JURNAL BIOLOGI UDAYANA 26(2): 224-237

P ISSN: 1410-5292 E ISSN: 2599-2856

Keanekaragaman dan kelimpahan kupu-kupu (Lepidoptera) di Lapangan Watu Gajah Tuban

Diversity and abundance of butterflies (Lepidoptera) at Watu Gajah Tuban Field

Shela Sonia, Yaquta Maziyatin Jamilah, Athiyya Nur Agistiana Azzahra, Ratih Khairul Anissa, Dwi Anggorowati Rahayu*

Program Studi Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Negeri Surabaya Jalan Ketintang, Surabaya, Indonesia-60231

*Email: [email protected]

Diterima 17 Agustus 2021

Disetujui 12 Desember 2022

INTISARI

Kupu-kupu merupakan serangga yang termasuk dalam Ordo Lepidoptera atau “serangga bersayap sisik”. Kupu-kupu umumnya dijumpai di daerah terbuka hijau, seperti pada Lapangan Watu Gajah Tuban. Kupu-kupu sangat sensitif terhadap perubahan lingkungan yang dapat dilihat dari perubahan komposisi komunitasnya. Keanekaragaman kupu-kupu di suatu lingkungan merupakan bioindikator kualitas ekologi pada lingkungan tersebut. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi serta menganalisis keanekaragaman dan kelimpahan jenis kupu-kupu yang terdapat di Lapangan Watu Gajah, Kecamatan Semanding, Kabupaten Tuban, Jawa Timur. Kawasan Lapangan Watu Gajah dapat dikategorikan sebagai lingkungan yang mendukung kehidupan insekta, terutama kupu-kupu dengan rata-rata ketinggian 40 mdpl, suhu 29oC, kecepatan angin 13 km/h, curah hujan 1,9 mm, kelembaban 70,33% dan intensitas cahaya 4259,33 lux. Penelitian telah dilakukan dengan metode survei eksploratif (jelajah) atau penangkapan langsung menggunakan jala insekta dan teknik hand sampling pada 3 stasiun pengamatan, dengan masing-masing stasiun dilakukan 5 kali sampling. Analisis data dilakukan dengan menggunakan rumus kelimpahan relatif, indeks keanekaragaman Shannon-Winner dan indeks dominansi Shimpson. Berdasarkan hasil penelitian diperoleh 13 spesies kupu-kupu dengan indeks keanekaragaman dan indeks dominansi kupu-kupu di Lapangan Watu Gajah yaitu indeks keanekaragaman tergolong sedang, yaitu 2,32 dengan nilai H’ 2,0<H’<3,0; dan indeks dominansi 0,083 termasuk dalam kategori rendah dengan nilai 0<D<0,5. Lapangan Watu Gajah merupakan habitat ideal yang lebih sesuai untuk perkembangan kupu-kupu.

Kata kunci: kupu-kupu, keanekaragaman, kelimpahan, lapangan watu gajah

ABSTRACT

Butterflies are insects that belong to the Order Lepidoptera or "scale-winged insects". Butterflies are generally found in green open areas, such as at Watu Gajah Tuban Field. Butterflies are very sensitive to environmental changes which can be seen from changes in the composition of their community. Diversity of butterflies in an environment is a bioindicator of ecological quality in that environment. This study aims to identify and analyze the diversity and abundance of butterfly species found in Watu Gajah Field, Semanding District, Tuban Regency, East Java. The Watu Gajah Field area can be categorized as an environment that supports the life of insects, especially butterflies with an average height of 40 meters above sea level, a temperature of 29oC, wind speed of 13 km/h, rainfall of 1.9 mm, humidity of 70.33%and light intensity 4259.33 lux. Research using exploratory survey methods (cruising) or direct capture using

insect nets using insect nets and hand sampling techniques at 3 observation stations, with each station sampling are 5 times. Data analysis was carried out using the relative abundance formula, the ShannonWinner diversity index and the Shimpson dominance index. Based on the results of the study, 13 butterfly species were obtained with the diversity index and the butterfly dominance index in Watu Gajah Field, namely the diversity index was classified as moderate, namely 2.32 with an H value of 2.0<H'<3.0. Meanwhile, the dominance index of 0.083 is included in the low category with a value of 0<D<0.5. Watu Gajah Field is an ideal habitat that is more suitable for butterfly development.

Keywords: butterfly, diversity, abundance, watu gajah field

PENDAHULUAN

Kupu-kupu merupakan serangga yang masuk dalam Ordo Lepidoptera atau “serangga bersayap sisik”. Tubuh kupu-kupu dewasa memiliki struktur yang terdiri atas 3 bagian, kepala (head), dada (thorax) dan perut (abdomen). Kupu-kupu (Lepidoptera) adalah kelompok serangga holometabola sejati dengan siklus hidup melalui stadium telur, larva (ulat), pupa (kepompong), dan imago (dewasa) (Mastrigt & Rosariyanto, 2005). Kupu-kupu merupakan bagian dari keanekaragaman hayati yang harus dijaga kelestariannya. Kupu-kupu memiliki nilai penting bagi manusia maupun lingkungan antara lain, nilai ekonomi, ekologi, estetika, pendidikan, konservasi dan budaya (Lamatoa et al., 2013). Kupu-kupu berperan sebagai polinator pada proses penyerbukan bunga sehingga membantu perbanyakan tumbuhan secara alami dalam suatu ekosistem (Sulistyani, 2013).

Keanekaragaman kupu-kupu di suatu tempat berbeda dengan tempat yang lain, karena keberadaan kupu-kupu di suatu habitat sangat erat kaitannya dengan faktor lingkungan, baik faktor abiotik seperti intensitas cahaya matahari, temperatur, kelembaban udara dan air, maupun faktor biotik seperti vegetasi dan satwa lain (Lestari et al., 2015). Keanekaragaman kupu-kupu yang tinggi di suatu tempat menandakan tingginya kualitas ekologi lingkungan di tempat tersebut. Kupu-kupu sangat sensitif terhadap perubahan lingkungan yang dapat dilihat dari perubahan komposisi komunitasnya. Di samping itu, diperlukan faktor cahaya yang cukup, udara yang bersih dan air sebagai materi yang dibutuhkan untuk menjaga kelembaban lingkungan dimana kupu-kupu tersebut hidup

(Achmad, 2011). Hal ini juga didukung oleh pernyataan Ashari et al. (2019) yang menyatakan bahwa tingkat keberhasilan kupu-kupu dalam beradaptasi terhadap lingkungannya sangat dipengaruhi oleh faktor biotik berupa tanaman pakan dan inang (Ashari et al., 2019).

