JURNAL BETA (BIOSISTEM DAN TEKNIK PERTANIAN Program Studi Teknik Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Udayana http://ojs.unud.ac.id/index.php/beta

Volume 11, Nomor 1, bulan April, 2023

Pengaruh Pemberian Konsentrasi Cuka Apel dan Ketebalan Kemasan Plastik Polypropylene Berperforasi terhadap Mutu Sawi Hijau (Brassica Juncea L.) selama Penyimpanan Suhu Dingin

Effect of Apple Cider Vinegar Concentration and Perforated Polyproylene Plastic Packaging Thickness on Caisim (Brassica juncea L.) Quality During Cold Storage

Rachmad Dwi Putra, I Wayan Widia*, Ida Ayu Rina Pratiwi Pudja

Program Studi Teknik Pertanian dan Biosistem , Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Udayana, Badung, Bali, Indonesia

*Email: wayanwidia@unud.ac.id

Abstrak

Sawi hijau merupakan salah satu tanaman hortikultura yang mudah mengalami penurunan kualitas mutu yang diakibatkan berlangsungnya proses respirasi dan transpirasi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian cuka apel dan ketebalan kemasan plastik PP berperforasi terhadap mutu sawi hijau selama penyimpanan suhu dingin untuk mendapatkan perlakuan terbaik. Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan dua faktor: konsentrasi cuka apel (3%, 6%, dan 9%) dan ketebalan kemasan plastik PP berperforasi (0,02 mm dan 0,04 mm). Lubang peforasi yang digunakan sebanyak 8 lubang berdiameter 5 mm serta ukuran plastik 20 x 45 cm. Pada penelitian ini sawi hijau disimpan selama 12 hari dengan suhu 6±2oC dan perlakuan diulang sebanyak 3 kali ulangan. Parameter yang diamati meliputi susut bobot, total padatan terlarut, color difference, tekstur, dan organoleptik. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian cuka apel, ketebalan kemasan plastik PP dan interaksi keduanya berpengaruh signifikan terhadap mutu sawi hijau selama penyimpanan suhu dingin pada hari ke-12, namun pada interaksi keduanya pada parameter total padatan terlarut tidak berpengaruh signifikan pada hari ke-12. Perlakuan terbaik didapat dari perlakuan konsentrasi cuka apel 6% dan ketebalan kemasan plastik PP 0,04 mm dengan nilai susut bobot 5,20%, tekstur 3,76 N, total padatan terlarut 7,33 %Brix, color difference 40,05 ΔE, dan uji organoleptik kesegaran mutu visual dengan skor 4,22.

Kata kunci: Sawi hijau, konsentrasi cuka apel, ketebalan kemasan, suhu dingi.

Abstract

Caisim is one of the horticultural plants that easily experience quality degradation due to the ongoing process of respiration and transpiration. Purpose of this study is to determine the effect of apple cider vinegar and the thickness of perforated PP plastic packaging on the quality of caisim during cold storage to get the best treatment. This study used a completely randomized design with two factors: the concentration of apple cider vinegar (3%, 6%, and 9%) and the thickness of the perforated PP plastic packaging (0.02 mm and 0.04 mm). The perforation holes used were 8 holes with a diameter of 5 mm and a plastic size of 20 x 45 cm. In this study, caisim were stored for 12 days at a temperature of 6±2oC and the treatment was repeated 3 times. Parameters observed included weight loss, total dissolved solids, color difference, texture, and organoleptic. The results showed that the use of apple cider vinegar, thickness of PP plastic packaging, and their interaction had a significant effect on the quality of caisim during cold storage on the 12th day, but the interaction of both on the total dissolved solids parameter had no significant effect on the 12th day. The best treatment was obtained from the concentration of 6% apple cider vinegar and 0.04 mm thickness of PP plastic packaging with a weight loss value of 5.20%, texture 3.76 N, total dissolved solids 7.33 %Brix, color difference 40.05 ΔE, and organoleptic test of visual quality freshness with a score of 4.22.

Keywords: Caisim, apple cider vinegar concentration, packaging thickness, cold temperature

PENDAHULUAN

Sawi hijau (Brassica juncea L.) atau dikenal juga dengan caisim merupakan salah satu tanaman hortikultura yang dibudidayakan oleh petani dan telah dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia. Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik, jumlah produksi sawi di Indonesia pada tahun 2020 mencapai 667.473 ton. Sawi hijau banyak diproduksi karena tingginya permintaan akan

komoditinya. Kandungan dalam 100 g sawi hijau berupa protein 2,30 g, lemak 0,30 g, karbohidrat 4,00 g, Ca 220,00 mg, P 38,00 mg, Fe 2,90 mg, vitamin A 1,94 mg, vitamin B 0,09 mg dan vitamin C 102 mg (Yulia & Murniati, 2010). Selain itu kadar air dalam sawi hijau berkisar antara 89,25%-91,71% (Winarsih et al., 2012). Meskipun memiliki banyak kandungan yang bermanfaat, tanaman hortikultura seperti sawi hijau bersifat perishable sehingga mudah mengalami kerusakan. Sayuran sawi hijau 191

dapat mengalami perubahan fisiologis yang diakibatkan oleh berlangsungnya proses respirasi dan transpirasi setelah dipanen (Awanis & Lesmayati, 2021).

Berbagai upaya telah banyak dilakukan untuk mempertahankan mutu sawi hijau. Salah satu yang dianjurkan yaitu dengan cara penyimpanan suhu dingin setelah proses pembersihan sawi hijau. Cara ini dapat mempertahankan mutu sayuran karena pada penyimpanan suhu dingin dapat menghambat penurunan mutu dari produk sayuran dengan cara menghambat laju respirasi (Tampubolon et al., 2021). Namun, cara penanganan semacam ini belum dapat dikatakan memadai dan masih diperlukan adanya tambahan perlakuan yaitu membersihkan sayuran menggunakan air yang ditambahkan dengan cuka apel. Menurut Isda et al. (2020) cuka apel dapat digunakan untuk membersihkan sayuran, karena dalam cuka apel terdapat kandungan asam asetat yang bersifat anti mikroogranisme sehingga dapat digunakan sebagai bahan pengawet. Selain itu, upaya lainnya yang juga dapat dilakukan yaitu melalui pengemasan. Pengemasan dilakukan untuk melindungi komoditi dari kerusakan fisik, mekanis dan mikroorganisme (Kapoh et al., 2016).

