PERILAKU HARIAN BURUNG JALAK BALI (Leucopsar rothschildi) PERIODE BREEDING PADA RELUNG YANG BERBEDA DI BALI BIRD PARK, GIANYAR, BALI
on
JURNAL BIOLOGI 18 (I) : 1 - 4
ISSN : 1410-5292
PERILAKU HARIAN BURUNG JALAK BALI (Leucopsar rothschildi) PERIODE BREEDING PADA RELUNG YANG BERBEDA DI BALI BIRD PARK, GIANYAR, BALI
DAILY ACTIVITIES OF BALI STARLING (Leucopsar rothschildi) DURING BREEDING SEASON AT DIFFERENT NICHES IN BALI BIRD PARK, GIANYAR, BALI
I Komang Andika Putra1*, Ni Luh Watiniasih1, I Nengah Nuyana2 1Jurusan Biologi Fakultas MIPA, Universitas Udayana Kampus Bukit Jimbaran, Bali 2Bali Bird Park, Gianyar, Bali
*Email: Andika.putra973@yahoo.com
INTISARI
Penelitian mengenai perilaku harian burung jalak bali (Leucopsar rothschildi) periode pada relung yang berbeda telah dilakukan di Bali Bird Park, Gianyar, Bali. Penelitian dilakukan dari 20 November – 28 Desember 2012. Penelitian pendahuluan dilakukan untuk membiasakan burung yang digunakan sebagai obyek penelitian terhadap peneliti (habituasi). Data dikoleksi dengan metode Ad libitum dan Instantaneous Scan Sampling. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perilaku bertengger dan preening lebih banyak dilakukan oleh burung di relung I (berturut turut: 43% dan 19%) dibandingkan dengan burung di relung II (berturut-turut: 28% dan 17%). Sebaliknya perilaku bergerak (37%) dan agonistik (6%) lebih banyak dilakukan oleh burung di relung II dibandingkan dengan burung di relung I yaitu 24% untuk bergerak dan 0,4% agonistik. Perilaku ingestif dan reproduksi hampir sama dikedua relung, demikian jga dengan perilaku defikasi.
Kata kunci : perilaku harian, Jalak Bali, Leucopsar rothschildi, relung.
ABSTRACT
A study has been conducted to find out the daily behavior of Bali starling (Leucopsar rothschildi) in different nices at Bali Bird Park, Gianyar, Bali, from 20th November to 28th December 2012. Preliminary study has been carried out to familiarized the birds and the reaearcher (habituation). Ad libitum and Instantaneous Scan Sampling techniques have been employed to collect the data required. The results showed that the daily activities of perching and preening were conducted more at niche I (43% and 19%, respectivelly) than at niche II (28% and 17%). On theother hand, the percentage of moving (37%) and agonistics ((6%)were higher at niche II than at niche I (24% for moving and 0.4% at niche II). There was no different in the percentage of ingestive, reproduction and defication of Bali starling at both niches.
Keywords: daily activity, Bali starling, Leucopsar rothschildi, niche.
PENDAHULUAN
Pulau Bali dengan luas 5.135 km² dihuni oleh 174 jenis burung, menempati proporsi sekitar 20,6% dari seluruh jenis burung yang ada di Indonesia (Widodo dan Hadi, 1990). Beberapa diantaranya merupakan jenis burung endemik Pulau Bali, seperti misalnya burung jalak bali (Leucopsar rothschildi) (MacKinnon dkk., 2010), dengan nama lokal Curik Bali. Jumlah burung jalak bali di alam sangatlah rendah dan termasuk ke dalam daftar nama hewan yang terancam punah (Gondo dan Sugiarto, 2009). Usaha pemerintah Republik Indonesia untuk melindungi keberadaan burung telah dilakukan dengan menerbitkan tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya, serta Peraturan Pemerintah (PP) Republik Indonesia No. 7 Tahun 1999 tentang Pengawetan Flora dan Fauna Indonesia. Berbagai upaya konservasi telah dilakukan baik secara in-situ (di dalam habitat alaminya) melalui perlindungan jenis, pembinaan habitat dan populasi maupun secara ex-situ (di luar
habitat alaminya) melalui penangkaran (Takandjanji dan Mite, 2008).
