JURNAL BIOLOGI UDAYANA

P-ISSN: 1410-5292 E-ISSN: 2599-2856

Volume 27 | Nomor 2 | Desember 2023 DOI: https://doi.org/10.24843/JBIOUNUD.2023.v27.i02.p03

Laju pertumbuhan benih ikan jelawat (Leptobarbus hoevenii Blkr.) dengan pemberian pakan berbasis tepung maggot

Growth rate of jelawat fish juvenille (Leptobarbus hoevenii Blkr.) using maggot flour

Husnul Khotimah, Ari Hepi Yanti, Tri Rima Setyawati*, Kustiati

Program Studi Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Tanjungpura

Jl. Prof. Dr. H. Hadari Nawawi, Pontianak, Kalimantan Barat, Indonesia-78124

*Email: [email protected]

Diterima 15 Mei 2023


INTISARI

Disetujui

24 November 2023


Ikan jelawat (Leptobarbus hoevenii Blkr.) merupakan salah satu jenis ikan lokal dengan pertumbuhan yang lambat. Maggot adalah fase dari siklus hidup insekta yang dapat dikembangkan sebagai pakan. Maggot dalam bentuk tepung diketahui memiliki kandungan protein tinggi yang mampu memacu pertumbuhan ikan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui laju pertumbuhan panjang spesifik (LPPS), laju pertumbuhan bobot spesifik (LPBS), dan tingkat kelangsungan hidup dari benih ikan jelawat yang diberi perlakuan pemberian pakan kontrol (A), pakan berbasis tepung maggot tanpa fermentasi (B) dan pakan berbasis tepung maggot fermentasi (C). Berdasarkan hasil penelitian, benih ikan jelawat mengalami LPPS tertinggi yaitu 0,88±0,04% dan LPBS tertinggi yaitu 0,71±0,01% serta tingkat kelangsungan hidup benih sebesar 100% pada perlakuan C, diikuti perlakuan B dengan LPPS 0,49±0,04% dan LPBS 0,39±0,01% serta tingkat kelangsungan hidup benih sebesar 95%. Pertumbuhan terendah dialami benih dengan perlakuan pakan kontrol (A) yaitu LPPS sebesar 0,38±0,01%, LPBS sebesar 0,28±0,01%, serta tingkat kelangsungan hidup benih sebesar 75%. Berdasarkan hal tersebut, penggunaan tepung maggot yang difermentasi dalam pakan berpengaruh secara signifikan terhadap laju pertumbuhan benih ikan jelawat.

Kata kunci: ikan jelawat, laju pertumbuhan, Leptobarbus hoevenii Blkr., maggot

ABSTRACT

Hoven’s carp or the mad barb (Leptobarbus hoevenii Blkr.) is a species of local fish with slow growth. Maggot is a phase of the insect life cycle that can be developed as feed. Maggot in the form of flour is known to have a high protein content which can stimulate fish growth. This study aims to determine the growth rate of specific length (LPPS), growth rate of specific weight (LPBS), and the survival rate of jelawat fish juvenille treated with control feed (A), feed based on unfermented maggot flour (B) and feed based on fermented maggot flour (C). Based on the results, jelawat fish juvenille have the highest LPPS 0.88±0.04% and the highest LPBS 0.71±0.01% and the juvenille survival rate was 100% in treatment C, followed by treatment B with 0,49±0,04% of LPPS and 0.39±0.01% of LPBS and 95% of juvenille survival rate. The lowest growth was experienced by juvenille on control feed treatment (A) with 0.38%±0.01 of LPPS, 0.28±0.01% of LPBS, and 75% of juvenille survival rate. Based on this, the use of fermented maggot flour in feed has a significant effect on the growth rate of jelawat fish juvenille%.

Keywords: growth rate, jelawat fish, Leptobarbus hoevenii, maggot

PENDAHULUAN

Budidaya ikan secara umum dilakukan pada ikan lokal yang memiliki nilai ekonomis yang tinggi. Salah satu jenis ikan lokal adalah ikan jelawat (Leptobarbus hoevenii Blkr.) yang terdapat di Kalimantan dan Sumatera (Kottelat et al., 1993). Permintaan pasar terhadap ikan cukup tinggi serta digemari oleh masyarakat di Malaysia dan Brunei, sehingga ikan jelawat menjadi komoditas yang potensial untuk dikembangkan.

Menurut Djarijah (2001), pakan merupakan salah satu faktor penunjang penting dalam budidaya untuk meningkatkan kualitas, pertumbuhan, dan kelangsungan hidup ikan. Masalah yang dihadapi dalam budidaya ikan jelawat adalah memiliki pertumbuhan yang lambat. Menurut Santoso (2019), hal ini disebabkan oleh kekurangan protein pada pakan ikan, sehingga dapat menyebabkan terhambatnya pertumbuhan dan memengaruhi tingkat kelangsungan hidup ikan jelawat yang dibudidaya. Marzuki et al. (2012) juga menyatakan bahwa kekurangan protein dapat menurunkan daya tahan tubuh ikan sehingga akan mudah terserang penyakit.