Lapangan Watu Gajah merupakan lapangan terbuka hijau yang terletak di Kecamatan Semanding, Kabupaten Tuban, Jawa Timur. Lapangan Watu Gajah memiliki potensi keanekaragaman flora yang cukup tinggi. Flora di daerah Lapangan Watu Gajah ini meliputi rerumputan, pohon, perdu, semak dan tanaman berbunga yang merupakan sumber makanan dan habitat yang baik bagi kupu-kupu. Banyak penelitian menunjukkan bahwa habitat kupu-kupu dengan jumlah pakan yang tersedia cukup akan diikuti juga dengan keanekaragaman kupu-kupu yang tinggi (Estalita, 2012).

Aktivitas manusia yang berada di sekitar Lapangan Watu Gajah menyebabkan wilayah ini mulai tercemar polusi dari berbagai sumber, seperti asap kendaraan bermotor dan aktivitas pembangunan yang dilakukan penduduk sekitar sehingga area ruang terbuka hijau semakin berkurang dan terbatas. Meskipun demikian, masih banyak ditemukan jenis insekta khususnya kupu-kupu yang sampai saat ini belum terdeskripsikan. Perubahan kondisi habitat kupu-kupu, seperti berubahnya fungsi area hutan, sawah, atau ruang terbuka hijau lainnya dapat menyebabkan penurunan jumlah maupun jenis kupu-kupu di alam. Secara ekologis kupu-kupu mempunyai andil dalam mempertahankan keseimbangan ekosistem dan memperkaya keanekaragaman hayati di alam (Rizal, 2007).

Penelitian tentang keanekaragaman dan kelimpahan kupu-kupu di beberapa pulau di Indonesia telah banyak dilakukan, terutama di wilayah Jawa Timur. Penelitian tentang Rhopalocera di pulau Jawa oleh Roepke (1932) mencatat sekitar 239 jenis kupu-kupu terdapat di pulau Jawa. Rhee et al. (2004) melaporkan bahwa terdapat lebih dari 600 jenis kupu-kupu di Jawa dan Bali dan 40%nya merupakan jenis endemik. Pulau Jawa merupakan salah satu pulau yang terus mengalami deforestasi setiap tahunnya, hal ini dapat menekan mengancam populasi kupu-kupu (Ahmed & Farid, 2014) khususnya di Jawa Timur.

Penelitian terkait keberadaan kupu-kupu di daerah Kabupaten Tuban masih belum banyak dilakukan sedangkan kupu-kupu memiliki peranan sangat penting di alam, maka penelitian keanekaragaman dan kelimpahan jenis kupu-kupu di ruang terbuka hijau Watu Gajah yang terletak di Kabupaten Tuban ini perlu segera dilakukan. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi serta menganalisis keanekaragaman dan kelimpahan jenis kupu-kupu yang terdapat pada Lapangan Watu Gajah, sehingga hasil dari penelitian ini dapat menjadi data sekaligus informasi bagi pihak yang berkepentingan dan masyarakat umum.

MATERI DAN METODE

Tempat dan waktu penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada Maret-April 2020. Observasi dilaksanakan pada pagi hari pukul 07.00-09.00 WIB dan sore hari pukul 16.00-17.00 WIB dengan total keseluruhan sampling sebanyak 10 kali. Waktu tersebut merupakan jam aktif kupu-kupu, pagi hari digunakan berjemur untuk meningkatkan panas tubuh (Rohman et al., 2019). Aktivitas kupu-kupu pada sore hari menurun karena lebih banyak hinggap beristirahat (Krafiani, 2010). Setiap stasiun pengamatan diamati pada hari yang sama dengan durasi waktu masing-masing stasiun pengamatan sampel 30 menit dan dilakukan sebanyak 5 kali setiap stasiun. Lokasi penelitian

dan pengambilan sampel kupu-kupu dilaksanakan di area terbuka hijau Lapangan Watu Gajah, Desa Bejagung, Kecamatan Semanding, Kabupaten Tuban, Jawa Timur. Identifikasi sampel dilakukan di Laboratorium Taksonomi Jurusan Biologi FMIPA Unesa. Luas wilayah stasiun pengamatan 1, stasiun pengamatan 2, dan stasiun pengamatan 3 secara berturut-turut adalah 25 x 20 m, 55 x 14 m dan 70 x 18 m. Jarak antara stasiun pengamatan 1 dengan stasiun pengamatan 2 dan stasiun pengamatan 2 dengan stasiun pengamatan 3 adalah 4,5 meter.

Bahan dan alat

Bahan yang digunakan kapas, kloroform 30 ml, dan alkohol 70%. Alat yang digunakan yaitu jala insekta berukuran panjang 170 cm, amplop kertas persegi panjang 92 x 165 mm, kuas cat kecil, label kertas 76 x 38 mm, kertas millimeter block 210 x 297 mm, kertas HVS F4, bolpoin A5, botol semprot, kotak insektarium (figura 3 dimensi 40 x 30 x 10 cm). Terdapat beberapa aplikasi yang digunakan dalam penelitian ini, seperti aplikasi pengukuran ketinggian My Elevation oleh RDH Software, suhu dan kelembaban dengan aplikasi Thermometer Room Indoor dan Outdoor Emenax World, kecepatan angin dengan Anemometer Michael Jentsch, intensitas cahaya dengan aplikasi Lux Light Meter oleh Doggo dan curah hujan dengan aplikasi Weather olehthe Weather Channel.

Metode

Pengambilan sampel di lapangan dilakukan dengan metode survei eksploratif (jelajah). Luas wilayah untuk seluruh titik atau seluruh lokasi adalah ±2.530 m2. Sampel kupu-kupu diambil secara langsung dengan menggunakan jala insekta dan dimasukkan ke dalam toples yang diisi kapas. Kapas tersebut sudah dibasahi dengan kloroform untuk mematikan sampel (Ambarwati et al., 2021). Saat pengambilan sampel dilakukan pula pengukuran beberapa parameter lingkungan di tiga stasiun pengamatan, seperti: altitude atau ketinggian dari permukaan laut, suhu, kelembapan, kecepatan angin, intensitas cahaya dan curah hujan.

