Short Communication: Quality analysis of essential oil from Melaleuca trichostachya Lindl. leaves and its inhibitory power against Candida albicans fungus
on
JURNAL BIOLOGI UDAYANA 26(2): 278-284
P ISSN: 1410-5292 E ISSN: 2599-2856
Komunikasi Singkat:
Analisis kualitas minyak atsiri daun Melaleuca trichostachya Lindl. dan daya hambatnya terhadap jamur Candida albicans
Short Communication:
Quality analysis of essential oil from Melaleuca trichostachya Lindl. leaves and its inhibitory power against Candida albicans fungus
Komang Ayu Mirayanti1, Ni Luh Arpiwi1*, I Putu Agus Hendra Wibawa2
1)Program Studi Biologi, Fakultas Matemtatika dan Ilmu Pengerahuan Alam, Universitas Udayana, Jalan Raya Kampus Unud Jimbaran, Kec. Kuta Selatan, Kab. Badung, Bali 80361
2)Pusat Riset Konservasi Tumbuhan, Kebun Raya dan Kehutanan, BRIN, Indonesia
*Email: [email protected]
Diterima 9 November 2022 Disetujui 24 Desember 2022
INTISARI
Melaleuca trichostachya Lindl. merupakan tumbuhan yang termasuk famili Myrtaceae yang berasal dari Benua Australia. Daun dari tumbuhan ini mengandung minyak atsiri. Salah satu manfaat dari minyak atsiri yaitu sebagai anti jamur. Penelitian bertujuan mengetahui rendemen minyak atsiri daun M. trichostachya, kualitas, kandungan senyawa, serta daya hambatnya terhadap jamur Candida albicans. Daun M trichostachya segar dan kering sebanyak 200 g diekstraksi dengan metode destilasi uap dengan 3 kali ulangan. Rendemen minyak atsiri dihitung, kualitas diuji, senyawa penyusun dianalisis dengan Gas Chromatography Mass Spectrometry (GC-MS). Daya hambat minyak atsiri terhadap C. albicans diuji dengan kertas cakram pada media PDA dengan konsentrasi 25% b/b. Hasil penelitian menunjukkan bahwa rendemen minyak atsiri M. trichostachya daun segar adalah 1,00±0,058% sedangkan rendemen daun kering lebih rendah, yaitu 0,77±0,038%. Kualitas minyak atsiri yang dihasilkan termasuk kategori baik dari segi organoleptik, kemurnian, dan bilangan asam. Senyawa utama terdiri dari eucalyptol dan alpha terpinolene serta memiliki daya hambat terhadap jamur C. albicans.
Kata kunci: Melaleuca trichostachya, rendemen, minyak atsiri, Candida albicans, GC-MS
ABSTRACT
Melaleuca trichostachya Lindl. is a plant belongs to the family Myrtaceae which originates from of Australia. The leaf of this plant contains sessential oils. One of the biological activities of essential oils is as an antifungal. The aims of the study were to determine the yield of essential oils of M. trichostachya leaf, to analyze oil quality, chemical compounds, and the inhibition of essential oils on the fungi’s of Candida albicans. Fresh and dried M. trichostachya leaf as much as 200 g were extracted by steam distillation method with 3 replications. The essential oil content was calculated, the quality was tested, the chemical compounds were analyzed by Gas Chromatography Mass Spectrometry (GC-MS). The inhibition of essential oil against C. albicans was tested with paper discs on PDA media with a concentration of 25% w/w. The results showed that the yield of essential oil of M. trichostachya fresh leaf was 1.00±0,058% while the yield of dried leaf was lower, which was 0.77±0,038%. The quality of essential oils was good in
terms of organoleptic, purity, and acid numbers. The main compound consists of eucalyptol and alpha terpinolene and has inhibitory power against the fungus C. albicans.