Bali Bird Park (Taman Burung Bali) merupakan salah satu lembaga konservasi swasta di Indonesia yang telah melakukan penangkaran terhadap burung jalak bali. Taman ini sudah berhasil mengembangbiakkan burung jalak bali melalui program pengembangbiakannya (breeding). Hal ini dibuktikan dengan semakin meningkatnya jumlah burung jalak bali di Bali Bird Park dari 8 ekor menjadi 44 ekor.
Perbedaan relung (niche ) mungkin dapat berpengaruh terhadap keberhasilan pengembangbiakan jenis burung. Telah diketahui bahwa perilaku burung Cendrawasih Kuning Besar (Paradisaea apoda) yang ditangkarkan di Bali Bird Park berbeda pada saat musim kawin dan saat musim peluruhan bulu (molting) (Wahyuni, 2011). Burung jalak bali yang ada di Bali Bird Park ditangkarkan dalam berbagai relung,, misalnya ada yang ditangkarkan di dalam kandang yang besar bersamaan dengan burung-burung lain dan ada juga yang ditangkarkan di dalam
kandang dengan ukuran yang lebih kecil (obs. pri.). Oleh karena itu penulis tertarik untuk mengetahui apakah perbedaan relung yang ada di Taman tersebut berpengaruh terhadap perilaku harian burung jalak bali terutama pada periode breeding yang biasanya terjadi dari bulan november sampai bulan april.
MATERI DAN METODE
Penelitian dilakukan dengan menggunakan 4 pasang (jantan dan betina) burung jalak bali (Leucopsar rothschildi) sebagai obyek penelitian. Burung yang digunakan sebagai obyek penelitian ini ditempatkan di dalam relung (kandang) yang berbeda. Relung dibedakan menjadi 2 kategori yaitu relung pertama (I) berukuran 3 m x 2 m yang ditumbuhi oleh tanaman palem, bersekat dengan kawat dan berdampingan dengan burung jalak bali lainnya, dan jauh dari aktifitas manusia. Pada relung I ini diamati 2 pasang burung dengan kondisi relung yang sama. Relung kedua (II) berupa relung yang lebih besar dan dengan area lebih luas berukuran 20 m x 12 m. Penelitian pendahuluan dilakukan dengan tujuan untuk membiasakan burung jalak bali yang akan digunakan sebagai obyek penelitian dengan kehadiran peneliti (habituasi), sehingga burung yang digunakan sebagai obyek penelitian tidak merasa terganggu. Metode habituasi ini dilakukan selama tujuh hari (mengikuti Campbell et al., 2005). Pengambilan data awal dilakukan dengan metode Ad Libitum Sampling yaitu dengan mencatat seluruh jenis perilaku tanpa ada batasannya, dimana perilaku tersebut akan digunakan sebagai kategori perilaku yang akan diamati pada saat penelitian. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode Instantaneous Scan Sampling yaitu dengan mencatat kategori perilaku yang telah ditentukan dari sepasang obyek dalam selang waktu satu menit selama 30 menit (modifikasi dari Altmann, 1974). Kategori perilaku yang digunakan adalah bergerak, betengger, membersihkan badan (preening), makan (ingestive), reproduksi, membuang kotoran (defecation) dan berkelahi (agonistic). Data dianalisis secara deskriptif kuantitatif yaitu dengan mendeskripsikan seluruh keadaan dan mengitung frekuensi setiap jenis perilaku yang dilakukan oleh burung jalak bali. Data ditampilkan dalam rata-rata persentase diikuti dengan simpangannya (rata-rata ± standar deviasi (SD)
HASIL
Masing-masing relung burung yang diteliti memiliki ciri khas tersendiri (Gambar 1). Pada relung I ditumbuhi oleh 1 jenis tumbuhan yang berasosiasi dengan burung jalak bali yaitu palem wregu (Rhapis excelsa). Di dalamnya juga terdapat sarang berbentuk kotak (nest box) dan terdapat sebatang kayu kopi untuk tempat bertengger. Relung ini ditempati oleh satu pasang burung jalak bali. Pada penelitian ini digunakan 2 pasang burung dengan kondisi relung yang sama dengan letak berdampingan. Kondisi relung ini dibuat agar burung tersebut dapat melakukan aktifitas breeding tanpa ada gangguan.
Gambar 1. Relung I dari burung jalak bali di Bali Bird Park.
Gambar 2. Relung II dari burung jalak bali di Bali Bird Park.
