JURNAL BETA (BIOSISTEM DAN TEKNIK PERTANIAN) Program Studi Teknik Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Udayana http://ojs.unud.ac.id/index.php/beta

Volume 11, Nomor 1, bulan April 2023

Pengaruh Ketebalan dan Suhu Pengeringan Terhadap Karakter Fisik dan Sensoris Buah Naga Merah Kering

The Effect of Thickness and Drying Temperature on The Physical and Sensorical Characteristics of The Dry Red Dragon Fruit

Dinda Mar’atuzzahwa, I Made Supartha Utama*, I Putu Surya Wirawan

Program Studi Teknik Pertanian dan Biosistem, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Udayana, Badung, Bali, Indonesia

*email: [email protected]

Abstrak

Buah naga merah (Hylocereus polyrhizus) merupakakan jenis tanaman tropis yang dapat beradaptasi dengan perubahan cuaca serta produksi buah setiap musimnya sangat berlimpah. Pengeringan merupakan proses mengurangi kadar air pada bahan agar bahan dapat disimpan relatif lama. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh ketebalan dan suhu pengeringan terhadap karakteristik fisik dan sensoris buah naga merah kering. Metode penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAK) dengan 2 faktor yakni suhu pengeringan (60 °C, 70 °C dan 80 °C) dan ketebalan buah (0,5 cm, 0,75 cm, dan 1,00 cm). Setiap unit kombinasi perlakuan terdiri dari 9 irisan buah naga merah segar dan setiap kombinasi perlakuan diulang pengujiannya sebanyak 3 kali. Parameter yang diamati meliputi kadar air, aktivitas air, tekstur, rendemen, color difference, total padatan terlarut, dan uji organoleptik. Data hasil penelitian ini diuji dengan pengujian sidik ragam, jika didapati hasil perbedaan yang signifikan maka dilanjutkan dengan pengujian Duncan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ketebalan dan suhu pengeringan memberikan pengaruh yang nyata terhadap karakter fisik dan sensoris buah naga merah kering. Perlakuan terbaik didapat dari perlakuan ketebalan 0,75 cm dan suhu pengeringan 80 oC dengan nilai kadar air 13,75%, aktivitas air 0,65, tekstur 36,48 kg (force), rendemen 16,28 %, color difference 23,03 ∆E, total gula 8,30 oBrix, dan nilai uji organoleptik warna 3,44, aroma 3,40, tekstur 4,84, rasa 4,84, dan nilai kombinasi tingkat kesukaan 4,84.

Kata kunci: karakter fisik buah naga merah, ketebalan, pengeringan, suhu.

Abstract

Red dragon fruit (Hylocereus polyrhizus) is a type of tropical plant that can adapt to changes in weather and fruit production every season is very abundant. Drying is the process of reducing the moisture content in the material so that the material can be stored relatively long. This study was conducted to find out the effect of drying thickness and temperature on the physical characteristics and sensorical characteristics of dried red dragon fruit. This research method used a Randomized Block Design (RBD) with 2 factors namely drying temperature (60 °C, 70 °C and 80 °C) and fruit thickness (0.5 cm, 0.75 cm, and 1 cm). Each treatment combination unit consists of 9 slices of fresh red dragon fruit and each combination of treatment is repeated 3 times. Parameters observed include water content, water activity, texture, yield, color difference, total dissolved solids, and organoleptic tests. The data of this study was tested with analysis of variance, if significant differences were found, followed by Duncan's testing. The results of the study provided the results that the thickness and drying temperature exerted a noticeable influence on the physical and sensory character of dried red dragon fruit. The treatment of a thickness of 0.75 cm and a drying temperature of 80 oC exerts a significant effect on the yield of dried dragon fruit. best with a water content value of 13.75 %, water activity of 0.65, texture of 36.48, yield of 16.28 %, color difference of 23.03, total sugar of 8.30 oBrix, and organoleptic test value of 3.44, aroma of 3.40, texture of 4.84, taste of 4.84, and favorite level combination value of 4.84.

Keywords: drying, red dragon fruit physical character, thickness, temperature.

PENDAHULUAN

Buah naga (Hylocereus polyrhizus) termasuk tanaman yang mampu beradaptasi dengan perubahan cuaca termasuk curah hujan. Buah naga mengandung

antioksidan, serat pangan, serta mengandung mineral seperti kalsium phosphor, besi serta yang lainnya. Buah naga juga mengandung vitamin yakni vitamin B1, vitamin B2 dan vitamin C, tentunya kandungan

buah naga tersebut sangat bermanfaat bagi manusia (Pratomo, 2008).

Menurut Kristanto (2003) tingkat kemanisan buah naga jenis super red (Hylocereus costaricensis) dan buah naga jenis red pitaya (Hylocereus polyrhizus) memiliki tingkat kemanisan yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan jenis buah naga putih (Hylocereus undatus) yakni mencapai 13-150oBrix. Keunggulan buah naga adalah buahnya yang ada sepanjang tahun sehingga produksi buah naga merah selalu melimpah. Kadar air buah naga segar berkisar 83% dan tergolong tinggi, sehingga dengan kemunduran fisiologis buah naga segar hanya dapat disimpan 7-10 hari. Oleh sebab itu maka diperlukaan pengolahan lanjutan terhadap buah naga untuk pemanfaatan buah yang lebih maksimal.