Keywords: Melaleuca trichostachya, yield, essential oil, Candida albicans, GC-MS
PENDAHULUAN
Melaleuca trichostachya Lindl. adalah tumbuhan dalam keluarga Mrytaceae berasal dari pedalaman Utara New South Wales, Queensland, Australia Selatan, dan Wilayah Utara di Australia. Habitusnya berupa pohon kecil, mirip dengan Melaleuca styphelioides (Wilson & Peter, 2015). Tumbuhan ini dibudidayakan sebagai penghasil minyak astiri (Gum et al., 2011).
Minyak atsiri didefinisikan sebagai campuran berbagai senyawa lipofilik yang mudah menguap pada suhu kamar, tanpa mengalami dekomposisi, umumnya diperoleh dari akar, rimpang, batang, kulit kayu, daun, dan bunga (Ketaren, 1986). Minyak atsiri mempunyai rasa getir, berbau wangi sesuai dengan bau tanaman penghasilnya dan umumnya larut dalam pelarut organik dan tidak larut air (Aryawati & Nyuwito, 2017).
Rendemen dan komposisi senyawa kimia minyak atsiri dari tumbuhan aromatik sangat beragam tergantung spesies dan kondisi lingkungan tempat tumbuhnya (Fachriyah & Sumardi, 2007). Kandungan minyak atsiri dari suatu tanaman memiliki ciri khas tersendiri hal ini dikarenakan komposisi kimia dalam minyak atsiri yang berbeda-beda (Kardinan, 2005). Komposisi kimia dari minyak atsiri adalah sesuatu yang paling dasar dalam menentukan aroma maupun kegunaannya (Fachriyah & Sumardi, 2007).
Macam – macam metode yang digunakan dalam ekstraksi minyak atsiri yaitu destilasi, ekstraksi, pengepresan, dan enfluerasi (Feriyanto et al., 2013). Metode destilasi yang umum digunakan dalam mengesktraksi minyak atsiri adalah destilasi air dan destilasi uap. Kedua metode tersebut merupakan metode yang paling sederhana dan membutuhkan biaya yang lebih sedikit (Yuliarto et al., 2012). Dalam penelitian ini metode yang digunakan adalah metode destilasi uap. Dengan metode tersebut simplisia
tidak bersentuhan langsung dengan air, tetapi hanya bersinggungan dengan uap air sebagai hasil pendidihan di dasar ketel suling sehingga minyak atsiri yang dihasilkan lebih sedikit mengandung air (Arpiwi et al., 2020a; Aryawati & Nyuwito, 2017).
Minyak atsiri beberapa sepceis tumbuhan memiliki aktivitas anti jamur, contohnya minyak atsiri dari rimpang kunyit (Nadifah et al., 2018) dan daun kemangi (Ornay et al., 2017). Salah satu contoh jamur yang sering menjadi masalah bagi wanita adalah Candida albicans penyebab keputihan, ketombe, gatal-gatal, dan sariawan (Mutiawati, 2016). Candida albicans penyebab kandidiasis yaitu infeksi primer atau sekunder yang merupakan spesies endogen. Penyakit yang ditimbulkan disebut dengan infeksi oportunistik. Prevalensi kandidiasis terjadi di negara maju sekitar 40,5% sampai 75% (Suyoso, 2013). Mikosis atau infeksi jamur dianggap masalah yang sering terabaikan oleh masyarakat sehingga data tentang infeksi jamur di Indonesia masih kurang (Nadifah et al., 2017). Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis rendemen dan kandungan senyawa penyusun minyak atsiri M. trichostachya menggunakan GC-MS serta daya hambatnya terhadap jamur C. albicans.
