The diversity of Bryophytes in Nenek Hills, Natural Tourism Park of Mount Permisan, South Bangka Regency
on
JURNAL BIOLOGI UDAYANA 25(2): 137-146
P ISSN: 1410-5292 E ISSN: 2599-2856
Keanekaragaman jenis lumut (Bryophyta) di Bukit Nenek Taman Wisata Alam Gunung Permisan, Kabupaten Bangka Selatan
The diversity of Bryophytes in Nenek Hills, Natural Tourism Park of Mount Permisan, South Bangka Regency
Rusidi1, Henri1,*, Ratna Santi2
-
1) Program Studi Biologi, Fakultas Pertanian, Perikanan dan Biologi, Universitas Bangka Belitung
Kampus Terpadu UBB Balunijuk, Merawang, Kabupaten Bangka, Provinsi Kepulauan Bangka Belitung, Indonesia, 33172
-
2) Program Studi Agroteknologi, Fakultas Pertanian, Perikanan dan Biologi, Universitas Bangka Belitung
Kampus Terpadu UBB Balunijuk, Merawang, Kabupaten Bangka, Provinsi Kepulauan Bangka Belitung, Indonesia, 33172
*Email: [email protected]
Diterima 24 Juli 2021 Disetujui 23 Agustus 2021
INTISARI
Pertumbuhan lumut secara umum dipengaruhi oleh suhu, kelembaban, intensitas cahaya dan pH. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui tingkat keragaman jenis lumut (Bryophyta) pada berbagai substrat di Bukit Nenek TWA Gunung Permisan, Kabupaten Bangka Selatan. Penelitian ini menggunakan metode eksplorasi dan observasi. Hasil penelitian ini ialah jenis-jenis lumut (Bryophyta) yang ditemukan di Bukit Nenek TWA Gunung Permisan Bangka Selatan berasal dari familia Calymperaceae, Dicranaceae, Fissidentaceae, Leucobryaceae, Rhizogoniaceae, Sematophylaceae, Calypogeiaceae, Geocalyceae, Lejeuneaceae, Lepidoziaceae dan Plagiochilaceae. Familia yang mendominasi adalah Leucobryaceae, Lejeuneaceae dan Calymperaceae. Jenis substrat yang paling disukai lumut untuk tumbuh adalah batu. Faktor abiotik terdiri atas intensitas cahaya dengan nilai 0,2-7,2 Klx (rendah), suhu udara dengan nilai 25-29°C (sedang-tinggi), kelembaban udara dengan nilai 34-68% (sedang-tinggi), pH tanah dengan nilai 5,9-6,9 (asam-netral) dan kelembaban tanah dengan nilai 52-65% (lembab).
Kata kunci: Bryophyta, keanekaragaman, Bukit Nenek, TWA Gunung Permisan
ABSTRACT
The mosses growth is generally influenced by temperature, habitat humidity, light intensity, and soil acidity. This study aimed to determine the level of diversity of bryophytes species on various substrates in the Nenek Hills Natural Tourism Park of Mount Permisan, South Bangka Regency. The methods used in this study were exploration and observation. The results of this study are the types of mosses (Bryophytes) found Nenek Hills Natural Tourism Park of Mount Permisan, South Bangka Regency, are from the families Calymperaceae, Dicranaceae, Fissidentaceae, Leucobryaceae, Rhizogoniaceae, Sematophylaceae, Calypogeiaceae, Geocalyceae, Lejeuneaceae, Lepidoziaceae and Plagiochilaceae. The dominating family is Leucobryaceae, Lejeuneaceae and Calymperaceae. The type of substrate that moss prefers to grow is rock. Abiotic factors consist of light intensity with a value of 0,2-7,2 Klx (low), air temperature with a value of 25-29°C (medium-high), humidity with a value of 34-68% (medium-high), soil acidity with a value of 5,9-6,9 (slightly-neutral) and soil moisture with a value of 52-65% (moist).
Keywords: bryophytes, diversity, Hill Nenek, NTP Mount Permisan
PENDAHULUAN
Indonesia memiliki kekayaan keanekaragaman hayati meliputi perbedaan mikroorganisme, materi genetik dan beberapa variasi bentuk ekosistem (Ridhwan, 2012). Kekayaan keanekaragaman hayati tersebut sekitar 30% tumbuhan dan 90% hewan di Indonesia diperkirakan belum terdata dan terdokumentasikan dengan baik, salah satunya adalah tumbuhan lumut (Wati et al., 2016). Pertumbuhan lumut secara umum dipengaruhi oleh suhu, kelembaban habitat hidup, intensitas cahaya dan pH habitat (Raihan et al., 2018). Ketersediaan substrat seperti tanah, batu dan kulit kayu juga dapat bertindak sebagai faktor pendukung pertumbuhannya (Santos et al., 2017).
