JURNAL BETA (BIOSISTEM DAN TEKNIK PERTANIAN) Program Studi Teknik Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Udayana http://ojs.unud.ac.id/index.php/beta

Volume 11, Nomor 2, bulan September, 2023

Analisis Rasio Prestasi Manajemen (RPM) pada Distribusi Air Irigasi Subak Gede Kedewatan

Analysis of Management Performance Ratio on Irrigation Water Distribution in Subak Gede Kedewatan

I Made Bayu Suweta, I Wayan Tika*, I Gusti Ngurah Apriadi Aviantara

Program Studi Teknik Pertanian dan Biosistem, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Udayana, Badung, Bali, Indonesia

*email: [email protected]

Abstrak

Rasio Prestasi Manajemen (RPM) dijabarkan sebagai hasil bagi antara debit yang diberikan dengan debit yang dibutuhkan di setiap lahan pertanian. Sistem subak di Bali didasari konsep sosio-teknis-religius dan ekonomis. Penelitian ini bertujuan untuk menghitung nilai RPM dan sebarannya serta mengetahui strategi distribusi air irigasi agar kinerja irigasi menjadi “cukup” hingga “baik” di Subak Gede Kedewatan Wilayah Kabupaten Gianyar. Penelitian ini dilaksanakan dengan menggunakan pendekatan analisis kuantitatif melalui survey dan pengukuran langsung di lapangan. Hasil penelitian menunjukkan persentase sebaran RPM kriteria “baik” sebanyak 5 subak (18,52%), “cukup” 4 subak (14,81%), “kurang” 9 subak (33,33%), dan “sangat kurang” 9 subak (33,33%). Nilai RPM subak di daerah hulu seluruhnya berada pada kriteria “sangat kurang” dengan nilai RPM 1, 85. Subak di daerah tengah seliruhnya berada dikriteria “kurang” dengan nilai RPM 1,45. Di hilir, subak yang berada di daerah ini memiliki kriteria yang “cukup” dan “baik” dengan sebaran nilai RPM 0,64 – 1,05. Subak yang mendapatkan air berlebih, kemudian sisa air irigasinya disalurkan menuju ke pangkung, yang akan menjadi sumber air utama untuk subak-subak natak tiyis (sadap tiris).

Kata Kunci: distribusi air, irigasi, rasio prestasi manajemen, subak

Abstract

The Management Performance Ratio (MPR) is a comparison between the water flowrate given and the water flowrate requirement for each agricultural land. The subak system in Bali is based on socio-technical-religious and economic concepts. This study aims to calculate the MPR value and its distribution as well as find out the irrigation water distribution strategy so that irrigation performance becomes "adequate" to "good" in Subak Gede Kedewatan, Gianyar Regency. This research was carried out using a quantitative analysis approach through surveys and direct measurements in the field. The result showed that percentage distribution of MPR criteria for "good" was 5 subaks (18.52%), "adequate" 4 subaks (14.81%), "poor" 9 subaks (33.33%), and "very poor" 9 subaks (33 ,33%). The MPR value of subak in the upstream area is entirely in the "very poor" criterion with an MPR value of 1.85. Followed by subak in the central region, all of them are in the "low" criterion with an MPR value of 1.45. In contrast to the downstream, the subaks in this area have the criteria of "adequate" and "good" with a distribution of RPM values of 0.64 - 1.05. Subaks that get excess water, then the rest of the irrigation water is channeled to the pangkung, which will be the main water source for subak natak tiyis (tapping taps).

Keywords : irigation, water distribution, management performance ratio, subak

PENDAHULUAN

Subak merupakan sistem irigasi persawahan di Bali dengan konsep sosio-teknis-religius dan ekonomis dimana subak sudah ada sejak lama dan masih diterapkan hingga kini. Pengertian subak secara normatif dapat ditemukan pada Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 9 Tahun 2012 tentang Subak. Dalam Perda tersebut disebutkan bahwa subak merupakan suatu organisasi adat tradisional dibidang pengelolaan air dan tanaman bagi petani pada masyarakat di Bali dengan yang bersifat sosioagraris,

