JURNAL BETA (BIOSISTEM DAN TEKNIK PERTANIAN Program Studi Teknik Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Udayana http://ojs.unud.ac.id/index.php/beta

Volume 10, Nomor 1, bulan April 2022

Efektivitas Rorak untuk Konservasi Tanah pada Perkebunan Kopi

Rorak Efectivity for Soil Conservation on Coffee Plantations

Asrizal*, Nuraeni Dwi Dharmawati, Harsunu Purwoto

Program Studi Teknik Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Stiper Yogyakarta, Indonesia

*e-mail: [email protected]

Abstrak

Penelitian ini dilakukan untuk menganalisis perbedaan lahan dengan perlakuan rorak dan tanpa rorak terhadap sifat fisik dan kimia tanah. Analisis data secara deskriptif kuantitatif dengan mengolah data primer (sifat fisik dan kimia tanah) dan sekunder (data kajian studi literatur dan data iklim wilayah penelitian). Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada perbedaan sifat fisik tanah pada tiap perlakuan, berat jenis tanah pada perlakuan tanpa rorak lebih tinggi yaitu 1,26 g/cm3 daripada perlakuan rorak 1,24 g/cm3, berat volume tanah pada perlakuan tanpa rorak lebih tinggi yaitu 0,89 g/cm3 daripada perlakuan rorak 0,55 g/cm3, porositas pada perlakuan rorak lebih tinggi yaitu 55,5 % dibandingkan tanpa rorak 29,5 % dan kadar lengas maksimum perlakuan rorak lebih tinggi yaitu 82,54 % dibandingkan tanpa rorak 68,35 %. Hasil penelitian terhadap sifat kimia tanah menunjukkan bahwa terdapat perbedaan sifat kimia pada tiap perlakuan. Sifat kimia tanah pada perlakuan rorak memiliki kadar Nitrogen, Phospor, Kalium dan C-organic lebih tinggi sebesar 0,50 % (Nitrogen), 7,33 ppm (Phosphor), 0,42 me/100 g (Kalium), 4,1 % (C-organik) dibandingkan pada perlakuan tanpa rorak sebesar 0,16 % (Nitrogen), 7,18 ppm (Phosphor), 0,24 me/100 g (Kalium), 2,3 % (C-Organik). Pembuatan rorak dengan ukuran panjang 1,50 m, lebar 1,00 m dalam 0,40 m kapasitas tampungnya yaitu 0,60 m3, air di dalam rorak akan habis dalam waktu rata-rata 1,96 jam dengan laju peresapan airnya rata-rata 0,32 m3/jam. Jumlah rorak/ha yang optimal sebanyak 336 buah karena memiliki volume air yang tersedia sebesar 201,60 m3/ha/hari. Jumlah tersebut mampu mencukupi kebutuhan air tanaman kopi yaitu 180 m3/ha/hari.

Kata kunci: aliran permukaan, kebutuhan air tanaman kopi, rorak, unsur hara tanah

Abtract

This study was conducted to analyze land differences with Rorak treatment and without Rorak on the physical and chemical properties of the soil. The analysis used is quantitative descriptive by processing primary data (physical and chemical properties of soil) and secondary data (data from the study of literature and climate data in the research area). The results showed differences in the physical properties of the soil in each treatment. The specific soil gravity without a Rorak was higher (1,26 g/cm3) than the Rorak treatment (1.24 g/cm3). The weight of the soil volume in the treatment without rorak was higher (0.89 g/cm3) than in the Rorak treatment (0.55 g/cm3). The porosity in the rorak treatment was higher (55.5%) than without the Rorak (29.5%). The maximum moisture content of the Rorak treatment was 82.54% higher than without rorak 68,35%. The results showed the chemical properties of the soil showed that there were differences in the chemical properties of each treatment. Soil chemical properties in Rorak treatment had higher levels of Nitrogen (0.50%), Phosphorus (7.33 ppm), Potassium (0.42 me/100 g), and C-organic (4.1 %) than treatment without Rorak Nitrogen (0.16 %), Phosphor (7.18 ppm), Potassium (0.24 me/100 g), C-Organic (2.3%). Making a Rorak with a length of 1.50 m, a width of 1.00 m in 0.40 m, the capacity of which is 0.60 m3, the water in the rorak will run out in an average of 1.96 hours with an average water infiltration rate 0.32 m3/hour. The optimal amount of Rorak/ha is 336 because it has an available water volume of 201.60 m3/ha/day. This amount can meet the water needs of coffee plants, which is 180 m3/ha/day.