Penelitian lumut di Bangka Belitung sendiri beberapa telah dilakukan di antaranya Rangkuti (2017) melaporkan 41 spesies yang terdiri dari lumut sejati sebanyak 31 spesies dan lumut hati sebanyak 10 spesies. Familia dari tumbuhan lumut sejati yang paling banyak di temukan di Hutan Pelawan yaitu familia Calymperaceae. Penelitian Riani (2017) Melaporkan 7 familia dan 29 jenis merupakan lumut sejati dan 7 famili dan 13 jenis merupakan lumut hati. Rosyanti et al. (2018) yang melaporkan dari 45 jenis lumut yang didapatkan di Kebun Botani Bangka Flora Society, Bangka Belitung 30 jenis di antaranya adalah lumut sejati (9 familia) dan 15 jenis lainnya adalah lumut hati (4 familia). Kasiani et al. (2019) melaporkan bahwa ada rekaman baru sebanyak 7 jenis bagi pulau Sumatera untuk jenis lumut dari total yang ditemukan di lapangan 28 jenis lumut.
Kawasan Taman Wisata Alam (TWA) Gunung Permisan terletak di Kabupaten Bangka Selatan yang memiliki luas area sekitar ±3.149,69 hektar. Kawasan TWA Gunung Permisan berbatasan langsung dengan beberapa desa di sekitarnya yaitu: Desa Permis, Desa Sebagin, Desa Simpang Rimba, Desa Gudang, dan Desa Rajik. Kawasan TWA Gunung Permisan Bangka Selatan memiliki 5 (lima) buah bukit salah satunya adalah Bukit Nenek, yang sangat menyita perhatian
banyak khalayak karena panoramanya yang indah (BKSDA Sumatra Selatan, 2018).
Kawasan TWA Gunung Permisan di Kabupaten Bangka Selatan khususnya Bukit Nenek memiliki salah satu potensi flora yang dimiliki yaitu tumbuhan lumut. Namun penelitian lumut di wilayah tersebut belum pernah dilakukan sehingga perlu dilakukan pendataan guna mengetahui tingkat keragaman jenisnya dan karakteristik habitat yang mempengaruhi tingkat keberadaannya. Oleh karena itu, sangat penting dilakukannya penelitian ini untuk merekam ulang keanekaragaman hayati khususnya tumbuhan lumut.
BAHAN DAN METODE
Waktu dan tempat
Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Januari sampai dengan Mei 2021 di Bukit Nenek (2°34’42” S105°58’15”E) yang secara geografis masuk dalam Kawasan TWA Gunung Permisan, Kabupaten Bangka Selatan (Gambar 1). Identifikasi jenis lumut dilakukan di Herbarium Bangka Belitungense, Universitas Bangka Belitung.
Metode
Pendataan dan Identifikasi Lumut
Pendataan tumbuhan lumut dilakukan dengan menggunakan metode eksplorasi yang dikolaborasikan dengan metode observasi lapangan. Metode ini dilaksanakan dengan mengumpulkan data melalui pengkoleksian jenis tumbuhan lumut dan mengamati karakteristik habitat lumut secara langsung (Hasanah, 2016) di lokasi penelitian. Seluruh jenis lumut yang dijumpai pada lokasi penelitian dikoleksi dan dicatat data-datanya terkait substrat, kondisi lingkungan, dan selanjutnya dilakukan dokumentasi (Kasiani, 2019). Lumut yang ditemukan kemudian dilakukan proses herbarium dan diidentifikasi dengan cara mencocokkan dengan spesimen lumut di Herbarium Bangka Belitungense serta buku panduan identifikasi lumut. Lumut yang telah diidentifikasi kemudian
dicek kembali nama jenisnya di URL http://www.tropicos.org untuk memastikan nama spesies sudah benar dan valid.
Pengukuran Mikroklimat
Pengukuran mikroklimat dilakukan pada setiap titik pengambilan sampel lumut. Parameter
mikroklimat yang diukur meliputi temperatur udara, kelembaban udara, intensitas cahaya, pH tanah dan kelembaban tanah (Ulfa, 2018). Temperatur udara dan kelembaban udara diukur menggunakan termohigrometer. Intensitas cahaya diukur menggunakan lux meter dengan rentang 2.000-50.000 lux. pH tanah dan suhu tanah diukur menggunakan soil tester.

Gambar 1. Peta Lokasi penelitian lumut di Bukit Nenek TWA Gunung Permisan
Analisis data
Analisis data lumut dan korelasinya dengan habitat pada penelitian ini menggunakan software PAST dengan teknik analisis PCA Biplots (Principal Component Analysis Biplots).
HASIL
Keanekaragaman Lumut (Bryophyta) di Bukit Nenek TWA Gunung Permisan
Pendataan atau inventarisasi lumut (Bryophyta) pada penelitian ini dilakukan dengan mengeksplorasi lokasi penelitian yakni Bukit Nenek TWA Gunung Permisan, Kabupaten Bangka Selatan Sebanyak 22 jenis (11 familia) lumut yang terdata, selengkapnya disajikan pada Tabel 1. Familia terbanyak yang ditemukan pada lokasi penelitian adalah familia Leucobryaceae yang termasuk dalam kelas Bryopsida dan famili
Lejeuneaceae yang termasuk dalam kelas Hepaticopsida dengan masing-masing 4 jenis. Jenis-jenis lumut (Bryophyta) yang ditemukan umumnya hidup pada substrat batu.
