PANJANG SIKLUS ESTRUS MENCIT (Mus musculus L.) YANG DIBERI PEMANIS BUATAN ASPARTAM SECARA ORAL
on
JURNAL BIOLOGI 18 (2) : 69 - 72
ISSN : 1410-5292
PANJANG SIKLUS ESTRUS MENCIT (Mus musculus L.) YANG DIBERI PEMANIS BUATAN ASPARTAM SECARA ORAL
THE LENGTH OF ESTROUS CYCLE OF MICE (Mus musculus L.) TREATED WITH ORAL ARTIFICIAL SWEETENER of ASPARTAME
Sri Sulastri*), Ngurah Intan Wiratmini**), Ni Luh Suriani***)
*Jurusan Biologi, F.MIPA, Universitas Udayana
**Laboratorium Struktur dan Perkembangan Hewan, Jurusan Biologi, F.MIPA,Universitas Udayana
***Laboratorium Biokimia, Jurusan Biologi, FMIPA,Universitas Udayana email:sri.sulastri93@ymail.com
INTISARI
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian aspartam terhadap panjang siklus estrus mencit betina dewasa. Rancangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 4 perlakuan dan 6 ulangan. Perlakuan P0 sebagai kontrol diberi aquades dan perlakuan P1, P2 dan P3 diberi aspartam dosis10 mg/kg bb; 15 mg/kg bb dan20 mg/kg bb. Aspartam diberikan setiap hari secara oral (gavage) selama 14 hari sebanyak 0,3 ml. Setelah 14 hari, apusan vagina dibuat setiap 8 jam dalam sehari selama dua kali siklus estrus. Variabel yang diamati adalah panjang waktu tiap fase dalam siklus estrus. Hasil analisis menggunakan Uji One Way Anova dan Uji Kruskal Wallis menunjukkan bahwa aspartam secara nyata (P<0,05) memperpanjang siklus estrus dengan peningkatan dosis yang diberikan.
Kata kunci : aspartam, siklus estrus, mencit
ABSTRACT
The aim of this study was to investigate the effect of aspartame to the length of estrous cycle of adult female mice. The study was completely random designed with 4 treatments and 6 repetitions. The treatment were P0 (Control) in which the mice was treated with aquadest only, P1, P2 and P3 which the mice were treated orally with the dose of 10 mg.kg bw-1; 15 mg.kg bb-1dan20 mg.kg bb-1. of aspartame respectively. The aspartame was given 0.3ml daily (gavage)for 14 days. After 14 days of treatments, vagina swab was made every 8 hours in one day for 2 estrous cycles. The length of estrous cycles was identified. The result was analysed in One way ANOVA and Kruskal Wallis found that aspartame was significantly (p<0.05) lengthen the estrous cycle as the increase of aspartame concentration given.
Keywords : aspartame, estrous cycle, mice
PENDAHULUAN
Bahan tambahan makanan merupakan bahan yang sengaja ditambahkan ke dalam makanan dengan tujuan untuk memberi warna, bentuk, cita rasa dan tekstur makanan yang dibuat (Cahyadi, 2008). Bahan tambahan makanan yang sering digunakan diantaranya penyedap rasa, pengawet, pemutih, pengatur keasaman dan pemanis (Permenkes RI, 1988). Penambahan pemanis bertujuan untuk memberikan rasa manis pada makanan. Pemanis terdiri dari dua golongan yaitu pemanis alami yang berasal dari tanaman seperti tebu (Saccharum officinarum L.) dan bit (Beta vulgaris L.), sedangkan pemanis buatan (sintetis) diantaranya sakarin, siklamat dan aspartam (Cahyadi, 2008).
Aspartam merupakan pemanis buatan yang sering ditambahkan ke dalam minuman yang banyak dijual di pasaran. Aspartam memiliki rasa manis 200 kali sukrosa, berbentuk tepung kristal berwarna putih dan tidak
berbau. Kandungan yang terdapat di dalam aspartam yaitu asam aspartat, fenilalanin dan metanol (Cahyadi, 2008). Peraturan Menkes RI No. 22 Tahun 1988 menyebutkan bahwa jumlah konsumsi harian aspartam yang aman (Acceptable Daily Intake/ADI) untuk orang dewasa adalah 50 mg/kg berat badan (BPOM, 2007).