Teknik Identifikasi Sampel

Teknik identifikasi dan deskripsi dilakukan berdasarkan ciri karakteristik morfologi, karakter morfometrik, dan pola warna kupu-kupu. Identifikasi dilakukan dengan mencari klasifikasi mulai dari kingdom hingga spesies melalui sumber literatur berbagai jurnal dan buku. Ciri morfologi yang diamati adalah warna mata

majemuk, warna venasi sayap, warna toraks dan abdomen. Tahap identifikasi kupu-kupu (Lepidoptera) menggunakan referensi buku Peggie & Amir (2006). Pengukuran standar yang dilakukan meliputi pengukuran panjang tubuh, lebar tubuh, panjang toraks, panjang abdomen, panjang antena, panjang sayap dan lebar sayap (Mastrigt & Warikar, 2013).

Gambar 1. Denah Pengambilan Sampel (Dokumentasi Pribadi)

Keterangan: I = stasiun pengamatan 1, II = stasiun pengamatan 2, III = stasiun pengamatan 3.


Panjang antena

Panjang toraks

Panjang sayap belakang 4

Lebar sayap belakang -4

Panjang sayap depan

> Lebar sayap depan

Panjang abdomen

Gambar 2. Pengukuran morfometri kupu-kupu


Analisis data

Data morfologi dan potret gambar sampel dianalisis secara deskriptif. Pengumpulan data dilakukan dengan mendeskripsikan identifikasi kupu-kupu berdasarkan ciri morfologi dan karakter morfometrik. Pengukuran morfometrik dilakukan pada setiap satu sampel kupu-kupu. Data jenis kupu-kupu yang telah ditemukan dianalisis terhadap nilai kelimpahan relatif, indeks keragaman dan indeks dominansi.

Kelimpahan Relatif

Menurut Magurran (1988), kelimpahan relatif kupu-kupu dapat dihitung menggunakan rumus:

KR


jumlah individu suatu jenis jumlah individu seluruh jenis

Shannon-Wienner (1997)


S

-∑PinPi i=i


Keterangan:

KR = Kelimpahan relatif

Indeks Keragaman

Menurut Kramadibrata (1999), keanekaragaman kupu-kupu dapat dihitung menggunakan Indeks Keanekaragaman dengan rumus:

H' =

Keterangan:

H’ = Indeks Keragaman jenis

Pi = ni/N

ni = jumlah individu pada petak pengambilan jenis ke-i

N = jumlah individu yang diperoleh

Kriteria:

H’ < 1  = Keanekaragaman rendah

1< H’< 3 = Keanekaragaman sedang H’ > 3  = Keanekaragaman tinggi

Indeks Dominansi

Pi = ^ Menurut Supit (2018), dominansi kupu-kupu dapat dihitung menggunakan Indeks Dominansi Simpson dengan rumus:

Pi2 dimana

Keterangan:

D = Indeks Dominansi

Pi = Indeks Kelimpahan ni = Jumlah individu suatu jenis N = Jumlah individu dari seluruh jenis Kriteria:

jika 0<D<0,5 = dominansi rendah jika 0,5<D<0,75 = dominansi sedang jika 0,75<D<1 = dominansi tinggi

HASIL

Berdasarkan hasil penelitian di Lapangan Watu Gajah, Desa Bejagung, Kecamatan Semanding, Kabupaten Tuban, Jawa Timur ditemukan 13 spesies kupu-kupu Lepidoptera. Spesies kupu-kupu Lepidoptera yang ditemukan di antaranya Delias hyparete (Gambar 4a), Papilio demoleus (Gambar 4b), Danaus chrysippus (Gambar 4c), Acraea terpsicore (Gambar 4d), Lampides boeticus (Gambar 4e), Eurema blanda (Gambar 4f), Appias libytea (♂) (Gambar 4g), Graphium agamemno (Gambar 4h), Catopsilia pyranthe (Gambar 4i), Hypolimnas misippus (3) (Gambar 4j), Junonia orithya (3) (Gambar 4k), Vindula dejone (Gambar 4l) dan Neptys hilas (Gambar 4m).

  • a.    Delias hyparete

Karakteristik. Abdomen depan hitam, belakang putih; tungkai putih.

Morfometrik. p. 62 x l. 40 mm; p. toraks 6 mm; p. abdomen 8 mm; antena sepasang, 15 mm; p. sayap depan 20 mm x 15 mm, sayap belakang 17 mm x 20 mm.

Pola Warna. Toraks hitam; sayap dominan hitam, perpaduan merah, kuning dan putih.

Menurut Peggi & Amir (2006) kupu-kupu Delias hyparete terdistribusi di daerah Sumatra, Jawa, Bali, Kalimantan, Himalaya, Indo-China, Taiwan, Malay Peninsula, Filipina.

  • b.    Papilio demoleus

Karakteristik. Kepala dan toraks hitam dengan corak garis kuning terputus-putus melintang, bintik besar berwarna biru orange pada daerah anal.

Morfometrik. p. 94 x l. 60 mm; p. toraks 1 mm; p. abdomen 15 mm; antena sepasang, 15 mm; sayap depan 30 x 30 mm, sayap belakang 25 x 30 mm.

Pola Warna. Sayap dorsal hitam, bagian marginal bercak kuning berderet; sayap ventral kuning, bagian marginal sayap terdapat alur melengkung pendek dengan warna cokelat dan kuning, bagian sel discal terdapat warna orange yang membentuk segi dengan bintik besar.

Menurut Peggi & Amir (2006) kupu-kupu Papilio demoleus terdistribusi ke daerah Sumatra, Jawa, Sumba, Alor, Flores, Sulawesi, Talaud, Sula, India, Indo-China, Malay Peninsula, Filipina, Australia.


Gambar 3. Spesies kupu-kupu Lepidoptera yang dominan di area terbuka hijau Lapangan Watu Gajah; Lampides boeticus (Sonia, 2021).


Tabel 1. Klasifikasi Kupu-Kupu Ordo Lepidoptera

No

Famili

Nama Ilmiah

Nama Lokal

1.

Pieridae

Delias hyparete

Kupu-kupu Jezebel*

2.

Pieridae

Appias libythea

Kupu-kupu rumput liar, albatros bergaris*

3.