religious, ekonomis, serta selalu tumbuh dan berkembang secara historis. Sebagai organisasi masyarakat adat, subak berperan untuk mengatur pembagian air kepada anggotanya, disamping untuk mensejahterakan kehidupan para petani dan keluarganya. Subak erat kaitannya dengan kegiatan irigasi yang dapat dikatakan sebagai salah satu kebutuhan dalam pertanian. Irigasi adalah usaha penyediaan, pengaturan dan pembuangan air untuk menunjang kegiatan pertanian. Irigasi menggunakan air dari sumber air dan dipergunakan demi keperluan pertanian sehingga dapat memenuhi

kebutuhan air tanaman dengan mengalirkan ke lahan pertanian kemudian mengalirkan kelebihannya ke saluran drainase (Walbat et al., 2022). Irigasi bertujuan untuk dapat memenuhi kebutuhan air yang diperlukan oleh tanaman. Dalam pendistribusian air dari satu sumber air ke lahan pertanian dibangun suatu jaringan irigasi untuk mempermudah pendistribusian air. Jaringan irigasi merupakan seluruh bangunan dan saluran dalam satu kesatuan yang diperlukan untuk penyediaan, pembagian, pemberian, penggunaan, dan pembuangan air irigasi. Pengaturan air irigasi bertujuan agar jumlah air yang diberikan sesuai dengan kebutuhan air yang telah dirancang. Efisiensi irigasi merupakan merupakan salah satu metode untuk menentukan manajemen irigasi dengan pemanfaatan ketersediaan air sesuai dengan kebutuhan air tanaman (Saragih, 2009). Efisiensi irigasi ini didefinisikan sebagai perbandingan antara kebutuhan air tanaman dengan air yang diberikan. Dengan mengurangi air yang terbuang maka efisiensi penggunaan air akan tinggi, sebaliknya efisiensi penggunaan air rendah ketika jumlah air yang terbuang relatif lebih banyak (Haryono, 2007).

Distribusi air irigasi didefinisikan oleh (Tanga, 2005) sebagai suatu proses dalam pertanian guna mengelola air dari penyediaan air hingga penyaluran air dengan melalui air permukaan. Pengelolaan distribusi air irigasi ditujukan agar pemanfaatkan ketersediaan air dilakukan secara optimal, dan didistribusikan dengan adil dan menyeluruh ke lahan pertanian dengan tepat cara, waktu dan jumlah, berdasarkan dengan kondisi tanaman sehingga dapat meminimalisir dampak negatif yang mungkin terjadi dapat mengurangi dampak negatif yang terjadi akibat kelebihan air (Widjiharti et al., 1997). Untuk dapat hasil yang optimal, distribusi air irigasi ke lahan pertanian tidak kurang maupun berlebih (Tika et al., 2019). Kekurangan maupun kelebihan air berdampak pada tanaman tidak dapat tumbuh secara optimal. Pengelolaan pemberian air irigasi ke petak sawah perlu dikondisikan sesuai dengan kebutuhan tanaman berdasarkan jenis dan umur tanaman. Ketepatan pemberian air irigasi akan meningkatkan produktivitas hasil panen yang optimal. Hal tersebut tidak terlepas dari usaha teknik irigasi yaitu memberikan air dengan kondisi tepat mutu, tepat ruang dan tepat waktu dengan cara yang efektif dan ekonomis (Sudjarwadi, 1990). Ruzziyatno, (2021) menyebutkan bahwa untuk menjamin pengelolaan irigasi yang efisien dan efektif serta memberikan manfaat yang maksimal kepada pengguna air, pengelolaan irigasi dilaksanakan dengan mengoptimalkan pembagian air secara tepat waktu dan tepat jumlah. Salah satu metode yang dapat

digunakan untu menunjukkan kinerja irigasi yaitu Rasio Prestasi Manajemen (RPM).

Rasio Prestasi Manajemen (RPM)) dijabarkan sebagai hasil bagi antara antara debit yang diberikan dengan debit yang dibutuhkan disetiap pintu sadap pada periode operasional dengan tujuan mengetahui kinerja irigasi dalam kurun waktu yang ditentukan (Sugeng, 2015). Dalam perhitungan Rasio Prestasi Manajemen (RPM) terdapat acuan baik tidaknya kinerja irigasi pada suatu jaringan irigasi. Semakin mendekati nilai 1, maka kinerja irigasi menjadi semakin baik. Nilai RPM kurang dari 1 menunjukkan bahwa air yang diberikan kurang dari kebutuhan air irigasi, sedangkan nilai RPM diatas nilai 1 menunjukkan bahwa air yang diberikan berlebihan dari kebutuhan air irigasi. RPM yang stabil mendekati nilai satu di setiap bangunan bagi pada waktu operasional irigasi menunjukkan manajemen irigasi yang baik. Tujuan dari dilakukannya penelitian ini yaitu untuk menghitung nilai RPM dan sebarannya serta mengetahui strategi distribusi air irigasi di Subak Gede Kedewatan Wilayah Gianyar.