Penggunaan aspartam yang diijinkan ini seringkali disalah gunakan sehingga dapat membahayakan bagi kesehatan. Menurut Monte (1984), kandungan metanol yang terdapat di dalam aspartam berpotensi menimbulkan kanker pada penggunaan jangka panjang dan dapat merusak retina mata. Selain itu, penelitian lain juga menyebutkan bahwa aspartam dapat menyebabkan perubahan struktur histologis sel hati mencit (Oktavianti et al., 2005), menimbulkan efek karsinogenik pada induk dan teratogenik pada fetus (Soffriti et al., 2010) dan menyebabkan terjadinya pubertas yang lebih awal pada kera (Macaca mulatta) (Plant et al., 1989). Akan tetapi, penelitian pengaruh aspartam terhadap sistem
reproduksi belum banyak dilakukan. Oleh sebab itu peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang pengaruh aspartam terhadap siklus estrus mencit betina.
MATERI DAN METODE
Dua puluh empat ekor mencit betina berumur 3-4 bulan dengan berat 23-29 g dibagi secara acak menjadi empat perlakuan dengan 6 ulangan. Aspartam diberikan dengan metode gavage satu kali sehari sebanyak 0,3 ml per ekor selama tiga siklus estrus dengan dosis 0 mg/kg bb (kontrol); 10 mg/kg bb (P1); 15 mg/kg bb (P2) dan 20 mg/kg bb (P3). Setelah perlakuan dibuat apusan vagina selama dua siklus estrus. Pembuatan preparat apusan vagina dilakukan setiap 8 jam sehari. Variabel yang diamati adalah panjang waktu (jam) tiap fase proestrus, estrus, metestrus dan diestrus.
Metode yang digunakan dalam pembuatan apusan vagina adalah metode oles dengan menggunakan cotton bud. Cotton bud dicelupkan ke dalam NaCl 0,9%, kemudian ujungnya dimasukkan ke dalam lubang vagina mencit dan diputar perlahan-lahan. Ujung cotton bud kemudian dioleskan pada object glass yang telah ditetesi larutan NaCl 0,9% lalu dibuat apusan tipis dan merata. Selanjutnya preparat difiksasi menggunakan alkohol 70% selama 5 menit, setelah itu ditetesi dengan pewarna Giemsa 1% dan dibiarkan selama dua menit agar apusan vagina dapat terwarnai. Preparat selanjutnya dicuci dengan aquades yang mengalir dan dikeringanginkan (Widayati, 2000). Setelah kering, preparat diamati di bawah mikroskop stereo dengan perbesaran 400×.
Data yang diperoleh dianalisis dengan Uji One Way Anova untuk data yang berdistribusi normal, jika terdapat perbedaan bermakna (P<0,05) maka dilanjutkan dengan Uji LSD. Sedangkan untuk data yang berdistribusi tidak normal dilakukan analisis dengan Uji Kruskal Wallis, jika terdapat perbedaan bermakna (P<0,05) maka dilanjutkan dengan Uji Mann Whitney.