Pengeringan adalah sebuah proses yang bertujuan mengurangi kadar air bahan sampai titik kadar air tertentu. Tujuan utama dari pengeringan yaitu untuk meningkatkan umur simpan serta mengurangi berat dan volume bahan. Selain itu, tujuan lain dari pengeringan adalah mengurangi resiko kerusakan akibat aktivitas mikroba, mengurangi biaya penyimpanan, mempermudah proses pengangkutan, dan mempertahankan kandungan dalam bahan seperti vitamin dan mineral. Aktivitas mikroba dapat dihambat atau dihentikan bila kandungan air dalam bahan berkurang. Pada dasarnya proses pengeringan terjadi karena adanya perbedaan tekanan uap air di dalam bahan dan di udara yang menyebabkan air dalam bahan menguap ke udara. Udara harus memiliki tekanan uap air yang lebih rendah dari pada bahan yang akan dikeringkan agar dapat membuat suatu bahan menjadi kering (Treybal, 1981).

Pada saat proses pengolahan buah naga kering terdapat faktor-faktor yang dapat dimaksimalkan untuk memperoleh suatu teknik pengolahan yang efisien. Menurut Buckle (1987), sifat fisik bahan mempengaruhi kecepatan proses pengeringan bahan, selain itu kecepatan proses pengeringan juga dipengaruhi oleh pengaturan produk yang berhubungan dengan media atau alat yang menjadi perantara perpindahan panas, hal-hal yang berkaitan dengan alat pengering seperti suhu, kelembapan, kecepatan udara, serta karakteristik dari alat pengering. Selain itu lama pengeringan dipengaruhi oleh suhu, semakin tinggi suhu pengeringan membuat proses pengeringan semakin singkat. Suhu pengeringan juga mempengaruhi kualitas bahan hasil pengeringan (Brooker et al., 1974). Selama proses pengeringan, penguapan air bahan terjadi pada permukaan bahan, kandungan air pada bahan akan bergerak ke atas karena adanya gaya penggerak akibat proses pemanasan. Semakin tebal bahan yang

dikeringkan, maka waktu kandungan air untuk mencapai permukaan bahan akan semakin lama. Menurut Supriyono (2003) saat proses pengeringan kandungan air di dalam bahan menguap pada permukaan bahan, sedangkan kandungan air pada bagian tengah akan merembes ke permukaan bahan lalu menguap. Sehingga diperlukan pemotongan atau pengirisan bahan agar berukuran lebih kecil. Proses pemotongan bahan membuat permukaan bahan menjadi lebih luas, sehingga permukaan bahan yang berhubungan dengan medium pemanasan lebih luas dan membuat kandungan air bahan lebih mudah keluar.

Bahan yang dikeringkan dapat rusak karena proses pengeringan yang terlampau cepat. Karena saat proses pengeringan yang terlampau cepat akan menyebabkan permukaan bahan mengeras lebih dulu, dan kandungan air didalam bahan akan terhambat dan tidak dapat menguap (Taib et al., 1988). Untuk mempermudah dan mempercepat proses pengeringan buah naga memerlukan teknik pengeringan yang tepat. Dari faktor-faktor yang mempengaruhi proses pengeringan, ketebalan bahan dan suhu pengeringan merupakan faktor yang dapat dikendalikan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh ketebalan dan suhu pengeringan terhadap karakteristik buah naga merah serta mengetahui kombinasi ketebalan dan suhu pengeringan yang menghasilkan buah dengan karakteristik fisik dan sensoris terbaik.

METODE

Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Teknik Pascapanen yang terletak di Gedung Agrokomplek Kampus Sudirman Universitas Udayana. Waktu dilaksanakannya penelitian yakni pada bulan Desember 2020 - Februari 2021.

Rancangan Percobaan

Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAK) dengan menggunakan 2 faktor yakni suhu pengeringan (60 °C, 70 °C dan 80 °C) dan ketebalan buah (0,5 cm, 0,75 cm, dan 1,00 cm). Setiap unit kombinasi perlakuan terdiri dari 9 irisan buah naga merah segar dan setiap kombinasi perlakuan diulang pengujiannya sebanyak 3 kali. Data hasil penelitian kemudian diuji statistik dengan metode analisis keragaman atau ANOVA (Analysis of Variance), jika pada hasil analisis berpengaruh nyata (P<0.05), maka dilanjutkan dengan pengujian Duncan’s Multiple Range Test (DMRT). Proses analisis data hasil penelitian dilakukan dengan aplikasi Microsoft Excel dan Software IBM Statistic SPSS versi 25.

Prosedur Penelitian

Persiapan Bahan

Persiapan bahan utama yakni pemilihan buah naga merah yang didapat dari PT. Bali Organik Subak di Kabupaten Badung Bali. Buah yang dipilih adalah buah naga merah kategori A dengan kriteria berat 451 - 600 Gram dan diameter buah 10 - 12 cm. Kulit buah berwarna merah dan sisik pada kulit buah berwarna hijau kemerahan. Buah dalam kondisi utuh dan tidak mengalami kerusakan fisik. Bahan tambahan lain yakni aquades, tisu, dan kertas saring.