Proses perubahan fisiologis pada komoditi sayuran sawi hijau setelah dipanen dan teknik penanganan pascapanen berpengaruh terhadap mutu kesegaran sayuran. Penelitian Anggraini & Permatasari (2017) menggunakan beberapa jenis kemasan plastik berperforasi pada sawi hijau yang bertujuan untuk permeasi oksigen. Perlakuan pengemasan yang baik diharapkan dapat meminimalisir hubungan langsung antara produk dengan uap air, CO2, dan O2 yang dapat mengakibatkan kelayuan, perubahan warna pigmen daun, susut bobot, dan hilangnya kekerasan. Penggunaan kemasan plastik polyproplene juga diteliti oleh Karlina et al. (2016), dimana variasi ketebalan kemasan plastik polypropylene berpengaruh terhadap susut bobot, tekstur, total padatan terlarut, dan organoleptik produk yang dikemas. Namun, belum ada yang menggunakan kombinasi antara ketebalan kemasan plastik polypropylene berperforasi dan perendaman dengan cuka apel. Berdasarkan hal tersebut perlu dilakukan penelitian yaitu pengaruh pemberian konsentrasi cuka apel dan ketebalan kemasan plastik polypropylene berperforasi terhadap mutu sawi hijau selama penyimpanan suhu dingin.

METODE

Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Teknik Pascapanen, Program Studi Teknik Pertanian dan

Biosistem, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Udayana pada bulan Januari - Februari 2022.

Alat dan Bahan

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah gelas ukur, baskom, saringan, gunting, pisau, paku, pipet tetes, tabung ukur, corong, sealer, digital refractometer (merk ATAGO), alat pengukur warna Colormeter (Model No:PCE-CSM 1), timbangan digital (merk AdventureTM Pro Av 810 Ohaus New York, USA), refrigerated show case/kulkas (merk GEA 2D Expo-1050AH/CN), dan Texture Analyzer (merk TA XT Plus). Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah sayur sawi hijau dengan berat 150 g yang diperoleh dari petani Desa Petang, Kecamatan Petang, Kabupaten Badung, Bali. cuka apel (Vinega), plastik PP ukuran 20 cm x 45 cm (ketebalan 0,02 dan 0,04 mm), aquades, tisu, dan sarung tangan.

Rancangan Percobaan

Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan dua faktor. Faktor pertama adalah perlakuan pemberian cuka apel (C) dengan berbagai konsentrasi dan faktor yang kedua adalah perlakuan ketebalan plastik PP (P). Perlakuan yang pertama dengan konsentrasi cuka apel (C) terdiri atas 4 taraf perlakuan yaitu: C0 = tanpa perlakuan cuka apel (0%), C1 = konsentrasi penambahan cuka apel 3% (1.940/2000 ml aquades dan 60/2000 ml cuka apel), C2 = konsentrasi penambahan cuka apel 6% (1880/2000 ml aquades dan 120/2000 ml cuka apel), C3 = konsentrasi penambahan cuka apel 9% (1820/2000 ml aquades dan 180/2000 ml cuka apel). Perlakuan yang kedua dengan ketebalan plastik PP (P) terdiri atas 3 taraf perlakuan yaitu: P0 = tanpa dikemas, P1 = pengemasan dengan plastik PP ketebalan 0,02 mm, dan P2 = pengemasan dengan plastik PP ketebalan 0,04 mm. Setiap unit perlakuan kombinasi terdiri dari 4 taraf konsentrasi cuka apel dan 3 taraf ketebalan plastik PP sehingga menghasilkan 12 perlakuan, setiap perlakuan diulang sebanyak 3 kali, sehingga menghasilkan 36 perlakuan yang disimpan selama 12 hari yang dengan suhu penyimpanan 6±2o C. Data dari hasil penelitian dianalisis menggunakan analisis sidik raga atau Analysis of Variance (ANOVA) dan jika berpengaruh signifikan dilanjutkan dengan pengujian Duncan Multiple Range Test (DMRT).

Pelaksanaan Penelitian

Persiapan Bahan dan Alat

Persiapan bahan berupa sawi hijau yang diperoleh dari petani Desa Petang, Kecamatan Petang, Kabupaten Badung, Bali dan alat yang akan

digunakan selama penelitian berlangsung di Laboraturium Teknik Pascapanen.

Sortasi dan Seleksi Sayur Sawi Hijau

Sawi hijau disortasi untuk memisahkan sayur yang layu ataupun terdapat kerusakan selama perjalanan menuju tempat penelitian. Sawi hijau disortasi berdasarkan warna, kesegaran, kelayuan, dan kerusakan fisik.

Perendaman Sawi Hijau dengan Cuka Apel

Larutan cuka apel sebanyak 2000 ml dibuat masing-masing dalam konsentrasi 3%, 6%, dan 9% yang dilarutkan dalam aquades (Popi et al., 2021). Perlakuan kontrol dibuat tanpa merendam sawi hijau pada larutan cuka apel. Setelah larutan cuka apel siap, sawi hijau yang telah disortir direndam kedalam larutan cuka apel selama 20 menit (Popi et al., 2021). Setelah sawi hijau direndam dalam larutan cuka apel kemudian ditiriskan hingga permukaan sawi hijau bebas dari air.

Pengemasan Sawi Hijau dengan Plastik PP Berperforasi

Plastik polyprophylene (PP) ukuran 20 cm x 45 cm dengan ketebalan 0,02 dan 0,04 mm diberikan lubang perforasi sebesar 0,9% didapatkan lubang sebanyak 8 dengan diameter 5 mm (Kertadana et al., 2020; Maharani et al., 2021).

Gambar 1. Plastik PP berlubang perforasi

Keterangan gambar:

Lubang perforasi

:  0,9 % dari luas permukaan

plastik sehingga didapatkan 8 lubang perforasi.

Panjang   dan

lebar plastik

:  20 x 45 cm

Panjang dan lebar setelah disealer

:  20 x 44 cm

Volume Plastik

:  5000 ml

Diameter

:  5 mm, peberian lubang

lubang

dikedua sisi plastik.