HASIL
Ranking nilai mean lama fase proestrus, estrus dan metestrus menunjukkan perbedaan bermakna (P<0,05) dengan nilai Chi Square 12,598; 19,896 dan 11,453 berturut-turut seperti yang ditunjukkan pada Tabel 1. Setelah dilanjutkan dengan Uji Mann Whitney pada fase proestrus, terdapat perbedaan bermakna diantara perlakuan P0 dengan P2; P0 dengan P3; P1 dengan P2 dan P1 dengan P3. Sedangkan pada perlakuan P0 dengan P1 dan P2 dengan P3 tidak terdapat perbedaan yang bermakna (P>0,05). Pada uji lanjut dengan Uji Mann Whitney fase estrus terdapat perbedaan bermakna diantara perlakuan P0 dengan P1; P0 dengan P2; P0 dengan P3; P1 dengan P2 dan P1 dengan P3. Sedangkan pada perlakuan P2 dengan P3 tidak terdapat perbedaan yang bermakna (P>0,05). Pada uji lanjut statistik dengan Uji Mann Whitney fase metestrus, terdapat perbedaan bermakna diantara perlakuan P0 dengan P3 dan P1 dengan P3. Sedangkan pada perlakuan P0 dengan P1; P0 dengan P2; P1 dengan P2 dan P2 dengan P3 tidak
terdapat perbedaan yang bermakna (P>0,05) seperti yang ditunjukkan dalam Tabel 2.
Tabel 1. Analisis perbedaan rata-rata fase proestrus, estrus dan metestrus masing-masing perlakuan dengan Uji Kruskal Wallis
Parameter |
Perlakuan |
Rangking Mean |
Chi Square |
P |
Rata-rata (jam) |
P0 |
8,42 |
15,17 | |||
Proestrus |
P1 P2 |
6,92 17,50 |
12,598 |
0,006a |
14,67 28 |
P3 |
17,17 |
25,33 | |||
P0 |
3,50 |
12,67 | |||
Estrus |
P1 P2 |
9,50 18,25 |
19,896 |
0,000a |
52,33 73 |
P3 |
18,75 |
70,67 | |||
P0 |
9,33 |
23,33 | |||
Metestrus |
P1 P2 |
7,33 13,50 |
11,453 |
0,010a |
22,33 30,67 |
P3 |
19,83 |
37,33 | |||
Angka yang diikuti oleh huruf yang sama berbeda nyata (P>0,05) |
pada kolom yang |
sama menunjukkan tidak | |||
(P0 = Kontrol, P1 = Aspartam dosis 10 mg/kg bb, P2 = Aspartam dosis 15 mg/kg bb, P3 = Aspartam dosis 20 mg/kg bb) | |||||
Tabel 2. Hasil analisis perbedaan fase proestrus, estrus dan metestrus diantara | |||||
masing-masing perlakuan dengan Uji Mann Whitney | |||||
Perlakuan |
Nilai P | ||||
Fase Proestrus |
Fase Estrus |
Fase Metestrus | |||
P0 vs P1 |
0,589 |
0,002a |
0,485 | ||
P0 vs P2 |
0,026 |
0,002a |
0,394 | ||
P0 vs P3 |
0,026 |
0,002a |
0,002 | ||
P1 vs P2 |
0,015 |
0,002a |
0,240 | ||
P1 vs P3 |
0,015 |
0,002a |
0,002 | ||
P2 vs P3 |
0,937 |
0,818b |
0,240 |
Angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan berbeda nyata (P>0,05)
(P0 = Kontrol, P1 = Aspartam dosis 10 mg/kg bb, P2 = Aspartam dosis 15 mg/kg bb, P3 = Aspartam dosis 20 mg/kg bb)
Pada fase diestrus, hasil Uji One Way Anova menunjukkan bahwa munculnya fase diestrus antara mencit kontrol dengan masing-masing mencit perlakuan diperoleh nilai P>0,05 yang berarti tidak terdapat perbedaan yang bermakna sehingga tidak dapat dilanjutkan dengan pengujian menggunakan uji lanjut seperti yang tersaji pada Tabel 3.
Tabel 3. Perbandingan rata-rata lama setiap fase siklus estrus dengan Uji One Way Anova
Fase |
Perlakuan | ||
P0 |
P1 P2 |
P3 | |
Diestrus |
54,67±2,07a |
44,67±7,34a 51,33±14,81a |
52,00±11,80a |
Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada baris yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata (P>0,05)
(P0 = Kontrol, P1 = Aspartam dosis 10 mg/kg bb, P2 = Aspartam dosis 15 mg/kg bb, P3 = Aspartam dosis 20 mg/kg bb)
Siklus estrus yang diamati dari hasil pembuatan preparat apusan vagina seperti yang ditunjukkan pada Gambar 1 menunjukkan bahwa pada fase estrus hanya ditemukan sel epitel kornifikasi. Sedangkan pada mencit yang sedang dalam fase proestrus, metestrus dan diestrus ditemukan sel epitel berinti dan leukosit (Rugh, 1968).