Pemotongan Buah Naga

Buah naga merah yang telah dipilih sesuai dengan ukurannya dipotong sisik atau jumbainya untuk mempermudah dalam pemotongan daging buahnya. Buah kemudian dibelah mejadi dua bagian, kemudian dilanjutkan dengan memotong melintang untuk mendapatkan ketebelan potongan yang telah ditentukan yakni 0,50 cm, 0,75 cm, dan 1,00 cm. Pengukuran ketebalan dilakukan menggunakan penggaris atau mistar ukur. Kulit atau pericarp dilepaskan dari potongan daging buah naga.

Pengeringan

Potongan buah naga diletakkan pada loyang aluminium dan diberi jarak 1 cm antar potongan/irisan. Masing-masing loyang berisikan 9 irisan daging buah naga dengan ketebalan yang sama. Loyang-loyang dengan irisan buah naga selanjutnya dimasukkan kedalam oven (Labo, Japan) dan dikeringkan selama 15 jam. Suhu pengeringan yang digunakan disesuaikan dengan rancangan penelitian yang telah ditentukan.

Pengamatan

Pengamatan daging buah naga hasil pengeringan dilakukan terhadap karakteristik fisik dan sensoris seperti dijelaskan dibawah ini. Pengamatan dilakukan sesuai dengan metode pengujian masing masing parameternya.

Parameter yang Diamati

Kadar Air

Pengukuran kadar air menggunakan metode pengeringan oven (Sudarmadji, et al. 1997). Diawali dengan pemberian kode sesuai sampel penelitian pada cawan porselin kemudian cawan porselin dimasukkan ke dalam oven dan dipanaskan dengan suhu 100-105 0C selam kurang lebih 1 jam. Cawan diambil dari oven dan didiamkan didalam desikator selama ±15 menit, setelah itu cawan porselin ditimbang beratnya dan dicatat kemudian timbangan di posisikan ke 0. Selanjutnya sampel dimasukkan kedalam cawan sebanyak 2 gram, setelah itu sampel dikeringkan didalam oven dengan suhu oven 100-105 OC selama kurang lebih 4-5 jam setelah itu sampel

dikelurkan dan didiamkan dalam desikator selama 15 menit, kemudian sampel ditimbang. Sampel ditimbang menggunakan timbangan digital (AND GF-300). Perhitungan kadar air buah naga merah kering dihitung dengan rumus:

Kadar air (%) = w = W1W2 x 100%      [1]

dimana:

w     = kadar air

w1     = berat awal

w2     = berat akhir

Aktivitas Air (aw)

Pertumbuhan mikroorganisme membutuhkan aktivitas air (aw) yang merupakan air bebas yang terkandung didalam suatu bahan pangan (Bintoro, 2008). Nilai aktivitas air bervariasi dari 0 sampai 1 yang juga dinyatakan sebagai potensi biokimia. Nilai 0 pada aktivitas air mengartikan bahwa molekul air yang berkaitan tidak mampu beraktivitas secara kimia. Sedangkan nilai 1 berarti potensi air dalam proses biokimia dalam kondisi maksimal (Waluyo, 2001). Pengukuran nilai aktivitas air dilakukan menggunakan alat aw meter (Pre-Aqua LAB, Amerika). Sampel dimasukan ke dalam alat kemudian tombol diputar ke arah read, nilai aw akan muncul apabila alat sudah berada diposisi completed (Suharyanto, 2009) Perhitungan aktivitas air dapat dihitung dengan rumus:

p _ ERH

po   100

[2]


dimana:

aw      = aktivitas air

p      = tekanan partial uap air bahan

po     = tekanan saturasi (jenuh) uap air pada suhu

yang sama

ERH = kelembapan relative

Tekstur

Pengukuran tekstur buah naga merah dilakukan Texture Analyzer (TA-TXP, Inggris) yang dihubungkan dengan perangkat computer. Tahap pertama yakni melakukan pengaturan terhadap alat melalui aplikasi ‘ Texture Exponent 32’ dengan pengaturan kecepatan 10 detik, kedalaman 0,5 cm atau 5 mm dengan menggunakan probe diameter 6 mm. Uji tekstur menunjukkan nilai kekerasan dalam satuan kg (force). Texture analyzer bekerja akibat adanya daya tekan dari alat atau kemampuan bahan kembali seperti semula setelah diberikan beban (Estiningtyas & Rustanti, 2014).