Jarak lubang dengan sisi

:  5 cm

Perlakuan kontrol dilakukan tanpa menggunakan kemasan plastik polyprophylene (PP). Kemasan yang sudah siap diberi label sesuai perlakuan yang telah ditentukan kemudian sawi hijau yang sudah direndam dengan larutan cuka apel dengan konsentrasi 3%, 6%, dan 9% dimasukan kedalam plastik PP dengan 8 lubang perforasi dengan ketebalan berbeda dengan berat sekisar 150 g perkemasan. Sawi hijau yang sudah dikemas selanjutnya diseal menggunakan sealer.

Penyimpanan

Penyimpanan sawi hijau yang sudah dikemas disimpan pada refrigerated show case dengan suhu dingin 6±2o C (Popi et al., 2021). Pengujian tersebut dilakuakn sebanyak tiga kali pengulangan. Sawi hijau yang telah disimpan disuhu dingin diamati dengan variabel susut bobot, laju respirasi, kekerasan, warna, dan organoleptik. Pengamatan dilakukan setiap dua hari sekali selama dua belas hari.

Parameter yang Diamati

Susut Bobot

Pengukuran susut bobot dilakukan dengan cara penimbangan mengggunakan timbangan digital. Pengukuran perubahan berat dihitung dari data yang diperoleh penimbangan berat sebelum dan sesudah perlakuan. Pengukuran dilakukan setiap 2 hari sekali selama 12 hari. Hasil dari susut bobot dinyatakan dalam persen yang dihitung dengan rumus (Alhassan & Abdul- Rahaman, 2014):

„       1 1               b e ratawa L-b er a t a khir ,r ,.         -ιι

Susut bobot (%) = ----------------X 100% [1]

berat awal

Total Padatan Terlarut (TPT)

Pengujian total padatan terlarut dilakukan dengan menggunakan alat digital refractometer ATAGO. Sebelum alat digunakan, dikalibrasi terlebih dahulu dengan cara meneteskan aquades pada permukaan prisma refractometer setelah itu ditekan tombol star hingga muncul angka nol (0) lalu bersihkan dengan tissue. Sawi hijau yang telah dihaluskan selanjutnya disaring dengan kertas saring untuk diambil airnya saja yang akan diteteskan diatas prisma refractometer. Setelah diteteskan ditekan tombol star, alat akan bekerja secara otomatis sehingga muncul angka yang dinyatakan dalam % Brix.

Color Difference

Identifikasi warna dengan color difference diukur dengan menggunakan colormeter (Model No: PCE-CSM 1). Nilai yang ditampilkan pada alat tersebut merupakan nilai yang digunakan dalam analisis data color difference yang dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut (Rhim et al., 1999):

∆α*2 + ∆b*2                 [2]

: Perbedaan warna Total

: Perbedaan warna dari nilai L*, a*, dan b*


∆E* = √∆F2+ ΔE*

ΔL*, Δα*, dan Δb*

Uji Tekstur

Pengukuran kekerasan pada sawi hijau dilakukan dengan menggunakan alat texture analyzer (TA. XTplus, England). Sebelum digunakan, siapkan bahan yang akan diuji diatas alat. Setelah itu klik TA setting dan atur kedalaman penekan pada sampel. Kemudian klik TA pada menu bar dan klik quick run set dan catat nilai yang muncul dengan satuan N. Nilai yang muncul menunjukkan tingkat kekerasan.

Uji Organoleptik

Uji organoleptik yang dilakukan berupa pengujian terhadap sawi hijau oleh 15 orang panelis dengan uji

skor terhadap kesegaran mutu visual dengan skor 15 sesuai kriteria masing-masing (Nurhayati et al., 2018). Nilai yang diperoleh pada setiap sampel akan dijumlahkan kemudian dibagi rata-rata untuk menentukan hasil akhir dari uji organoleptik yang dilakukan.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Susut Bobot

Berdasarkan hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan penambahan konsentrasi cuka apel, perlakuan ketebalan kemasan plastik PP dan interaksi kedua perlakuan berpengaruh signifikan (P < 0,05) terhadap susut bobot sawi hijau selama penyimpanan suhu dingin.

Tabel 1 Hasil uji DMRT pada nilai rata-rata susut bobot (%) sawi hijau

Perlakuan

Hari ke-0

Susut Bobot (%)

Hari ke-12

Hari ke-2

Hari ke-4

Hari ke-6

Hari ke-8

Hari ke-10

C0P0

0 a

24,40 a

35,97 a

45,37 a

52,53 a

60,63 a

65,90 a

C0P1

0 a

16,03 b

18,77 d

21,87 d

24,23 d

27,83 d

30,10 d

C0P2

0 a

12,23 bcd

17,33 d

20,03 d

23,33 d

25,10 d

27,37 d

C1P0

0 a

15,13 bc

30,13 b

42,20 b

50,70 a

58,50 a

64,03 a

C1P1

0 a

8,30 de

12,37 e

14,37 e

16,67 e

19,03 e

20,93 e

C1P2

0 a

5,07 ef

7,93 f

10,37 ef

13,97 e

16,50 e

18,53 e

C2P0

0 a

14,97 bc

25,00 c

30,30 c

35,60 c

40,03 c

43,63 c

C2P1

0 a

0,87 f

1,93 gh

3,50 gh

4,50 gh

5,93 gh

7,90 gh

C2P2

0 a

0,43 f

1,30 h

2,60 h

3,53 h

4,63 h

5,20 h

C3P0

0 a

10,73 cd

24,97 c

33,93 c

41,33 b

49,27 b

53,70 b

C3P1

0 a

4,33 ef

5,73 fg

7,77 fg

9,27 f

11,63 f

14,00 f

C3P2

0 a

3,97 ef

5,23 fgh

6,77 fgh

8,10 fg

9,27 fg

11,13 fg

Keterangan: Huruf yang sama dibelakang angka pada kolom yang sama menunjukkan nilai yang tidak berbeda nyata (P > 0,05).

Berdasarkan hasil uji beda rata-rata susut bobot dari berbagai perlakuan penelitian menggunakan uji DMRT (Tabel 1) dapat dilihat nilai dari susut bobot sawi hijau selama penyimpanan suhu dingin dengan nilai rata-rata persentase terbesar terjadi pada sawi hijau perlakuan C0P0 yaitu sebesar 65,90 %. Perlakuan yang menghasilkan persentase susut bobot sawi hijau terendah yaitu pada perlakuan C2P2 sebesar 5,20 % lebih rendah dari perlakuan lainnya, karena perubahan susut bobot yang terjadi lebih kecil dan belum adanya terjadi kerusakan pada sawi hijau dari hari ke-0 sampai hari ke-12.