Gambar 1. Apusan vagina mencit (A. Proestrus; B. Estrus; C. Metestrus; D.
Diestrus; 1. Leukosit; 2. Epitel berinti; 3. Sel kornifikasi)
PEMBAHASAN
Pengaruh pemberian aspartam pada mencit perlakuan berlangsung melalui mekanisme aksis hipotalamus-hipofisis-ovarium. Adanya gangguan aksis hipotalamus-hipofisis-ovarium menyebabkan gangguan siklus hormon gonadotropin (Cox et al., 1994). Asam aspartat hasil metabolisme aspartam memiliki struktur yang serupa dengan asam amino glutamat. Asam glutamat di dalam tubuh yang merupakan asam amino non-esensial akan berikatan dengan reseptor N-methyl-D-aspartate (NMDA) dan melewati blood-brain barrier (sawar darah otak) untuk melaksanakan fungsinya sebagai neurotransmiter. Kesamaan struktur antara asam aspartat dengan glutamat menyebabkan terjadinya persaingan kompetitif untuk berikatan dengan reseptor NMDA di neuron (hipotalamus) untuk melewati sawar darah otak (Gay and Plant, 1988; Hidemitsu et al., 1990). Hal ini menyebabkan reseptor NMDA aktif secara terus menerus sehingga mengakibatkan kerusakan neuron yang ada di otak (Choi and Rothman, 1990).
Fenilalanin dari hasil metabolisme aspartam merupakan asam amino esensial yang diperlukan oleh tubuh karena merupakan prekursor tirosin dan merupakan neurotransmiter. Fenilalanin di dalam tubuh dimetabolisme melalui dua jalur, yang pertama fenilalanin diubah menjadi tirosin di dalam hati oleh enzim fenilalanin hidroksilase (Caballero and Wurtman, 1988). Tirosin merupakan asam amino esensial yang dibutuhkan oleh sel-sel saraf di otak sebagai neurotransmiter. Untuk dapat melewati sawar darah otak, tirosin harus berikatan dengan reseptor Neutral Amino Acid Transporter (NAAT). Jalur yang kedua yaitu fenilalanin yang masuk ke dalam tubuh akan langsung berikatan dengan NAAT dan masuk ke otak tanpa dimetabolisme menjadi tirosin. Berlimpahnya jumlah
fenilalanin di dalam tubuh akibat perlakuan aspartam menyebabkan terjadinya persaingan antara tirosin dan fenilalanin untuk dapat berikatan dengan sisi pengikatan NAAT. Hal ini akan menghambat tirosin untuk dapat berikatan dengan NAAT. Bila fenilalanin jumlahnya lebih dominan di otak daripada asam amino lainnya maka fenilalanin akan bersifat neurotoksik (Fernstorm, 1994; Stegink et al., 1987).
Hasil metabolisme aspartam berikutnya adalah metanol yang akan dirubah menjadi formaldehida dengan bantuan enzim alkohol dehidrogenase (ADH1). Formaldehida selanjutnya dengan cepat dimetabolisme dengan bantuan enzim aldehid dehidrogenase (ADH3) menjadi asam format (Harris et al., 2003). Asam format menyebabkan kadar pH darah menjadi asam yang mengakibatkan kadar karbondioksida (CO2) meningkat sehingga kadar oksigen (O2) di dalam darah menurun. Kekurangan oksigen di otak menyebabkan mitokondria sel saraf tidak dapat melakukan respirasi sel untuk menghasilkan ATP yang mengakibatkan terjadinya penurunan fungsi sel sehingga mitokondria mengalami kerusakan dan menyebabkan berkurangnya ATP yang dihasilkan. Otak adalah jaringan tubuh yang membutuhkan banyak ATP untuk dapat menjalankan fungsinya dengan baik dan berkurangnya suplai energi di otak mengakibatkan terjadinya kerusakan pada sel-sel neuron (Kasper, 2005).