Faktor Lingkungan Abiotik di Bukit Nenek TWA Gunung Permisan
Pengukuran mikroklimat pada habitat lumut (Bryophyta) dilakukan pada setiap titik pengambilan sampel lumut. Berdasarkan hasil pengukuran mikroklimat pada Tabel.2, diketahui bahwa intensitas cahaya yang terukur paling tinggi pada titik 8 dengan nilai 7,2 Klx, suhu udara yang terukur paling tinggi pada titik 2 dengan nilai 29oC, kelembaban udara yang terukur paling tinggi pada titik 3 dan 9 dengan nilai 68%, pH tanah yang terukur paling tinggi pada titik 11 dengan nilai 6,9 serta kelembaban tanah yang terukur paling tinggi pada titik 7 dengan nilai 6,9.
Tabel 1. Jenis-jenis lumut (Bryophyta) di Bukit Nenek TWA Gunung Permisan
No |
Kelas |
Famili |
Jenis |
Substrat |
1 |
Calymperaceae |
Calymperes palisotii Schwagr. |
KL | |
Calymperes sp. Sw. ex F. Weber |
B | |||
Syrrhpodon tjibodensis M.Fleisch. |
B | |||
Dicranaceae |
Dicranoloma sp.(Renauld) Renauld |
B | ||
Octoblepharum albidum Hedw. |
B | |||
Fissidentaceae |
Fissidens ceylonensis Dozy & Molk. |
B | ||
Bryopsida |
Leucobryaceae |
Leucobryum Hampe 2 |
B | |
Leucobryum albidum (Brid. ex. P. Beauv). Lindb. |
KL | |||
Leucobryum glaucum (Hedw.) Angstr. |
B &KL | |||
Leucobryum Hampe 1 |
KL | |||
Rhizogoniaceae |
Pyrrhobryum spiniforme (Hedw.) Mitt. |
B | ||
Sematophylaceae |
Acanthorrhynchium papillatum (Harv). M.Fleisch. |
KL | ||
Acroporium sigmatodontium (Mull. Hal.) M.Fleisch. |
B | |||
2 |
Calypogeiaceae |
Calypogeia arguta Nees & Mont. |
T | |
Geocalyceae |
Heteroscyphus argutus (Reinw. et al.) Schiffn. |
B & T | ||
Lejeuneaceae |
Lejeunea sp. Lib. |
B | ||
Lejeuneapectinella Mizut. |
B | |||
Hepaticopsida |
Lejeunea eckloniana Lindenb. |
B | ||
Lopholejeunea nigricans (Lindenb.) Steph. ex.Schiffn. |
B | |||
Lepidoziaceae |
Bazzania sp. Limpr. |
B | ||
Bazzania tridens (Reinw. et al.) Trevis. |
B &KL | |||
Plagiochilaceae |
Pedinophyllum sp. Lindb. |
B & A |
Keterangan : A: Akar; B: Batu; KL: Kayu lapuk; T: Tanah.
Gambar 2. Beberapa jenis lumut (Bryophyta) di Bukit Nenek TWA Gunung Permisan Kabupaten Bangka Selatan
(a). Leucobryum albidum (Brid. ex. P. Beauv). Lindb. (b). Calymperes sp. Sw. ex F. Weber (c). Octoblepharum albidum Hedw. (d). Acroporium sigmatodontium (Mull. Hal.) M.Fleisch. (e). Lopholejeunea nigricans (Lindenb.) Steph. ex.Schiffn. (f). Calypogeia arguta Nees & Mont. (g). Heteroscyphus argutus (Reinw et al.) Schiffn. (h). Pedinophyllum sp. Lindb. (i). Pyrrhobryum spiniforme (Hedw.) Mitt. (j). Bazzania sp. Limpr. (k). Fissidens ceylonensis Dozy & Molk.
Tabel 2. Hasil pengukuran mikroklimat pada lokasi habitat lumut (Bryophyta) di Bukit Nenek TWA Gunung Permisan
Parameter
Titik ke- |
Titik Koordinat |
Ketinggian (mdpl) |
Intensitas Cahaya (Klx) |
Suhu Udara (◦C) |
Kelembaban Udara (%) |
pH Tanah |
Kelembaban Tanah (%) |
1 |
S02°35.073’ E105°58.950’ |
40 |
1,1 |
27,8 |
65 |
6,2 |
6,3 |
2 |
S02°35.071’ E105°58.947’ |
77 |
2 |
29 |
59 |
6,3 |
6,8 |
3 |
S02°35.050’ E105°58.937’ |
91 |
0,98 |
27,5 |
68 |
6,5 |
5,4 |
4 |
S02°35.082’ E105°58.923’ |
88 |
0,7 |
28,5 |
59 |
6,2 |
5,9 |
5 |
S02°35.022’ E105°58.883’ |
142 |
0,2 |
26,3 |
60 |
6,7 |
6,5 |
6 |
S02°34.973’ E105°58.873’ |
196 |
0,8 |
27,8 |
49 |
6,6 |
6,2 |
7 |
S02°34.979’ E105°58.854’ |
153 |
0,5 |
27,3 |
58 |
6,8 |
6,9 |
8 |
S02°34.973’ E105°58.864’ |
174 |
7,2 |
28,4 |
43 |
6,8 |
5,7 |
9 |
S02°34.924’ E105°58.876’ |
225 |
0,8 |
25 |
68 |
6,8 |
5 |
10 |
S02°34.872’ E105°58.844’ |
266 |
0,9 |
27 |
66 |
6,6 |
6,3 |
11 |
S02°34.841’ E105°58.821’ |
267 |
0,4 |
28 |
39 |
6,9 |
6 |
12 |
S02°34.827’ E105°58.820’ |
283 |
2,2 |
27,4 |
34 |
5,9 |
5,2 |
Rata-rata |
166,83 |
1,48 |
27,5 |
55,67 |
6,53 |
6,02 |
Hubungan Keberadaan Jenis Lumut (Bryophyta) dengan Faktor Lingkungan
Hasil analisis PCA biplot menunjukkan bahwa faktor abiotik yang paling berkorelasi positif terhadap keberadaan jenis lumut (Bryophyta)
adalah kelembaban tanah, kelembaban udara dan suhu udara (Gambar 7 (a)). Sementara itu, korelasi antar titik pengambilan sampel dimana karakteristik mikroklimatnya hampir sama adalah titik 3, 5 dan 7 (Gambar 3 (b)).

