan strategi R mampu mengoptimalkan sumberdaya yang ada untuk meningkatkan laju reproduksinya (Barbour et al., 1987; Radford, 2013).
Tabel 2. Nilai Indeks Diversitas Shannon-Weiner (H’), Indeks Dominansi (C), dan Indeks Kemerataan (E) pada bentuk hidup pohon, tiang, pancang, dan semai di Desa Bongkasa Pertiwi.
No |
Bentuk Hidup |
Nilai Indeks Keragaman (H’) |
Nilai Indeks Dominansi (C) |
Nilai Indeks Kemerataan (E) |
1 |
Pohon |
2,54 |
0,11 |
0,86 |
2 |
Tiang |
2,75 |
0,07 |
0,95 |
3 |
Pancang |
2,92 |
0,06 |
0,96 |
4 |
Herba - semak |
2,98 |
0,07 |
0,88 |
Pada Indeks Dominansi (C), semua bentuk hidup memiliki nilai < 0,5 yang berarti bahwa tidak terdapat spesies tumbuhan yang mendominasi. Rincian nilai C dari tertinggi sampai terendah adalah pohon (0,11), tiang (0,07), herba - semak (0,07), dan pancang (0,06). Pada Indeks Kemerataan (E), semua bentuk hidup memiliki nilai > 0,5 yang berarti bahwa komposisi vegetasi di area tersebut adalah merata. Nilai E tertinggi dijumpai pada bentuk hidup pancang (0,96), diikuti oleh tiang (0,95), herba - semak (0,88), dan pohon (0,86). Bila dibandingkan dengan nilai Indeks Kemerataan (E), maka dapat diketahui bahwa komposisi spesies penyusun vegetasi di Desa Bongkasa Pertiwi tidak terdapat spesies yang mendominasi serta komposisi vegetasi yang merata. Hal ini menunjukkan bahwa vegetasi riparian berada
dalam tahap yang stabil dan memiliki kecenderungan untuk bertahan dari gangguan ekologis.
Berdasarkan keseluruhan data, kondisi vegetasi riparian di Desa Bongkasa Pertiwi berada dalam kondisi yang baik yang didukung oleh melimpahnya spesies tumbuhan lokal pada berbagai bentuk hidup. Berdasarkan klasifikasi riparian oleh Krzeminska et al. (2019), vegetasi riparian di Desa Bongkasa Pertiwi termasuk ke dalam kategori hutan (forest). Vegetasi riparian yang termasuk ke dalam kategori ini memiliki jasa ekosistem yang tinggi di bidang penyedia habitat untuk spesies lain, pemendam karbon, filtrasi nutrien, mencegah tanah longsor, penyebaran biji, mengatur iklim mikro, dan sebagai penyedia sumber daya genetik
(Krzeminska et al., 2019). Kondisi vegetasi riparian yang baik juga berperan dalam menjaga keragaman hayati dan kualitas air (Fierro et al., 2017).
KESIMPULAN
Struktur vegetasi di Desa Bongkasa Pertiwi, Kecamatan Abiansemal, Kabupaten Badung – Bali tersusun atas 18 spesies pada bentuk hidup pohon, 18 spesies tiang, 21 spesies pancang, dan 29 spesies herba – semak. Secara umum, kondisi vegetasi riparian di lokasi penelitian masih tergolong baik yang ditunjukkan oleh melimpahnya spesies tumbuhan lokal. Kelapa (Cocos nucifera), bayur (Pterospermum javanicum), gintungan (Bischofia javanica), kenanga (Cananga odorata), genitri (Elaeocarpus serratus), dan nangka (Artocarpus heterophyllus) merupakan jenis tumbuhan lokal yang paling melimpah. Selain itu, terdapat pula spesies khas vegetasi riparian lainnya seperti kenongnong (Trevesia sundaica) dan beberapa spesies Ficus. Vegetasi lantai pada bentuk hidup herba – semak didominasi oleh padang sasak (Sphaegneticola trilobata), waderan (Oplismenus burmanni), dan paku sayur (Diplazium esculentum). Berdarkan Indeks Diversitas (H’), diversitas vegetasi riparian termasuk ke dalam kategori sedang. Berdasarkan Indeks Dominansi (C) dan Kemerataan (E), vegetasi riparian di Desa Bongkasa Pertiwi termasuk dalam kategori vegetasi yang tidak memiliki spesies yang mendominasi dengan persebaran yang merata.
UCAPAN TERIMA KASIH
Ucapan terima kasih ditujukan kepada Program Studi Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Udayana dan PT Tirta Investama – Mambal atas dukungannya dalam pelaksanaan penelitian ini. Penelitian ini merupakan implementasi Piagam Kerja Sama antara Fakultas MIPA Unud dan PT Tirta Investama – Mambal. Ucapan terima kasih juga ditujukan kepada tenaga lapangan dari tim BUMDesa Mandala Sari, Kelompok kehati
Pertiwi Lestari, dan Himpunan Mahasiswa Biologi (Himabio) FMIPA Unud yang membantu dalam melakukan koleksi data.