METODE PENELITIAN

Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Subak Gede Kedewatan khususnya Saluran Lauh Gianyar sebanyak 27 bangunan bagi. Penelitian dilaksanakan pada bulan April – Mei 2022.

Alat dan Objek Penelitian

Alat yang digunakan dalam penelitian ini yaitu meteran dan penggaris untuk mengukur tinggi kolom air dan lebar saluran, serta alat tulis berupa buku dan pulpen untuk mencatat hasil pengukuran. Objek penelitian yang digunakan yaitu bangunan bagi/sadap setiap subak di Saluran Lauh Gianyar.

Pelaksanaan Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan dengan menggunakan pendekatan analisis kuantitatif melalui metode survey dan pengukuran langsung di lapangan. Survey yang dilaksanakan meliputi data primer dan sekunder. Survey dilakukan pada Pengamat Pengairan Daerah Irigasi Kedewatan untuk mengetahui luas lahan, nama saluran daerah irigasi yang mengaliri subak tersebut dan tempat masuknya air pertama kali ke lahan. Pengukuran data primer untuk memperoleh debit air yang tersedia di bangunan bagi dengan cara mengukur lebar ambang dan tinggi air bangunan ukur pada inlet masing-masing subak.

Analisis Data

Debit Tersedia

Pengukuran debit yang tersedia diukur pada bangunan bagi masing-masing subak di daerah hulu, tengah dan hilir. Pengukuran dilakukan setiap seminggu dua kali. Pengukuran dilakukan dengan cara mengukur lebar ambang dan tinggi kolom air sesuai bentuk saluran yaitu cipoletti. Debit tersedia dihitung menggunakan Persamaan 1 (Madrini, 2017).

Debit tersedia = 0,0184 ×l × √h3       [1]

dimana:

Debit tersedia = QRiil (l/dt)

l            = Lebar ambang (cm)

h            = Tinggi kolom air (cm)

0,0184        = koefisien kecepatan aliran

Analisis Rasio Prestasi Manajemen (RPM)

Rasio Prestasi Manajemen (RPM) diartikan sebagai perbandingan antara debit aktual dengan debit yang direncanakan di berbagai pintu sadap selama periode operasional irigasi (Sugeng, 2015). RPM

diklasifikasikan dengan beberapa nilai sebagai berikut; Baik 0,75 < RPM <1,25; Cukup 0,60 < RPM < 0,75 atau 1,25 < RPM < 1,40; Kurang 0,40 < RPM< 0,60 atau 1,40 <RPM<1,60; dan Sangat Kurang RPM < 0,40 atau RPM >1,60 (Sugeng, 2015). Rasio Prestasi Manajemen (RPM) merupakan perbandingan antara debit riil pada saluran irigasi dengan kebutuhan air irigasi. Rasio Prestasi Manajemen (RPM) bertujuan untuk mengetahui kinerja irigasi pada distribusi air berdasarkan perbandingan debit riil dan kebutuhan air irigasi. RPM dihitung menggunakan Persamaan 2.

RPM =


Debit Tersedia Kebutuhan Air Irigasi

[2]


Darismanto & Mularia (2005) menguraikan RPM atau Rasio Pelaksanaan Pembagian Air (RPPA) sebagai hasil bagi dari debit terukur pada waktu tertentu dengan debit terencana. Kemudian hasil bagi tersebut dapat digunakan sebagai acuan untuk menentukan kinerja irigasi.