Keywords: rorak, soil nutrients, surface flow, water needs of coffee plants

PENDAHULUAN

Kopi (Coffea sp) adalah spesies tanaman berbentuk pohon yang tergolong dalam famili Rubiaceae dan genus Coffea. Kopi tergolong ke dalam jenis tanaman perkebunan dan butuh waktu 3 tahun dari mulai perkecambahan sampai masuk masa produktif. Selain

sebagai penghasilan sebagian rakyat, kopi adalah komoditas andalan ekspor dan sebagai sumber pendapatan bagi negara Indonesia (Pudji, 2012). ICO, (2017) menjelaskan bahwa Indonesia adalah negara dengan produksi kopi terbesar di dunia setelah Brazil, Vietnam, dan Kolombia pada tahun 2015-2016. Kapasitas produksi kopi Indonesia tercatat 739 ribu

ton, sedangkan untuk produksi kopi Brazil tertinggi diketahui 3 juta ton lebih, Vietnam tercatat 1,7 juta ton dan Kolombia menempati urutan ketiga yaitu 840 ribu ton. Sebagai negara dengan produksi kopi yang besar, tentu menjadi daya tarik bagi petani kopi untuk mempertahankan agar produksi kopi negara Indonesia semakin meningkat dan diharapkan menjadi negara penghasil kopi terbesar di dunia. Terlepas dari hal itu, dalam teknik budidaya kopi khususnya yang mempunyai topografi berlereng tentu harus dikaitkan dengan pembangunan perkebunan berkelanjutan agar keberadaan unsur hara di dalam tanah tetap terjaga. Menurut Pratiwi & Salim, (2013) lahan dengan kemiringan lereng yang curam (25-45 %) dapat menghanyutkan lapisan top soil pada saat terjadi aliran permukaan. Salah satu teknologi yang dapat dilakukan pada area perkebunan kopi yang berada di dataran tinggi dan mempunyai kemiringan lereng yang curam yaitu dengan pembuatan rorak.

Pembuatan rorak merupakan kegiatan konservasi tanah yang diketahui cocok diterapkan pada lahan yang mempunyai topografi berlereng. Rorak adalah saluran buntu atau bangunan seperti got dengan berbagai macam ukuran yang dibuat di sebelah pokok tanaman dan sejajar garis kontur. Fungsi rorak yaitu untuk menangkap aliran permukaan/run off dan tanah yang terkikis. Manfaat lain dari rorak yaitu sebagai media penampungan bahan organik dan unsur hara bagi tanaman di daerah tersebut. Perlakuan rorak di lahan kopi umumnya dibuat di antara pokok tanaman satu dengan yang lain. Tujuan adanya rorak di perkebunan kopi yaitu untuk pengelolaan lahan, tempat penyimpanan air untuk kebutuhan air tanaman, meningkatkan kandungan bahan organik dan penerapan teknik konservasi tanah dan air di perkebunan kopi (Satibi et al., 2019). Dari hasil penelitian Satibi et al., (2019) pembuatan rorak pada lahan tanaman kopi diketahui dapat meningkatkan kadar lengas tanah sebesar 17,68 %, unsur hara N sebesar 0,05 %, unsur hara P sebesar 2,51 %, unsur hara K sebesar 0,09 me/100 g dan pH tanah pada perlakuan rorak yaitu 7 sedangkan tanpa perlakuan rorak yaitu 6,4.

Penelitian ini menerapkan teknik konservasi tanah dan air secara sipil teknis, yaitu terdapat perlakuan rorak dan tanpa rorak pada lahan dengan kemiringan 64°. Tujuan dari penelitian ini yaitu untuk menganalisis perbedaan perlakuan rorak dan tanpa rorak terhadap sifat fisik dan kimia tanah, mengukur kapasitas tampung dan lama penyerapan air dalam rorak serta menentukan kebutuhan rorak/ha berdasarkan kebutuhan air tanaman kopi.

METODE

Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Perkebunan Kopi Rakyat, Desa Tangsi Duren, Kecamatan Kabawetan, Kabupaten Kepahiang, Provinsi Bengkulu. Penelitian ini dilaksanakan selama ± 3 bulan terhitung mulai dari tanggal 1 April 2021 sampai dengan tanggal 1 Juni 2021. Perkebunan kopi rakyat pada penelitian ini terletak di Desa Tangsi Duren. Tangsi Duren adalah sebuah desa yang terletak di Kecamatan Kabawetan, Kabupaten Kepahiang, Provinsi Bengkulu. Wilayah perdesaan seluas 260 hektar ini terbagi atas lahan perumahan, pertanian serta berada di ketinggian 9001000 m diatas permukaan laut dan memiliki curah hujan rata-rata sebesar 2.935 mm/tahun. Perkebunan kopi rakyat mempunyai kemiringan lereng yang sangat curam yaitu 64°, jenis tanah latosol dan terletak pada 3°35'51.0" LS dan 102°36'46.7" BT.