MATERI DAN METODE
Pengambilan sampel dan penyulingan minyak astiri
Daun M. trichostachya Lindl. dipetik di Kebun Raya Eka Karya Bali sesuai mekanisme dan prosedur untuk pengambilan sampel. Sampel daun dibagi menjadi dua dengan berat masing – masing 200 g dengan 3 kali ulangan yang dijadikan sebagai sampel segar dan sampel kering. Pengeringan sampel daun dilakukan dengan kering angin selama 7 hari dan ditimbang ulang sampai berat konstan. Sampel daun segar
sebanyak 200 g dan daun kering sebanyak 200 g didestilasi secara bergantian. Sampel dimasukkan ke dalam boil flask yang ujungnya diberi kertas saring sebagai penyangga agar bahan tidak jatuh ke nasu flaks. Heating mantel dihidupkan dan air ditunggu hingga menghasilkan uap. Uap tersebut akan masuk melalui celah kertas saring dan berpenetrasi ke sampel. Uap air yang mengandung minyak atsiri yang masih bercampur dengan hydrosol masuk ke dalam kondensor kemudian ditampung dalam Erlenmeyer. Minyak atsiri dipisahkan dengan hydrosol dengan corong pemisah. Rendemen minyak atsiri dihitung dengan rumus:
Rendemen Minyak Atsiri:
Berat minyak atsiri yang dihasilkan (g)
X 100% Berat sampel (g)
Analisis organoleptik dan kemurnian
Minyak atsiri daun M. trichostachya dari sampel daun segar dan kering diamati secara visual terhadap warna dan aromanya. Minyak atsiri di uji kemurniannya dengan uji sederhana yaitu uji kertas dan uji dalam air. Uji kertas dilakukan dengan cara meneteskan minyak atsiri pada kertas, didiamkan selama beberapa menit kemudian diamati ada tidaknya bercak noda yang tertinggal. Uji dalam air dilakukan dengan cara meneteskan minyak atsiri ke dalam aquadest lalu diamati ada tidaknya bahan pengotor yang terlarut dalam air.
Analisis bilangan asam
Minyak atsiri ditimbang sebanyak 1 g kemudian dimasukkan ke dalam Erlenmeyer dan ditambahkan etanol 95% sebanyak 25 mL lalu dipanaskan di atas water bath sampai suhu 600oC selama 10 menit. Indikator PP sebanyak 2-4 tetes ditambahkan dalam campuran lalu dititrasi menggunakan larutan KOH 0,1 N sampai terbentuk warna merah muda. Bilangan asam dapat dihitung dengan cara:
V KOH ∗ N KOH ∗ Mr KOH Bilangan asam =
berat sampel (g)
dimana:
V = volume KOH yang digunakan untuk titrasi N KOH = Normalitas KOH = 0,1
Mr KOH = 56
Analisis GC-MS
Minyak atsiri dianalisis senyawa penyusunya menggunakan Gas Chromatography-Mass Spectrometry (GC-MS, Shimadzu-QP2010 Ultra) mengikuti metode Arpiwi et al., (2020b). Sampel minyak (20 µL) diencerkan dengan menggunakan 5 mL etanol absolut kemudian disaring dengan kertas saring Whatman no 1. Alikuot 1 μL disuntikkan ke dalam kolom (DB-5 MS 1220132) dengan panjang 30 meter dan diameter 0,22 μm. Temperatur injektor 250°C dan helium digunakan sebagai gas pembawa dengan laju alir 3 mL/menit. Senyawa penyusun minyak atsiri diidentifikasi dengan membandingkan puncak -puncak kromatogram yang muncul pada waktu retensi yang berbeda dengan library.
Uji daya hambat minyak atsiri daun M. trichostachya terhadap jamur C. albicans
Pengujian daya hambat minyak atsiri daun M. trichostachya terhadap jamur C. albicans dilakukan di dalam laminar air flow cabinet, dalam keadaan steril. Minyak atsiri diambil sebanyak 250 µL diencerkan dengan 1500 µL larutan metanol absolut. Perlakuan yang dilakukan dalam pengujian ini ada tiga yaitu kontrol (metanol), minyak atsiri daun basah 25% b/b dan minyak atsiri daun kering 25%. Media PDA cair dituangkan ke dalam cawan petri lalu diratakan. Jamur yang dilarutkan dengan air steril dimasukkan ke dalam media sebanyak 50 µL lalu diratakan keseluruh permukaan media. Kertas cakram diletakkan di tengah-tengah media lalu minyak atsiri dituangkan pada kertas cakram sebanyak 50 µL lalu cawan petri dibungkus dengan plastik dan diinkubasi selama 2-3 hari.