Tabel 1. Klasifikasi RPM

Nilai RPM

Kategori

0,75 – 1,25

Baik (mendekati/sesuai perencanaan)

0,40 – 0,75

Cukup (musim kemarau)

1,25 – 1,40

Cukup (musim hujan)

< 0,40 atau > 1,40

Kurang (bermasalah)

Sumber: (Darismanto & Mularia, 2005)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Ketersediaan Air pada Subak Hulu, Tengah, dan Hilir

Berdasarkan hasil pengukuran, ketersediaan air disajikan pada Tabel 2. Wiguna, (2019) menyebutkan curah hujan sebagai salah satu faktor yang memengaruhi ketersediaan air. Ketika musim kemarau, intensitas curah hujan rendah dapat menyebabkan kurangnya ketersediaan air. Begitu pula sebaliknya, ketika musim hujan ketersediaan air melimpah. Penggunaan air oleh subak-subak di hulu membuat perbedaan ketersediaan air. Faktor lain yang dapat menyebabkan perbedaan ketersediaan air yaitu kondisi fisik jaringan irigasi. Kondisi fisik jaringan irigasi ketika terjadi kerusakan membuat air merembes di sepanjang saluran irigasi. Hal ini mengakibatkan kehilangan air sehingga menjadi variabel yang berperan dalam pembagian air irigasi. Dikarenakan tingkat ketersediaan air di Subak Gede Kedewatan sangat melimpah, hal tersebut tidak membuat kinerja irigasi menurun. Ketersediaan air daerah hulu cenderung berlebih, dikarenakan di daerah hulu mendapatkan air irigasi yang pertama kali. Hal tersebut menyebabkan debit air pada

bangunan bagi di subak hulu mendapat air yang berlebih. Sedangkan ketika semakin ke hilir debit air pada bangunan bagi juga semakin kecil. Ketersediaan air dari hulu menuju ke hilir menjadi berkurang dikarenakan penggunaan air dari saluran induk digunakan untuk mengairi subak yang berada di hulu terlebih dahulu kemudian digunakan untuk daerah tengah dan hilir (Purwanto & Ikhsan, 2006). Perencanaan pola tanam dan golongan dapat membantu dalam pembagian dan pemberian air dengan lebih mudah dan optimal berdasarkan kondisi topografi dan jaringan irigasi (Sayonara & Siswoyo, 2019).

Penelitian sebelumnya yang dilakukan Arnanda et al., (2020) dan Santika et al., (2019), analisis RPM dilakukan pada subak yang berlokasi di 2 DAS, yaitu DAS Ho dan DAS Sungi pada Musim hujan. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Arnanda et al., (2020) menunjukkan bahwa pada musim hujan manajemen irigasi dilakukan dengan baik pada saluran sekunder. Namun berbeda dengan hasil penelitian Santika et al., (2019) yang menunjukkan bahwa pada musim hujan, distribusi air ke lahan dilakukan secara berlebih karena

tingginya tingkat ketersediaan air, hal ini menyebabkan RPM subak daerah hulu dan tengah menjadi sangat kurang tetapi semakin baik di daerah hilir. Pembagian air irigasi yang tidak sesuai dengan

kebutuhan air irigasi menyebabkan air tidak terpakai dan terbuang sia-sia sehingga mempengaruhi kinerja irigasi (Sukertayasa et al., 2017).

Tabel 2. Rata-Rata Ketersediaan Air di Subak Hulu, Tengah dan Hilir

Daerah

Luas Subak (ha)

Debit Riil (l/dt)

Hulu

345

78,01

Tengah

286

50,69

Hilir

448,2

57,52

Kebutuhan Air Irigasi pada Subak Hulu, Tengah, dan Hilir

Kebutuhan air irigasi merupakan jumlah air yang dibutuhkan untuk pengairan pada saluran irigasi dalam satu periode tanam yang dipengaruhi oleh curah hujan efektif (Heryani et al., 2020). Kebutuhun air irigasi untuk tanaman adalah banyaknya air diperlukan pada saluran air untuk mengairi petak sawah, dari pengolahan tanah hingga panen. Dalam menentukan kebutuhan air irigasi memiliki beberapa faktor, antara lain: rencana pola tanam; luas area lahan; kebutuhan air tanaman; dan efisiensi irigasi (Krisnayanti et al., 2020). Tika, (2012) menjelaskan bahwa ketika tanaman mengalami peningkatan usia pada fase vegetatif, memnyebabkan peningkatan kebutuhan air tanaman. Arnanda et al., (2020) menyatakan bahwa ketika tanaman berada pada fase generatif merupakan fase dimana kebutuhan air mencapai puncaknya karena adanya peningkatan laju fotosisntesis guna menghasilkan buah sehingga membutuhkan air yang lebih banyak. Kebutuhan air irigasi dihitung melalui luas lahan dikalikan dengan standar kebutuhan air irigasi berdasarkan

kondisi lahan. Berdasarkan perhitungan kebutuhan air irigasi, diperoleh tingkat kebutuhan air irigasi pada subak disetiap daerah yang disajikan pada Tabel 3.