Penurunan susut bobot sawi hijau selama penyimpanan dikarenakan masih berlangsung proses transpirasi dan respirasi. Proses transpirasi merupakan proses hilangnya air dari jaringan komoditas ke lingkungan yang mengakibatkan penurunan susut bobot dari komoditas itu sendiri (Ambuko et al., 2017). Begitu juga dengan proses

respirasi, berlangsungnya proses metabolisme tersebut membuat suatu produk kehilangan berat pada produk selama proses tersebut terjadi. Penyimpanan pada suhu dingin dapat mengurangi laju respirasi yang terjadi pada bahan pangan (Gardjito & Swasti, 2018). Pada penyimpanan suhu dingin dilakukan pemberian cuka apel dan pengemasan plastik PP. Pemberian cuka apel pada sawi hijau berfungsi sebagai bahan pengawet dikarenakan memiliki kandungan asam asetat yang bersifat anti mikroorganisme, sehingga dapat menekan pertumbuhan mikroorganisme yang mengakibatkan penurunan mutu kualitas (Isda et al., 2020). Pengemasan menggunakan plastik PP berperforasi bertujuan untuk mencegah hasil trasnpirasi berupa uap air yang mengendap dalam kemasan, karbondioksida hasil respirasi, serta sirkulasi oksigen di dalam kemasan dan di luar kemasan. Adapun hal ini dapat menghambat penurunan mutu kualitas, sehingga pengemasan

menggunakan plastik PP berperforasi dengan ketebalan yang tepat dapat menghambat penurunan mutu dan memperpanjang masa simpan (Hadi et al., 2020; Maharani et al., 2021).

Tekstur

Berdasarkan hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan penambahan konsentrasi cuka apel, perlakuan ketebalan kemasan plastik PP dan interaksi kedua perlakuan berpengaruh signifikan (P < 0,05) terhadap tekstur sawi hijau selama penyimpanan suhu dingin

Tabel 2 Hasil uji DMRT pada nilai rata-rata tekstur (N) sawi hijau

Perlakuan

Hari ke-0

Hari ke-2

Hari ke-4

Tekstur (N)

Hari ke-6

ari ke-8

Hari ke-10

Hari ke-12

C0P0

4,85 a

3,59 f

3,01 e

2,50 h

1,99 i

1,55 g

1,17 h

C0P1

4,85 a

4,05 d

3,59 d

3,23 f

2,82 g

2,65 e

2,45 e

C0P2

4,85 a

4,10 d

3,74 d

3,43 e

3,21 f

3,02 d

2,79 d

C1P0

4,85 a

3,84 e

2,97 e

2,67 g

2,11 i

1,79 g

1,39 g

C1P1

4,85 a

4,55 b

4,18 b

3,69 d

3,52 de

3,19 cd

3,02 c

C1P2

4,85 a

4,58 ab

4,41 a

3,93 c

3,58 cd

3,43 bc

3,22 b

C2P0

4,85 a

3,82 e

3,01 e

2,79 g

2,28 h

2,27 f

1,60 f

C2P1

4,85 a

4,64 ab

4,47 a

4,07 b

3,71 bc

3,57 b

3,26 b

C2P2

4,85 a

4,66 ab

4,40 a

4,26 a

4,05 a

3,94 a

3,76 a

C3P0

4,85 a

3,74 e

2,93 e

2,53 h

2,01 i

1,64 g

1,21 h

C3P1

4,85 a

4,31 c

3,90 c

3,66 d

3,39 e

3,22 cd

3,05 c

C3P2

4,85 a

4,71 a

4,37 a

4,15 ab

3,82 b

3,64 b

3,36 b

Keterangan: Huruf yang sama dibelakang angka pada kolom yang sama menunjukkan nilai yang tidak berbeda nyata (P > 0,05).

Perlakuan C2P2 selama 12 hari penyimpanan menunjukkan penurunan nilai tekstur sawi hijau secara perlahan (Tabel 2). Hal ini menunjukkan bahwa cuka apel dengan konsentrasi 6% dan ketebalan 0,4 mm kemasan plastik PP dapat menekan laju respirasi dan transpirasi sawi hijau. Hal ini sejalan dengan Popi et al. (2021) dan Hadi et al. (2020), dimana perlakuan perendaman pada sayuran dengan konsentrasi larutan yang tepat dapat mempertahan tekstur dari produk yang direndam. Selain itu dengan ketebalan kemasan plastik yang sesuai juga dapat mempertahankan mutu produk sehingga menambah umur masa simpan dan mempertahankan tekstur dari produk yang dikemas.

Penekanan laju respirasi dan transpirasi menyebabkan kandungan air dapat dipertahankan sehingga tektur sawi hijau lebih keras, dimana hal ini juga sejalan dengan hasil susut bobot C2P2 (mengalami persentase susut bobot sawi hijau yang naik secara perlahan) (Tabel 2). Menurut Pantastico et al. (1986) tertekannya laju respirasi menunjukkan kurangnya proses perombakan karobohidrat menjadi senyawa yang larut dalam air sehingga kekerasan sayuran dapat dipertahankan. Menurut Arini (2017) sawi hijau yang didiamkan selama 24 jam pada suhu ruang sudah terkontaminasi oleh bakteri dan jamur. Adapun pada penelitian ini digunakan cuka apel yang bertujuan untuk pengawetan sawi hijau. Cuka apel merupakan larutan dengan pH asam yang dibuat secara organik (Akanksha & Sunita, 2017). Kandungan senyawa cuka apel menurut Syafina et

al. 2020) terdiri dari asam asetat, flavonoid, polifenol, pektin, alkanoid, quercetin. Kandungan ini bersifat antioksidan, antimikorba, antibakteri dan antijamur. Hal ini dapat menekan pertumbuhan mikrooganisme yang dapat merusak kondisi fisik sawi hijau.

Penelitian ini menggunakan suhu dingin (6±2o C) untuk penyimpanan sawi hijau. Penyimpanan pada suhu dingin menurut Muchtadi (1992) dan Pranata et al. (2022) dapat menambah masa simpan produk yang disimpan. Hal tersebut karena suhu dingin mampu memperlambat proses respirasi yang mengakibatkan penuaan, sehingga tekstur dari produk tersebut dapat dipertahankan. Menurut Singh & Sagar (2010) proses kehilangan air dan pematangan yang terus terjadi selama penyimpanan mengakibatkan kandungan air dari sawi hijau berkurang yang diikuti dengan melunaknya tekstur dari sawi hijau tersebut. Adapun pengemasan dengan plastik PP berperforasi bertujuan untuk mengatur sirkulasi karbondioksida, oksigen, dan air sehingga menghambat penurunan mutu kualitas seperti susut bobot dan tekstur dari produk (Fransisica et al., 2017).