Alat dan Bahan Penelitian

Alat yang digunakan dalam penelitian ini yaitu cangkul, meteran, stopwatch, drum (200 liter), selang air, timbangan analitik, mortal porselin, saringan 0,5 mm dan 0,2 mm, piring tembaga berlubang, nampan, gelas ukur, gelas piala, piknometer dan tabung reaksi. Bahan yang digunakan yaitu tanah, air, lilin dan aquades.

Tahap Penelitian

Kerangka berpikir pada penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 1.


Gambar 1. Diagram alir kerangka penelitian 198


Persiapan Penelitian

Parameter Yang Diamati dan Diukur

Sifat fisik tanah yang diamati dan diukur antara lain, berat jenis, berat volume, porositas, dan kadar lengas maksimum. Sifat kimia tanah yang diamati antara lain, kadar Nitrogen, Phospor, Kalium, dan C-Organik. Efektivitas rorak meliputi kapasitas tampung rorak, menentukan kebutuhan rorak/ha berdasarkan kebutuhan air tanaman kopi dan mengukur laju peresapan air dalam rorak (m3/jam).

Analisis Data

Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif kuantitatif dengan mengolah data primer (sifat fisik tanah, kapasitas tampung rorak, laju peresapan air, waktu penyerapan air, dan kebutuhan rorak/ha) dan sekunder (evapotranspirasi, kebutuhan air tanaman, dan kebutuhan rorak/ha).

Analisis Data Primer

Data sifat fisik dan kimia tanah dianalisis menggunakan tabulasi dan grafik untuk mengetahui perbedaan tiap perlakuan. Sebaran pengambilan sampel tanah dapat dilihat pada Gambar 2. Kapasitas tampung rorak dalam bukunya Purwoto, (2013) dianalisis menggunakan persamaan 1.

V = p × l × t                                    [1]

Dimana:

V     = volume (m3)

p      = panjang (m)

l       = lebar (m)

t       = tinggi (m)

Laju peresapan air dalam rorak menurut Ginting, (2010) dianalisis menggunakan Persamaan 2.

x (m3)                                                  [2]

y (jam)

Dimana:

x      : jumlah air dalam rorak (m3)

y      : waktu peresapan air dalam rorak (jam)

Sebaran sampel laju peresapan air dalam rorak dapat dilihat pada Gambar 2. Untuk menghitung waktu penyerapan air dalam rorak menurut Ginting, (2010) digunakan persamaan 3.

x (m3)

Waktu penyerapan (jam) =                    [3]

laju peresapan (m3/jam)

Kebutuhan rorak/ha dihitung dengan menggunakan persamaan 4, 5, 6, 7 Purwoto (2013). Apabila pembuatan rorak berdasarkan pembagian blok dan diasumsikan persegi panjang, maka luas areal rorak :

Luas/blok (m2) = panjang (m) × lebar (m)[4]

Sehingga dalam luasan 1 ha terdapat jumlah blok sebanyak:

Jumlah blok/ha = luas 1 ha (m2)

luas blok (m2)

Apabila dalam 1 blok terdapat 21 rorak (Gambar 1), maka Jumlah rorak/ha:

jumlah blok x jumlah rorak dalam 1 blok[6]

Apabila dimensi rorak = 1,5 m x 1 m x 0,4 m, maka volume rorak adalah 0,60 m3. Sehingga dalam luasan 1 ha, volume rorak menjadi :

volume/rorak x jumlah rorak/ha[7]

Analisis Data sekunder

Analisis data sekunder dimulai dari mengumpulkan data iklim selama 10 tahun (2011-2020) untuk selanjutnya digunakan sebagai dasar menghitung kebutuhan air tanaman kopi. Perhitungan kebutuhan air tanaman kopi dilakukan dengan menggunakan Persamaan 8 (Doorenbos, 1977).

ETc = Kc × ETo                           [8]

Dimana:

Etc : Evapotranspirasi tanaman atau kebutuhan air tanaman (mm/hari)

Kc : Faktor tanaman (dipengaruhi oleh jenis tanaman, fase pertumbuhan tanaman, dan kondisi iklim)

Eto : Evapotranspirasi tanaman standar/acuan (mm/hari)

Menghitung nilai evapotranspirasi dengan metode Penman Monteith menurut Allen, (1998) digunakan persamaan 9. Persamaannya sebagai berikut :

0,48 ∆ (Rn-G) + g Cn M2 (es-ea)

T+278

o:            ∆ +g (1+Cd)

[9]


Menghitung kebutuhan air tanaman kopi/ha/hari menurut Purwoto, (2013) digunakan persamaan 10. Apabila dikaitkan dengan kebutuhan air tanaman kopi rata-rata = mm/hari ( m), sesuai dengan keadaan lahan yang miring dan telah dilakukan percobaan di lapangan bahwa dalam 1 rorak melayani 6 tanaman kopi (Gambar 2) dalam luasan 1 ha. Kebutuhan air tanaman kopi/ha/hari :

ETc x 6 (tanaman) x luas/ha                  [10]