Data tersebut menunjukan bahwa kebutuhan air irigasi semakin tinggi berbanding lurus dengan luas lahan pertanian dengan komoditas yang sama. Kebutuhan air irigasi pada budidaya padi lebih tinggi dibandingkan budidaya tanaman lain, karena pada masa pengolahan lahan dibutuhkan banyak air untuk penjenuhan tanah (Priyonugroho, 2014; Fuadi et al., 2016; Tika et al., 2020). Begitu pula ketika masa pertumbuhan tanaman hingga sebelum panen diperlukan air sebagai pengganti air akibat terjadinya evapotranspirasi dan perkolasi, maka perlu diberikan air secara berkelanjutan (Arsyad, 2017 & Wiguna, 2019). Jika setelah pengolahan tanah diteruskan dengan melakukan penanaman, diperlukan air untuk penggenangan agar tanaman yang masih muda tidak mengalami cekaman air (Tika et al., 2020).

Tabel 3. Rata-Rata Kebutuhan Air Irigasi di Subak Hulu, Tengah dan Hilir

Daerah

Luas Subak (ha)

Kebutuhan Air Irigasi (l/dt)

Hulu

345

42,17

Tengah

286

34,96

Hilir

448,2

62,21

Sebaran Rasio Prestasi Manajemen (RPM) pada Subak di Hulu, Tengah dan Hilir

Pada Tabel 4 disajikan nilai RPM dengan klasifikasi gabungan menurut Sugeng (2015) dan Darismanto & Mularia (2005). RPM dengan kriteria baik sebanyak 5 subak (18,52%), cukup 4 subak (14,81%), kurang 9 subak (33,33%), dan sangat kurang 9 subak (33,33%). Nilai RPM subak di daerah hulu seluruhnya berada pada kriteria sangat kurang dengan nilai RPM 1, 85

(Darismanto & Mularia, 2005; Sugeng, 2015). Dilanjutkan dengan subak di daerah tengah seliruhnya berada dikriteria kurang dengan nilai RPM 1,45. Berbeda dengan di hilir, subak yang berada di daerah ini memiliki kriteria yang cukup baik dengan sebaran nilai RPM 0,64 – 1,05. Hal ini menunjukan bahwa manajemen irigasi pada subak di daerah hulu dan tengah masih kurang optimal dibandingkan dengan subak di daerah hilir.

Tabel 4. Nilai RPM Subak Hulu,

dan Hilir

Daerah

Nama Subak

Luas Subak (ha)

Debit Riil (l/dt)

KAI (l/dt)

RPM

Kriteria

Subak Gadon

5

10,18

5,5

1,85

SK

Subak Bija 1

10

20,35

11

1,85

SK

Subak Lodtunduh

25

50,88

27,5

1,85

SK

Subak Bija II

30

61,05

33

1,85

SK

Hulu

Subak Abian Tiying

76

154,66

83,6

1,85

SK

Subak Gaga

52

105,82

57,2

1,85

SK

Subak Kalang Samu

66

134,31

72,6

1,85

SK

Subak Kalang Samu

1

2,04

1,1

1,85

SK

Subak Selasih

80

162,80

88

1,85

SK

Subak Dlod Belang

74

118,03

81,4

1,45

K

Subak Pasekan

48

76,56

52,8

1,45

K

Subak Padedekan

3

4,79

3,3

1,45

K

Subak Padedekan

9

14,36

9,9

1,45

K

Tengah

Subak Padedekan

24

38,28

26,4

1,45

K

Subak Padedekan

36

57,42

39,6

1,45

K

Subak Samblung

35

55,83

38,5

1,45

K

Subak Banjarame

29

46,26

31,9

1,45

K

Subak Semampan

28

44,66

30,8

1,45

K

Subak Wahem Kangin

3,5

4,04

6,3

0,64

C

Subak Celuk

36

41,58

39,6

1,05

B

Subak Wahem Kesanga

76

87,78

83,6

1,05

B

Subak Pengubengan

72

83,16

129,6

0,64

C

Hilir

Subak Pejajah

119,3

137,79

131,23

1,05

B

Subak Pancung

9

10,40

9,9

1,05

B

Subak Pasekan

112,4

129,82

123,64

1,05

B

Subak Biaung Badung

11

12,71

19,8

0,64

C

Subak Biaung Gianyar

9

10,40

16,2

0,64

C

Keterangan: B (Baik), C (Cukup), K (Kurang), SK (Sangat Kurang)