Siklus ovarium dipengaruhi oleh hormon gonadotropin yang disekresikan oleh hipofisis anterior. Rusaknya sel-sel neuron mengakibatkan gangguan hipotalamus untuk menstimulasi sekresi GnRH yang merangsang hipofisis mensekresikan FSH dan LH (Uke, 2008). Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Satriyasa (2008) yang melaporkan bahwa kandungan metanol ekstrak biji pepaya muda dapat menyebabkan terganggunya hipotalamus dan hipofisis anterior sehingga sekresi GnRH, FSH dan LH terhambat.
Hasil penelitian ini menunjukkan terjadinya perpanjangan siklus estrus pada fase proestrus, estrus dan metestrus akibat dari pemberian aspartam. Diduga gangguan pada tingkat hormonal yang disebabkan oleh perlakuan aspartam mengakibatkan terganggunya siklus ovarium yang kemudian akan mengganggu siklus estrus karena kedua siklus ini terjadi secara paralel. Selama perkembangan folikel di dalam ovarium, peningkatan jumlah estrogen terjadi secara perlahan. Hal ini akan menyebabkan sekresi FSH dan LH oleh hipofisis relatif rendah selama sebagian besar fase folikular. Ketika terjadi peningkatan kadar estrogen yang lebih tinggi, hipotalamus akan meningkatkan sekresi GnRH sehingga kadar FSH dan LH juga meningkat. Kadar estrogen yang tinggi ini terutama berpengaruh terhadap sekresi LH. Pada kondisi tersebut folikel telah mempunyai reseptor terhadap LH sehingga menginduksi pematangan akhir folikel untuk terjadi ovulasi (Campbell et al., 2004).
Aspartam menyebabkan terjadinya gangguan pada neurotransmiter di neuron otak yang mengakibatkan sekresi FSH dan LH oleh hipofisis menurun. Kadar FSH dan LH yang kurang optimal dalam menstimulasi perkembangan folikel menyebabkan lonjakan estrogen
untuk memicu lonjakan LH juga terlambat sehingga fase folikular menjadi lebih panjang. Perpanjangan fase folikular terjadi karena kurang optimalnya sekresi FSH dan LH oleh hipofisis menyebabkan peningkatan jumlah estrogen terjadi secara perlahan sehingga kadar estrogen dipertahankan di dalam darah karena tidak terjadi peningkatan estrogen. Kadar estrogen yang dipertahankan dalam darah mengakibatkan terhambatnya lonjakan LH sehingga manyebabkan terhambatnya proses ovulasi (Cox et al., 1994). Terhambatnya proses ovulasi menyebabkan terhambatnya pembentukkan korpus luteum sehingga kadar progesteron menurun. Hormon progesteron dan LH berpengaruh terhadap fase luteinisasi (Campbell et al., 2004).
SIMPULAN
Pemberian aspartam dengan dosis 10 mg/kg bb, 15 mg/kg bb dan 20 mg/kg bb selama 14 hari dapat memperpanjang periode siklus estrus sejalan dengan peningkatan dosis.
KEPUSTAKAAN
Badan POM. 2007. Jajanan Anak Sekolah. Food Watch Sistem Keamanan Pangan Terpadu. Volume 1. Badan POM. Jakarta.
Caballero, B. and R.J. Wurtman. 1988. Control of Plasma Phenylalanine. Dietary Phenylalanine and Brain Function. Wurtman RJ editor. Birkhauser. pp. 3-12.
Cahyadi, S. 2008. Analisis dan Aspek Kesehatan Bahan Tambahan Pangan. Edisi Kedua. Penerbit Bumi Aksara. Jakarta.
Campbell, N., J. Reece, and L. Mitchael. 2004. Biologi. Jilid Ketiga. Edisi Kelima. Erlangga. Jakarta.