Sawi hijau dengan perlakuan C0P0 memiliki tingkat kekerasan paling kecil selama 12 hari penyimpanan dengan nilai akhir sebesar 1,17 N (Tabel 3). Hal ini terjadi karena pada perlakuan kontrol tidak diberikan perlakuan pemberian cuka apel yang berfungsi sebagai bahan pengawet (Isda et al., 2020)

dan tidak diberikan pengemasan dengan plastik PP berperforasi yang mengakibatkan tidak ada perlindungan terhadap produk dengan lingkungan sehingga laju respirasi, transpirasi, dan kontaminasi dengan mikroorganisme terjadi yang mengakibatkan produk lebih cepat rusak sehingga tekstur menjadi lunak.

Total Padatan Terlarut

Berdasarkan hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan penambahan cuka apel tidak berpengaruh signifikan (P > 0,05) terhadap total padatan terlarut sawi hijau selama penyimpanan

suhu dingin pada hari ke-2, 4, 6, 8, dan 10, namun pada hari ke-12 berpengaruh signifikan (P < 0,05). Perlakuan ketebalan kemasan plastik PP berpengaruh signifikan (P < 0,05) terhadap total padatan terlarut sawi hijau selama penyimpanan suhu dingin. Interaksi kedua perlakuan berpengaruh signifikan (P < 0,05) terhadap total padatan terlarut sawi hijau selama penyipanan suhu dingin, namun pada hari ke-10 dan hari ke-12 tidak berpengaruh signifikan (P > 0,05). Berdasarkan tabel 3 menunjukkan bahwa nilai total padatan terlarut pada sawi hijau perlakuan C2P2 cenderung naik perlahan dari hari ke-0 sampai hari ke-12.

Tabel 3 Hasil uji DMRT pada nilai rata-rata total padatan terlarut (%Brix) sawi hijau

Perlakuan

Total Padatan Terlarut (%Brix)

Hari ke-0

Hari ke-2

Hari ke-4

Hari ke-6

Hari ke-8

Hari ke-10

Hari ke-12

C0P0

5,80 a

7,67 a

8,33 a

10,50 a

11,03 a

12,40 a

20,00 a

C0P1

5,80 a

6,37 b

7,10 b

7,90 b

8,73 b

9,13 b

9,50 d

C0P2

5,80 a

6,10 bc

6,27 bc

6,67 bc

7,50 bc

8,07 bc

9,27 d

C1P0

5,80 a

8,23 a

9,30 a

11,23 a

11,90 a

12,67 a

15,90 b

C1P1

5,80 a

5,63 bcd

6,37 bc

6,77 bc

7,13 c

7,87 bc

8,33 d

C1P2

5,80 a

5,50 bcd

5,97 c

6,40 c

7,07 c

7,67 bc

8,03 d

C2P0

5,80 a

7,77 a

9,10 a

10,10 a

10,50 a

11,40 a

11,90 c

C2P1

5,80 a

5,43 bcd

6,17 bc

6,67 bc

7,07 c

7,43 c

7,77 d

C2P2

5,80 a

5,30 cd

5,83 c

6,10 c

6,30 c

6,90 c

7,33 d

C3P0

5,80 a

8,20 a

9,27 a

10,77 a

11,63 a

12,30 a

15,97 b

C3P1

5,80 a

5,20 cd

6,13 bc

6,53 bc

7,40 bc

8,23 bc

9,33 d

C3P2

5,80 a

4,93 d

5,97 c

6,17 c

6,50 c

7,90 bc

8,77 d

Keterangan: Huruf yang sama dibelakang angka pada kolom yang sama menunjukkan nilai yang tidak berbeda nyata (P > 0,05).

Kusumiyati et al. (2019) menyebutkan bahwa nilai total padatan terlarut menunjukan total gula yang terkandung secara kasar dan menentukan kualitas pada suatu produk. Total gula pada produk dipengaruhi oleh kandungan air, semakin tinggi kandungan air dalam produk menyebabkan penurunan total gulanya (Pantastico, 1993). Pernyataan ini sejalan dengan susut bobot yang dihasilkan pada perlakuan C2P2 yang memiliki susut bobot terkecil, dimana susut bobot mengindikasikan berkurangnya air dalam sawi hijau. Kondisi ini menunjukkan bahwa susut bobot berbanding lurus dengan nilai total padatan terlarut, dimana persentase susut bobot terkecil memiliki nilai total padatan terlarut yang juga kecil.

Berdasarkan hasil penelitian ini mengindikasi bahwa perlakuan C2P2 memberikan hasil total padatan terlarut terbaik daripada perlakuan yang lain. Hal ini sejalan dengan Anggraini & Permatasari (2017) bahwa kemasan plastik yang tebal lebih memungkinkan proses transpirasi dan respirasi terjadi lebih kecil jika dibandingkan dengan plastik yang lebih tipis sehingga kandungan air tetap terjaga dalam sawi hijau. Selain itu, pemberian lubang

perforasi pada kemasan dapat menghindari kelembaban pada kemasan, dimana kelembaban yang tinggi dapat menimbulkan banyak bakteri yang berkembang. Menurut Arini (2017) sawi hijau yang didiamkan selama 24 jam pada suhu ruang sudah terkontaminasi oleh bakteri dan jamur. Pemberian cuka apel dengan konsentrasi 6% dalam penelitian ini menunjukkan hasil yang optimal untuk mempertahankan mutu kualitas sawi hijau pada penyimpanan suhu dingin. Menurut Atro et al. (2015) cuka apel mengandung asam asetat sehingga dapat meminimalisir pertumbuhan bakteri.