Strategi Distribusi Air Irigasi pada Subak di Hulu, Tengah dan Hilir

Berdasarkan data yang tersaji pada Tabel 5, subak yang berada di daerah hilir mendapatkan nilai RPM yang cukup baik, dimana manajemen irigasi subak di hilir cukup optimal dalam pembagian air. Sedangkan, untuk manajemen irigasi di daerah hulu dan tengah sangat buruk seluruh subak yang berada di daerah tersebut mendapat kriteria yang kurang dan sangat kurang. Metode distribusi air irigasi yang diterapkan sesuai dengan keadaan debit, ketika kondisi debit lebih dari 70%, debit rencana air irigasi dari saluran primer ke saluran sekunder diberikan secara terus-menerus. Jika keadaan debit 50-70%, debit rencana air irigasi salurkan ke lahan pertanian secara

bergantian. Untuk


meningkatkan efisiensi


pemanfaatan air irigasi, dapat di distribusikan dengan metode intermittent (putus-putus). Pembagian air irigasi berdasarkan keadaan air dapat dilakukan

dengan prinsip persentase ketersediaan air, proporsi tiap petak tersier, proporsi lama giliran, dan pembuatan jadwal giliran (Arsyad, 2017). Ketika ketersediaan air berlebih, kebutuhan air irigasi akan terpenuhi begitu pula sebaliknya, perlu dilakukan pengaturan luas lahan dikurangi, penyesuaian pola tanam untuk memaksimalkan ketersediaan air (Hendrayana, 2018).

Kondisi dimana subak yang berada di hulu dan tengah mendapatkan air berlebih, secara teoritis memiki manajemen irigasi yang tidak optimal. Namun, dalam beberapa kejadian dilapangan terdapat subak yang memanfaatkan sisa air pembuangan dari subak yang berada di hulunya (Handika et al., 2012). Subak-subak yang mendapatkan air berlebih, seperti subak yang berada di hulu dan tengah dengan nilai RPM 1,85 dan 1,45 kemudian sisa air irigasinya dapat disalurkan menuju ke pangkung-pangkung (saluran

drainase alami pada subak) subak. Selanjutnya air yang disalurkan ke pangkung akan menjadi sumber air utama selain penggunaan air hujan bagi subak-

subak natak tiyis (sadap tiris) yang berada di daerah hilir pada Subak Gede Kedewatan Wilayah Kabupaten Badung dan Kota Denpasar.

Tabel 5. Sebaran Rasio Prestasi Manajemen (RPM) Subak di Subak Gede Kedewatan Wilayah Gianyar

Daerah

Kategori

Nilai RPM

Jumlah

Hulu

Baik

-

0

Cukup

-

0

Kurang

-

0

Sangat Kurang (Kelebihan Air)

1,85

9

Total

9

Tengah

Baik

-

0

Cukup

-

0

Kurang (Kelebihan Air)

1,45

9

Sangat Kurang

-

0

Total

9

Hilir

Baik

1,05

5

Cukup

0,64

4

Kurang

-

0

Sangat Kurang

-

0

Total

9

Subak Gede Kedewatan berdasarkan yang disampaikan oleh Pengamat Pengairan DI Kedewatan sangat jarang mengalami kekurangan air khususnya untuk di wilayah Kabupaten Gianyar. Hal tersebut didukung dengan data yang disajikan oleh (Triadi et al., 2013) dalam jurnalnya dimana pada data tersebut jumlah debit air yang masuk ke saluran bendung kedewatan pada musim hujan sebesar 3.327 m3/dt sedangkan pada musim kemarau sebesar 3.730 m3/dt. Dengan tingkat ketersediaan air yang melimpah, sangat jarang subak-subak mengalami kekurangan air.