Penggunaan insekta sebagai sumber protein telah banyak didiskusikan oleh para peneliti salah satunya yaitu maggot dari Hermetia illucens atau Black Soldier Fly (BSF). Kandungan protein maggot cukup tinggi untuk dapat dikembangkan sebagai pakan, yaitu 40-50% dengan kandungan lemak berkisar 29-32% (Bosch et al., 2014). Salah satu alternatif untuk mengatasi kurangnya protein dalam pakan ikan jelawat yaitu dengan pemberian tepung maggot sebagai pakan ikan jelawat. Penggunaan tepung maggot sebagai bahan campuran pakan juga memberikan pengaruh yang sangat nyata terhadap pertumbuhan ikan patin (Rachmawati dan Istiyanto, 2013), ikan baung (Hulu, 2013), dan ikan jambal siam (Panjaitan, 2014). Namun berdasarkan penelitian Marganov (2003), pemanfaatan maggot sebagai bahan pakan belum dapat dimanfaatkan secara maksimal karena adanya kandungan kitin dalam maggot. Keberadaan kitin yang tinggi didalam pakan dapat mengganggu kecernaan pakan pada ikan sehingga tingkat kecernaan ikan terhadap pakan berbasis tepung maggot rendah (Marno et al., 2016).

Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk mengurangi atau menurunkan kadar kitin pada maggot adalah dengan melakukan proses fermentasi. Kitin dapat dipecahkan dengan enzim kitinase. Salah satu fermentor yang mengandung enzim kitinase adalah Aspergillus niger (Chen et al., 2010). Substitusi bahan dalam pakan akan mempengaruhi laju pertumbuhan ikan baik secara positif maupun negatif. Berdasarkan hal tersebut, perlu dilakukan penelitian mengenai pemberian pakan berbasis tepung maggot dengan perlakuan fermentasi dan tanpa fermentasi terhadap laju pertumbuhan ikan jelawat (L. hoevenii).

MATERI DAN METODE

Tempat dan waktu penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni hingga Agustus 2022 di Laboratorium Zoologi FMIPA Universitan Tanjungpura. Analisis kadar protein bahan pakan dilaksanakan di Laboratorium Baristand dan Sucofindo Pontianak. Analisis proksimat pakan dilaksanakan di Laboratorium Pakan Ternak Dinas Perkebunan dan Peternakan Provinsi Kalimantan Barat.

Bahan dan alat

Bahan yang digunakan dalam penelitian meliputi benih ikan jelawat (L.hoevenii Blkr.) dengan ukuran 7-12 cm yang diperoleh dari BBIS Anjongan

Kalimantan Barat, tepung maggot, ampas kelapa, starter Aspergillus niger, air, tepung ikan, tepung jagung, dedak padi halus, tepung kanji, minyak ikan, premiks pakan ikan, garam, EM4 dan minyak cengkeh. Alat yang digunakan yaitu bak dengan volume air 5 liter sebanyak 12 buah, timbangan digital, meteran jahit, penggaris, serokan, selang sipon, aerator, baskom, kain tile, AZ86031 Water Quality Meter, pH meter, Tetra Ammonia Test Kit, tabel pengamatan, tisu, dan kertas label.

Metode

Pembuatan pakan berbasis tepung maggot

Pembuatan pakan dimulai dari pengujian kadar protein dari bahan pakan dan dilakukan perhitungan formulasi untuk target kadar protein dalam pakan sebesar 38% menggunakan metode Pearsons Square (Wagner & Stanton, 2012). Pembuatan pakan dilakukan dengan disiapkan bahan utama pakan yaitu tepung untuk perlakuan (tepung ikan (perlakuan A), tepung maggot tanpa fermentasi (perlakuan B), tepung maggot fermentasi (perlakuan C)), tepung jagung, dan dedak padi halus serta bahan tambahan pakan yaitu tepung tapioka sebagai perekat, premiks pakan ikan, dan minyak ikan. Setelah itu dilakukan pencampuran semua bahan dalam wadah dan ditambah air secukupnya untuk kemudian dimasukkan ke dalam mesin giling pelet dan dicetak dengan ukuran 2mm. Setelah dicetak, pakan dijemur hingga kering dan dilakukan analisis proksimat untuk diketahui kandungan nutrisi dari pakan.

Persiapan bak uji

Persiapan bak uji dilakukan pengisian air hingga mencapai tinggi 15 cm dan didiamkan selama 2-3 hari. Setelah itu air dalam bak diganti dengan air yang baru sebanyak 5 liter dan didiamkan selama 3-7 hari hingga bagian bawah bak membentuk endapan. Kemudian ditambahkan larutan garam krosok sebanyak 1 sendok untuk mencegah berkembangnya jamur dan bakteri serta didiamkan selama 24 jam. Setelah itu ditambahkan 1ml larutan EM4 ke dalam setiap kolam dan didiamkan selama 15 hari.