Rendemen

Rendemen adalah perbandingan berat produk setelah dikeringkan dengan berat produk sebelum

dikeringkan. Pengukuran rendemen pada buah naga kering dilakukan dengan cara menimbang berat awal buah sebelum dikeringkan dan menimbang berat akhir setelah dikeringkan (Erni et al., 2018). Perhitungan rendemen dapat dilakukan dengan rumus berikut:

Rendemen (%) = — %100% ' W1

[3]


dimana:

W1    = berat awal (kg)

W2    = berat akhir (kg)

Color Difference

Nilai color difference menandakan perbedaan warna dari daging buah naga yang dikeringkan dengan warna daging buah segar sesaat sebelum dikeringkan. Pengukuran warna dilakukan terhadap nilai kromatik L, a*, b*, terhadap daging buah naga merah sebelum dan sesudah dikeringkan menggunakan colorimeter (PCE, Model PCE–CSM-1, USA). Pengguanaan colorimeter dimulai dengan cara mengarahkan bagian bawah alat yang berisi tanda (+) pada bagian sampel yang akan diuji warnanya. Tombol Capture yang berada dibelakang alat ditekan, kemudian akan muncul nilai hasil analisis berupa nilai L, a*, b* pada bagian layar dari alat tersebut. Nilai yang digunakan dalam analisis ini dapat dihitung dengan menggunakan rumus (Rhim et al., 1999):

∆E √∆L2+∆a2T^∆b2                    [4]

Keterangan:

∆E* = Nilai total color difference

∆L* = selisih nilai L* buah kering – L* buah segar ∆a* = selisih nilai a* buah kering – a* buah segar ∆b* = selisih nilai b* buah kering – b* buah segar

Total Padatan Terlarut (TPT)

Pengukuran TPT dilakukan dengan alat refractometer (Atago, Jepang) sampel yang akan diukur TPTnya dihancurkan dan dihaluskan kemudian disaring dengan menggunakan saringan kertas. Cairan hasil saringan kemudian diteteskan di atas prisma dari refraktometer digital yang telah di setting “on”. Secara otomatis akan terbaca dan di display secara digital nilai oBrix dari cairan daging buah yang mengindikasikan total padatan terlarut yang terkandung pada buah naga kering. Total padatan terlarut dinyatakan dalam bentuk satuan oBrix.

Organoleptik

Uji organoleptik terhadap buah naga merah ini bertujuan untuk menentukan karakteristik daging buah naga merah kering yang paling disukai oleh panelis. Pengujian ini meliputi warna, aroma, rasa, tekstur dari buah naga merah kering serta tingkat kesukaan secara keseluruhan terhadap buah naga merah kering.

Uji organoleptik ini dilakukan oleh 15 orang berusia 19-24 tahun. Panelis memberikan nilai pada kuesioner yang telah disediakan berdasarkan skala hedonik terdiri angka yang menyatakan tingkat kesukaan dan tidak kesukaan seperti yang ditunjukkan Tabel 1.

Tabel 1. Skala hedonic uji organoleptik

Nilai skor

Tingkat kesukaan

1

2

3

4

5

Sangat tidak suka Tidak suka Cukup suka Suka

Sangat suka

Selain memberikan penilaian berupa tingkat kesukaan, panelis juga menuliskan komentar berupa alasan dari nilai angka yang diberikan.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kadar Air

Hasil analisis keragaman terhadap nilai kadar air buah naga merah kering didapati hasil bahwa faktor suhu dan ketebalan berpengaruh nyata terhadap nilai kadar

air buah naga merah kering. Pengaruh nyata dari suhu pengeringan didapatkan pada suhu 60 ⁰C dan 80 ⁰C dibandingkan dengan suhu 70 ⁰C. suhu 70⁰C tidak menunjukkan perbedaan yang nyata pengaruhnya terhadap kadar air buah naga merah kering. Hal ini juga menunjukkan ketebalan 0,5 cm, 0,75 cm, dan 1,00 cm dan suhu 70 ⁰C tidak efektif dalam menurunkan kadar air daging buah naga merah. Dan hanya suhu 60 ⁰C dan 80 ⁰C dengan ketebalan 0,5 cm dan 1,00 cm yang dapat menurunkan kadar air secara

nyata. Dari hasil penelitian diperoleh rerata nilai kadar air buah naga merah kering berkisar antara 6,50

% sampai dengan 41,65 %. nilai rerata dapat dilihat dalam Gambar 1.

Suhu “C

■ 0,5 cm          i 0,75 cm          ■ 1 cm


Gambar 1. Perlakuan hasil analisis uji kadar air buah naga merah kering.

Gambar 1 Menunjukkan hasil pengamatan nilai kadar air pada buah naga merah yang dikeringkan dengan ketebalan 0,5 cm, 0,75 cm, dan 1,00 cm dan suhu pengeringan 60 0C, 70 0C, dan 80 0C pada lama waktu pengeringan 15 jam. Dari perlakuan ketebalan dan suhu pengeringan yang digunakan menunjukkan bahwa ketebalan bahan berpengaruh terhadap nilai kadar air, dimana pada ketebalan 0,5 cm menunjukan nilai kadar air yang lebih rendah dari pada ketebalan 0,75 cm dan 1,00 cm. Lama proses pengeringan tergantung dengan luas permukaan bahan yang dikeringkan, waktu pengeringan semakin cepat seiring dengan makin tipis bahan yang dikeringkan (Hasyim, 2011). Kadar air rata-rata yang diperoleh yakni 6,50 % sampai 41,64 %, penurunan kadar air terjadi karena perbedaan suhu yang digunakan, nilai kadar air yang dihasilkan semakin rendah jika suhu pengeringan semakin tinggi. Terdapat perbedaan suhu pada permukaan dengan suhu udara, sehingga proses penguapan air dalam bahan akan semakin

cepat ketika suhu pengeringan dinaikkan (Loveless, 1991).