Projection of the cases on the factor-plane ( 1x2)

a
b
Gambar 3. PCA biplot hubungan keberadaan jenis lumut (Bryophyta) dengan faktor lingkungan (a) Hubungan jumlah jenis lumut dengan faktor lingkungan; (b) Korelasi antar titik
PEMBAHASAN
Keanekaragaman Lumut (Bryophyta) di Bukit Nenek TWA Gunung Permisan Bangka Selatan
Lumut (Bryophyta) yang ditemukan di Bukit Nenek TWA Gunung Permisan, Kabupaten Bangka Selatan sebanyak 22 jenis yang terdiri dari 13 jenis (6 familia) lumut sejati (Bryopsida) dan 9 jenis (5 familia) lumut hati (Hepaticopsida) lumut sejati (Bryopsida). Anggota lumut sejati (Bryopsida) yang ditemukan antara lain familia Calymperaceae (3 jenis: C. palisotii, Calymperes sp., S. tjibodensis), Dicranaceae (2 jenis: Dicranoloma sp., O.albidum), Fissidentaceae (1 jenis: F.ceylonensis), Leucobryaceae (4 jenis: Leucobryum sp.1, L.albidum, L.glaucum, Leucobryum sp.2), Rhizogoniaceae (1 jenis: P.spiniforme) dan Sematophylaceae (2 jenis: A. papillatum, A.sigmatodontium). Selain itu, ditemukan juga anggota lumut hati (Hepaticopsida) antara lain familia
Calypogeiaceae (1 jenis: C.arguta), Geocalyceae (1 jenis: H.argutus), Lejeuneaceae (4 jenis: Lejeunea sp., L. pectinella, L. eckloniana, L. nigricans), Lepidoziaceae(2 jenis: Bazzania sp., B.tridens) dan Plagiochilaceae (1 jenis: Pedinophyllum sp.). Berdasarkan hasil yang ditemukan, ada beberapa familia yang bersifat kosmopolit atau dapat ditemukan dimana-mana seperti Calymperaceae, Leucobryaceae,
Lejeuneaceae, Lepidoziaceae dan beberapa yang lainnya. Hal sejalan dengan pendapat (Tjitrosoepomo, 2011), yang menyatakan bahwa masing-masing jenis lumut (Bryophyta) memiliki daya sebarnya tersendiri setiap spesiesnya.
Penelitian kali ini, untuk intensitas temuan jenis lumut sejati (Bryopsida) lebih banyak dibandingkan dengan lumut hati (Hepaticopsida). Hal tersebut terjadi dikarenakan jumlah jenis lumut sejati (Bryopsida) yang ditemukan lebih banyak dibandingkan dengan lumut hati (Hepaticopsida) maupun lumut tanduk
(Anthocerotopsida) pada alam. Menurut Sporn et al. (2009) berpendapat bahwa kelas terbesar dalam dunia lumut (Bryophyta) adalah kelas
lumut sejati (Bryopsida). Hal tersebut juga diperkuat dengan pendapat Gradstein (2001), yang menyatakan bahwa lumut sejati (Bryopsida) diperkirakan memiliki jenis kurang lebih sebanyak 8000 spesies, sedangkan lumut hati (Hepaticopsida) sekitar 5000 jenis.
Lumut tanduk (Anthocerotopsida) tidak ditemukan pada lokasi penelitian selama proses eksplorasi lokasi. Hal ini dikarenakan tingkat persebaran lumut tanduk (Anthocerotopsida) ini sendiri sangatlah rendah dialam. Lumut tanduk (Anthocerotopsida) adalah kelas kecil dari dunia lumut (Bryophyta) dengan jumlah jenis yang terdata ialah kurang dari 100 jenis yang terbagi menjadi 8-9 marga (Hasan & Ariyanti, 2004). Menurut Gradstein (2011), yang menyatakan bahwa jumlah spesies lumut tanduk hanya sekitar 200 jenis di seluruh dunia dan 15 jenis dipulau jawa, hal ini berbanding terbalik dengan jumlah lumut hati yang jumlah jenisnya mencapai 6.000 spesies di seluruh dunia. Chantanaorrapint (2014) berpendapat bahwa lumut tanduk biasanya tumbuh di sebagian besar tanah mineral. Hal ini terbukti oleh hasil karakterisasi tanah yang mendapatkan bahwa kadar C-organik dilokasi penelitian lebih dari 5% yang artinya tanah lokasi penelitian adalah jenis tanah organik bukan tanah mineral.