HASIL
Rendemen dan analisis minyak atsiri daun M. trichostachya
Berdasarkan destilasi uap terhadap sampel daun segar dan daun kering M. trichostachya didapatkan rendemen daun segar yaitu 1,00±0,058% dan daun kering 0,77±0,038%. Nilai adalah rata – rata dari tiga kali ulangan diikuti oleh standar error.
Hasil analisis organoleptik, kemurnian dan bilangan asam minyak atsiri daun M. trichostachya disajikan pada Tabel 1. Minyak atsiri daun segar dan kering memiliki karakteristik yang sama yaitu warna bening dan bau segar seperti aroma minyak atsiri kayu putih. Analisis kemurnian daun segar dilihat dari uji kertas dan uji dalam air tidak meninggalkan senyawa pengotor sedangkan daun kering uji kertas dan uji dalam air terdapat senyawa pengotor. Bilangan asam daun segar sebesar 0,28 mg/g KOH dan kering 0,33 mg/g KOH.
Hasil analisis GC-MS terhadap minyak atsiri M. trichostachya dar sampel daun segar disajikan
pada Tabel 2 sedangkan daun kering disajikan pada Tabel 3. Minyak atsiri daun segar mengandung 11 macam senyawa dengan kandungan utama senyawa eucalyptol sebanyak 23,90%. Minyak atsiri daun kering mengandung 6 macam senyawa dengan senyawa utama alpha terpinolene sebanyak 22,48% dan eucalyptol sebanyak 16,90%.
Daya hambat minyak atsiri daun M.
trichostachya terhadap jamur C. albicans
Diameter zona hambat minyak atsiri daun M. trichostachya dengan konsentrasi 25% terhadap C. albicans dapat dilihat pada Gambar 1. Diameter zona hambat kontrol (metanol) terhadap C. albicans sebesar 16 mm, diameter zona hambat minyak atsiri terhadap C. albicans, yaitu sebesar 24 mm dari daun segar dan 26 mm dari daun kering.
Tabel 1. Hasil analisis minyak atsiri daun M. trichostachya
Perlakuan |
Analisis Organoleptik |
Analisis Kemurnian (Uji Kertas dan Uji Dalam Air) |
Analisis Bilangan Asam (mg/g KOH) |
Segar |
Warna: Bening |
Uji Kertas: Tidak ada noda |
0,28 |
Bau: Segar, seperti aroma minyak atsiri kayu putih |
Uji Dalam Air: Tidak ada senyawa pengotor | ||
Kering |
Warna: Bening |
Uji Kertas: Terdapat noda |
0,33 |
Bau: Segar, seperti aroma minyak atsiri kayu putih |
Uji Dalam Air: Terdapat senyawa pengotor |
Tabel 2. Senyawa penyusun minyak attsiri daun segar M. trichostachya
Nama Senyawa |
Waktu retensi (menit) |
Area |
Persentase Area (%) |
Alpha phellandrene |
6,17 |
42,14 |
9,64 |
Benzene, 1-metyl-2-(1-methylethyl) |
6,48 |
17,50 |
4,00 |
Bornylene |
6,56 |
27,63 |
6,32 |
Eucalyptol |
6,72 |
104,45 |
23,90 |
Gamma terpinen |
7,03 |
41,69 |
9,62 |
Alpha terpinolene |
7,44 |
32,67 |
7,47 |
3-Cyclohexene-1-4-methyl |
8,75 |
27,67 |
6,33 |
Benzene methanol,4-(1-methylethyl) |
8,80 |
19,78 |
4,52 |
3-Cyclohexene-1-methanol |
8,92 |
21,56 |
4,93 |
Globulol |
13,39 |
14,30 |
3,27 |
2,6,10-Dpdecatrien-1 |
15,45 |
13,21 |
3,02 |
Tabel 3. Senyawa penyusun minyak attsiri daun kering M. trichostachya
Nama Senyawa |
Waktu retensi (Menit) |
Area |
Persentase Area (%) |
1-phellandrene |
6,11 |
10,01 |
4,50 |
Benzene methyl |
6,49 |
13,38 |
6,02 |
Eucalyptol |
6,68 |
37,58 |
16,90 |
Gamma terpinen |
7,02 |
28,15 |
12,64 |
Alpha terpinolene |
7,48 |
49,98 |
22,48 |
Benzene methanol |
8,78 |
12,96 |
5,83 |
Gambar 1. Daya hambat minyak atsiri M. trichostachya terhadap C. albicans. (a) methanol; (b) minyak atsiri daun segar 25%; dan (c) minyak atsiri daun kering 25%.