Menurut Purwoto (2013) untuk menentukan kebutuhan rorak/ha berdasarkan kebutuhan air tanaman kopi didasarkan pada indikator:

Volume rorak kurang = jika air yang tersedia dalam rorak < kebutuhan air tanaman kopi

Volume rorak cukup = jika air yang tersedia dalam rorak >/= kebutuhan air tanaman kopi

25 m


Gambar 2. Ilustrasi rorak dalam 1 blok


Keterangan:

= Rorak 1

= Rorak 2

= Titik sampel


= Rorak 3

= Rorak 4


= Rorak 5


HASIL DAN PEMBAHASAN

Sifat Fisik Tanah

Hasil penelitian menunjukkan bahwa berat jenis (BJ), berat volume (BV), porositas dan kadar lengas maksimum memiliki nilai yang berbeda pada perlakuan rorak dan tanpa rorak. Hasil analisis sifat fisik tanah dapat dilihat pada Tabel 1. Berdasarkan Tabel 1 terjadi peningkatan kadar lengas maksimum

pada lahan dengan perlakuan rorak sebesar 82,54% dibandingkan tanpa perlakuan rorak 68,35 %. Salah satu faktor yang mempengaruhi kadar lengas di dalam tanah yaitu kandungan bahan organik. Peningkatan kadar lengas pada perlakuan rorak disebabkan oleh tingginya kadar C-Organik pada perlakuan rorak (Tabel 3) sehingga membuat kadar lengas juga meningkat. Tabel 1 menunjukkan penurunan berat jenis pada perlakuan rorak sebesar 1,24 g/cm3

dibandingkan tanpa rorak 1,26 g/cm3. Penurunan berat jenis pada perlakuan rorak disebabkan karena terjadi perubahan pada tanah akibat pengolahan tanah dan terjadi pemecahan agregat tanah sehingga butir tanah menjadi ringan.

Tabel 1. Hasil Analisis Sifat Fisik Tanah

Perlakuan

Kadar Lengas Max (%)

BJ (g/cm3)

BV (g/cm3)

Porositas (%)

Rorak

82,54

1,24

0,55

55,50

Tanpa rorak

68,35

1,26

0,89

29,50

Berdasarkan Tabel 1, berat volume tertinggi terdapat pada tanah yang tidak diolah (tanpa perlakuan rorak) sebesar 0,89 g/cm3 sedangkan pada perlakuan rorak 0,55 g/cm3. Hal ini terjadi karena dengan pembuatan rorak maka tanah akan berubah (tidak pada kondisi semula) sehingga membuat tanah menjadi bergumpal dan ringan. Tanah yang lepas dan bergumpal akan mempunyai berat per satuan volume lebih rendah. Terjadi peningkatan nilai porositas tanah pada perlakuan rorak sebesar 55,5 % dibandingkan tanpa perlakuan rorak 29,5 %. Peningkatan porositas pada perlakuan rorak disebabkan oleh penurunan berat volume tanah. Hal ini dapat terjadi karena adanya pembuatan rorak dapat melepaskan agregat-agregat tanah sehingga tanah semakin remah dan porositas menjadi tinggi, dengan demikian perubahan porositas diikuti juga dengan perubahan berat volume.

Tekstur

Hasil pengamatan analisis tanah terhadap tekstur tanah menunjukkan bahwa perlakuan rorak dan tanpa rorak tidak ada perbedaan terhadap tekstur tanah. Pada perlakuan rorak dan tanpa rorak tekstur tanah memiliki kelas tekstur yang sama yaitu tekstur liat berdebu. Hasil pengamatan tekstur tanah pada tiap perlakuan dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Hasil Analisis Tekstur Tanah

Perlakuan

(%) Pasir

(%) Liat

(%) Debu

Kelas Tekstur

Rorak

9

50

41

Liat Berdebu

Tanpa rorak

12

40

41

Liat Berdebu


Berdasarkan Tabel 2, persentase pasir perlakuan rorak lebih rendah 3 % daripada tanpa rorak, persentase liat perlakuan rorak lebih tinggi 3 % daripada tanpa rorak dan fraksi debu memiliki persentase yang sama. Perbedaan persentase tersebut disebabkan karena tanah pada lapisan atas banyak yang terkikis oleh aliran permukaan sehingga tanah akan hilang dan tertimbun.

Sifat Kimia Tanah

Parameter pengujian sampel tanah pada penelitian ini yaitu sifat kimia tanah (N, P, K dan C Organik) yang termasuk ke dalam golongan unsur hara makro. Setelah dilakukan analisa di laboratorium selama 1 bulan kadar unsur hara makro pada lahan kopi dengan perlakuan rorak dan tanpa rorak terdapat perbedaan. Perbedaan sifat kimia tanah pada tiap perlakuan disajikan pada Tabel 3.