Penebaran benih

Berdasarkan penelitian Ispandi (2016), padat tebar benih yang paling efektif dalam pertumbuhan ikan jelawat adalah sebanyak 2 ekor/L, sehingga penebaran benih pada bak dengan volume air 5 liter dalam penelitian ini adalah 10 ekor/bak. Sebelum benih ditebar dilakukan aklimasi selama 1 minggu pada bak yang telah dikondisikan untuk mengurangi stress pada benih (Santoso, 2019).

Prosedur pemberian pakan

Pemberian pakan dilakukan selama 30 hari dalam 3 perlakuan, yaitu dengan pemberian pakan tanpa tepung maggot sebagai kontrol (A), pemberian pakan berbasis tepung maggot tanpa fermentasi (B), dan pemberian pakan berbasis tepung maggot fermentasi (C) dengan pengulangan sebanyak 4 kali. Pakan diberikan sebanyak 2 kali dalam sehari, yaitu pukul 08.00 dan 15.00 WIB dengan jumlah pakan sebesar 5% dari bobot total ikan (Purnamawati, 2004).

Parameter Uji

  • 1.    Laju Pertumbuhan Panjang Spesifik (LPPS) (Asma et al., 2016)

LppS = ⅛Lt--lnLO χ 1θθ%

Keterangan :

L0 : panjang rata-rata ikan pada awal perlakuan (cm)

Lt : panjang rata-rata ikan pada akhir perlakuan (cm) t : periode pemeliharaan (hari)

  • 2.    Laju Pertumbuhan Bobot Spesifik (LPBS) (Asma et al., 2016)

LPBS = InWt--InWO χ 1^%

Keterangan :

W0 : bobot rata-rata ikan pada awal perlakuan (g)

Wt : bobot rata-rata ikan pada akhir perlakuan (g)

t : periode pemeliharaan (hari)

  • 3.    Tingkat Kelangsungan Hidup (SR) (Ispandi, 2016)

Nt

SR = — x 100%

NO

Keterangan :

SR : Persentase kelangsungan hidup atau Survival Rate (%)

N0 : Jumlah individu di awal pengamatan

Nt : Jumlah individu di akhir pengamatan

  • 4.    Pengukuran Kualitas Air

Suhu, pH, dan kadar oksigen terlarut (DO) pada air diukur menggunakan AZ86031 Water Quality Meter serta kadar amoniak (NH3) dalam air diukur menggunakan Tetra Ammonia Test Kit.

Analisis data

Data hasil pengamatan dianalisis dengan Normality Test, Homogenity Test dan Analysis of Variance (ANOVA) untuk mengetahui ada atau tidaknya perbedaan perlakuan. Keadaan yang menunjukkan beda nyata dilanjutkan dengan Uji Duncan pada taraf kepercayaan 95% (Fahmi et al., 2008). Uji ANOVA dan Duncan dilakukan dengan Program IBM SPSS Statistics Versions 25.

HASIL

Laju Pertumbuhan Panjang Spesifik (LPPS)

Benih ikan jelawat diberi perlakuan tiga pakan berbeda yaitu pakan tanpa tepung maggot sebagai kontrol (A), pakan berbasis tepung maggot tanpa fermentasi (B), dan pakan berbasis tepung maggot fermentasi (C). Berdasarkan hasil penelitian, benih ikan jelawat mengalami laju pertumbuhan panjang spesifik (LPPS) tertinggi pada perlakuan C. Hasil analisis statistik juga menyatakan bahwa ketiga perlakuan yang diberikan menghasilkan laju pertumbuhan panjang spesifik yang berbeda nyata (Tabel 1).

Laju Pertumbuhan Bobot Spesifik (LPBS)

Berdasarkan hasil penelitian selama 30 hari, laju pertumbuhan bobot spesifik (LPBS) tertinggi terjadi pada benih ikan jelawat dengan perlakuan C, diikuti dengan perlakuan B, dan terendah pada perlakuan A. Hasil analisis statistik pada LPBS benih ikan jelawat juga menunjukkan bahwa setiap perlakuan berbeda nyata (Tabel 2). Persentase pertambahan bobot benih ikan jelawat selama 30 hari terlihat pada Tabel 2.

Berdasarkan hasil pengukuran, bobot benih ikan jelawat mengalami peningkatan pada setiap perlakuan yang diberikan. Tetapi pertumbuhan bobot

benih ikan jelawat setiap 10 hari pengamatan menunjukkan hasil analisis statistik yang tidak berbeda nyata pada perlakuan pemberian pakan A, B, dan C. Hal ini membuktikan bahwa pertumbuhan bobot benih ikan jelawat mengalami pertumbuhan bobot yang relatif sama di setiap perlakuan.