Aktivitas Air

Hasil analisis data menunjukkan faktor suhu berpengaruh nyata terhadap nilai aktivitas air (aw) buah naga merah kering (P<0.05), sedangkan faktor ketebalan tidak berpengaruh nyata terhadap nilai aktivitas air buah naga merah kering. Pengaruh nyata dari suhu pengeringan didapatkan pada suhu 70 0C dibandingkan dengan suhu 60 0C, dan 80 0C. kedua suhu yakni 60 0C dan 80 0C tidak berbeda nyata pengaruhnya terhadap nilai aktivitas air buah naga merah kering. Hal ini menunjukkan bahwa ketebalan 0,5 cm, 0,75 cm, dan 1,00 cm atau suhu 60 0C dan 80 0C tidak efektif menurunkan nilai aktivitas air buah naga merah kering. Hanya suhu 70 0C dan ketebalan 0,5 cm yang dapat menurunkan kadar air secara nyata. Dari hasil penelitian nilai rerata nilai aktivitas air berkisar antara 0,56 sampai 0,91. Nilai rerata dapat dilihat pada Gambar 2.

1,20

0,5 cm 0,75 cm 1 cm


Gambar 2. Perlakuan hasil analisis uji aktivitas air buah naga merah kering.

Gambar 2 menunjukkan bahwa nilai aktivitas air (aw) menunjukkan peningkatan seiring tebalnya bahan yang dikeringkan. Namun mengalami penurunan seiring tingginya suhu pengeringan. Pertumbuhan mikroorganisme membutuhkan aktivitas air (aw) yang merupakan air bebas yang terkandung dalam bahan pangan (Bintoro, 2008). Masa simpan produk sangat dipengaruhi oleh aktivitas air (aw). aktivitas air berkaitan dengan kadar air, aktivitas air juga berkaitan dengan pertumbuhan jamur, bakteri serta mikroba lainnya. Mikroorganisme seperti bakteri dapat berkembang dengan baik pada aktivitas air yang tinggi (Christian, 1980). Setiap mikroorganisme mempunyai nilai aktivitas air untuk berkembang dengan baik, seperti khamir pada nilai aw 0,80 - 0,90, bakteri pada nilai aw 0,90, dan kapang pada nilai aw 0,60-0,70 (Winarno, 1984).

Tekstur

Analisis keragaman data menunjukkan hasil bahwa faktor suhu berpengaruh terhadap nilai tekstur buah naga merah kering (P<0.05), sedangkan faktor ketebalan tidak berpengaruh nyata terhadap nilai tekstur buah naga merah kering (P>0.05). Pengaruh nyata dari suhu pengeringan didapatkan pada suhu 80 oC dibandingkan dengan suhu 60 oC dan 70 oC. Dimana pada suhu pengeringan 80 oC dan ketebalan 0,5 cm mendapatkan nilai tekstur tertinggi yakni 60.34 kg (force). Dari hasil penelitian nilai rerata nilai tekstur berkisar antara 1,45 - 50,34 kg (force). Nilai rerata hasil uji tekstur terhadap buah naga merah kering tertera pada Gambar 3.

-10,00

Suhu (0C)


0,5 cm 0,75 cm 1 cm

Gambar 3. Perlakuan hasil uji tekstur buah naga merah kering

Gambar 3 menunjukkan peningkatan nilai tekstur buah naga merah kering. Nilai tekstur mengalami peningkatan seiring tingginya suhu sedangkan mengalami menurunan seiring dengan tebalnya bahan yang dikeringkan. Hal tersebut berbanding terbalik dengan nilai kadar air. Hal ini ditunjukkan oleh perlakuan pengeringan suhu 60 0C, dimana pada nilai kadar air terdapat peningkatan namun pada nilai tekstur mengalami penurunan. Semakin rendah nilai kadar air pada suatu bahan mempengaruhi nilai tekstur pada produk tersebut. Sifat fisik, perubahan kimia dan kerusakan akibat aktivitas mikroorganisme dipengaruhi oleh kadar air, sehingga kadar air

menentukan daya awet dari bahan pangan (Loka, 2017).

Rendemen

Analisis keragaman data menunjukkan bahwa ketebalan dan suhu pengeringan berpengaruh nyata terhadap nilai rendemen buah naga merah kering, sedangkan interaksi keduanya tidak berpengaruh nyata. Dari hasil penelitian diperoleh rerata nilai rendemen buah naga merah kering berkisar antara 15,40 % sampai dengan 27,14 %. Nilai rerata dapat dilihat dalam Gambar 4.