Color Difference

Berdasarkan hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan penambahan cuka apel tidak berpengaruh signifikan (P > 0,05) terhadap total perbedaan warna sawi hijau selama penyimpanan suhu dingin pada hari ke-2, namun pada hari ke-4, 6, 8,10, dan 12 berpengaruh signifikan (P < 0,05). Perlakuan ketebalan kemasan plastik PP tidak berpengaruh signifikan (P > 0,05) terhadap total perbedaan warna sawi hijau selama penyimpanan suhu dingin pada hari ke-2 dan hari ke-6, namun pada hari ke-4, 8,10, dan 12 berpengaruh signifikan

(P < 0,05). Interaksi kedua perlakuan tidak berpengaruh signifikan (P > 0,05) terhadap total perbedaan warna sawi hijau selama penyipanan suhu

dingin pada hari ke-2, namun pada hari ke-4, 6, 8 10, dan 12 berpengaruh signifikan (P < 0,05)

Tabel 4 Hasil uji DMRT pada nilai rata-rata total perbedaan warna (ΔE) sawi hijau

Perlakuan

Total Perbedaan Warna (ΔE)

Hari ke-0

Hari ke-2

Hari ke-4

Hari ke-6

Hari ke-8

Hari ke-10

Hari ke-12

C0P0

36,83 a

37,80 a

40,60 ab

41,69 abc

43,00 ab

44,36 abc

49,29 a

C0P1

36,83 a

38,04 a

40,03 bc

43,18 a

44,04 a

45,40 ab

44,60 c

C0P2

36,83 a

38,80 a

41,80 a

42,72 ab

43,22 ab

44,73 abc

44,27 cd

C1P0

36,83 a

38,10 a

39,90 bc

41,65 abc

43,77 a

45,70 a

48,50 ab

C1P1

36,83 a

38,36 a

39,79 bc

41,51 abc

42,95 abc

44,01 bcd

43,11 de

C1P2

36,83 a

38,55 a

40,46 ab

40,83 c

41,42 c

43,53 cd

42,81 e

C2P0

36,83 a

38,06 a

40,12 bc

42,02 abc

43,43 ab

43,59 cd

47,91 b

C2P1

36,83 a

37,71 a

38,86 cd

40,84 c

42,08 bc

42,62 d

41,55 f

C2P2

36,83 a

37,13 a

37,76 d

38,71 d

39,66 d

41,04 e

40,05 g

C3P0

36,83 a

37,82 a

39,54 bc

40,57 c

42,53 abc

44,33 abc

48,58 ab

C3P1

36,83 a

37,28 a

38,59 cd

41,20 bc

42,70 abc

43,97 cd

43,90 cde

C3P2

36,83 a

38,12 a

40,64 ab

42,54 ab

42,76 abc

43,45 cd

42,89 e

Keterangan: Huruf yang sama dibelakang angka pada kolom yang sama menunjukkan nilai yang tidak berbeda nyata (P > 0,05).

Total perbedaan warna sawi hijau pada perlakuan C2P2 selama 12 hari mengalami kenaikan secara perlahan. Hal ini menunjukkan bahwa perlakuan C2P2 memberikan hasil total perbedaan warna terbaik daripada perlakuan yang lain. Hal ini juga menunjukkan bahwa penggunaan pengemasan dengan plastik berperforasi pada ketebalan 0,04 mm mampu menurunkan laju respirasi dan transpirasi pada sawi hijau. Menurut Anggraini & Permatasari (2017) proses transpirasi pada sayuran mengakibatkan kandungan air dalam sayuran menjadi berkurang sehingga sayuran menjadi lunak pada batang dan mengalami perubahan warna pada daun. Perubahan warna yang dialami pada sawi hijau berupa warna daun yang hijau berubah menjadi menguning. Anggraini & Permatasari (2017) menyatakan bahwa kemasan plastik yang tebal lebih memungkinkan oksigen yang terdapat dalam plastik lebih sedikit sehingga proses transpirasi dan respirasi terjadi lebih kecil jika dibandingkan dengan plastik yang lebih tipis. Menurut Wills et al. (1998) perubahan warna pada sayuran disebabkan oleh degradasi klorofil, dimana oksigen mampu merubah klorofil menjadi klorin atau purpurin.

Penyimpanan suhu dingin dapat mempertahankan warna dari sayuran karena menghambat aktifitas enzim klorofilase yang merusak klorofil (Rohmat et al., 2014). Menurut Singh & Sagar (2010) dengan

adanya lubang perforasi dapat mengurangi konsentrasi oksigen dan meningkatkan konsentrasi dari karbondioksida sehingga laju respirasi dan transpirasi dapat dihambat. Kondisi ini dapat mempertahankan kesegaran mutu dan menghambat kerusakan dari sayuran sehingga perubahan warna semakin tidak terlihat (Kertadana et al., 2020).

Uji Organoleptik Kesegaran Mutu Visual

Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan penambahan konsentrasi cuka apel, ketebalan kemasan plastik PP berforasi dan interaksi kedua perlakuan berpengaruh signifikan (P < 0,05) terhadap kesegaran mutu visual sawi hijau selama penyimpanan suhu dingin. Tabel 5 menunjukkan bahwa perlakuan C0P0, C1P0, C2P0, dan C3P0 pada hari ke-8 sampai hari ke-12 rata-rata memperoleh skor paling rendah (1,00). Hal ini disebabkan kondisi sawi hijau yang sudah tidak segar dengan batang dan daun semakin layu ditambah bercak kuning semakin banyak pada daun. Perlakuan dengan skor paling tinggi dari ke-0 sampai hari ke12 yaitu pada perlakuan C2P2 dengan skor akhir 4,22 lebih besar daripada perlakuan yang lain. Hal ini karena kondisi sawi hijau pada perlakuan C2P2 berupa batang dan daun masih segar namun ada sedikit bercak kuning di beberapa ujung daun.