Tabel 3. Hasil Analisis Sifat Kimia Tanah

Perlakuan

N (%)

P (ppm)

K (me/100 g)

C– Organik (%)

Rorak

0,50

7,33

0,42

4,10

Tanpa rorak

0,16

7,18

0,24

2,30

Hasil analisis unsur hara tanah pada Tabel 3 menunjukkan bahwa pada perlakuan rorak kadar N (Nitrogen) lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan tanpa rorak, pada perlakuan rorak mendapatkan hasil sebesar 0,50 %, sedangkan pada perlakuan tanpa rorak sebesar 0,16 %. Dari hasil tersebut menurut Siregar, (2017) yang menyebutkan jika kadar N (Nitrogen) berkisar antara 0,20 - 0,50 % termasuk dalam kategori kesuburan tanah sedang, jika kadar N (Nitrogen) < 0,20 % termasuk dalam kategori kesuburan tanah rendah. Dari penelitian yang dilakukan, adanya perlakuan rorak (olah tanah) diketahui kadar N (Nitrogen) lebih tinggi yaitu 0,50 % termasuk kategori kesuburan tanah sedang dibandingkan dengan perlakuan tanpa rorak (tanpa olah tanah) yaitu 0,16 % termasuk kategori kesuburan tanah rendah. Perbedaan tiap perlakuan dapat dilihat pada Gambar 3.

0,6

0,4

0,2


0


0.50

Rorak


Perlakuan


0,16

M

Tanpa Rorak

Gambar 3. Perbedaan kadar N total tiap perlakuan

Hasil analisis unsur hara tanah pada Tabel 3 menunjukkan bahwa pada perlakuan rorak kadar P (Phospor) lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan tanpa rorak, pada perlakuan rorak mendapatkan hasil sebesar 7,33 ppm, sedangkan pada perlakuan tanpa rorak sebesar 7,18 ppm. Dari hasil tersebut menurut Husni et al., (2016) jika kadar Phospor tersedia dalam tanah < 8 ppm termasuk dalam kategori rendah. Perbedaan tiap perlakuan dapat dilihat pada Gambar 4.

Hasil analisis unsur hara tanah pada Tabel 3 menunjukkan bahwa pada perlakuan rorak kadar K (Kalium) lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan tanpa rorak, pada perlakuan rorak mendapatkan hasil sebesar 0,42 me/100 g, sedangkan pada perlakuan tanpa rorak sebesar 0,24 me/100 g.

7,35

7,3

7,25

7,2

7,15

7,1

7,33

Rorak           Tanpa Rorak

Perlakuan


Gambar 4. Perbedaan kadar P tiap perlakuan

Dari hasil tersebut menurut Husni et al., (2016) jika kadar K (Kalium) tersedia dalam tanah berkisar antara 0,4 - 0,7 me/100 g termasuk dalam kategori kesuburan tanah sedang dan jika kadar K (Kalium) tersedia dalam tanah berkisar antara 0,2 – 0,3 me/100 g termasuk kategori kesuburan agak rendah. Dengan demikian, adanya perlakuan rorak memberikan hasil kadar K (Kalium) lebih tinggi sehingga termasuk kategori kesuburan tanah sedang. Perbedaan kadar K (Kalium) pada tiap perlakuan dapat dilihat pada Gambar 5.

QO


OJ E

E


0,5

0,4

0,3

0,2

0,1

0

0,42

Rorak


0,24

Tanpa Rorak


Perlakuan

Gambar 5. Perbedaan kadar K tiap perlakuan

Hasil analisis unsur hara tanah pada Tabel 3 menunjukkan bahwa pada perlakuan rorak kadar C-Organik lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan tanpa rorak, pada perlakuan rorak mendapatkan hasil sebesar 4,1 %, sedangkan pada perlakuan tanpa rorak sebesar 2,3 %. Dari hasil tersebut menurut Siregar, (2017) yang menyebutkan jika kadar C-Organik > 1,2 % termasuk dalam kategori kesuburan tanah tinggi, jika kadar C-Organik < 0,8 % termasuk dalam kategori kesuburan tanah rendah.

Dari penelitian yang dilakukan, adanya perlakuan rorak (olah tanah) diketahui kadar C-Organik yaitu 4,1 % termasuk kategori kesuburan tanah tinggi, sedangkan perlakuan tanpa rorak (tanpa olah tanah) yaitu 2,3 % termasuk kategori kesuburan tanah tinggi. Dari analisa tersebut diketahui bahwa adanya

perlakuan rorak dan tanpa rorak kadar C – Organik mempunyai kadar yang sama tinggi. Semakin tinggi kadar C-Organik pada tanah maka semakin baik pula kualitas tanah tersebut. Perbedaan kadar C-Organik pada tiap perlakuan dapat dilihat pada Gambar 6.