0,5 cm 0,75 cm 1 cm


Gambar 4. Perlakuan hasil uji rendemen buah naga merah kering

Gambar 4 menunjukkan penurunan nilai rendemen seiring dengan tingginya suhu pengeringan. Penurunan nilai rendemen disebabkan oleh semakin tingginya suhu yang digunakan dalam proses pengeringan. Suhu pengeringan yang lebih tinggi mengakibatkan kadar air bahan menguap lebih banyak membuat nilai rendemen menurun. Begitu pula sebaliknya, suhu rendah mengakibatkan air dalam bahan menguap lebih sedikit sehingga nilai rendemen semakin tinggi. Disamping itu ketebalan bahan juga mempengaruhi proses penguapan air. Menurut Supriyono (2003), saat proses pengeringan kandungan air didalam bahan menguap pada permukaan bahan, sedangkan kandungan air pada bagian tengah akan merembes ke permukaan bahan lalu menguap. Sehingga diperlukan pemotongan atau pengirisan bahan agar berukuran lebih kecil. Proses pemotongan bahan membuat permukaan bahan menjadi lebih luas, sehingga permukaan bahan yang

berhubungan dengan medium pemanasan lebih luas dan membuat kandungan air bahan lebih mudah keluar. Perbedaan nilai rendemen pada suatu bahan dipengaruhi oleh kandungan air dalam bahan tersebut. Salah satu faktor penentu proses pengeringan adalah suhu pengeringan, selain itu pengeringan dipengaruhi dengan kadar air awal bahan serta ukuran bahan yang dikeringkan (Ramelan, 1996).

Color Difference

Hasil analisis keragaman data menunjukkan hasil bahwa faktor ketebalan dan suhu pengeringan nyata pengaruhnya terhadap nilai nilai color difference buah naga merah kering namun interaksi antara keduanya tidak berpengaruh nyata. Dengan nilai rerata nilai color diference berkisar antara 16,25 -34,01 ∆E. Nilai rerata dapat dilihat pada Gambar 5.

40,00

■ 0,5 cm ■ 0,75 cm ■ 1 cm


Gambar 5. Perlakuan hasil pengujian color difference buah naga merah kering

Gambar 5 menunjukkan nilai color difference tertinggi pada suhu 60 oC yakni 34,01 ∆E, namun mengalami penurunan pada suhu 70 oC kemudian mengalami kenaikan pada suhu 80 oC. Hal tersebut disebabkan oleh reaksi perubahan warna yang terjadi karena proses pemanasan dengan suhu panas. Pada buah, bunga, dan jaringan vegetatif lainnya banyak didapati kandungan betalain yang merupakan pigmen berwarna merah-violet dan kuning-jingga (Strack et al., 2003). Kestabilan pigmen betalain sangat dipengaruhi oleh panas, terdapat kemungkinan terjadinya pemutusan ikatan selama proses pengeringan sehingga rusaknya pigmen betalain yang ditandai dengan perubahan warna menjadi lebih pucat atau lebih terang. Disamping itu, pemanasan juga mengakibatkan peningkatan nilai konsentrasi gula yang menyebabkan kenaikan nilai color difference. Winarno (2008) menyatakan bahwa proses pemanasan dapat mempercepat pencoklatan bahan

makanan yang memiliki kandungan karbohidrat karena komponen gula pereduksi yang membentuk senyawa berwarna coklat akibat dari proses pemanasan.

Total Padatan Terlarut (TPT)

Hasil analisis menunjukkan bahwa tidak terdapat pengaruh nyata dari faktor ketebalan dan suhu pengeringan terhadap nilai total padatan terlarut buah naga merah kering. Dari hasil penelitian didapati hasil rerata nilai total gula berkisar antara 6,47 – 11,20. Adanya peningkatan nilai total padatan terlarut terjadi karena proses pengeringan yang terjadi pada buah naga merah. Total padatan terlarut adalah kombinasi gula reduksi dan non-reduksi hasil dari hidrolisa pati. Gula reduksi merupakan monosakarida dan disakarida yang berperan sebagai agensia produksi. Nilai rerata dapat dilihat pada Gambar 6.

■ 0,5 cm ■ 0,75 cm ■ 1 cm


Gambar 6. Perlakuan hasil pengujian total gula buah naga merah kering

Gambar 6 menunjukkan bahwa nilai total padatan terlarut mengalami kenaikan dan penurunan. Pengujian glukosa dan gula-gula reduksi lainnya didasari oleh kemampuan senyawa gula mereduksi agensia pengoksidasi. Kandungan gula dan asam merupakan kandungan yang mendominasi total padatan terlarut pada buah (Soedibyo, 2005). Total padatan terlarut semakin bertambah seiring dengan lama pemanasan yang mengakibatkan gula semakin larut dalam sari (Buckle et, al. 2009). Konsentrasi

gula mempengaruhi nilai total gula, nilai total gula meningkat akibat dari tingginya konsentrasi gula.

Uji Organoleptik

Warna

Hasil analisis keragaman menunjukkan hasil bahwa ketebalan dan suhu serta interaksi tidak berpengaruh nyata terhadap nilai organoleptik mutu visual buah naga merah kering. Hasil pengujian ditunjukkan pada Gambar 7.