Pieridae

Eurema blanda

Kupu-kupu belerang*

4.

Pieridae

Catopsilia pyranthe

Kupu-kupu kertas buram**

5.

Nymphalidae

Neptys hilas

Kupu-kupu zebra biasa*

6.

Nymphalidae

Vindula dejone

-

7.

Nymphalidae

Hypolimnas misippus

Kupu-kupu mimik**

8.

Nymphalidae

Junonia orithya

Kupu-kupu merak biru**

9.

Nymphalidae

Acraea terpsicore

Kupu-kupu erbis*

10.

Nymphalidae

Danaus chrysippus

Harimau polos, ratu Afrika*

11.

Papilionidae

Papilio demoleus

Kupu-kupu limau, Kupu-kupu jeruk*

12.

Papilionidae

Graphium agamemno

Kupu-kupu bintik hijau**

13.

Lycaenidae

Lampides boeticus

Kupu-kupu kacang biru*

Keterangan: *) diketahui secara umum; **) diketahui secara lokal


Gambar 4. Spesies kupu-kupu (Ordo: Lepidoptera); (a.) Delias hyparete, (b.) Papilio demoleus, (c.) Danaus chrysippus, (d.) Acraea terpsicore, (e.) Lampides boeticus, (f.) Eurema blanda, (g.) Appias Iibythea 0), (h.) Graphium agamemno, (i.) Catopsilia pyranthe, (j.) Hypolimnas misippus (3), (k.) Junonia Orithya (3), (l.) Vindula dejone, (m.) Neptyshilas


  • c.    Danaus chrysippus

Karakteristik. Kepala hitam, berbintik putih; toraks hitam, berbintik putih; abdomen cokelat.

Morfometrik. p. 80 mm x l. 35 mm; p. toraks 7 mm; p. abdomen 13 mm; antena sepasang, 12 mm; sayap depan 35 x 23 mm, sayap belakang 23 x 23 mm.

Pola Warna. Sayap dorsal dominan jingga; sayap depan marginal ujung hitam, berbintik putih; sayap belakang jingga, bercak satu titik hitam

besar dan dua titik hitam kecil, marginal hitam, tipis, berbintik putih.

Menurut Peggi & Amir (2006) kupu-kupu Danaus chrysippus terdistribusi di daerah Sumatra, Jawa, Bali, Nusa Tenggara, Kalimantan, Sulawesi, Maluku, Papua, Afrika, India, China, Jepang, Indo-China, Malaysia Peninsula, Filipina, Australia, New Caledonia.

  • d.    Acraea terpsicore

Karakteristik. Toraks hitam berbintik putih; proboscis putih; abdomen cokelat bergaris hitam. Morfometrik. p. 65 mm x l. 35 mm; p. toraks 6 mm; p. abdomen 13 mm; antena sepasang, 13 mm; sayap depan 29 x 15 mm, sayap belakang 18 x 20 mm.

Pola Warna. Sayap depan jingga tua, bagian marginal depan pada ujung apex hitam, bercak hitam tersebar pada sel discal, bercak kuning di bagian belakang, pita berwarna hitam pada daerah anal; sayap belakang jingga dan putih, pola seperti sayap depan, bercak putih berderet sepanjang marginal sampai anal mengikuti bentuk sayap, lengkungan alur hitam.

Menurut Peggi & Amir (2006) kupu-kupu Acraea terpsicore terdistribusi di daerah India, Sri Lanka, Maladewa hingga Myanmar, Thailand, Laos, Kamboja, Vietnam, Singapura, Australia.

  • e.    Lampides boeticus

Karakteristik. Toraks depan hitam, toraks belakang putih; antena hitam bergaris kuning, ujung cokelat; abdomen hitam bergaris kuning; tungkai putih.

Morfometrik. p. 34 mm x l. 18 mm; p. toraks 4 mm; p. abdomen 6 mm; antena sepasang, 7 mm; sayap depan 16 x 12 mm, sayap belakang 12 x 11 mm.

Pola Warna. Sayap cokelat keabu-abuan, bulu biru di area basal hingga sepanjang dorsum; toraks diselimuti bulu halus; sayap ventral terdapat pita putih membujur di separuh bagian luar sayap.

Menurut Peggi & Amir (2006) kupu-kupu Lampides botecius terdistribusi di daerah Sumatra, Jawa, Bali, Nusa Tenggara, Kalimantan, Sulawesi, Maluku, Papua, semua Negara kecuali Amerika.

  • f.    Eurema blanda

Karakteristik. Antena hitam bergaris kuning; mata cokelat, kepala kuning; proboscis kuning; abdomen kuning bercak cokelat; tungkai kuning. Morfometrik. p. 40 mm x l. 25 mm; p. toraks 3 mm; p. abdomen 8 mm; antenna sepasang, 8 mm; sayap depan 20 x 12 mm; sayap belakang 15 x 18 mm.

Pola Warna. Sayap kuning, bagian ujung terdapat pita berwarna cokelat di sepanjang tepi marginal sampai anal yang menyempit hingga daerah subcostal.

Menurut Peggi & Amir (2006) kupu-kupu Eurema blanda terdistribusi di daerah Sumatra, Jawa, Bali, Nusa Tenggara, Kalimantan, Sulawesi, Maluku, Papua, Taiwan, Filipina.

  • g.    Appias Iibythea (J)

Karakteristik. Kepala putih; mata cokelat; proboscis putih; antenna sepasang, hitam; toraks depan hitam, toraks belakang putih; abdomen hitam bergaris putih; tungkai putih.

Morfometrik. p. 40 mm x l. 25 mm; p. toraks 3 mm; p. abdomen 8 mm; antena sepasang, 8 mm; sayap depan 20 x 12 mm, sayap belakang 15 x 18 mm.

Pola Warna. Alur tersusun mengikuti venasi sayap dengan warna hitam kecokelatan; sayap depan putih kekuningan, kecokelatan pada daerah costa pada bagian marginal sayap, bagian belakang sayap warna kecokelatan pada bagian daerah radius sampai anal dan bagian marginal sayap; sayap belakang putih; bercak kuning di bagian costa.

Menurut Peggi & Amir (2006) kupu-kupu Appias libythea terdistribusi di daerah Sumatra, Jawa, Bali, Nusa Tenggara, Kalimantan, Sulawesi, Maluku, Papua, dan Sebagian Australia.