Leucobryaceae merupakan famili dengan intensitas temuan paling banyak ditemukan pada lokasi penelitian yakni sebanyak 4 jenis (Leucobryum sp.1, L.albidum, L.glaucum, Leucobryum sp.2). Hal tersebut dikarenakan Leucobryaceae memiliki sebaran utama yaitu di daerah tropis seperti indonesia salah satunya. Struktur sel didominasi oleh sel klorofil (Moss Flora of China). Lumut (Bryophyta) jenis ini biasanya hidup secara bergerombol dengan membentuk struktur menyerupai bantalan tanaman yang lebat hingga ada yang berukuran sampai beberapa meter dan memiliki kebiasaan tumbuh yang tajam. Bantalan ini memiliki struktur kubah dengan tinggi beberapa sentimeter. Bojaca et al. (2017) melaporkan bahwa lumut yang paling mendominasi pada Kawasan Negara
bagian Minas Gerais, Brazil Tenggara salah satunya adalah dari familia Leucobryaceae.
Kemelimpahan familia Leucobryaceae di suatu lokasi disebabkan oleh beberapa faktor eksternal dan internal. Hal ini jelas tergambarkan oleh hasil temuan jenis lumut (Bryophyta) yang sebagian besar ditemukan di substrat batu, kemudian kayu lapuk, tanah dan terakhir akar pohon. Lumut (Bryophyta) juga banyak ditemukan di lokasi dengan tingkat kelembaban yang terbilang tinggi, namun berbanding terbalik dengan intensitas cahaya yang cenderung rendah. Penjabaran tersebut sesuai dengan pernyataan (Ellis & Tan, 1999; Fanani et al., 2019) yang menyatakan bahwa faktor eksternal yang dapat mempengaruhi pertumbuhan lumut (Bryophyta) itu sendiri antara lain substrat (tanah, bebatuan, pohon), kelembaban serta intensitas cahaya. Selain itu, faktor lain yang dapat mempengaruhi ialah sifat dari daun dan alat perkembangbiakannya sendiri.
Lejeuneaceae menjadi familia dengan intensitas temuan paling banyak setelah Leucobryaceae yakni sebanyak 4jenis (Lejeunea sp., L. pectinella, L. eckloniana, L. nigricans). Hal ini dikarenakan habitat asli dari famili Lejeuneaceae dalah jenis-jenis hutan tropis. Hal ini didukung pula pendapat (Reiner-Drehwald, 2000), yang menyatakan bahwa familia Lejeuneaceae banyak ditemukan di daerah tropis dan ada juga beberapa ditemukan di Amerika tropis, Argentina dan lainnya. Lejeuneaceae memiliki sedikitnya 15 subgenus di seluruh dunia, dengan batang dilengkapi hyalodermis terdiri dari 7 sel kortikal dan 5-20 sel medular, tepian daun bergerigi jarang serta reproduksi secara aseksual dengan menggugurkan daun serta cladodes atau fragmentasi batang. Lumut (Bryophyta) jenis ini biasanya hidup sebagai epifit di kulit pohon dan cabang, tanah, batu dan kayu lapuk. Pendapat tersebut sesuai dengan hasil yang didapatkan di lapangan, dimana jenis lumut (Bryophyta) dari familia Lejeuneaceae kebanyakan ditemukan tumbuh di batu (Tabel 2).
Kasiani et al. (2019) melaporkan bahwa familia Lejeuneaceae adalah familia dari kelompok lumut hati yang mendominasi pada Kawasan
Bukit Peramun Belitung, yang ditemukan 4 jenis lumut (Bryophyta) dari familia Lejeuneaceae dari total keseluruhan 8 jenis lumut hati yang ditemukan pada lokasi. Putrika et al. (2017) melaporkan bahwa spesies lumut (Bryophyta) epifit terbanyak yang ditemukan di Hutan Kota dan tepi jalan utama kampus UI Depok adalah dari famili Lejeuneaceae, dimana tercatat ditemukan sebanyak 14 jenis lumut (Bryophyta) dari famili Lejeuneaceae dari total seluruh 21 jenis. Munthe (2018) melaporkan bahwa lumut (Bryophyta) yang mendominasi pada kawasan kampus Universitas Sumatera Utara Medan adalah dari familia Lejeuneaceae, dimana ditemukan 8 jenis dari total seluruh jenis yang ditemukan 15 jenis.
Calymperaceae menjadi familia yang paling banyak ditemukan pada lokasi penelitian setelah Lejeuneaceae yakni sebanyak 3 jenis (C. palisotii, Calymperes sp. dan S. tjibodensis). Calymperaceae dilaporkan memiliki persebaran yang sangat luas dan berkelamin ganda. Selain itu, lumut (Bryophyta) dari familia ini memiliki daun dengan dinding tebal serta terdapat struktur penyimpan air dan penjaga sel-sel klorofil (pita stereid di bagian dorsal dan ventral). Penyebarannya luas karena ukuran kuncup dan sporanya yang kecil sehingga mudah terbawa angin (Ellis & Tan, 1999; Fanani et al., 2019).