0,5 cm 0,75 cm 1 cm


Gambar 7. Perlakuan ketebalan dan suhu pengeringan terhadap organoleptik warna buah naga merah kering

Gambar 7 menunjukkan dari hasil pengujian kombinasi perlakuan K3 (ketebalan 1,00 cm) dan S2 (suhu 70 oC) memperoleh nilai tertinggi yaitu 4,00 dan nilai terendah diperoleh oleh kombinasi perlakuan K1 (ketebalan 0,5 cm) dan S3 (suhu 80 oC) yaitu 3,33. Sehingga perlakuan yang diterima oleh panelis adalah K3S2 (ketebalan 1,00 cm dan suhu 70 oC) dengan nilai 4,00.

Aroma

Analisis keragaman data menunjukkan hasil bahwa faktor ketebalan berpengaruh nyata terhadap nilai organoleptik buah naga merah kering, sedangkan faktor suhu tidak berpengaruh nyata. Hasil pengujian ditunjukkan oleh Gambar 8.

4,50


4,00


3,87


3,93


3,82


3,50


3,58                                  3,73                                             3,82

3,24                        3,33                        3,333,40


3,00

S o

2,50


2,00

O

1,50

6

1,00


0,50


0,00


60


70

Suhu (0C)


80


0,5 cm 0,75 cm 1 cm

Gambar 8. Perlakuan ketebalan dan suhu pengeringan terhadap organoleptik aroma buah naga merah kering

Gambar 8 menunjukkan dari hasil pengujian kombinasi perlakuan K3 (ketebalan 1,00 cm) dan S2 (suhu 70 oC) memperoleh nilai tertinggi yaitu 3,39 dan nilai terendah diperoleh oleh kombinasi perlakuan K1 (ketebalan 0,5 cm) dan S1 (suhu 60 oC) yaitu 3,24. Sehingga perlakuan yang diterima oleh panelis adalah K3S2 (ketebalan 1cm dan suhu 70 oC) dengan nilai 3,93.

Tekstur

Analisis keragaman data terhadap nilai uji organoleptik tekstur menunjukkan bahwa tidak ada pengaruh nyata dari ketebalan dan suhu pengeringan terhadap nilai uji organoleptik tekstur buah naga merah kering. Hasil pengujian dapat dilihat pada Gambar 9.

Gambar 9 menunjukkan dari hasil pengujian kombinasi perlakuan K2 (ketebalan 0,75 cm) dan S3 (suhu 80 oC) memperoleh nilai tertinggi yaitu 4,84 dan nilai terendah diperoleh oleh kombinasi perlakuan K3 (ketebalan 1,00 cm) dan S2 (suhu 70 oC) yaitu 3,46. Sehingga perlakuan yang diterima oleh panelis adalah K2S3 (ketebalan 0,75 cm dan suhu 80 oC) dengan nilai 4,48.

Rasa

Analisis keragaman data menunjukkan hasil bahwa faktor ketebalan dan suhu tidak berpengaruh terhadap nilai organoleptik buah naga merah kering (P>0.05). Hasil pengujian rasa dapat dilihat pada Gambar 10.

0,5 cm 0,75 cm 1 cm


Gambar 9. Perlakuan ketebalan dan suhu pengeringan terhadap organoleptik tekstur buah naga merah kering

0,5 cm 0,75 cm 1 cm


Gambar 10. Perlakuan ketebalan dan suhu pengeringan terhadap organoleptik rasa buah naga merah kering.

Gambar 10 menunjukkan perlakuan K2S3 (ketebalan 0,75 cm dan suhu 80 oC) memperoleh nilai tertinggi yakni 4,48, dan nilai terendah diperoleh perlakuan K3S2 (ketebalan 1,00 cm dan suhu 70 oC) yakni 3,46. Dari hal tersebut dapat disimpulkan kombinasi K2S3 adalah kombinasi yang paling bias diterima oleh panelis adalah K2S3 (ketebalan 0,75 cm dan suhu 80 oC) dengan nilai 4,48.

Kombinasi Tingkat Kesukaan

Hasil analisis keragaman data menunjukkan bahwa faktor ketebalan dan suhu tidak berpengaruh nyata

terhadap nilai organoleptik kombinasi tingkat kesukaan buah naga merah kering (P<0.05). Gambar 11 menunjukkan secara keseluruhan, kombinasi tingkat kesukaan menunjukkan perlakuan K2S3 (ketebalan 0,75 cm dan suhu 80 oC) memperoleh nilai tertinggi yakni 4,48, dan nilai terendah diperoleh perlakuan K3S2 (ketebalan 1,00 cm dan suhu 70 oC) yakni 3,46. Dari hal tersebut dapat disimpulkan kombinasi K2S3 adalah kombinasi yang paling bisa diterima oleh panelis adalah K2S3 (ketebalan 0,75 cm dan suhu 80 oC) dengan nilai 4,48.