KESIMPULAN

Rasio Prestasi Manajemen (RPM) pada Subak Gede Kedewatan di wilayah Kabupaten Gianyar memiliki persentase sebaran RPM kriteria baik sebanyak 5 subak (18,52%), cukup 4 subak (14,81%), kurang 9 subak (33,33%), dan sangat kurang 9 subak (33,33%). Nilai RPM subak di daerah hulu seluruhnya berada pada kriteria sangat kurang dengan nilai RPM 1, 85. Dilanjutkan dengan subak di daerah tengah seliruhnya berada dikriteria kurang dengan nilai RPM 1,45. Berbeda dengan di hilir, subak yang berada di daerah ini memiliki kriteria yang cukup baik dengan sebaran nilai RPM 0,64 – 1,05. Subak yang mendapatkan air berlebih, seperti subak yang berada di hulu dan tengah dengan nilai RPM 1,85 dan 1,45 kemudian sisa air irigasinya dapat disalurkan menuju ke pangkung-pangkung subak. Selanjutnya air yang disalurkan ke pangkung akan menjadi sumber air utama selain penggunaan air hujan bagi subak-subak

natak tiyis (sadap tiris) yang berada di daerah hilir pada Subak Gede Kedewatan Wilayah Kabupaten Badung dan Kota Denpasar.

Daftar Pustaka

Arnanda, I., Tika, I., & Madrini, I. (2020). Analisis Rasio  Prestasi  Manajemen Irigasi pada

Distribusi Air di Subak Kabupaten Tabanan. Jurnal  BETA  (Biosistem  Dan  Teknik

Pertanian), 8(2), 290–300.

Arsyad, K. M. (2017). Modul Kebutuhan Air. Pusat Pendidikan dan Pelatihan Sumber Daya Air dan Konstruksi Pusat.

Darismanto & Mularia. (2005). Pedoman Konstruksi dan Bangunan Sipil: Penguatan Masyarakat Petani Pemakai Air Dalam Operasi dan Pemeliharaan Jaringan Irigasi. Pusat Pengkajian Sosial Budaya dan Ekonomi Wilayah.     Badan     Penelitian     dan

Pengembangan. Departemen Pekerjaan Umum.

Fuadi, A., Purwanto, J., & Tarigan, D. (2016). Kajian Kebutuhan Air dan Produktivitas Air Padi Sawah dengan Sistem Pemberian Air secara SRI dan Konvensional menggunakan Irigasi Pipa. Jurnal Irigasi, 11(1), 23–32.

Handika, I., Sumiyati, & Wijaya, I. (2015). Analisis Neraca Air Irigasi untuk Tanaman Padi pada Subak Jaka sebagai Subak Natak Tiyis. Jurnal BETA (Biosistem Dan Teknik Pertanian), 3(2).

Haryono. (2007). Subak dalam Perspektif Keteknikan. Jurnal Info Teknik, 8(2), 93–102.

Hendrayana, A., Sumiyati, & Madrini, I. (2018). Analisis Teknis Penggunaan Sumber Daya Air Tanah Untuk Irigasi Tanaman Padi di Kabupaten Jembrana. Jurnal BETA (Biosistem Dan Teknik Pertanian), 6(2), 98-105.

Heryani, N., Kartiwa, B., Hamdani, A., & Rahayu, B. (2020). Analisis Ketersediaan dan Kebutuhan Air Irigasi pada Lahan Sawah : Studi Kasus di Provinsi Sulawesi Selatan. Jurnal Tanah dan Iklim, 41(2), 135.

Krisnayanti, S., Hangge, E., Sir, M., Mbauth, N., & Damayanti, C. (2020). Perencanaan Embung Wae Lerong untuk pemenuhan kebutuhan air irigasi di Daerah Irigasi Wae Lerong Ruteng Provinsi NTT. Jurnal Irigasi, 15(1), 15–30.

Madrini, I. (2017). Sistem Irigasi Permukaan. Bahan Ajar Teknik Irigasi dan Drainase. Denpasar: Universitas Udayana.

Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 9 Tahun 2012 Tentang Subak.

Priyonugroho, A. (2014). Analisis Kebutuhan Air Irigasi (Studi Kasus pada Daerah Irigasi Sungai Air Keban Daerah Kabupaten Empat Lawang). Jurnal Teknik Sipil dan Lingkungan, 2(3), 457– 470.

Purwanto, & Ikhsan, J. (2006). Analisis Kebutuhan Air Irigasi pada Daerah Irigasi Bendung Mrican. Jurnal Ilmiah Semesta Teknika, 9(1), 83–93.