Tabel 1. Laju pertumbuhan panjang spesifik benih ikan jelawat (L. hoevenii)

Perlakuan

Rata-rata panjang tubuh benih                   Pertambahan

ikan jelawat (cm)          LPPS (%) panjang selama

Awal          Akhir                      30 hari (%)

A

9,85±0,20      11,06±0,22     0,38±0,01a     12,31±0,46a

B

9,88±0,68      11,47±0,64     0,49±0,04b     16,19±1,51b

C

9,80±0,19      12,76±0,30     0,88±0,04c     30,22±1,63c

Keterangan: Angka yang diikuti dengan huruf yang berbeda menunjukkan hasil yang berbeda nyata. Berdasarkan uji lanjut Duncan pada taraf kepercayaan 95%, notasi (+) menyatakan peningkatan panjang, (-) menyatakan penurunan panjang. Perlakuan pakan kontrol (A), perlakuan pakan berbasis tepung maggot tanpa fermentasi (B), perlakuan pakan berbasis tepung maggot fermentasi (C).

Tabel 2. Laju pertumbuhan bobot spesifik benih ikan jelawat (L. hoevenii)

Perlakuan

Rata-rata bobot tubuh benih ikan jelawat (g)

LPBS (%)

Pertambahan bobot selama 30 hari (%)

Awal

Akhir

A

7,76±0,52

8,45±0,56

0,28±0,01a

8,87±0,39a

B

7,55±1,28

8,50±1,44

0,39±0,01b

12,50±0,52b

C

7,57±0,11

9,36±0,08

0,71±0,01c

23,66±0,62c

Keterangan: Angka yang diikuti dengan huruf yang berbeda menunjukkan hasil yang berbeda nyata. Berdasarkan uji lanjut Duncan pada taraf kepercayaan 95%, notasi (+) menyatakan peningkatan bobot (-) menyatakan penurunan bobot. Perlakuan pakan kontrol (A), perlakuan pakan berbasis tepung maggot tanpa fermentasi (B), perlakuan pakan berbasis tepung maggot fermentasi (C).

Tingkat Kelangsungan Hidup (SR)

Perlakuan yang diberikan selama penelitian berpengaruh pada kelangsungan hidup benih ikan. Berdasarkan hasil pengamatan, tingkat kelangsungan hidup benih ikan jelawat tertinggi terdapat pada perlakuan C (100%), diikuti dengan perlakuan B (95%), sedangkan tingkat kelangsungan hidup benih terendah terdapat pada perlakuan A (75%) (Gambar 1).

Kualitas Air

Berdasarkan hasil pengukuran kualitas air selama 30 hari pemeliharaan, kualitas air yang digunakan cenderung sama dan masih memenuhi standar kelayakan dalam pemeliharaan benih ikan jelawat, kecuali kadar amoniak pada perlakuan kontrol (A) yang relatif lebih tinggi dari nilai standar (Tabel 3).

Hasil Analisis Proksimat Pakan Uji

Formulasi pakan uji yang digunakan dalam penelitian ini dibuat menggunakan metode Pearson Square. Berdasarkan hasil analisis proksimat yang dilakukan di Laboratorium Pakan Ternak Dinas Perkebunan dan

Peternakan Provinsi Kalimantan Barat, ketiga jenis pakan memiliki kandungan seperti tertera pada Tabel 4.

Gambar 1. Tingkat Kelangsungan Hidup Benih Ikan Jelawat (L.hoevenii) (A) perlakuan pakan kontrol; (B) perlakuan pakan berbasis tepung maggot tanpa fermentasi; dan (C) perlakuan pakan berbasis tepung maggot fermentasi.

Tabel 3. Hasil pengukuran kualitas air

Parameter

Perlakuan

Standar Kelayakan

A B   C

Suhu (˚C) pH DO (mg/l) Amoniak (mg/l)

26,4  26,2 26,3             25 – 32**

6,9    6,9    7,0              6,5 – 8,5**

6,3    6,5    6,3                  ≥3**

1,1   0,70 0,70                <1*

Sumber: *)Boyd & Lichtkopper (1979); **)SNI : 01-7550-2009

Tabel 4. Hasil analisis proksimat pakan uji

Kadar Uji

Perlakuan                   SNI

A      B       C

Air (%)

Abu (%)

Protein Kasar (%)

Lemak Kasar (%) Serat Kasar (%) Gross Energy (Kkal/Kg)

7,09       7,98       9,31         <12%

10,86      14,01       12,53         <13%

29,87      25,20      30,21        25-50%

5,73       15,47      11,68         >5%

9,45        8,11       13,64          8%

4199      4628      4403

Keterangan: Sumber SNI (01-4087-2006), Pakan Kontrol (A), Pakan Berbasis Tepung Maggot Tanpa Fermentasi (B), dan Pakan Berbasis Tepung Maggot Fermentasi (C)

PEMBAHASAN

Pakan merupakan salah satu faktor yang memengaruhi pertumbuhan benih ikan. Penelitian ini menggunakan 3 jenis pakan berbeda, yaitu pakan tanpa tepung maggot sebagai kontrol (A), pakan berbasis tepung maggot tanpa fermentasi (B), dan pakan berbasis tepung maggot fermentasi (C). Ketiga jenis pakan yang berbeda memberikan hasil pertambahan panjang dan bobot benih

ikan jelawat yang berbeda pula. Berdasarkan hasil pengamatan selama 30 hari, benih ikan jelawat mengalami pertambahan panjang dan bobot tertinggi pada perlakuan pakan berbasis tepung maggot fermentasi (C). Hal ini berkaitan dengan kebutuhan nutrisi ikan dan pakan yang diberikan. Ikan berusia muda membutuhkan protein lebih banyak daripada ikan dewasa karena dalam fase pertumbuhan (Afrianto & Liviawaty, 2005).