4,1

Rorak


2,3

Tanpa Rorak


Perlakuan

Gambar 6. Perbedaan kadar C-Organik tiap perlakuan

Kapasitas Tampung Rorak

Dengan menggunakan Persamaan 1 dihitung kapasitas tampung rorak. Kapasitas Tampung Rorak Ukuran = p (1,50 m), l (1,00 m), t (0,40 m), sehingga dalam 1 rorak, daya tampung rorak sebesar:

V = p * l * t

= 1,50 m * 1,00 m * 0,40 m

= 0,6 m3

Dalam luasan 1 ha, volume rorak menjadi:

= volume/rorak * jumlah rorak/ha

= 0,6 (m3) * (jumlah blok/ha * jumlah rorak/blok)

= 0,6 (m3) * (16 blok/ha * 21 rorak/blok)

= 0,6 (m3) * 336 rorak/ha

= 201,60 (m3/ha)

Laju dan Waktu Peresapan Air Dalam Rorak

Hasil penelitian menunjukkan bahwa rerata waktu yang dibutuhkan untuk meresapkan air sebesar 0,60 m3 ke dalam tanah yaitu 1,96 jam dan rerata laju peresapan air sebesar 0,32 m3/jam. Untuk mencari laju peresapan digunakan persamaan 2. Laju peresapan titik sampel rorak 1 (m3/jam):

X (m3)

Y (jam)

0,60 (m3)

2,33 (jam)

= 0,25 m3/jam

Untuk mencari waktu peresapan air digunakan persamaan 2. Waktu peresapan titik sampel rorak 1 (jam):

X (m3)

Laju peresapan (m3/jam)

0,60 (m3)

0,25 (m3/jam)

= 2,33 jam

Untuk hasil perhitungan lengkap laju dan total waktu peresapan air dapat dilihat pada Tabel 4. Berdasarkan Tabel 4 data laju peresapan air diperoleh dengan eksperimen langsung di lapangan.

Tabel 4. Laju Peresapan Air Dalam Rorak

Titik Sampel

Volume (m3)

Waktu (jam)

Laju peresapan (m3/jam)

Rorak 1

0,60

2,33

0,25

Rorak 2

0,60

2,00

0,30

Rorak 3

0,60

1,40

0,42

Rorak 4

0,60

2,78

0,21

Rorak 5

0,60

1,33

0,45

Rerata

0,60

1,96

0,32

Dari data di atas terdapat 5 (lima) titik sampel yang digunakan untuk megukur laju peresapan air dalam rorak. Masing-masing rorak memiliki volume sebesar 0,60 m3 dan rata-rata waktu yang dibutuhkan untuk meresapkan air ke dalam tanah yaitu 1,96 jam, sedangkan rata-rata laju peresapan air pada rorak yaitu 0,32 m3/jam. Laju peresapan air dalam rorak secara lengkap dapat dilihat pada Gambar 6.

0,5

0,4

0,3

0,2

0,1

0

Rorak 1 Rorak 2 Rorak 3 Rorak 4 Rorak 5

Titik Sampel


0,45


Gambar 7. Laju peresapan air dalam rorak

Gambar 5 menunjukkan laju peresapan air tertinggi terdapat pada rorak 5 (lima) yaitu sebesar 0,45 m3/jam dengan total waktu 1,33 jam dan laju peresapan air terendah terdapat pada rorak 4 (empat) yaitu sebesar 0,21 m3/jam dengan total waktu 2,78 jam dan rerata laju peresapan air sebesar 0,32 m3/jam. Berdasarkan gambar 5. laju peresapan air pada 5 (lima) titik sampel terjadi fluktuasi, faktor yang menyebabkan fluktuasi laju peresapan air dilihat pada kondisi lapangan yaitu retakan tanah (cracking soil) pada rorak yang berbeda-beda.

Menentukan Kebutuhan Rorak/Ha Berdasarkan Kebutuhan Air Tanaman Kopi

Penentuan kebutuhan rorak/ha merupakan salah satu parameter yang dikaji dalam penelitian ini. Dalam menentukan kebutuhan rorak/ha ada beberapa hal yang saling berkaitan dalam perhitungan dan pengolahan data, yaitu : jumlah blok/ha, jumlah rorak dalam 1 blok, jumlah rorak dalam 1 ha, ukuran dan volume rorak. Setelah diketahui volume air yang

tersedia dalam rorak kemudian dikaitkan dengan kebutuhan air tanaman kopi.