PEMBAHASAN
Pengeringan bahan mempengaruhi rendemen minyak atsiri. Penggunaan daun segar menghasilkan minyak atsiri yang lebih banyak (1%) dibandingkan dengan daun kering (0,77%). Hal ini dikarenakan minyak atsiri daun segar belum mengalami penguapan dan tidak mengalami degradasi sehingga menghasilkan rendemen yang lebih tinggi (Muyassaroh, 2016). Daun kering memiliki kandungan minyak atsiri yang sebagian sudah mengalami penguapan dan proses degradasi (Utomo & Ragil, 2009; Mujiburohman, 2005). Analisis organoleptik (Tabel 2) menunjukkan bahwa minyak atsiri dari daun M. trichostachya baik daun segar maupun daun kering cenderung memiliki warna bening dengan bau seperti minyak atsiri kayu putih disebabkan oleh kandungan senyawa utama yang terdapat di minyak atsiri tersebut seperti eucalyptol dan alpa terpinolene (Sibarani & Imelda, 2018).
Hasil uji kemurnian dengan diteteskan di atas kertas menunjukan bahwa minyak atsiri dari daun
segar cepat menguap dan tidak ada noda yang tertinggal pada kertas sedangkan minyak atsiri daun kering cepat menguap tetapi terdapat noda yang tertinggal pada kertas. Uji dalam air menunjukkan bahwa minyak atsiri daun segar tidak terdapat senyawa pengotor sedangkan minyak atsiri daun kering terdapat senyawa pengotor. Dari kedua uji tersebut minyak atsiri daun segar lebih murni dibandingkan dengan minyak atsiri daun kering. Hal ini dikarenakan adanya bahan pengotor seperti debu dan daun yang hancur karena kondiri kering sehingga kemurnian minyak atsiri tersebut rendah (Wati, 2014).
Analisis bilangan asam minyak atsiri dari daun segar menunjukan bilangan asam sebesar sebesar 0,28 mg/g sedangkan minyak atsiri daun kering sebesar 0,33 mg/g (Gambar 2). Tujuan dari perhitungan bilangan asam ini untuk menunjukkan kadar asam lemak bebas dalam minyak atsiri (Juniarti, 2011). Berdasarkan data yang telah didapatkan bilangan asam dari kedua minyak atsiri tersebut memiliki kualitas yang baik. Jika bilangan asam suatu minyak atsiri
tinggi maka kualitas minyak atsiri tersebut rendah begitu pula sebaliknya. Penyebab rendahnya bilangan asam pada minyak atsiri disebabkan oleh proses netraliasasi akibat pemanasan sehingga asam lemak bebas yang terkandung dalam minyak atsiri akan terpisah secara utuh (Kardinan, 2005).
Proses pengeringan mengakibatkan terjadi kehilangan beberapa senyawa yang terkandung dalam minyak atsiri daun M. trichostachya (Tabel 3). Senyawa yang hilang adalah bornylene, 3-Cyclohexene-1-4-methyl, 3-Cyclohexene-1-methanol, globulol, dan 2,6,10-Dodecatrien-1 yang tidak terdapat di minyak atsiri daun kering. Hal ini dikarenakan terjadinya penguapan secara berlebihan sehingga beberapa senyawa ikut hilang (Utomo dan Mujiburohman, 2018). Selain itu dari data dapat dilihat pada minyak atsiri daun segar senyawa utamanya adalah eucalyptol (23,90%) sedangkan minyak atsiri daun kering adalah alpha terpinolene (22,48%). Senyawa eucalyptol termasuk metabolit sekunder yang memiliki karakteristik segar dengan aroma seperti camphor dan rasa pedas. Senyawa ini memiliki banyak manfaat antara lain antikanker, antitumor, antibakteri, antifungi, antioksidan, insektisida dan repelan (Efruan et al., 2016). Senyawa alpha terpinolene merupakan salah satu golongan monoterpen yang sebagian besar sebagai penyusun dalam minyak atsiri (Nadjib et al., 2014). Senyawa ini dilaporkan mempunyai akivitas sebagai antifungi yang dapat menyebabkan perubahan permeabilitas membran dan kerusakan membran yang akhirnya menyebabkan kematian pada sel jamur (Ridawati et al., 2011).