Fanani et al. (2019) melaporkan bahwa pada Kawasan Bukit Muntai Bangka Selatan didominasi oleh lumut dari familia Calymperaceae, dimana ditemukan sebanyak 4 jenis dari jumlah total spesies yang didapatkan 20. Kasiani et al. (2019) juga melaporkan bahwa famili Calymperaceae juga mendominasi di Kawasan Bukit Peramun Belitung, yakni ditemukan 7 jenis lumut (Bryophyta) dari famili Calymperaceae dari total seluruh yang ditemukan adalah 39 jenis.
Lumut (Bryophyta) yang ditemukan di Bukit Nenek TWA Gunung Permisan Bangka Selatan ditemukan pada berbagai substrat antara lain: tanah, batu dan kayu lapuk (Tabel 2). Substrat bagi lumut (Bryophyta) berfungsi sebagai media tumbuh dan tempat diperolehnya air serta nutrisi
yang diperlukan oleh lumut (Bryophyta) untuk hidup (Apriana, 2010). Intensitas temuan lumut (Bryophyta) paling banyak ialah pada substrat batu (17 jenis), kemudian kayu lapuk sebanyak 6 jenis, dan paling sedikit adalah tanah (1 jenis ) dan akar pohon (1 jenis). Berdasarkan penjabaran diatas, diketahui bahwa ada beberapa spesies yang ditemukan (kosmopolit) di antaranya B. tridens dan L. glaucum ditemukan hidup di batu dan kayu lapuk serta Pedinophyllum sp. ditemukan di hidup batu dan
akar ................................................
Hasil penelitian menunjukkan intensitas temuan lumut sejati (Bryopsida) dan lumut hati (Hepaticopsida) paling banyak di substrat batu (Tabel 2). Hal tersebut berbanding terbalik dengan hasil penelitian Riani (2017), yang menyatakan bahwa pada Kawasan Hutan Air Terjun Bukit Maras Bangka substrat batu tidak mendominasi dimana dari temuan 42 jenis lumut, hanya sekitar 17 jenis yang ditemukan di substrat batu. Windadri (2009) berpendapat bahwa jenis batu yang bisa menampung air lebih banyak adalah batu dengan permukaan kasar sehingga batu tersebut cenderung lembab. Batu jenis tersebut biasanya disenangi oleh lumut (Bryophyta) untuk tumbuh dan hidup.
Lumut (Bryophyta) merupakan organisme perintis dan juga organisme yang berperan dalam proses pembentukan tanah dengan cara merusak batuan. Purawijaya & Priyanti (2013) berpendapat bahwa lumut (Bryophyta) mampu merusak bebatuan melalui dua faktor yaitu kedalaman rhizoid pada batuan dan kelembaban yang ditimbulkan oleh lumut (Bryophyta). Tingginya kelembaban yang tercipta inilah yang kemudian mengakibatkan terjadinya degradasi mineral pada batuan dan otomatis lama-kelamaan akan menjadi0tanah.
Jenis lumut (Bryophyta) banyak ditemukan pula di substrat kayu lapuk dibandingkan substrat tanah dan akar pohon, dimana perbandingannya adalah substrat kayu lapuk: tanah: akar pohon berturut-turut yaitu 6:1:1. Hal ini terjadi karena ketersediaan air yang dibutuhkan oleh lumut (Bryophyta) banyak terkandung pohon yang telah
lapuk. Menurut Windadri (2010), kayu yang telah mengalami pelapukan banyak mengandung air serta nutrisi-nutrisi yang dibutuhkan oleh lumut (Bryophyta) untuk hidup oleh karena itu substrat kayu lapuk menjadi media atau substrat terbaik tumbuhan lumut (Bryophyta). Kemudian
pendapat tersebut didukung oleh Gradstein (2009), yang menyatakan bahwa pohon-pohon lapuk, tunggul serta materi-materi lain yang berada di tanah juga berperan penting sebagai substrat lumut (Bryophyta). Berbanding terbalik dengan substrat kayu lapuk, pada substrat tanah dan akar pohon hanya dijumpai satu jenis lumut (Bryophyta). Hal ini dikarenakan substrat tanah yang memiliki sifat yang tidak stabil dan mudah terbawa erosi dan otomatis akan berdampak besar pada musim penghujan dimana spora-spora lumut (Bryophyta) yang jatuh ke tanah akan terbawa sehingga intensitas temuan lumut (Bryophyta) pada substrat tanah akan jarang (Fanani, 2019). Hasil eksplorasi di Bukit Nenek TWA Gunung Permisan Bangka Selatan menyatakan bahwa lumut yang ditemukan pada lokasi penelitian hidup di berbagai substrat (batu, kayu lapuk,0tanah,0dan0akar0pohon).