0,5 cm 0,75 cm 1 cm


Gambar 11. Perlakuan ketebalan dan suhu pengeringan terhadap organoleptik kombinasi tingkat kesukaan buah naga merah kering

KESIMPULAN

Secara keseluruhan kombinasi perlakuan ketebalan bahan dan suhu pengeringan berpengaruh nyata terhadap karakteristik fisik dan sensoris buah naga merah kering. Kombinasi ketebalan bahan dan suhu pengeringan mampu menghasilkan buah naga kering yang mendekati kriteria yang diinginkan dalam lama waktu pengeringan yang lebih efisien. Perlakuan K2S3 (ketebalan 0,75cm dan suhu 80oC) merupakan perlakuan yang paling bisa diterima dengan nilai kadar air 13,75 %, aktivitas air 0,65, tekstur 36,48 kg (force), rendemen 16,28%, color deference 23,03 ∆E, total padatan terlarut 8,30 oBrix, dan nilai uji organoleptik warna 3,44, aroma 3,40, tekstur 4,84, rasa 4,84, dan nilai kombinasi tingkat kesukaan 4,84.

DAFTAR PUSTAKA

Bakker-Arkema, F. W., Brooker, D. B., & Hall, C. W. (1974). Drying Cereal Grains. Wesport, Co.: The Avi.

Baloch, A. K., Buckle, K. A., & Edwards, R. A. (1987). Effect of sulphur dioxide and blanching on the stability of carotenoids of dehydrated carrot. Journal of the Science of Food and Agriculture, 40(2), 179-187.

Bintoro, V. Priyo. (2008). Teknologi Pengolahan Daging dan Analisis Produk. Universitas Diponegoro.

Buckle, K. A. (1987). Ilmu pangan. UI Press http://digilib.ulm.ac.id/cabang/index.php? p=show_detail&id=28160.

Christian, J. H. B. (1980). Reduced Water Activity. Academic Press

Erni, N., Kadirman, K., & Fadilah, R. (2018). Pengaruh Suhu Dan Lama Pengeringan Terhadap Sifat Kimia Danorganoleptik Tepung Umbi Talas (Colocasia esculenta). Jurnal Pendidikan Teknologi Pertanian, 4(1), 95-105.

Estiningtyas, D., & Rustanti, N. (2014). Kandungan Gizi Sosis Substitusi Tepung Tempe Dengan Bahan pengisi Tepung Ubi JalarKkuning

(Ipomoea batatas) dan Bahan Penstabil Ekstrak Rumput Laut (Eucheuma cottonii) Untuk PMT Ibu Hamil. Journal of Nutrition College, 3(2), 285–292.

Hasyim, B. A. (2011). Rancang Bangun Alat Pengering Yang Memanfaatkan Gas Buang Berdasarkan Kajian Perpindahan Panas Dan Karakteristik Koefisien Difusivitas Kerupuk. Jurnal Teknika.

Kristanto, D. (2003). Buah naga: pembudidayaan di pot & di kebun. Penebar Swadaya.

Loka, H. H. (2017). Keripik Simulasi Ekstrak Daun Cincau Hijau (Premna oblongifolia Merr.,). Jurnal Agroindustri Halal, 3(2), 152–159.

Loveless, A. R. (1991). Prinsip-prinsip Biologi Tumbuhan untuk daerah tropik dari Principles of Plant Biology for the Tropics oleh Kuswara Kartawinata. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. Hal, 118–160.

Pratomo. (2008). Superioritas Jambu Biji dan Buah Naga. Agromedia Pustaka.

Ramelan, A. H., & Riyadi, P. N. H. (1996). Fisika Pertanian. UNS-Press.

Rhim, J. W., Wu, Y., Weller, C. L., & Schnepf, M. (1999). Physical characteristics of a composite film of soy protein isolate and propyleneglycol alginate. Journal of Food Science, 64(1), 149– 152.

Slamet, S., Bambang, H. & Suhardi. (1997). Prosedur Analisa Untuk Bahan Makanan Dan Pertanian. Liberty Yogyakarta

Soedibyo. (2005.). Karakterisasi Morfologi Lima Populasi Nenas (Ananas comosus (L.) Merr.). https://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/5 0535

Strack, D., Vogt, T., & Schliemann, W. (2003). Recent advances in betalain research. Phytochemistry, 62(3), 247–269.

Suharyanto, S. (2009). Aktivitas air (Aw) dan warna dendeng daging giling terkait cara pencucian (leaching) dan jenis daging yang berbeda. Jurnal Sain Peternakan Indonesia, 4(2), 113– 120.

Supriyono. (2003). Mengukur Faktor – Faktor dalam Proses Pengeringan. Gramedia.

Taib, G., Sa’id, G., & Wiraatmadja, S. (1988). Operasi pengeringan pada pengolahan hasil pertanian. PT. Mediyatama Sarana Perkasa.

Treybal, R. E. (1981). Mass-transfer operations, McGraw-Hill. Using tree fern as a biosorbent.

Process Biochem, 40(1), 119–124.

Waluyo, S. (2001). Teknik Pengolahan Hasil Pertanian 1. Fakultas Pertanian, UNILA.

Winarno, F G. (1984). Kimia Pangan dan Gizi, Penerbit PT. Gramedia, Jakarta.

Winarno, Florentinus Gregorius. (2008). Kimia Pangan dan Gizi: Edisi Terbaru. Jakarta. Gramedia Pustaka Utama, 31.

61