Minyak atsiri M. trichostachya dengan konsentrasi 25% dari daun segar dan kering menghasilkan zona hambat terhadap C. albicans masing – masing sebesar 24 mm dan 26 mm sedangkan metanol menghasilkan daya hambat sebesar 16 mm. Peningkatan zone hambat oleh minyak atsiri disebabkan adanya senyawa eucalyptol dan alpha terpinolene yang memiliki aktivitas anti jamur (Sibarani dan Imelda, 2018). Mekanisme kerja dari kedua senyawa tersebut
yaitu merusak membran dan menganggu aktivitas enzim – enzim yang terikat pada membran sel jamur sehingga meningkatkan sifat permeabel pada membran sel jamur menyebabkan sel mengalami lisis atau pecah (Ridawati et al., 2011)
SIMPULAN
Rendemen minyak atsiri daun M. trichostachya segar adalah 1,00±0,058% sedangkan daun kering lebih rendah yaitu sebanyak 0,77±0,038%. Minyak atsiri daun M. trichostachya memiliki kualitas yang baik dari segi organoleptik, kemurnian dan bilangan asam dengan kandungan dua senyawa utama, yaitu eucalyptol dan alpha terpinolene. Minyak atsiri M. trichostachya dari sampel daun segar dan kering memiliki daya hambat terhadap C. albicans dengan zona hambat masing – masing sebesar 24 mm dan 26 mm.
UCAPAN TERIMA KASIH
Penulis mengucapkan terima kasih kepada seluruh staf Kebun Raya “Eka Karya” Bali LIPI, Kepala Laboratorium Botani Terapan, dan Kepala Laboratorium MIPA Terpadu.
KEPUSTAKAAN
Arpiwi NL, Muksin IK, Kartini, NL. 2020a.
Essential Oil from Cymbopogon nardus and Repellent Activity Against Aedes aegypti. Biodiversitas 21 (8): 3873 – 3878.
Arpiwi NL, Muksin IK, Kriswiyanti E. 2020b.
Essential oil from Vitex trifolia as an Effective Repellent Against Aedes aegypti. Biodiversitas 21 (10): 4536-5444.
Aryawati. M. dan Nyuwito. 2017. Pengaruh Perlakuan Bahan dan Massa Daun Cengkeh Terhadap Rendemen dan Kualitas Minyak Dengan Metode Air dan Uap. Prosiding Seminar Nasional Seri 7: 142-151.
Astutiningsih CO, Ratih S. 2014. Daya Hambat Minyak Atsiri dan Ekstrak Limbah Sisa Destilas Rimpang Kunir Putih Terhadap Pertumbuhan Candida albicans ATCC 10231. Jurnal Farmasi Sains Dan Komunitas 11(1): 18-22.
Efruan GM, Martanto S, Ferdy. 2016. Bioaktivitas Senyawa 1,8-Sineol Pada Minyak atsiri. Seminar Nasional Pendidikan dan Saintek. 10 (2): 171-181.
Fachriyah E, dan Sumardi 2007. Identifikasi Minyak Atsiri Biji Kapulaga (Amomum cardamomum). Jurnal Sains dan
Matematika. 15(2): 83-87.
Feriyanto EJ, Sipahutar, Mahfud P, Prihatini. 2013. Pengambilan Minyak Atsiri dari Daun dan Batang Serai Wangi (Cymbopogon winterianus) Menggunakan Metode Distilasi Uap dan Air dengan Pemanasan Microwave. Jurnal TeknikPomits 1(2): 93-97.