  • h.    Graphium agamemno

Karakteristik. Kepala hitam; mata hitam; toraks depan hitam, toraks belakang putih; abdomen hitam, antena sepasang, hitam; tungkai abu-abu.

Morfometrik. p. 80 mm x l. 45 mm; p. toraks 8 mm; p. abdomen 12 mm; antena sepasang, 17 mm; sayap depan 37 x 21 mm, sayap belakang 16 x 27 mm.

Pola Warna. Sayap dasar hitam, bercak hijau di permukaan; sayap atas bagian discal bercak hijau tersusun rapi menyerupai pita; sayap belakang vena keempat memanjang menyerupai ekor.

Menurut Peggi & Amir (2006) kupu-kupu Graphium agamemno terdistribusi di daerah Sumatra, Java, Bali, Nusa Tenggara, Kalimatan, Sulawesi, Maluku, Papua, India, S. China, IndoChina, Malay Peninsula, Philippines, PNG, Solomon Islands, Australia.

  • i.    Catopsilia pyranthe

Karakteristik. Kepala hitam, mata cokelat; antena cokelat; proboscis putih; toraks depan hitam, toraks belakang putih; abdomen putih; tungkai putih.

Morfometrik. p. 62 mm x l. 35 mm; p. toraks 5 mm; p. abdomen 9 mm; antena sepasang, 11 mm; sayap depan 27 x 18 mm, sayap belakang 23 x 23 mm.

Pola Warna. Sayap depan putih kehijauan, hitam pada daerah subcostal hingga anal, bagian belakang bercak hitam tersebar tipis pada marginal; sayap belakang berwarna dan pola venasi sama dengan bagian sayap depan.

Menurut Peggi & Amir (2006) kupu-kupu Catopsilia pyranthe terdistribusi di daerah Sumatra, Jawa, Bali, Nusa Tenggara Barat, Kalimatan, Sulawesi, Maluku, India, Indo-China, Malay Peninsula, Filiphina, Australia, Pulau Solomon.

  • j.    Hypolimnas misippus (S)

Karakteristik. Kepala hitam; mata cokelat tua; proboscis hitam; antena hitam; toraks hitam; abdomen hitam, tungkai dorsal hitam, ventral putih.

Morfometrik. p. 63 mm x l. 35 mm; p. toraks 6 mm; p. abdomen 10 mm; antena sepasang, 13 mm. sayap depan 30 x 18 mm, sayap belakang 18 x 20 mm.

Pola Warna. Sayap hitam kecokelatan, bagian tengah sayap sel discal ada empat bercak putih dari ukuran kecil yang semakin meluas pada daerah radius dampai daerah median.

Menurut Peggi & Amir (2006) kupu-kupu Hypolimnas misippus terdistribusi di daerah tropis, asli Afrika, Asia dan Australia, dan diperkenalkan ke pulau Karibia dan Amerika Selatan bagian utara, USA bagian selatan.

  • k.    Junonia orithya (S)

Karakteristik. Kepala cokelat; mata cokelat; proboscis putih; toraks hitam; abdomen hitam; antena putih; tungkai putih.

Morfometrik. p. 63 mm x l. 35 mm; p. toraks 6 mm; p. abdomen 10 mm; antena sepasang, 13 mm; sayap depan 30 x 18 mm, sayap belakang 18 x 20 mm.

Pola Warna. Sayap corak hitam, cokelat, dan kuning gading; sayap depan dua bulatan cokelat; sayap belakang biru, dua bulatan berbintik hitam; marginal sayap dseperti rantai, kuning gading kecokelatan.

Menurut Peggi & Amir (2006) kupu-kupu Junonia orithya terdistribusi di daerah Sumatra,

Jawa, Bali, Nusa Tenggara, Kalimantan, Sulawesi, Maluku, Papua, Afrika, India, China, Indo-China, Malay Peninsula, Filipina, Australia.

  • l.    Vindula dejone

Karakteristik. Kepala jingga; mata cokelat; antena jingga dengan garis cokelat; proboscis kuning; toraks depan hitam dengan rambut halus, toraks belakang berwarna putih; abdomen berwarna jingga; tungkai cokelat.

Morfometrik. p. 80 mm x l. 38 mm; p. toraks 7 mm; p. abdomen 21 mm; antena sepasang, 10 mm; sayap depan 36x 33 mm, sayap belakang 21 x 29 mm

Pola Warna. Sayap berwarna dasar jingga, dengan bercorak hitam.

Menurut Peggi & Amir (2006) kupu-kupu Vindula dejone terdistribusi di daerah Thailand, Singapura, Asia Tenggara.

  • m.    Neptys hilas

Karakteristik. Kepala hitam; mata hitam; proboscis putih; toraks hitam; abdomen hitam; antena hitam; tungkai putih.

Morfometrik. p. 56 mm x l. 22 mm; p. toraks 5 mm; p. abdomen 10 mm; antena sepasang, 11 mm; sayap depan 26 x 16 mm; sayap belakang 15 x 18 mm.

Pola Warna. Sayap depan cokelat tua, satu bercak putih memanjang dan satu bercak putih pendek di dalam sel discal, tiga bercak putih panjang di radius dan median, empat bercak putih yang pendek dari median sampai anal dan satu deret bintik putih pada daerah marginal sayap; sayap belakang cokelat muda; sayap dorsal dan ventral berpola sama dengan bagian dorsal, bagian marginal memiliki bentuk bergelombang. Menurut Peggi & Amir (2006) kupu-kupu Neptys hilas terdistribusi di daerah Sumatra, Jawa, Bali, Nusa Tenggara, Kalimantan, Tanah Jampea, India, China, Indo-China, Malay Peninsula.

Kondisi Iklim Lapangan Watu Gajah

Tabel pengukuran kondisi iklim Lapangan Watu Gajah yang terletak di Desa Bejagung, Kecamatan Semanding, Kabupaten Tuban, Jawa Timur ditunjukkan pada Tabel 4.