Pada relung II (Gambar 2) ditumbuhi oleh berbagai jenis tumbuhan antara lain palem wregu (Rhapis excelsa), palem kipas (Livistona rufundifolia), palem kol (Licuala grandis), beringin (Ficus benjamina), bunut (Ficus glabela), bambu (Bambusa sp.), flamboyan (Delonix regia) dan pada bagian bawah relung ditumbuhi oleh berbagai jenis rumput. Pada relung ini juga dilewati oleh sungai buatan. Di dalam relung ini terdapat 10 pasang burung jalak bali dan burung lain yang berasosiasi seperti kuntul kerbau (Bubulcus ibis), tekukur biasa (Streptopelia chinensis), merbah cerucuk (Pycnonotus goiaveir), betet jawa (Psittacula alexandri), jalak suren (Sturnus contra), kepodang kuduk hitam (Oriolus chinenesis), perkutut (Geopelia striata) dan jalak kerbau (Acridotheres javanicus).
Selama 30 hari pengamatan (1.800 menit untuk masing-masing relung), ditemukan bahwa secara keseluruhan perilaku burung jalak bali yang ada di relung I dan II hampir sama, berturut-turut 359.7 ± 13.6 dan 356.7 ± 12.3. Perilaku hariannya didominasi oleh bergerak, bertengger dan preening (Gambar 3). Perilaku bertengger dan preening lebih banyak dilakukan oleh burung di relung I dibandingkan dengan perilaku yang sama di relung II, dengan persentase berturut-turut 43% bertengger dan 19% preening di relung I, dan 28% bertengger dan 17% preening di relung II. Sebaliknya perilaku bergerak (melompat, terbang, makan, pindah tempat, berjalan dan memanjat) lebih banyak dilakukan oleh burung di relung II (37%) dibandingkan dengan relung I (24%).
Perilaku lain yang dilakukan oleh burung jalak bali di Bali Bird Park adalah makan, reproduksi, membuang kotoran dan bertengkar (Gambar 3). Perilaku makan dan reproduksi yang dilakukan oleh burung jalak bali di
Gambar 3. Persentase perilaku harian burung jalak bali pada relung I (a) dan relung II (b).
kedua relung hampir sama, pada relung I berturut-turut 5% dan 6% dan pada relung II berturut-turut 4% dan 5%, sedangkan perilaku agonistic lebih banyak dilakukan oleh burung jalak bali di relung II (6%) dibandingkan dengan burung di relung I (0.4%). Persentase perilaku defikasi yang dilakukan oleh burung jalak bali di kedua relung adalah sama (3%).
PEMBAHASAN
Perbedaan relung pada burung jalak bali di Bali Bird Park dapat menyebabkan perbedaan perilaku burung yang ada di dalamnya. Seperti misalnya didapatkan bahwa burung yang ada pada relung II lebih aktif (banyak bergerak) dibandingkan dengan burung yang menghuni relung I. Hal ini mungkin disebabkan karena luas area di relung II jauh lebih luas dibandingkan dengan luas area di relung I (20:1, untuk setiap satu individu burung) dan juga dengan lebih bervariasinya jenis vegetasi yang tumbuh. Kondisi ini memang sengaja dibuat sehingga dapat menyerupai kondisi habitat di alam. Telah diketahui
bahwa keberadaan tumbuhan yang sesuai/mirip dengan habitat aslinya akan dapat mendukung kehidupan jalak bali (Ginantra dkk., 2009). Pada perilaku hariannya burung jalak bali lebih banyak waktunya digunakan untuk bergerak, bertengger dan membersihkan bulu atau preening. Namun perilaku dilakukan dengan frekuensi yang berbeda antar relung. Misalnya burung yang menghuni relung II lebih aktif dibandingkan dengan burung yang menghuni relung I. Luasnya kandang dapat berpengaruh terhadap keleluasaan pergerakan dari burung tersebut, dimana burung yang menghuni relung II lebih luas sehingga dapat bergerak lebih leluasa dibandingkan dengan burung yang menghuni relung I yang lebih sempit. Burung di relung I, lebih banyak bertengger (beristirahat) dan membersihkan badannya. Maturbongs dkk., (1994) mendapatkan bahwa burung-burung di habitat alami akan terbang dengan wilayah jelajah sekitar 2 km2 untuk mencari makan maupun mencari pasangan. Penelitian yang dilakukan oleh Wahyuni (2009) pada burung cendrawasih kuning besar menemukan bahwa burung lebih aktif bergerak pada kandang yang lebih luas dibandingkan dengan kandang yang lebih sempit. Lebih jauh ditemukan bahwa aktifitas burung cendrawasih kuning besar banyak dilakukan untuk mendekati lawan jenis, terbang menuju tempat pakan dan minum, berpindah tempat bertengger, memanjat pohon, memanjat kawat, terbang menuju ke sarang (nest box), berjalan ditanah, melompat-lompat dan menyerang maupun bertahan. Burung yang menghuni relung bertengger pada tumbuhan wregu, kayu kopi atau dinding kawat dari kandangnya. Perilaku bertengger dilakukan oleh burung setelah melakukan pergerakan terbang bolak balik atau pada saat burung hendak melakukan preening, vokalisasi, defikasi, ingestif, reproduksi, dan berteduh dari panas sinar matahari serta hujan. Penelitian yang dilakukan oleh Takandjandji dan Mite (2008) pada burung Beo (Gracula religiosa) menemukan bahwa perilaku bertengger lebih sering dilakukan pada saat suhu lingkungan ekstrim.