Guenther E. 1987. Minyak Atsiri Jilid I. Penerjemah Ketaren S. Universitas Indonesia Press. Jakarta
Gum CM, Geoffrey J, Leigh. 2011. Plants of Western New South Wales. Published by CSIRO. Australia
Juniarti Y. 2011. Destilasi Minyak Atsiri Daun Surian Sebagai Pencegah Gigitan Nyamuk Aedes aegypti L. Jurnal Makara Sains 15(1): 38-42.
Kardinan A. 2005. Tanaman Penghasil Minyak Atsiri. Ag romedia Pustaka. Jakarta.
Mahmoudabad A, Zarrin M., Miry S. 2010. Pospholipase Activity of Candida albicans Isolated from Vagina and Urine Samples. Jundishapur Journal of Microbiology 4(3): 67-75.
Mutiawati K. 2016. Pemeriksaan Mikrobiologi Pada Candida albicans. Jurnal Kedokteran Kuala. 16(1): 52-63.
Mujiburohman M. 2005. Distillation of
Isopropanol-Water Mixture Using
Adsorptive Distillation Method. Skripsi. Chemical Engineering Departement of Muhamadiyah University. Surakarta
Nadifah F, Nurlaili F, Fitri R. 2018. Daya Hambat Minyak Atsiri Rimpang Kunyit Terhadap Pertumbuhan Candida albicans In Vitro. Jurnal Vokasi Kesehatan 4(1): 1-5.
Nadjib B, Amine F, Abdelkrim K, Fairouz S, Maamar M.. 2014. Liquid and Vapour Phase Antibacterial Activity of Eucalyptus globulus Essential Oil = Susceptibility of Selected Respiratory Tract Pathogens.
American Journal of Infectious Diseases 10(3): 105-117.
Ornay A, Herlambang P, Amalia S. 2017. Daya Hambat Pertumbuhan Candida albicans Dan Daya Bunuh Candida albicans Ekstrak Daun Kemangi (Ocimum sanctum L). Jurnal Wiyata 4(1): 78-83.
Pasrija A, Singh R, Katiyar CK. 2011.
Standardization of Fennel (Foeniculum
vulgare), its oleoresin and marketed
ayurvedic dosage forms. Intenational
Journal of Pharmaceutical Sciences and Drug Research 3(3): 265-269.
Ridawati S, Betty D. Ita S, Wellyzar. 2011. Aktivitas Antifungal Minyak ATISRI Jinten Putih Terhadap Candida parapsilosis SS25, C. orthopsilosis NN14, C. metapsilosis MP27, dan C. etchellsii MP18. Jurnal Sains 15(1): 58-62.
Sibarani I dan Imelda. 2018. Analisis Kandungan Dan Penetuan Kadar Sineol Pada Minyak Kayu Putih di PT. Toba Pulp Lestari Denga Metode GC-MS. Skripsi. Universitas
Sumatera Utara. Medan
Suyoso S. 2013. Kandidiasis Mukosa.
Departemen/SMF Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga. Surabaya
Utomo P dan Ragil P. 2009. Pemurnian Ethanol Teknis Menjadi Ethanol Absolut Secara Batch Dan Kontinyu Dengan Adsorbent Tepung Jagung. Makalah Seminar.
Universitas Diponegoro. Semarang.
Wati N. 2014. Peningkatan Kualitas Minyak Nilam Melalui Proses Adsorpsi Menggunakann Absorben γ-Alumina Dengan Sistem Flow. Indonesia Journal Of Chemical Research 2(1): 84-95.
Wilson dan Peter G. 2015. Melaleuca trichostachya Lindl. Royal Botanic Garden Sydney. International Journal Agricultural Research. pp 174
Yuliarto T, Khasanah U, Anandito K. 2012. Pengaruh Ukuran Bahan Dan Metode Destilasi (Destilasi air dan Destilasi uap air) Terhadap Kualitas Minyak Atsiri Kulit Kayu Manis. Jurnal Teknosains Pangan 1(1): 12-2
284
Discussion and feedback