Tabel 2. Frekuensi Penjumpaan Kupu-Kupu (Lopidoptera) di Lapangan Watu Gajah

No

Frekuensi Penjumpaan

Nama Jenis

Titik 1

Jumlah

Titik 2      Titik 3

1

Delias hyparete

1

4         2

7

2

Papilio demoleus

2

5          4

11

3

Danaus chrysippus

3

7           11

21

4

Acraea terpsicore

3

5           3

11

5

Lampides boeticus

8

13          6

27

6

Eurema blanda

2

4          7

13

7

Appias libytea 0)

1

6           3

10

8

Graphium agamemno

1

2          0

3

9

Catopsilia pyranthe

2

2          5

9

10

Hypolimnas misippus 0)

3

5           7

15

11

Junonia Orithya 0)

1

4          3

8

12

Vindula dejone

0

2            1

3

13

Neptys hilas

5

3           7

15

Jumlah

32

62         59

153

Tabel 3.

Indeks Keragaman, indeks dominansi, dan kelimpahan relatif kupu-kupu

No

Famili                 Spesies

Indeks         Indeks

Keragaman    Dominansi

Kelimpahan Relatif

1

Pieridae           Delias hyparete

0,14

0,002

5%

2

Appias libythea

0,18

0,004

7%

3

Eurema blanda

0,21

0,007

8%

4

Catopsilia pyranthe

0,17

0,003

6%

5

Nymphalidae      Neptys hilas

0,23

0,01

10%

6

Vindula dejone

0,08

0

2%

7

Hypolimnas misippus

0,23

0,01

10%

8

Junonia orithya

0,15

0,003

5%

9

Acraea terpsicore

0,19

0,005

7%

10

Danaus chrysippus

0,27

0,019

14%

11

Papilionidae       Papilio demoleus

0,19

0,005

7%

12

Graphium agamemno

0,08

0

2%

13

Lycaenidae       Lampides boeticus

0,31

0,031

18%

Tabel 4. Pengukuran kondisi iklim Lapangan Watu Gajah

Stasiun Pengamatan

Kisaran

Rata-rata

Parameter

I                II

III

Maksimal   Minimal

Ketinggian (m dpl)               39          40

41

39         41         40

Suhu (oC)                      29          29

29

29         29         29

Kelembaban (%)               69         70

72

68         72         70

Kecepatan angin (km/h)          13           13

13

11           13           13

Intensitas cahaya (lux)          4227        4258

4293

4227       4318       4259

Curah hujan (mm)              1.9         1.9

1.9

1.8           1.9           1.9

PEMBAHASAN

Berdasarkan Tabel 2 diketahui bahwa spesies kupu-kupu yang ditemukan sebanyak 13 jenis dengan jumlah individu sebanyak 162 ekor dari 13 spesies. Jumlah tersebut baru mencapai 0,81% yang ditemukan di Kawasan Lapangan Watu Gajah dibandingkan dengan seluruh spesies kupu-kupu yang telah ditemukan di Indonesia yang mencapai 1600 spesies (Lamatoa, et al. 2013). Spesies kupu-kupu dengan jumlah individu terbanyak yang dijumpai di Kawasan Lapangan Watu Gajah adalah Lampides boeticus dengan jumlah individu 27. Sedangkan, spesies yang paling sedikit dijumpai adalah Graphium agamemno dan Vindula dejone dengan jumlah individu 3. Berdasarkan hasil penelitian, indeks keanekaragaman dan indeks dominansi kupu-kupu di Lapangan Watu Gajah yaitu indeks keanekaragaman tergolong sedang, yaitu 2,32 dengan nilai H’ 2,0<H’<3,0. Sedangkan, indeks dominansi 0,083 termasuk dalam kategori rendah dengan nilai 0<D<0,5.

Diagram 1 menunjukkan hasil hasil persentase kupu-kupu di Kawasan Lapangan Watu Gajah. Dari total 13 spesies kupu-kupu yang diperoleh dari tiga titik, jumlah idividu per spesies kupu-kupu pada setiap titik yang paling sering dijumpai pada ketiga titik adalah Lampides boeticus (17%), Danaus chrysippus (13%), Hypolimnas misippus (♂) (9%), dan Neptys hilas (9%).

Pada tabel 2 dan tabel 3 menunjukkan bahwa famili Nymphalidae mendominasi Lapangan Watu Gajah dengan jumlah individu terbanyak, yaitu sebanyak 45% dengan 73 individu dari total keseluruhan kupu-kupu yang ditemukan. Hal ini sesuai dengan Priyono & Abdullah (2013) yang menyatakan bahwa kelimpahan individu famili Nymphalidae disebabkan karena bersifat polifag, yaitu mempunyai jenis makanan lebih dari satu macam sehingga Nymphalidae lebih dapat memenuhi kebutuhannya dalam makanan daripada famili lainnya. Hal tersebut disebabkan karena sifat polifag membuat Nymphalidae tetap dapat memenuhi kebutuhan makanannya berupa tumbuhan inang walaupun tumbuhan inang pokok sedang tidak tersedia (Nuraini et al., 2020).

Faktor lain yang mempengaruhi adalah kemampuan famili Nymphalidae beradaptasi dengan lingkungan. Keberadaan Nymphalidae dalam jumlah besar juga dipengaruhi oleh kemelimpahan tumbuhan sebagai sumber pakan (Koneri & Saroyo, 2011).

Lapangan Watu Gajah merupakan ruang terbuka hijau ekosistem padang rumput yang merupakan habitat asri kupu-kupu. Lapangan Watu Gajah memenuhi faktor biotik dan abiotik lingkungan hidup kedua hewan tersebut. Faktor biotik tersebut misalnya kebutuhan pangan. Kebutuhan pangan kupu-kupu tersedia dengan banyaknya tumbuhan padang rumput yang ada. Faktor abiotik yang mempengaruhi adalah ketinggian tempat, suhu, kelembaban, kecepatan angin, intensitas cahaya dan curah hujan. Lapangan Watu Gajah mempunyai rata-rata ketinggian 40 mdpl, suhu 29 oC, kecepatan angin 13 km/h, curah hujan 1,9 mm, kelembaban 70,33%, dan intensitas cahaya 4259,33 lux. Menurut Singh (2007) kisaran suhu yang optimum bagi mayoritas insekta adalah 22-380C, sedangkan kelembaban udara optimum bagi insekta berkisar 60-70% (Wijayanto et al., 2016).