Pertumbuhan terjadi karena adanya kelebihan input energi dan protein yang berasal dari pakan. Hal ini mengakibatkan pertambahan jaringan tubuh dari pembelahan sel secara mitosis. Halver (1972) menyatakan bahwa apabila protein pada pakan rendah maka pertumbuhan ikan menjadi lebih lambat. Berdasarkan Standar Nasional Indonesia (2006), kadar protein optimum untuk ikan adalah 25-50%. Sunarno (2002) menyatakan bahwa benih ikan jelawat membutuhkan protein pakan sekitar 38% untuk pertumbuhan yang optimal. Jika dibandingkan dengan hasil analisis protein pada pakan uji, kadar protein berkisar 25,20%-30,21% yang berarti angka tersebut telah memenuhi kadar protein optimum untuk ikan secara umum, tetapi belum mencapai kadar protein optimum untuk pertumbuhan benih ikan jelawat sehingga perlu dilakukan pengolahan lebih lanjut mengenai peningkatan protein dalam pakan benih ikan jelawat.

Pakan C memiliki kadar protein tertinggi (Tabel 4). Pakan C terdiri atas bahan protein hewani berupa tepung maggot yang telah difermentasi. Menurut Marganov (2003), tepung maggot tanpa fermentasi belum dapat dimanfaatkan secara maksimal sebagai bahan pakan ikan. Hal ini disebabkan adanya kitin pada bagian luar tubuh maggot. Kitin memiliki kemampuan untuk mengikat senyawa nitrogen (N) dari asam amino penyusun protein sehingga protein menjadi sulit dicerna. Hal ini menyebabkan kinerja enzim pencernaan terhadap lemak dan protein berkurang. Harefa et al. (2018) juga menyatakan bahwa kitin pada maggot dapat menghambat proses kecernaan dan penyerapan pakan dalam tubuh ikan.

Fermentasi dalam pakan C dilakukan dengan tujuan untuk meningkatkan daya cerna dari pakan yang berbasis tepung maggot dengan bantuan jamur Aspergillus niger. Jamur ini diketahui memiliki kemampuan untuk menghasilkan enzim ekstraseluler berupa kitinase yang dapat mengkatalisis reaksi degradasi dari kitin (Chen et al., 2010). Amarwati et al. (2015) juga menyatakan bahwa perlakuan fermentasi ini dapat menguraikan senyawa N dalam kitin, sehingga N dapat membentuk asam amino. Asam amino berperan dalam membentuk protein baru sehingga semakin banyak asam amino yang terbentuk, maka kadar protein akan semakin tinggi. Protein berperan dalam membentuk senyawa asam nukleat, enzim, hormon, dan vitamin. Oleh karena itu, proses fermentasi mampu memperbaiki nilai nutrisi pada pakan. Pakan dengan nutrisi yang baik sangat berperan dalam mempercepat pertumbuhan ikan (Kuswanto & Hermawan, 2015).

Berdasarkan pengamatan yang telah dilakukan, persentase pertambahan panjang dan bobot benih ikan jelawat tertinggi terdapat pada perlakuan pakan C yang mencapai 30,22±1,63% dan 23,66±0,62% dengan Laju Pertumbuhan Panjang Spesifik (LPPS) sebesar 0,88±0,04%/hari dan Laju Pertumbuhan Bobot Spesifik (LPBS) sebesar 0,71±0,01%/hari dalam 30 hari penelitian, dibandingkan dengan penggunaan pakan komersil (PF800) pada penelitian Sonavel et al. (2020), Laju Pertumbuhan Panjang Spesifik (LPPS) dari benih ikan jelawat didapatkan sebesar 0,71±0,00%/hari dan Laju Pertumbuhan Bobot Spesifik (LPBS) sebesar 0,47±0,10%/hari. Sementara persentase pertambahan panjang dan bobot benih ikan jelawat dengan pakan kontrol (A) hanya mencapai 12,31±0,46% dan 8,87±0,39% dengan sebesar LPPS 0,38±0,01%/hari dan LPBS

sebesar 0,28±0,01%/hari. Hal ini membuktikan bahwa penggunaan pakan berbasis tepung maggot mampu meningkatkan laju pertumbuhan benih ikan jelawat. Pemanfaatan maggot sebagai suplemen pakan ikan juga memberikan pengaruh yang signifikan terhadap pertumbuhan ikan hias balashark (Barbus melanopterus) dengan total laju pertumbuhan spesifik sebesar 6,51±0,32%/hari (Fahmi et al., 2009). Irawan (2014) juga menyatakan bahwa penggunaan maggot sebagai pengganti pelet pada ikan lele sangkuriang (Clarias gariepinus) memberikan hasil lebih baik dengan rata-rata panjang mencapai 7,87 cm dan rata-rata berat mencapai 78,23 gram.