Choi, D.W. and S.M. Rothman. 1990. The Role of Glutamate Neurotoxicity In Hypoxic-Ischemic Neuronal Death. Annu Rev Neurosci. 13: 171-182.
Cox, N.M., K.A. Meurer, C.A. Carlton, R.C. Tubbs and D.P. Mannis. 1994. Effect of Diabetes Mellitus During The Luteal Phase of Oestrous Cycle on Preovulatory Follicular Function, Ovulation and Gonadotrophins in Gilts. Journal of Reproduction and Fertility. 101: 77-86.
Fernstrom, J.D. 1994. Dietary Amino Acids and Brain Function. J Am Diet Assoc. 94(1): 71–77.
Gay, V.L. and T.M. Plant. 1988. Sustained Intermittent Release of Gonadotropin Releasing Hormone in the Pubertal Male Rhesus Monkey Induced by N-methyl-dl-aspartic acid. Neuroendocrinology. 48: 147-152.
Harris, C., S.W. Wang, J.J. Lauchu and J.M. Hansen. 2003. Methanol Metabolism and Embryotoxicity In Rat and Mouse Conceptuses: Comparisons of Alcohol Dehydrogenase (ADH1), Formaldehyde Dehydrogenase (ADH3) and Catalase. Reproductive Toxicology. 17(3): 349–357.
Hidemitsu P.H., S. Yasuo, O. Yasuhiro, S. Masao and Y. Masanori. 1990. Effect of Aspartame on N-methyl-D-aspartate-sensitive L-[3H] Glutamate Binding Sites in Rat Brain Synaptic Membranes. Brain Res. 520: 351-353.
Kasper, D.L., A.S. Fauci, D.L. Longo, E. Braunwald, S.L. Hauser, J.L. Jameson. 2005. Harrison’s Principles of Internal Medicine. 16th ed. Volume 1. The MacGrawHill Companies. New York.
Monte, W.C. 1984. Aspartame: Methanol and the Public Health. Journal of Applied Nutrition. 36(1): 42-53.
Oktavianti, R., M. Harini dan N.S. Handajani. 2005. Struktur His-tologis Hepar Mencit (Mus musculus L.) setelah Pemberian Aspartam secara Oral. Jurusan Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sebelas Maret Surakarta. Enviro. 5(1): 30-33.
Permenkes RI No. 722/MenKes/Per/IX/1988. Bahan Tambahan Pangan. Jakarta.
Plant, T.M., V.L. Gay., G.R. Marshall and M. Arslan. 1989. Pubertal in Monkeys is Trigered by Chemical Stimulation of the Hypothalamic. Proc Natl Acad SCI. 86: 2506-2510.
Rugh, R. 1968. The Mouse, Its Reproduction and Development. Burgess Pub.Co. Minneapolis.
Satriyasa, B.K. 2008. Fraksi Heksan dan Fraksi Metanol Ekstrak Biji Pepaya Muda dapat Menghambat Spermatosit Primer Pakhiten Mencit Jantan (Mus musculus). Farmakologi FK UNUD. Majalah Obat Tradisional. 14(47): 18-24.
Stegink, L.D. 1987. The Aspartame Story: A Model for the Clinical Testing of A Food Additive. American Journal of Clinical Nutrition. 46: 204-215.
Soffritti, M., F. Belpoggi., M. Manservigi., E. Tibaldi., M. Lauriola., L. Falconi and L. Bua. 2010. Aspartame Administered in Feed, Beginning Prenatally Through Life Span, Induces Cancers of the Liver and Lung in Male Swiss Mice. American Journal of Industrial Medicine. 53(12): 1197-1206.
Uke, Y.S. 2008. Efek Toksik Monosodium Glutamat (MSG) pada Binatang Percobaan. Sutisning. 3(2): 306-314.
Widayati, E. 2000. Pengaruh Pemberian Asam Mefenamat Terhadap Siklus Estrus Tikus Putih (Rattus norvegicus). Skripsi. Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Udayana.
72
Discussion and feedback