Perilaku ingestif, reproduksi dan juga defikasi yang dilakukan oleh burung jalak bali di relung I hampir sama dengan di relung II. Hal ini dapat mengindikasikan bahwa perilaku ini tidak dipengaruhi oleh perbedaan relung, terutama oleh burung jalak bali di penangkaran pada saat musim kawin (periode breeding). Kesamaan perilaku ingestif oleh burung di kedua relung tersebut mungkin juga dipengaruhi oleh adanya ketersediaan pakan dimana dalam hal ini pakan telah disediakan oleh pengelola. Hal ini dapat dilihat bahwa perilaku ingestif lebih banyak dilakukan pada saat pemberian pakan dimulai. Akan tetapi perilaku ingestif lebih banyak teramati di pagi hari dibandingkan sore hari. Satu hal yang mungkin dapat menyebabkan perbedaan ini karena burung memerlukan lebih banyak energi untuk memulai aktivitas hariannya di pagi hari dibandingkan dengan di sore hari. Pakan yang diberikan berupa potongan kecil buah pepaya yang dicampur dengan potongan pisang masak serta pellet dan ulat hongkong. Menurut Prinando dkk (2010), makanan-makanan tersebut merupakan makanan yang baik diberikan kepada burung jalak bali
karena disamping sebagai sumber energi untuk aktifitas sehari-hari, jenis makanan seperti tersebut di atas dapat memacu birahi burung, sehingga diharapkan dapat meningkatkan perilaku kawin.
Perilaku reproduksi merupakan kegiatan hewan yang bertujuan untuk berkembang biak. Pada burung jalak bali perilaku ini ditandai dengan aktifitas membuat sarang yang ditandai dengan seringnya burung tersebut terbang keluar masuk sarang (nest box), dengan membawa ranting atau bahan sarang lainnya. Aktivitas ini sering dilakukan pada sore hari dan selama pengamatan tidak pernah ditemukan burung membawa bahan untuk membuat sarang di pagi hari. Pada saat bertelur burung jalak bali mengerami telurnya secara bergantian antara jantan dan betina dengan selang waktu sekitar 5 menit. Ketika salah satu individunya mengeram, maka pasangnya melakukan aktifitas ingestif, bertengger maupun bergerak. Aktifitas ini dilakukan hingga telur menetas menjadi anak burung (piyik ). Menurut Made Murtiana (kom.pri, 2012), burung jalak bali akan sering keluar masuk sarang apabila burung tersebut bertelur. Jika suhu terlalu panas atau terlalu lembab maka pasangan ( indukan) akan sering bergantian masuk sarang untuk menjaga telur agar tetap hangat.
Lebih banyaknya jenis burung yang menghuni relung II mungkin dapat memicu terjadinya perilaku agonistic yang lebih banyak. Perilaku ini terjadi karena adanya persaingan (kompetisi) baik antarindividu maupun inter-spesies untuk mendapatkan wilayah dan sumber makanan. Menurut Odum (1993) kompetisi akan terjadi apabila terdapat dua atau lebih populasi yang menempati suatu habitat atau microhabitat (relung) yang sama untuk memenuhi ketersediaan makanan untuk dapat bertahan hidup. Perilaku bertengkar di relung I jarang terjadi yang mungkin disebabkan karena hanya dihuni oleh sepasang burung jalak bali. Dari pengamatan ditemukan bahwa perilaku agonistik hanya terjadi di relung I jika salah satu individu dari pasangannya memaksa individu lawan jenisnya untuk melakukan perkawinan (mating). Perilaku membuang kotoran (defikasi) banyak dilakukan bersamaan dengan aktifitas makan dengan persentase yang relatif kecil. Perilaku ini mungkin banyak yang tidak teramati karena defikasi juga dapat dilakukan pada saat burung tersebut terbang.