Pakan B memiliki kandungan protein paling rendah di antara 2 perlakuan lainnya. Namun hasil persentase pertumbuhan panjang dan bobot dari benih ikan lebih tinggi dari perlakuan pakan kontrol (A) yaitu 16,20±1,51% dan 12,50±0,52% dengan LPPS 0,49±0,04%/hari dan LPBS 0,39±0,01%/hari. Hal ini dapat diakibatkan oleh tingginya kadar lemak pada pakan B, yaitu 15,47%. Menurut Hasmalina et al. (2017), kandungan lemak yang tinggi pada pakan akan memengaruhi pertumbuhan ikan. Lemak berfungsi sebagai sumber energi, sumber lemak esensial, fosfolipid, sterol, dan pengantar vitamin terlarut, yaitu vitamin A, D, E, K. Pakan B dan C memiliki kandungan lemak yang lebih tinggi dibandingkan dengan pakan A. Hal ini dikarenakan adanya tepung maggot sebagai bahan pakan utama di pakan B dan C. Menurut Santoso et al. (2018), maggot memiliki kandungan lemak relatif lebih tinggi (15,1 %) dibandingkan dengan tepung ikan (10,82 %).

Lemak merupakan sumber energi yang tidak larut dalam air, namun larut dalam pelarut organik sebagai sumber energi terpenting untuk pertumbuhan dan kelangsungan hidup ikan (Munisa et al., 2015). Pakan ikan yang baik umumnya mengandung kurang lebih 4-18% lemak (Rostika, 1997). Berdasarkan Standar Nasional Indonesia (2006), kadar lemak dalam pakan di atas 5%. Kadar lemak pakan uji berkisar antara 5,73 %-15,47 %, maka kandungan lemak pada pakan uji dapat dikatakan sesuai dengan kebutuhan ikan. Kandungan lemak dalam pakan B lebih besar dibandingkan dengan pakan C, tetapi pertambahan panjang dan bobot benih lebih tinggi pada pakan C (Tabel 4). Hal ini diduga berkaitan dengan adanya kandungan kitin pada maggot. Kitin yang terdapat pada pakan B sulit dicerna oleh ikan karena tanpa melalui proses fermentasi seperti pada pakan C. Sesuai dengan pernyataan Marno et al. (2016), keberadaan kitin dalam pakan dapat mengganggu kecernaan pakan pada ikan, sehingga tingkat kecernaan dari ikan terhadap pakan rendah. Penelitian oleh Marno et al. (2016) membuktikan bahwa kadar kitin yang tinggi pada maggot menurunkan tingkat kecernaan dari ikan selais (Ompok hypopthalmus).

Berdasarkan hasil penelitian, tingkat kelangsungan hidup tertinggi terjadi pada benih ikan dengan pemberian perlakuan pakan C (100%), diikuti dengan perlakuan pakan B (95%), dan terendah terjadi pada perlakuan pakan A (75%) (Gambar 3). Hal ini dapat dipengaruhi oleh bahan pakan B dan C yang berbasis tepung maggot. Berdasarkan penelitian Wantika et al. (2020), maggot memiliki kandungan alanin berkisar 25,68%. Alanin merupakan asam amino non essensial yang berfungsi sebagai penghasil energi dan pembentuk kekebalan tubuh. Murni (2013) juga menyatakan bahwa pemberian maggot dapat meningkatkan daya tahan tubuh ikan terhadap lingkungan dan serangan penyakit karena maggot memiliki kelebihan diantaranya mengandung antimikroba dan anti jamur.

Kelangsungan hidup ikan juga dipengaruhi oleh kualitas air. Menurut Effendi (2003), bila kualitas air kurang baik dapat mengakibatkan nafsu makan menurun, mengganggu proses pertumbuhan, menurunkan kondisi kesehatan, dan menimbulkan penyakit pada ikan, bahkan menyebabkan kematian. Salah

satu parameter kualitas air yang berada diatas nilai rata-rata kebutuhan hidup benih ikan jelawat adalah kadar amoniak (NH3). Kadar amoniak rata-rata selama penelitian adalah 0,70 mg/l pada perlakuan B dan C, serta 1,1 mg/l pada perlakuan A (Tabel 3). Menurut Boyd & Lichtkopper (1979), kadar amoniak terlarut yang baik untuk perairan dan organisme perairan adalah kurang dari 1 mg/l. Berdasarkan hal tersebut, kadar amoniak rata-rata pada perlakuan B dan C memenuhi standar keamanan kualitas air untuk ikan. Perbedaan kadar amoniak pada setiap perlakuan disebabkan oleh sisa pakan yang tidak termanfaatkan ataupun hasil ekskresi dari ikan. Sulistyono (2013) menyatakan bahwa sumber utama amoniak dalam air adalah hasil perombakan bahan organik. Sumber bahan organik yang terbesar dalam budidaya intensif adalah pakan. Sebagian besar pakan dimanfaatkan oleh ikan untuk pertumbuhan dan sebagian lagi akan di ekskresikan dalam bentuk kotoran padat dan amoniak terlarut (NH3) dalam air.