Pengaruh Faktor Abiotik terhadap Keberadaan Lumut (Bryophyta) di Bukit Nenek TWA Gunung Permisan Bangka Selatan
Berdasarkan hasil pengukuran
mikroklimat pada lokasi penelitian, diperoleh nilai ketinggian berkisar 40-283 mdpl, intensitas cahaya berkisar 0,2-7,2 Klx (rendah-tinggi), suhu udara berkisar 25-29°C (sedang-tinggi),
kelembaban udara berkisar 34-68% (sedang-tinggi), pH tanah berkisar 5,9-6,9 (agak asam-netral) dan kelembaban tanah berkisar 52-65% (lembab) (Tabel 2). Keanekaragaman dan kelimpahan jenis lumut (Bryophyta) dipengaruhi oleh berbagai faktor abiotik dilingkungan seperti ketinggian, temperatur0udara, intensitas0cahaya kelembaban udara, pH tanah serta kelembaban tanah (Vanderpoorten & Engels, 2002). Wati et al. (2016) melaporkan bahwa tumbuhan lumut (Bryophyta) akan tumbuh optimal pada suhu udara 10-30°C, Kelembaban udara kisaran 70-
98% (Waldi, 2017) dan pH tanah yang berkisar antara 4,3-8,3.
Selain beberapa faktor di atas, keberadaan lumut (Bryophyta) juga dipengaruhi oleh faktor-faktor lain di antaranya intensitas cahaya, dimana lumut (Bryophyta) akan tumbuh dengan optimal pada intensitas cahaya 10.000 lux (795 Cd) untuk membantu proses fotosintesis pada tumbuhan lumut itu sendiri (Putri, 2012). Selain itu, suhu tanah dan ketinggian juga berpengaruh terhadap keberadaan jenis lumut (Bryophyta) pada suatu lokasi. Satiyem (2012) menyatakan bahwa rendahnya suhu tanah dapat membantu penguapan air serta pertumbuhan akar tumbuhan lumut (Bryophyta), sedangkan tinggi rendahnya suatu tempat dapat mempengaruhi iklim. Tempat yang tinggi umumnya diikuti dengan suhu udara yang rendah. Hal tersebut dikarenakan kerapatan udara yang dihasilkan pada tempat yang tinggi cenderung lebih renggang sehingga panas pada udara kurang mampu disimpan.
SIMPULAN
Jenis-jenis lumut (Bryophyta) yang ditemukan di Bukit Nenek TWA Gunung Permisan Bangka Selatan yaitu dari Familia Calymperaceae, Dicranaceae, Fissidentaceae, Leucobryaceae, Rhizogoniaceae, Sematophylaceae, Calypogeiaceae, Geocalyceae, Lejeuneaceae, Lepidoziaceae, dan Plagiochilaceae. Familia yang mendominasi adalah Leucobryaceae, Lejeuneaceae dan Calymperaceae. Jenis substrat yang disukai lumut untuk tumbuh adalah batu. Faktor abiotik terdiri atas intensitas cahaya dengan nilai 0,2-7,2 Klx (rendah), suhu udara dengan nilai 25-29°C (sedang- tinggi), kelembaban udara dengan nilai 34-68% (sedang-tinggi), pH tanah dengan nilai 5,9-6,9 (asam-netral), kelembaban tanah dengan nilai 52-65% (lembab).
UCAPAN TERIMA KASIH
Terima kasih kepada Kepala Resort Bangka BKSDA Sumatera Selatan yang memberikan izin untuk melakukan penelitian di kawasan hutan konservasi Taman Wisata Alam Gunung
Permisan, Kabupaten Bangka Selatan. Terima kasih kepada Kepala Desa Permis dan Kepala Desa Gudang beserta warga yang telah mengizinkan penelitian dan memberikan sarana tempat tinggal. Terima kasih kepada teman-teman Program Studi Biologi UBB angkatan 2017 yang terlibat dalam mensukseskan penelitian ini. Selain itu juga, terima kasih atas fasilitas dari Laboratorium Biologi dan Herbarium Bangka Belitungense, Universitas Bangka Belitung.
KEPUSTAKAAN
Apriana D. 2010. Keragaman dan Kelimpahan Lumut Epifit di Kebun raya Bogor. [Skripsi]. FMIPA IPB.
BKSDA Sumatera Selatan. 2018. Taman Wisata Alam Gunung Permisan Bangka Selatan. Palembang: Balai Konservasi Sumber Daya Alam Sumatera Selatan.
Campbell NA, Reece Jb dan Nitchell CG. 2003.
Biologi.Edisi ke 5 jilid 2. Jakarta : Erlangga.
Bojaca GFP, Fantecelle LB, Araújo CAT and Maciel-Silva AS. 2017. New National and Region Bryophyte Records. Journal of Bryology 1-21.
Chantanaorrapint S.2014. Taxonomic Studies on Thai Anthocerotophyta I. The Genera
Dendroceros and Megaceros
(Dendrocerotaceae). Taiwania 59(4): 340347.
Fanani M, Afriyansyah B, Haerida I. 2019.
Keanekaragaman Jenis Lumut (Bryophyta) pada berbagai Substrat di Bukit Muntai Kabupaten Bangka Selatan. Ekotonia 4(2): 43-47.
Gradstein SR, Churchill SP, Salazar-Allen N. 2001. Guide to the Bryophyta of Tropical America. New York:The New York Botanical Garden Comp.
Gradstein SR.2011. Guide to the Liverworts and Hornworts of Java. Bogor:
SEAMEOBIOTROP.