SIMPULAN
Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa relung berpengaruh terhadap beberapa perilaku burung jalak bali (Leucopsar rothschildi) pada periode musim kawin (breeding) di Bali Bird Park, dimana presentase perilaku yang tinggi yang terjadi di relung I adalah pada perilaku bertengger 43 % dan preening 19%, sedangkan di relung II perilaku yang tertinggi ditemukan pada perilaku bergerak 37% dan agonistik 6%. Perilaku ingestif, reproduksi dan defikasi dilakukan dengan persentase hampir sama pada kedua relung.
UCAPAN TERIMA KASIH
Penulis mengucapkan terimakasih kepada kepada Anak Agung Gede Raka Dalem dan Bapak Ida Bagus Made Suaskara atas saran dan masukannya.
KEPUSTAKAAN
Altman, J. 1974. Observational Study of Behavior; Sampling Methods Behavior. 49: 227 – 267.
Campbell, N. A., J. B. Reece and L. G. Mitchell. 2005. Biologi. Edisi Kelima Jilid 3. Diterjemahkan Oleh Wasman Manulu. Erlangga. Jakarta
Ginantra I.K., A. A. G. R , Dalem., S.K Sudirga, dan I.G.N. Bayu Wirayudha. 2009. Jenis-jenis Tumbuhan Sebagai Sumber Pakan Jalak Bali (Leucopsar rothscildi) di Desa Ped, Nusa Penida, Klungkung, Bali. Bumi Lestari 9(1), hlm.97-102.
Gondo dan Sugiarto. 2009. Dinamika Populasi Jalak Bali (Leucopsar rothschildi). Available at ://http:www.tnbalibarat/?cat=1. Opened : 28. 12. 2012
MacKinnon, J., K. Phillips, B. van Balen. 2010. Burung-burung di Sumatera, Jawa, Bali dan Kalimantan. Penterjemah: W. Rahardjaningtrah; A. Adikerana; P. Martodiharjo; E. K. Su-pardiyono; B. van Balen. Puslitbang Biologi-LIPI/BirdLife International Programme. Bogor
Maturbogs, J., K. Wamafma, A. Sanggenafa, T. Sahetapi, H. Ru-maikewi, dan A. Kayoi. 1994. Studi habitat dan populasi Burung Cendrawasih di Barawai, Kawasan Penyangga Cagar Alam Yapen Tengah , Irian Jaya. Laporan penelitian WWF Sub Proyek Cagar alam dan Sub Mapia Uncen Mambruk Kelompok Pencinta Alam dan Sub Seksi KSDA Yapen Waropen, Jayapura.
Odum, E.P. 1993. Dasar-Dasar Ekologi. Edisi ketiga. Gajah mada UniversityPress. Jogjakarta..
Takandjanji, M. dan M. Mite.2008. Perilaku Burung Beo Alor di Penangkaran Oilsonbai, Nusa Tenggara Timur. Buletin Plasma Nutfah Peraturan Pemerintah No. 7 Tahun 1999. Available at :http://www.ksda-bali.go.id/pp-no7-tahun-1999-pengawetan-jenis.pdf Opened : 16.02.2013
Prinando, M., S. Diah, M. S. Rahayu, R. F. Abdul, R. Rustina. 2010. Pengelolaan Pakan Jalak Bali (Leucopsar rothscildi) di Penangkaran. Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor
Wahyuni, P. E. 2011. Perilaku Harian Burung Cendrawasih Kuning Besar (Paradisaea apoda) di Bali Bird Park Gianyar. Jurusan Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Udayana. Skripsi S1. Tidak Dipublikasikan
Widodo, W dan D.S. Hadi. 1990. Sebuah Tinjauan : Feeding Ground Burung-burung Air di Kawasan Hutan Bakau Teluk Naga Tanggerang Jawa Barat. Buletin Jurusan Observasi Daya Hutan Fakultas Kehutanan IPB. Bogor. Media Konservasi Vol. III No. 1 Tahun 1990.
4
Discussion and feedback