SIMPULAN

Kesimpulan dari penelitian ini adalah aplikasi fermentasi pada tepung maggot memberikan pertumbuhan panjang spesifik (0,88%/hari) dan pertumbuhan bobot spesifik (0,71%/hari) lebih baik dibandingkan dengan tanpa fermentasi (0,49%/hari dan 0,39%/hari) pada benih ikan jelawat (Leptobarbus hoevenii Blkr.). Pakan berbasis tepung maggot fermentasi dapat mempertahankan kelangsungan hidup benih ikan jelawat (Leptobarbus hoevenii Blkr.) hingga mencapai 100%.

KEPUSTAKAAN

Afrianto E, Liviawaty E. 2005. Pakan Ikan: Pembuatan,Pengujian, Pengembangan. Penerbit Kanisius: Yogyakarta.

Amarwati H, Subandiyon, Pinandoyo. 2015. Pemanfaatan Tepung Daun Singkong (Manihot utilissima) yang Difermentasi dalam Pakan Buatan terhadap Pertumbuhan Benih Ikan Nila Merah (Oreochromis niloticus). Journal of Aquaculture Management and Technology 4(2):51-53.

Asma N, Muchlisin ZA, Hasri I. 2016. Pertumbuhan dan Kelangsungan Hidup Benih Ikan Peres (Osteochilus vittatus) pada Ransum Harian yang Berbeda. Jurnal Ilmiah Mahasiswa Kelautan dan Perikanan Unsyiah 1(1): 5-9.

Bosch G, Zhang S, Dennis GABO, Wouter HH. 2014. Protein Quality of Insects as Potential Ingredients for Dog and Cat Foods. Journal of Nutritional Science 3:1-4.

Boyd CE, Lichtkopper F. 1979. Water quality management in pond fish culture. Auburn Univercity: Alabama.

Chen JK, Shen CR, Liu CL. 2010. N-acetylglucosamine: Production and Applications. Journal of Marine Drugs 8: 2493–2494.

Djarijah AS. 2001. Pakan Alami. Penerbit Kanisius: Yogyakarta.

Effendi H. 2003. Telaah Kualitas Air bagi Pengelolaan Sumber Daya dan Lingkungan Perairan. Penerbit Kanisius: Yogyakarta.

Fahmi MR, Saurin H, Subamia IW. 2008. Makalah Seminar Nasional Hari Pangan Sedunia XXVII (Potensi Maggot sebagai Salah Satu Sumber Protein Pakan Ikan). Loka Riset Budidaya Ikan Hias Air Tawar: Depok.

Fahmi MR, Saurin H, Subamia IW. 2009. Potensi Maggot untuk Peningkatan Pertumbuhan dan Status Kesehatan Ikan. Jurnal Riset Akuakultur 4(2): 3-5.

Halver JE. 1972. Fish nutrition. Academic Press London: New York.

Harefa D, Adelina, Indra S. 2018. Pemanfaatan Fermentasi Tepung Maggot (Hermetia illucens) sebagai Substitusi Tepung Ikan dalam Pakan Buatan untuk benih ikan Baung (Hemibagrus nemurus). Jurnal Online MahasiswaUniversitas Riau 5: 2-3.

Hasmalina N, Deliani W, Isnaniar, Wahyuningsih. 2017. Analysis of The Content Of Fat, Starch, Reducing Sugar, Minerals (Fe, Ca, Na, and Mg) Fish Pellets from Organic Waste. Journal of Photon 7(2): 115-123.

Hulu O. 2013. Pengaruh Substitusi Tepung Ikan dengan Tepung Maggot terhadap Pertumbuhan Ikan Baung (Mystus nemurus) [skripsi]. Universitas Riau: Riau.

Irawan D. 2014. Analisis Perbedaan Jenis Pakan sebagai Pengganti Pelet terhadap Pertumbuhan dan Kelangsungan Hidup Ikan Lele Sangkuriang (Clarias gariepinus) [skripsi]. Universitas Muhammadiyah Palembang: Palembang.

Ispandi. 2016. Pengaruh Padat Tebar terhadap Pertumbuhan dan Kelangsungan Hidup Benih Ikan Jelawat (Leptobarbus hoeveni) [skripsi]. Universitas Muhammadiyah: Pontianak.