Hasan M, Ariyanti N S. 2004. Mengenal Lumut (Bryophyta) Taman Nasional Gunung Gede Pangrango Volume 1. Balai Taman Nasional Gunung Gede Pangrango. Cibodas.
Hasanah H. 2016. Teknik-teknik Observasi .Jurnal at-Taqaddum 8(1):21-46.
Kasiani, Afriyansyah B, Juariah L, Windadri FI.2019. Keanekaragaman dan Rekaman baru Jenis Lumut di Pulau Sumatera. Floribunda 6(3): 85-92.
Munthe K, Pane E, Panggabean EL.2018. Budidaya Tanaman Sawi (Brassica juncea L.) pada Media Tanam yang Berbeda Secara Vertikultur. Jurnal Agroteknologi dan Ilmu Pertanian 2(2): 138-151.
Purawijaya DA, Priyanti AG. 2013. Biological Assessment Pertumbuhan Lumut di Candi Borobudur pada Sisi Utara dan Selatan Lorong 2. Jurnal Konservasi Cagar Budaya Borobudur 7(1): 13-28.
Putri A. 2012. Komunitas Lumut Epifit di Kampus Universitas Indonesia Depok. [Tesis]. Depok:Universitas Indonesia.
Putrika A, Nisyawati, Ariyanti NS. 2017.
Keragaman Lumut Epifitdi Hutan Kota dan Tepi Jalan Utama Kampus Universitas Indonesia. Bio-site 3(1): 25-38.
Raihan C, Nurasiah, Zahara N. 2018.
Keanekaragaman Tumbuhan Lumut (Bryophyte) Di Air Terjun Peucari Bueng Jantho Kabupaten Aceh Barat.[Prosiding]. Seminar Nasional Biotik, Banda Aceh: 439451.
Rangkuti RP. 2017. Inventarisasi Jenis
(Bryophyta) Di Kawasan Hutan Pelawan Namang Bangka Tengah [skripsi].
Balunijuk: Universitas Bangka Belitung.
Reiner-Drehwald ME. 2000. Las Lejeuneaceae (Hepaticae) De Misiones, Argentina VI. Lejeunea Y Taxilejeunea. Trop. Bryol. 19: 81-131.
Riani L .2017. Inventarisasi Jenis Lumut (Bryophyta) di Kawasan Hutan Air Terjun Bukit Maras Desa Dalil Bangka. [Skripsi]. Bangka Belitung: Unversitas Bangka
Belitug.
Ridhwan M. 2012. Tingkat Keanekaragaman Hayati Dan Pemanfaatannya Di Indonesia.Jurnal Bilogy Education 1(1): 117.
Rosyanti, Afriansyah B, Haerida I. 2018. Keanekaragaman Lumut di Kebun Botani Bangka Flora Society, Bangka. Floribunda 5(8):315-316.
Santos ND, Costa DP, Kinoshita LS, Shepherd GJ. 2017. Variations in Bryophyte
Communities in a Short Elevational
Gradients in Atlantic Forest of Southaesttern Brazil. Cryptogamie, Bryologie 38(2): 191211.
Satiyem. 2012. Keragaman Tumbuhan Lumut (Bryophyta) pada Berbagai Ketinggian
Hubungannya dengan Kondisi Lingkungan di Wilayah Lereng Selatan Gunung Merapi Pasca Erupsi. [Skripsi]. Yogyakarta: FMIPA, UNY.
Sporn SG, Bos MM, Hoffstätter-Müncheberg M, Kessler M, Gradstein SR 2009. Microclimate Determinate Community Composition but not Richness of Epiphytic Understory Bryophytes of Rainforest and Cacao Agroforest in Indonesia. Functional Plant Biology 36:171-179.
Tjitrosoepomo GS. 2011. Taksonomi Tumbuhan Schizophyta, Tallophyta, Bryophyta, Pteridophyta. Yogyakarta: UGM Press.
Ulfa SW. 2018. Penuntun Praktikum Botani Cryptogamae (Revisi 1). Sumatera Utara: Jurusan Pendidikan Biologi, Fakultas Ilmu Tarbiyah Dan Keguruan, Universitas Islam Negeri Sumatera Utara.
Vanderpoorten A, Engels P. 2002.The Effect of Environmental Variation on Bryophytes at a Regional Scale. Journal Ecography 25: 513.
Waldi R. 2017. Inventarisasi Lumut di Kawasan Perkebunan Karet Ptpn 7 Desa Sabah Balau Kabupaten Lampung Selatan. [Skripsi]. Lampung: Fakultas Tarbiyah dan Keguruan, UIN Raden Intan Lampung.
Wati TK, Kiswardianta B, Sulistiarsi A .2016. Keanekaragaman Hayati Tanaman Lumut (Bryophyta) di Hutan Sekitar Waduk Kedung Brubus Kecamatan Pilang Cekeng Kabupaten Madiun. Jurnal Florea 3(1): 4651.
Windadri FI. 2009. Keragaman Lumut di Resort Karang Ranjang, Taman Nasional Ujung Kulon, Banten. Jurnal Teknologi
Lingkungan BPPT. 10(1): 19-25.
Windadri FI. 2010. Keragaman Lumut di Taman Nasional Bukit Barisan Selatan, Provinsi Lampung, Sumatera. Berita Biologi 10(2): 159-166.
146
Discussion and feedback