Menurut Handayani et al. (2012), lingkungan yang efektif bagi kupu-kupu yaitu dengan suhu minimum 15oC, suhu optimum 25oC, dan suhu maksimum 45oC. Kupu-kupu dapat beraktivitas optimal umumnya pada kelembaban udara lingkungan berkisar antara 60-75% (Nuraini et al., 2020). Florida et al. (2015) menyatakan bahwa kupu-kupu menyukai habitat dengan kelembaban yang tinggi karena dapat mengurangi dehidrasi atau resiko kekurangan air. Hal ini dikarenakan oleh tumbuhan inang yang banyak tumbuh di kawasan ini. Faktor intensitas cahaya juga mempengaruhi aktivitas kupu-kupu. Sebelum memulai aktivitas mencari makan, kupu-kupu merentangkan sayap dan berjemur untuk mengeringkan. Lestari (2018) menjelaskan bahwa kupu-kupu berjemur di bawah sinar matahari untuk menghangatkan tubuh sebelum terbang dengan sayap yang menyerap sinar matahari. Intensitas cahaya matahari yang tinggi biasa digunakan untuk membantu kupu-kupu

terbang (Nuraini et al., 2020). Cahaya merupakan kebutuhan penting bagi kupu-kupu karena kupu-kupu merupakan hewan poikiloiterm sehingga cahaya tersebut dapat memberikan energi panas yang menaikkan suhu tubuh dan mempercepat metabolism pada tubuh kupu-kupu (Nuraini et al., 2020). Cahaya juga dapat menaikkan suhu yang akan digunakan larva kupu-kupu untuk dapat berkembang dengan lebih baik dan lebih cepat (Rahayuningsih et al., 2012).

Lapangan Watu Gajah mempunyai karakteristik lingkungan yang mendukung kehidupan insekta, terutama kupu-kupu. Pengaruh kualitas lingkungan suatu habitat sebagai penyebab perbedaan jumlah setiap individu Kupu-kupu Lepidoptera pada suatu daerah. Keanekaragaman dan kelimpahan spesies kupu-kupu (Lepidoptera) di Lapangan Waktu Gajah dipengaruhi oleh faktor kondisi geografis lingkungan yang mendukung. Keberadaan jenis kupu-kupu di suatu habitat dipengaruhi oleh faktor biotik dan abiotik. Faktor biotik seperti tumbuhan pakan, predator, parasit dan parasitoid sedangkan faktor abiotik yang mempengaruhi seperti ketinggian tempat, suhu, kelembaban, kecepatan angin, intensitas cahaya dan curah hujan yang sesuai (Irni, 2017).

Kondisi Iklim Lapangan Watu Gajah

Lapangan Watu Gajah merupakan ruang terbuka hijau ekosistem padang rumput yang merupakan habitat asri kupu-kupu. Lapangan Watu Gajah memenuhi faktor biotik dan abiotik lingkungan hidup kedua hewan tersebut. Faktor biotik tersebut misalnya kebutuhan pangan. Kebutuhan pangan kupu-kupu tersedia dengan banyaknya tumbuhan padang rumput yang ada. Sedangkan faktor abiotik yang mempengaruhi adalah ketinggian tempat, suhu, kelembaban, kecepatan angin, intensitas cahaya dan curah hujan. Lapangan Watu Gajah mempunyai rata-rata ketinggian 40 mdpl, suhu 29oC, kecepatan angin 13 km/h, curah hujan 1,9 mm, kelembaban 70,33%, dan intensitas cahaya 4259,33 lux. Menurut Singh (2007) kisaran suhu yang

optimum bagi mayoritas insekta adalah 22-380C, sedangkan kelembaban udara optimum bagi insekta berkisar 60-70% (Wijayanto et al., 2016).

Lapangan Watu Gajah sesuai untuk habitat kupu-kupu. Menurut Jumar (2000) dalam Handayani et al. (2012), lingkungan yang efektif bagi kupu-kupu yaitu dengan suhu minimum 15oC, suhu optimum 25oC, dan suhu maksimum 45oC. Kupu-kupu dapat beraktivitas normal pada kelembaban udara lingkungan berkisar antara 6075% (Nuraini et al., 2020). Florida et al. (2015) menyatakan bahwa kupu-kupu menyukai habitat dengan kelembaban yang tinggi karena dapat mengurangi dehidrasi atau resiko kekurangan air. Hal ini dikarenakan oleh tumbuhan inang yang banyak tumbuh di kawasan ini. Faktor intensitas cahaya juga mempengaruhi aktivitas kupu-kupu. Sebelum memulai aktivitas mencari makan, kupu-kupu merentangkan sayap dan berjemur untuk mengeringkan. Lestari (2018) menjelaskan bahwa kupu-kupu berjemur di bawah sinar matahari untuk menghangatkan tubuh sebelum terbang dengan sayap yang menyerap sinar matahari.

SIMPULAN

Kupu-kupu yang ditemukan di Lapangan Watu Gajah sebanyak 4 famili, 13 spesies dan 162 individu. Indeks keanekaragaman kupu-kupu tergolong sedang yaitu yaitu 2,32 dengan nilai H’ 2,0<H’<3,0. Kelimpahan spesies kupu-kupu tertinggi yaitu pada Lampides boeticus (18%), untuk spesies yang kelimpahannya terendah adalah pada Graphium agamemno dan Vindula dejone (2%). Indeks dominansi yang diperoleh menunjukkan bahwa dari kelimpahan individu spesies kupu-kupu termasuk kategori sedang dan tidak menunjukkan dominansi yang menonjol. Kondisi iklim Lapangan Watu Gajah sesuai dengan habitat kupu-kupu. Berdasarkan indeks keanekaragaman, indeks dominansi dan kelimpahan relatif, kupu-kupu menunjukkan bahwa Lapangan Watu Gajah merupakan habitat ideal yang lebih sesuai untuk perkembangan kupu-kupu.

UCAPAN TERIMA KASIH

Penelitian ini dapat dilaksanakan dengan baik atas bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, peneliti ingin mengucapkan terima kasih kepada masyarakat di sekitar kawasan Lapangan Watu Gajah Tuban yang telah membantu peneliti untuk mengumpulkan sampel dan data penelitian serta memberikan kerjasama yang baik dalam penelitian ini.

KEPUSTAKAAN

Achmad A. 2011. Rahasia Ekosistem Hutan Bukit

Kapur. Brilian Internasional, Surabaya.