Tabel 5 Hasil uji DMRT pada nilai rata-rata total perbedaan warna (ΔE) sawi hijau

Perlakuan

Total Perbedaan Warna (ΔE)

Hari ke-0

Hari ke-2

Hari ke-4

Hari ke-6

Hari ke-8

Hari ke-10

Hari ke-12

C0P0

36,83 a

37,80 a

40,60 ab

41,69 abc

43,00 ab

44,36 abc

49,29 a

C0P1

36,83 a

38,04 a

40,03 bc

43,18 a

44,04 a

45,40 ab

44,60 c

C0P2

36,83 a

38,80 a

41,80 a

42,72 ab

43,22 ab

44,73 abc

44,27 cd

C1P0

36,83 a

38,10 a

39,90 bc

41,65 abc

43,77 a

45,70 a

48,50 ab

C1P1

36,83 a

38,36 a

39,79 bc

41,51 abc

42,95 abc

44,01 bcd

43,11 de

C1P2

36,83 a

38,55 a

40,46 ab

40,83 c

41,42 c

43,53 cd

42,81 e

C2P0

36,83 a

38,06 a

40,12 bc

42,02 abc

43,43 ab

43,59 cd

47,91 b

C2P1

36,83 a

37,71 a

38,86 cd

40,84 c

42,08 bc

42,62 d

41,55 f

C2P2

36,83 a

37,13 a

37,76 d

38,71 d

39,66 d

41,04 e

40,05 g

C3P0

36,83 a

37,82 a

39,54 bc

40,57 c

42,53 abc

44,33 abc

48,58 ab

C3P1

36,83 a

37,28 a

38,59 cd

41,20 bc

42,70 abc

43,97 cd

43,90 cde

C3P2

36,83 a

38,12 a

40,64 ab

42,54 ab

42,76 abc

43,45 cd

42,89 e

Keterangan: Huruf yang sama dibelakang angka pada kolom yang sama menunjukkan nilai yang tidak berbeda nyata (P > 0,05).


Pemberian konsentrasi cuka apel dan ketebalan kemasan plastik PP berperforasi dapat mempertahankan tingkat mutu kesegaran sawi hijau selama penyimpanan suhu dingin. Menurut Waryat & Handayani (2020) suhu sangat berpengaruh terhadap laju respirasi dari tanaman hortikultura, karena suhu berpengaruh terhadap peningkatan produksi etilen, penurunan O2 dan peningkatan CO2 yang berdampak tidak baik pada produk hortikultura. Pada suhu dingin laju respirasi lebih rendah dibandingkan suhu yang lebih tinggi sehingga kesegaran produk hortikultura dapat dipertahankan (Imamah et al., 2016).

Pengemasan dengan plastik PP berperforasi bertujuan untuk dapat menghindari kemasan dari kelembaban, diketahui dengan kelembaban yang tinggi dapat menimbulkan banyak bakteri yang berkembang dalam kemasan (Anggraini & Permatasari, 2017). Hilangnya air dari jaringan ke lingkungan memberikan dampak yang signifikan berupa penurunan mutu dari produk. Penurunan mutu yang terjadi seperti susut bobot, tekstur, perubahan warna (Ambuko et al., 2017). Pemberian cuka apel dengan cara direndam pada sawi hijau berfungsi sebagai anti mikroorganisme karena pada cuka terdapat kandungan asam asetat yang juga dapat digunakan sebagai bahan pengawet (Atro et al., 2015).

KESIMPULAN

Perlakuan pemberian cuka apel, ketebalan kemasan plastik PP berperforasi dan interaksi keduanya pada suhu dingin berpengaruh signifikan terhadap mutu kesegaran sawi hijau (Brassica juncea L.) selama penyimpanan suhu dingin pada hari ke 12, namun perlakuan interaksi keduanya pada parameter total

padatan terlarut tidak berpengaruh signifikan pada hari ke 12. Pengaruh pemberian konsentrasi cuka apel 6% dan ketebalan 0,04 mm kemasan plastik PP pada sawi hijau (Brassica juncea L.)   (C2P2)

memiliki persentase susut bobot 5,20%, tekstur 3,76 N, total padatan terlarut 7,33 %Brix, color difference 40,05 ΔE, dan uji organoleptik terhadap kesegaran mutu visual skor 4,22 sehingga mampu mempertahankan mutu penyimpanan pada suhu dingin selama 12 hari.

DAFTAR PUSTAKA

Akanksha, S., & Sunita, M. (2017). Study About The Nutritional And Medicinal Properties Of Apple Cider Vinegar. Asian Journal of Science and Technology, 8(11), 6892–6894.

Alhassan, N., & Abdul- Rahaman, A. (2014).

Technology and application of edible coatings for reduction of losses and extension of shelf life of cantaloupe melon fruits. International Journal of Scientific and Technology Research, 3(11), 241–246.

Ambuko, J., Wanjiru, F., Chemining’wa, G. N., Owino, W. O., & Mwaschoni, E. (2017). Preservation of Postharvest Quality of Leafy Amaranth (Amaranthus spp.) Vegetables Using Evaporative Cooling. Journal of Food Quality.

Anggraini, N.,  & Permatasari, N. D. (2017).

Pengaruh Lubang Perforasi dan Jenis Plastik Kemasan Terhadap Kualitas Sawi Hijau

(Brassica  juncea L.). Jurnal Penelitian

Pascapanen Pertanian, 14(3), 158–161.

Arini, L. D. D. (2017). Faktor-faktor penyebab dan karakteristik makanan kadaluarsa yang

berdampak buruk pada kesehatan masyarakat. JITIPARI (Jurnal Ilmiah Teknologi Dan Industri Pangan UNISRI), 2(1), 15–24.

Atro, R. A., Periadnadi, P., & Nurmiati, N. (2015). Keberadaan Microflora Alami   Dalam

Fermentasi Cuka Apel Hijau (Malus sylvestris Mill.) Kultivar Granny Smith. Jurnal Biologi UNAND, 4(3), 158–161.

Awanis, R. Q., & Lesmayati, S. (2021). Peran Teknologi Pascapanen dalam Menjamin Keamanan Produk Hortikultura. Prosiding Seminar Nasional Fakultas Pertanian, 5(1), 47–57.

Badan Pusat Statistik. (2020). Produksi Tanaman Sayuran                            2020.

https://www.bps.go.id/indicator/55/61/1/prod uksi-tanaman-sayuran.html.

Fransisica, A., Istianto, M., & Siregar, G. A. (2017). Pengaruh Suhu dan Jumlah Perforasi pada Kemasan terhadap Susut Bobot Kangkung. Jurnal Ilmu Pangan Dan Hasil Pertanian, 3(1), 31–41.

Gardjito, M., & Swasti, Y. R. (2018). Fisiologi Pascapanen Buah dan Sayur.

Hadi, I. K. P. H., Pudja, I. A. R. P., & Arda, G. (2020). Pengaruh ketebalan Plastik Polietilen Densitas Rendah Sebagai Bahan Kemasan Terhadap Mutu Daun Seledri (Apium Gravelens L.) Selama Penyimpanan Suhu Dingin. 8(2), 240–248.