Jumlah rorak/ha

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pembuatan rorak dalam 1 blok diasumsikan persegi panjang dengan panjang blok 25 m dan lebar 25 m terdapat 21 rorak, sedangkan dalam 1 ha terdapat 16 blok, sehingga jumlah rorak dalam 1 ha sebanyak 336 buah. Perhitungan lebih lengkap dijelaskan sebagai berikut: Untuk mencari luas/blok dan jumlah blok/ha digunakan Persamaan 4 dan 5. Luas/blok = panjang * lebar = 25 (m) * 25 (m) = 625 m2. Sehingga, Jumlah luas 1 ha (m2)   10.000 (m2)

blok/ha =            =          = 16 blok.

luas blok (m2)    625 (m2)

Jumlah rorak / ha = jumlah blok * jumlah rorak dalam 1 blok = 16 * 21 = 336 rorak. Ukuran rorak dibuat dengan cara trial and error dengan ukuran panjang 1,50 (m), lebar 1,00 (m) dan dalam 0,40 m. Untuk mencari volume air yang tersedia dalam rorak digunakan persamaan 7. Volume rorak (m3) = p × l × t = 1,50 (m) ×1,00 (m) × 0,40 (m)  = 0,60 m3.

Sehingga Volume rorak/ha = volume/rorak * jumlah rorak/ha = 0,60 m3 * (jumlah blok/ha * jumlah rorak/blok) = 0,60 m3 (16 blok/ha * 21 rorak/blok) = 0,60 m3 * 336 (rorak) = 201,60 m3/ha.

Kebutuhan Air Tanaman Kopi

Evapotranspirasi acuan (ETo) dianalisis menggunakan software Cropwat 8.0 dan persamaan 9. dengan data inputan berupa data temperatur, kelembaban relatif, kecepatan angin dan penyinaran matahari untuk wilayah Kepahiang selama periode 2011  –  2020. Tabel 5 menunjukkan nilai

evaportanspirasi acuan (ETo) di wilayah Kepahiang selama periode 2011 – 2020.

Tabel 5. Kebutuhan Air Tanaman Kopi di Wilayah Kepahiang

Bulan

ETo (mm/hari)

KC

ETc (mm/hari)

Januari

3,17

1,04

3,29

Februari

3,18

1,04

3,30

Maret

3,31

1,04

3,44

April

3,21

1,04

3,33

Mei

3,14

1,04

3,26

Juni

3,24

1,04

3,36

Juli

3,27

1,04

3,50

Agustus

3,68

1,04

3,82

September

3,68

1,04

3,82

Oktober

5,15

1,04

5,35

November

3,12

1,04

3,24

Desember

3,01

1,04

3,13

Rerata

3,44

1,04

3,57

Untuk mencari kebutuhan air tanaman kopi digunakan nilai evapotranspirasi acuan (ETo) dan koefisien tanaman (Kc). Nilai Kc 1,04 diperoleh dari penelitian sebelumnya Pereira et al., (2011) pada Tabel 6. Koefisien tanaman berbeda untuk tiap tahap pertumbuhan tanaman. Nilai koefisien tanaman kopi dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6. Nilai Koefisien Tanaman Kopi

Fase Tumbuh          Umur Tanaman (Bulan) Kc

Awal

1-15

0,10

Perkembangan

16-22

0,38

Reproduktif awal

23-35

1,04

Reproduktif akhir

36-40

1,04

Sumber: Pereira et al., (2011)

Setelah didapatkan nilai ETo, selanjutnya nilai tersebut digunakan untuk menentukan nilai evapotranspirasi potensial (ETP/ETc) pada tanaman kopi. Nilai evapotranspirasi acuan (ETo) ini dikalikan dengan nilai koefisien tanaman. Pada penelitian ini nilai ETo yang digunakan untuk perhitungan evapotranspirasi potensial adalah bulan Mei sebesar 3,14 mm/hari disesuaikan dengan kondisi tanaman kopi pada saat penelitian yaitu masa reproduktif akhir. Nilai Kc yang digunakan yaitu pada fase reproduktif akhir dengan anggapan bahwa kondisi pada saat penelitian umur tanaman kopi sudah lebih dari 40 bulan dan masuk dalam kategori reproduktif akhir. Perhitungan ETp lebih lengkap digunakan persamaan 8.

ETp = Kc × ETo

= 1,04 × 3,14

= 3,26 → 3, 3 mm/hari

Untuk mencari kebutuhan air tanaman kopi/ha/hari digunakan persamaan 10. Apabila dikaitkan dengan kebutuhan air tanaman kopi rata-rata = 3,3 mm/hari (0,003 m), sesuai dengan keadaan lahan yang miring dan telah dilakukan percobaan di lapangan bahwa dalam 1 rorak melayani 6 tanaman kopi (Gambar 2) dalam luasan 1 ha, maka Kebutuhan Air Tanaman kopi/ha/hari = kebutuhan air tanaman kopi/hari × 6 (tanaman) × luas/ha = 0,003 (m) × 6 (tanaman) × 10.000 (m2) = 180 m3/ha/hari. Dalam penelitian ini teknik pemberian air irigasi diasumsikan efisiensi penggunaan air irigasinya yaitu 100 %.