Kottelat M, Whitten AJ, Kartikasari SN, Wirjoatmodjo S. 1993. Freshwater Fishes of Western Indonesia and Sulawesi. Periplus Edition: Jakarta.

Kuswanto M, Hermawan D. 2015. Optimasi Pemberian Pakan Berbeda Terhadap Pertumbuhan dan Kelangsungan Hidup Ikan Kerapu Macan (Epinephelus fuscoguttatus). Jurnal Perikanan dan Kelautan 5(1): 57.

Marganov. 2003. Potensi Limbah Crustacea sebagai Penyerap Logam Berat (Timbal, Kadmium, dan Tembaga) di Perairan [disertasi]. Institut Pertanian Bogor: Bogor.

Marno, Adelina, Netti A. 2016. Utilization of Flour Maggot (Hermetia illuncens L.) as a Substitute Fish Flour for Growth of Selais Fish (Ompok hyphoptalmus) Seed. Jurnal Online Mahasiswa Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan 3(1): 4-6.

Marzuki M, Astuti NWW, Suwirya K. 2012. Pengaruh Kadar Protein dan Rasio Pemberian Pakan terhadap Pertumbuhan Ikan Kerapu Macan (Epinephelus fuscoguttatus). Jurnal Teknologi Kelautan Tropis 1(4): 55-56.

Munisa Q, Subandiyono, Pinandoyo. 2015. Pengaruh Kandungan Lemak dan Energi yang Berbeda dalam Pakan Terhadap Pemanfaatan Pakan dan Pertumbuhan Patin (Pangasius pangasius). Journal of Aquaculture Management and Technology 4(3): 12-21.

Murni. 2013. Optimasi Pemberian Kombinasi Maggot dengan Pakan Buatan Terhadap Pertumbuhan dan Sintasan Ikan Nila (Oreocrhomis niloticus). Jurnal Ilmu Perikanan 2(2): 192-198.

Panjaitan. 2014. Pengaruh Tingkat Subtitusi Tepung Ikan dengan Tepung Maggot terhadap Pertumbuhan Ikan Jambal Siam (Pangasius hypopthalmus) [skripsi]. Universitas Riau: Pekanbaru.

Purnamawati. 2004. Pertumbuhan Benih Ikan Jelawat (Leptobarbus hoevenii Bleeker.) yang diberi Pakan Buatan dengan Dosis Premiks yang Berbeda. Jurnal Belian 3(2): 104-105.

Rachmawati D, Istiyanto S. 2013. Efektivitas Substitusi Tepung Ikan dengan Tepung Maggot dalam Pakan Buatan terhadap Pertumbuhan dan Kelulushidupan Ikan Patin. Indonesian Journal of Fisheries Science and Technology 9(1): 62-67.

Rostika R. 1997. Imbangan Energi Protein Pakan pada Juwana Ikan Mas [tesis]. Universitas Padjadjaran: Bandung.

Sanovel NP, Deny SC, Rara D. 2020. Pengaruh Tingkat Pemberian Pakan Buatan terhadap Performa Ikan Jelawat (Leptobarbus hoevenii). Jurnal Sains Teknologi Akuakultur 3(1): 55-57.

Santoso B, Limin S, Tarsim. 2018. Optimasi Pemberian Kombinasi Maggot Hermetia illucens dengan Pakan Buatan terhadap Pertumbuhan dan Kelangsungan Hidup Benih Ikan Jelawat Leptobarbus hoevenii (Bleeker, 1851). Jurnal Berkala Perikanan Terubuk 46(3): 7-8.

Santoso B. 2019. Pengaruh Pemberian Pakan Buatan dan Maggot Hermetia illucens terhadap Pertumbuhan Ikan Jelawat Leptobarbus hoevenii (Bleeker, 1851) [skripsi]. Universitas Lampung: Bandar Lampung.

SNI (Standar Nasional Indonesia). 2006. Pakan Buatan untuk Ikan Nila (Oreochromis niloticus Bleeker.) pada Budidaya intensif. Badan Standarisasi Nasional: Jakarta.

Sulistyono FC, Rusliadi, Iskandar P. 2013. Growth and Survival Rate of Common Carp (Cyprinus carpio L.) with Different Biofilter Combination in Recirculation Aquaponik System [prosiding]. Universitas Riau: Pekanbaru.

Wantika N, Budiana, Suryani E, Rubi’ah L, Dzatalini N, Rusdiatin, Nila YT, Santanumurti MB, Samara SH, Nindarwi DD, Lokapirnasari WP, Al-Arif MA, Alamsjah MA, Lamid M. 2020. Substitution of Fermented Maggot (Hermetia illucens) Flour on Commercial Feed Towards Protein Retention and Energy Retention in Tambaqui (Colossoma macropomum) Meat. International Conference on Fisheries and Marine Science doi:10.1088/1755-1315/441/1/012051.

Wagner J, Stanton TL. 2012. Formulating Rations with the Pearson Square Method. Department of Agriculture and Colorado Counties Cooperating. Colorado State University: United States.

158