Ruzziyatno, R. (2021). Tingkatkan Kemampuan Operasi Dan Pemeliharaan Sistem Irigasi Melalui Pelatihan. Berita Kementerian PUPR, 4 Oktober                              2021

https://pu.go.id/berita/Tingkatkan-

Kemampuan-Operasi-Dan-Pemeliharaan-Sistem-Irigasi-Melalui-Pelatihan

Santika, I., Tika, I., & Budisanjaya, I. (2019). Analisis Rasio  Prestasi Manajemen Irigasi pada

Budidaya Tanaman Padi (Oryza sativa L.) di Subak Kabupaten Tabanan. Jurnal BETA (Biosistem Dan Teknik Pertanian), 8(2), 204. https://doi.org/10.24843/jbeta.2020.v08.i02.p0 3

Saragih, H. M. (2009). Efisiensi Penyaluran Air Irigasi Di Kawasan Sungai Ular Daerah Irigasi Bendang Kabupaten Serdang Bedagai. Skripsi. Medan: Universitas Sumatera Utara.

Sayonara, R., & Siswoyo, D. (2019). Optimasi debit dengan memaksimalkan luas lahan pertanian guna mendapatkan hasil produksi pertanian yang maksimal pada Jaringan Irigasi Weliman di Kabupaten Malaka. JUTEKS: Jurnal Teknik Sipil, 4(1), 18–27.

Sudjarwadi, C. D. (1990). Teori dan Praktek Irigasi. Yogyakarta: Pusat Antar Universitas Ilmu Teknik, Universitas Gadjah Mada.

Sugeng, P. (2015). Efisiensi Irigasi. Diktat Mata Kuliah Irigasi dan Drainase. Bogor: Institut Pertanian Bogor.

Sukertayasa, I., Tika, I., & Wijaya, I. (2017). Analisis Efisiensi Penggunaan Air Irigasi pada Subak Agung Yeh Sungi. Jurnal BETA (Biosistem Dan Teknik Pertanian), 5(1), 4550.

Tanga, M. (2005). Analisis Efesiensi Pemberian Air di Jaringan Irigasi Pada Saluran Sekunder DI Ciherang. Institut Teknologi Bandung.

Tika, I., Madrini, I., & Sumiyati. (2019). Distribusi Air Irigasi pada Subak dengan Tanaman Cabai sebagai Tanaman Sela. 2nd International Conference on Science Technology and Humanities (ICoSTH). Universitas Udayana, Bali, Indonesia, 14–15 Nopember 2019.

Tika, I., Madrini, I., Sumiyati, S., & Sulastri, N. (2020). Penghematan Air Irigasi Saat Olah Tanah dengan Tanaman Sela pada Subak. Jurnal Ilmiah Teknologi Pertanian Agrotechno, 5(2), 87-91.

Tika, I. W. (2012). Analisis Surplus Air Irigasi Sebagai Dampak Aplikasi Teknik Ngenyatin Pada Subak Sungi I. PERTETA: Peran Keteknikan Pertanian Dalam Pembangunan Industri Pertanian Berkelanjutan Berbasis Kearifan   Lokal.   Universitas Udayana

Denpasar, 13-14 Juli 2012, 260–266.

Triadi, I. N. S., Mudhina, M., & Handayani, K. W. (2013). Pengelolaan Sumber Daya Air Tukad Ayung Sebagai Upaya Ketersediaan Air. Jurnal Logic, 13(2), 114–120.

Walbat, F., Tika, I., & Madrini, I. (2022). Analisis Persentase Kekurangan Air Irigasi pada Subak di DAS Ho Saat Musim Kemarau. Jurnal BETA (Biosistem Dan Teknik Pertanian), 10(1), 34-44.

Widjiharti, E., Sri, S., Sumadiman, & Ernanda, H., (1997). Studi Optimasi Kapasitas Waduk Gogor dan Waduk Mojogede Daerah Irigasi Gogor Kabupaten Gresik. Tugas Mata Kuliah Rekayasa Sumber Air. Surabaya: Pasca Sarjana Teknik Sipil Institut Teknologi Sepuluh November.

Wiguna, P. P. K. (2019). Metode Perhitungan Kebutuhan Air  Irigasi.  Program Studi

Agroekoteknologi, Fakultas Pertanian, Universitas Udayana.

499