Penentuan kebutuhan rorak/ha

Kebutuhan air tanaman kopi/ha/hari sebesar 180 m3/ha/hari, sedangkan air yang tersedia di dalam rorak sebesar 201,60 m3/ha/hari, sehingga dapat disimpulkan bahwa pembuatan rorak sebanyak 336 buah dalam 1 ha mampu mencukupi kebutuhan air tanaman kopi/ha/ha. Air yang tersedia dalam rorak = 201,60 m3/ha/hari > 180 m3/ha/hari (volume rorak cukup).

KESIMPULAN

Berat jenis dan berat volume tanah lebih rendah pada perlakuan rorak yaitu berat jenis perlakuan rorak 1,24 g/cm3 sedangkan tanpa rorak 1,26 g/cm3 dan berat volume perlakuan rorak 0,55 g/cm3 sedangkan tanpa rorak 0,89 g/cm3. Porositas dan kadar lengas maksimum lebih tinggi pada perlakuan rorak yaitu porositas rorak 55,5 % sedangkan tanpa rorak 29,5 % dan kadar lengas maksimum perlakuan rorak 82,54 % sedangkan tanpa rorak 68,35 %. Sifat kimia tanah pada perlakuan rorak memiliki kadar N, P, K dan C-organic lebih tinggi yaitu 0,50 % (N), 7,33 ppm (P), 0,42 me/100 g (K), 4,1 % (C-organik) dibandingkan pada perlakuan tanpa rorak 0,16 % (N), 7,18 ppm (P), 0,24 me/100 g (K), 2,3 % (C-Organik). Pembuatan rorak dengan ukuran panjang 1,50 m, lebar 1,00 m, dalam 0,40 m kapasitas tampungnya yaitu 0,6 m3, air di dalam rorak akan habis dalam waktu rata-rata 1,96 jam dengan laju peresapan airnya rata-rata 0,32 m3/jam. Jumlah rorak/ha yang optimal sebanyak 336 buah karena memiliki volume air yang tersedia sebesar 201,60 m3/ha/hari. Jumlah tersebut mampu mencukupi kebutuhan air tanaman kopi yaitu 180 m3/ha/hari.

DAFTAR PUSTAKA

Allen, R. G., L. S. Pereira., D. Raes and M. Smith. 1998. Crop Evapotranspiration. FAO Irrigation and Drainage Paper No. 56. Rome, Italy.

Doorenbos J., and Pruitt W. O. 1977. Crop Water Requirements. FAO Irrigation and Drainage Paper 24. Rome, Italy.

Ginting, Rasmita. 2010. Laju Resapan Air Pada Berbagai Jenis Tanah Dan Berat Jerami Dengan Menerapkan Teknologi Biopori Di Kecamatan Medan Amplas. Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara. Tesis tidak diterbitkan. Medan.

Husni, Mulia Rahmat., Sufardi, and Munawar Khalil. 2016. Evaluasi Status Kesuburan Pada Beberapa Jenis Tanah Di Lahan Kering Kabupaten Pidie Provinsi Aceh. Vol 1(1): Hal 147–54.

International Coffee Organization (ICO). 2017. Total Production by All Exporting Countries. Retrieved       (http://www.ico.org/prices/po-

production.pdf).

Pereira., Antonio Roberto., Marcelo Bento Paes de Camargo., and Nilson Augusto Villa Nova. 2011. Coffee Crop Coefficient for Precision Irrigation Based on Leaf Area Index. Vol 70(4):

Hal     946–51.     doi:     10.1590/s0006-

87052011000400030.

Pratiwi., and Andi Gustiani Salim. 2013. Aplikasi Teknik Konservasi Tanah Dengan Sistem Rorak Pada Tanaman Gmelina (Gmelina Arborea Roxb.) Di KHDTK Carita, Banten. Vol 10(3): Hal 273–82.

Pudji, Rahardjo. 2012. Panduan Budidaya Dan Pengelolaan Kopi Robusta Dan Arabika. Cet 1. Jakarta: Penebar Swadaya.

Purwoto, Harsunu. 2013. Soil And Water Conservation Engineering. 1st ed. Yogyakarta: Instiper Yogyakarta.

Raharjo, Akhmadi Puguh. 2020. Simulasi

Penempatan Rorak Sebagai Bentuk Pengoptimalan Konservasi Air. Vol. 4 No. 2 4(2): Hal 123–33.

Satibi., Muhammad Nasamsir., and Hayata. 2019. Pembuatan Rorak Pada Perkebunan Kopi Arabica (Coffea Arabica ) Untuk Meningkatkan Produktivitas. Vol 4(2):   Hal 74. doi:

10.33087/jagro.v4i2.85.

Siregar, Budiman. 2017. Analisa Kadar C-Organik Dan Perbandingan C/N Tanah Di Lahan Tambak Kelurahan Sicanang Kecamatan Medan Belawan. Vol 53(1): Hal 1–14.

205