DAFTAR PUSTAKA
Backer CA. 1973. Weed Flora of Javanese Sugar-cane Fields. Ysel Press: Amsterdam
Backer CA, van den Brink RCB. 1963. Flora of Java (Spermatophytes only) Volume I. N.V.P. Noordhoff-Groningen: Netherlands
Backer CA, van den Brink RCB. 1965. Flora of Java (Spermatophytes only) Volume II. N.V.P. Noordhoff-Groningen: Netherlands
Backer CA, van den Brink RCB. 1968. Flora of Java (Spermatophytes only) Volume III. N.V.P. Noordhoff-Groningen: Netherlands
Barbour MG, Burk JH, Pitts WD. 1987. Terrestrial Plant Ecology. The
Benjamin/Cummings Publishing Company, Inc.: California
Bendix J, Stella JC. 2013. Riparian Vegetation and the Fluvial Environment: A
Biogeographic Perspective. Treatise on
Geomorphology. Elsevier Ltd. DOI:
10.1016/B978-0-12-374739-6.00322-5
Camporeale C, Perucca E, Ridolfi L, Gurnell AM. 2013. Modeling the interactions between river morphodynamics and riparian vegetation. Reviews of Geophysics 51(3): 379–414. DOI: 10.1002/rog.20014
Fierro P, Bertrán C, Tapia J, Hauenstein E, Peña-Cortés F, Vergara C, Cerna C, Vargas-Chacoff L. 2017. Effects of local land-use on riparian vegetation, water quality, and the functional organization of
macroinvertebrate assemblages. Science of the Total Environment 609: 724–734. DOI: 10.1016/j.scitotenv.2017.07.197
Krebs CJ. 1978. Ecology: The Experimental Analysis of Distribution and Abundance. Harper & Row Publishers: New York
Krzeminska D, Kerkhof T, Skaalsveen K, Stolte J. 2019. Effect of riparian vegetation on stream bank stability in small agricultural catchments. Catena 172: 87–96. DOI:
10.1016/j.catena.2018.08.014
Macfarlane WW, Gilbert JT, Jensen ML, Gilbert JD, Hough-Snee N, McHugh PA, Wheaton JM, Bennett SN. 2017. Riparian vegetation as an indicator of riparian condition: Detecting departures from historic
condition across the North American West. Journal of Environmental Management 202: 447–460. DOI:
10.1016/j.jenvman.2016.10.054
Nugroho AW, Riyanto HD. 2018. Riparian vegetation in production forest at Cemoro-Modang River, Cepu, Central Java. Jurnal Penelitian Kehutanan Wallacea 7(2): 119– 129
Nurika FBP, Wiryani E, Jumari. 2019. Keanekaragaman Vegetasi Riparian Sungai Panjang Bagian Hilir di Kecamatan Ambarawa Kabupaten Semarang. Jurnal Akademika Biologi 8(1): 30–34
Partomihardjo T, Arifiani D, Pratama BA, Mahyuni R. 2014. Jenis-jenis Pohon Penting di Hutan Nusa Kambangan. LIPI Press: Jakarta
Plants of the World Online. 2021. Plants of the world online.
Radford IJ. 2013. Fluctuating resources, disturbance and plant strategies: Diverse mechanisms underlying plant invasions. Journal of Arid Land 5(3): 284–297. DOI: 10.1007/s40333-013-0164-0
Riis T, Kelly-Quinn M, Aguiar FC, Manolaki P, Bruno D, Bejarano MD, Clerici N, Fernandes MR, Franco JC, Pettit N, Portela AP, Tammeorg O, Tammeorg P, Rodríguez-González PM, Dufour S. 2020. Global overview of ecosystem services provided by riparian vegetation. BioScience 70(6): 501–514. DOI:
10.1093/biosci/biaa041
Rugayah, Retnowati A, Windadri FI, Hidayat A. 2004. Pengumpulan Data Taksonomi. In: Rugayah, Widjaya EA and Praptiwi (eds) Pedoman Pengumpulan Data
Keanekaragaman Flora. Puslit Biologi -LIPI: Bogor, 5–42
Salemi LF, Groppo JD, Trevisan R, Marcos de Moraes J, de Paula Lima W, Martinelli LA. 2012. Riparian vegetation and water yield: A synthesis. Journal of Hydrology 454– 455: 195–202. DOI:
10.1016/j.jhydrol.2012.05.061
Sancayaningsih RP, Suprayogi S, Purnomo, Trijoko, Semiarti E, Fatchurohman H, Hartantyo RY, Kusumadewi A. 2018. Pengelolaan Ekosistem DAS di Kabupaten Gianyar. Gadjah Mada University Press: Yogyakarta
Ström L, Jansson R, Nilsson C. 2012. Projected changes in plant species richness and extent of riparian vegetation belts as a result of climate-driven hydrological change along the Vindel River in Sweden. Freshwater Biology 57(1): 49–60. DOI: 10.1111/j.1365-2427.2011.02694.x
Vesipa R, Camporeale C, Ridolfi L. 2017. Effect of river flow fluctuations on riparian vegetation dynamics: Processes and models. Advances in Water Resources
110(October): 29–50. DOI:
10.1016/j.advwatres.2017.09.028
Whitten T, Soeriaatmadja RE, Afiff SA. 1996. The Ecology of Java and Bali. Periplus Editions (HK) Ltd.: Singapore
182
Discussion and feedback