Imamah, N., Hasbullah, R., & Nugroho, L. P. E. (2016). Model Arrhenius untuk Pendugaan Laju Respirasi Brokoli Terolah Minimal. Jurnal Keteknikan Pertanian, 4(1), 25–30.

Isda, I. D., Devira, M., Purwati, & Mawardi. (2020). Pelatihan Pembuatan Cuka Apel Sebagai Media Sterilisasi Buah dan Sayur Untuk Pencegahan Penyebaran Covid-19. Manhaj: Jurnal Penelitian Dan Pengabdian Masyarakat, 9(2), 142–149.

Kapoh, D. O., Wenur, F., Malik, D. D., & Kairupan, S. M. E. (2016). Kajian Penggunaan Wadah Pengemasan Terhadap Mutu Cabe Rawit (Capsicum frutescens) yang Disimpan Pada Ruang Pendingin. COCOS, 7(6), 1–5.

Karlina, D. O., Ratna, R., & Zulfahrizal, Z. (2016). Variasi Ketebalan Kemasan Plastik Polypropylen Pada Pengemasan Vakum Buah Melon (Cucumis Melo L) Terolah Minimal. Jurnal Ilmiah Mahasiswa Pertanian Unsyiah, 1(1), 1087–1096.

Kertadana, I. M. A., Pudja, I. A. R. P., & Kencana, P. K. D. (2020). Studi Pengemasan Plastik Polipropilen Terperforasi terhadap Kesegaran Asparagus (Asparagus officinalis L) Selama Penyimpanan Suhu Dingin. Jurnal BETA (Biosistem Dan Teknik Pertanian), 8(2), 193– 203.

Kusumiyati, Putri, I. E., Hadiwijaya, Y.,  &

Mubarok, S. (2019). Respon nilai kekerasan, kadar air dan total padatan terlarut buah jambu kristal pada berbagai jenis kemasan dan masa simpan. Jurnal Agro, 6(1), 49–56.

Maharani, T. D., Handoko, Y. A., & Yulianingsih, W. (2021). Pengaruh Pengemasan Dengan Plastik Polypropylene Dengan Berbagai Lubang Perforasi Terhadap Kualitas Simpan Kangkung (Ipomea reptans Poir.). Jurnal Teknologi Pertanian, 10(1), 58–65.

Muchtadi, D. (1992). Fisilogi Pasca Panen Sayuran dan Buah-Buahan: Petunjuk Laboraturium.

Nurhayati, D., Andyani, N., & Saing, M. D. (2018). Optimalisasi Alat Fermentor Pada Lama Fermentasi Cuka Apel. Prosding.

Pantastico, E. R. B. (1993). Fisiologi Pasca Panen: Penanganan dan Pemanfaatan Buah-buahan dan Sayur-sayuran Tropika dan Subtropika. Gadjah Mada University Press.

Pantastico, E. R. B., Mattoo, A. K., & Phan, C. T. (1986). Respirasi dan Puncak Respirasi. di dalam: Fisiologi Pasca Panen. Gadjah Mada University Press.

Popi, M. W., Pudja, I. A. R. P., & Wirawan, I. P. S. (2021). Pengaruh Penambahan Konsentrasi Air Garam Dapur (Nacl) Dan Lama Perendaman Terhadap Mutu Bunga Kol (Brassica Oleracea Var.Botrytis L.) Selama Penyimpanan Suhu Dingin. Jurnal BETA (Biosistem Dan Teknik Pertanian), 9(1), 76. https://doi.org/10.24843/jbeta.2021.v09.i01.p 08

Pranata, T. P., Pudja, I. A. R. P., & Kencana, P. K. D. (2022). Pengaruh perbedaan Suhu dan Jenis Kemasan Plastik Terhadap Kesegaran Buncis (Phaseolus vulgaris L) Selama Penyimpanan Dingin. Jurnal BETA (Biosistem Dan Teknik Pertanian), 11(1), 76–84.

Rhim, J. W., Wu, Y., Weller, C. L., & Schnepf, M. (1999). Physical characteristics of a composite film of soy protein isolated and propyleneglycol alginate. Journal of Food Science, 64(1), 149–152.

Rohmat, N., Ibrahim, R., & Riadi, P. H. (2014).

Pengaruh Perbedaan Suhu dan Lama Penyimpanan Rumput Laut Sargassum Plycystu Terhadap Stabilitas Ekstrak Kasar Pigmen Klorofil. Jurnal Pengolahan Dan Bioteknologi Hasil Perikanan, 3(1), 118–126.

Singh, U.,  & Sagar, V. R. (2010). Quality

Characteristic of Dehydrated Leafy Vegetables Influenced by Packing Material and Storage Temperature. J. Sci. & Ind, 69(1).

Syafina, B. S., Zulfa, F., & Simanjuntak, K. (2020). Uji Efektivitas Cuka Apel Terhadap Pertumbuhan Malassezia furfur Secara In Vitro Dengan Metode Difusi Perforasi. Jurnal Sensorik, 1(1), 202–207.

Tampubolon, B. E., Pudja, I. A. R. P., & Gunadnya, I. B. P. (2021). Pengaruh ketebalan Plastik Polietilen Densitas Rendah Sebagai Bahan Pengemas Terhadap Mutu Peterseli (Petroselinum crispum L.) Selama Penyimpanan Suhu Dingin. Jurnal BETA, 10(1), 105–113.

Waryat, W., & Handayani, Y. (2020). Iplementasi Jenis Kemasan Untuk Memperpanjang Umur Simpan  Sayuran Pokcoy. Jurnal Ilmiah

Respati, 11(1), 33–45.

Wills, R., Mc Glasson, B., Graham, D., & Joyce, D. (1998). Posthrvest, An Introduction to the Physiology & Handling of Fruit, Vegetables & Ornamentals. Hyde Park Press.

Winarsih, D., Prihastanti, E., & Saptiningsih, E. (2012). Kadar Serat dan Kadar Air serta Penampakan Fisik Produk Pascapanen Daun Caisim (Brassica juncea L.) yang Ditanam pada Media dengan Penambahan Pupuk Organik Hayati Cair dan Pupuk Anorganik. BIOMA, 14(1), 25–32.

Yulia, A. E., & Murniati. (2010). Aplikasi Pupuk Organik Pada Tanaman Caisim Dua Kali Penanaman. Jurnal Teknobiologi, 1(20), 19– 26.

200