Ahmed S, Farid B. (2018). Diversity of Lepidoptera (Rhopalocera) in Natural and Modified Habitats of Bousaâda, Algeria. World J Environ Biosci. 7(1): 79-83

Ashari FN, Addiniyah NR, Aini HN. 2019.

Diversity of Butterflies (Lepidoptera: Rhopalocera) in Sumber Clangap and Waduk Selorejo, East Java. Biota: Biologi dan Pendidikan Biologi 12(1): 32-37.

Estalita RS. 201). Kelimpahan dan Keanekaragaman Spesies Kupu-Kupu (Lepidoptera; Rhopalocera) pada Berbagai Tipe Habitat di Hutan Kota Muhammad Sabki Kota Jambi. Biospecies 5(2).

Fajar Y. 2011. Karakteristik Filamen Sutera Attacus atlas pada  Usia Kokon yang

Berbeda. [Skripsi].   Departemen   Ilmu

Produksi dan Teknologi Peternakan Institut Pertanian Bogor.

Fatwa KM. 2017. Keanekaragaman dan Kelimpahan Kupu-Kupu (Lepidoptera) pada Tipe Habitat Berbeda di Kawasan Embung Tambakboyo. [Skripsi]. Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga: Yogyakarta.

Florida M, Setyawati TR, Yanti AH. 2015.

Inventarisasi Jenis Kupu-Kupu pada Hutan Kerangas di Kawasan Cagar Alam Mandor Kabupaten Landak. Protobiont. 4(1): 260265.

Handayani VD, Sugiyanta IG, Zulkarnain. 2012.

Deskripsi Habitat Kupu-Kupu di Taman Kupu-Kupu Gita Persada Kelurahan Kedaung Kecamatan Kemiling Kota Bandar Lampung.

Hidayat M, Fathul. 2015. Pendekatan Kebudayaan dalam Mendukung Upaya

Pelestarian Lingkungan Studi Kasus terhadap Upaya Masyarakat dalam Pelestarian Lingkungan di Kabupaten Tuban. [Skripsi]. Pendidikan Biologi FKIP UNS 2015.

Irni J. 2017. Keragaman kupu-kupu (Lepidoptera) di kawasan Taman Nasional Gunung Leuser Tangkahan Sumatera Utara. [Skripsi]. Universitas Negeri Medan.

Koneri R, Saroyo. 2011. Keanekaragaman Kupu-Kupu (Lepidoptera) pada Empat Tipe Habitat di Hutan Lindung Gunung Klabat, Sulawesi Utara. Biosfera 28(2): 86-94.

Kramadibrata IH. 1999. Ekologi Hewan. Bandung, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Teknologi Bandung (ITB).

Kurniawati I. 2016. Keanekaragaman Spesies Insekta pada Tanaman Rambutan di Perkebunan    Masyarakat    Gampong

Meunasah Bak ‘U Kecamatan Leupung Kabupaten Aceh Besar. Jurnal Ilmiah Mahasiswa Pendidikan Biologi 1(1): 71-77.

Lamatoa DC, Koneri R, Siahaan R, Maabuat PV. 2013. Populasi Kupu-kupu (Lepidoptera) di Pulau Mantehage, Sulawesi Utara. Jurnal Ilmiah Sains 13(1): 52-56.

Lestari VC, Erawan TS, Kasmara H, Hermawan, W. 2018. Keanekaragaman Jenis Kupu-kupu Familia Nymphalidae dan Pieridae di Kawasan Cirengganis dan Padang Rumput Cikamal Cagar Alam Pananjung Pangandaran. Jurnal Agrikultura 29(1): 1-8.

Magurran AE. 1988. Ecological Diversity and Measurement. New Jersey, Princetown University Press.

Mastrigt H, Rosariyanto E. 2005. Buku Panduan Lapangan:  Kupu-kupu untuk Wilayah

Mamberamo Sampai Pegunungan Cyclops. Jakarta, Concervation International-Indonesia program.

Mastrigt H, Warikar E. 2013. Buku panduan lapangan kupu-kupu untuk wilayah Pulau-pulau Teluk Cenderawasih Terfokus pada Numfor, Supiori, Biak dan Yapen. Jayapura, Kelompok Entomologi Papua. KEP (Kelompok Entomologi Papua).

Nuraini U, Widhiono I, Riwidiharso E. 2020. Keanekaragaman dan Kelimpahan Kupu-Kupu (Lepidoptera: Rhopalocera) di Cagar Alam Bantarbolang, Jawa Tengah.

BioEksakta: Jurnal Ilmiah Biologi Unsoed 2(2): 157 - 164.

Peggie D, Amir M. 2006. Practical Guide to the Butterflies of Bogor Botanic Garden. Bidang Zoologi – LIPI: Bogor.

Priyono B, Abdullah M. 2013. Keanekaragaman Jenis Kupukupu di Taman Kehati Unnes. Biosaintifika 5(2): 100-105.

Rizal S. 2007. Populasi Kupu-kupu di Kawasan Cagar Alam Rimbo Panti dan Kawasan Wisata Lubuk Minturun Sumatera Barat. Mandiri 9(3): 177- 237.

Putram NM., Setyaningsih I, Tarman K. 2017. Anticancer Activity from Active Fraction of Sea Cucumber. Jurnal Pengolahan Hasil Perikanan Indonesia 20(1): 53.

Singh G. 2007. Fixed Orthodontic Appliances. In: Singh G, editor. Text Book of Orthodontics (Second Edition). Jaypee Publishers: New Delhi.

Sulistyani. 2013. Keanekaragaman Jenis Kupu-Kupu (Lepidoptera:   Hopalocera) di

Kawasan Cagar Alam Ulolanang Kecubung Kabupaten Batang. [Skripsi]. Universitas Negeri Semarang: Palangkaraya.

Supit NS. 2018. Keanekaragaman Kupu-Kupu (Lepidoptera) di Dusun Pentingsari, Desa Umbulharjo, Sleman Yogyakarta. [Skripsi]. Universitas Sanata Dharma: Yogyakarta.

Wijayanto AG, Nafisah NA, Laily Z, Zaman M.

N. 2016. Inventarisasi Capung (Insecta: Odonata) dan Variasi Habitatnya di Resort Tegal Bunder dan Teluk Terima Taman Nasional Bali Barat (TNBB). Seminar Nasional Pendidikan dan Saintek 2016.

237