Pengaruh Konsentrasi Rendaman Asap Cair Bambu Tabah (Gigantochloa nigrociliata Buse-Kurz) dan Suhu Pengovenan Ikan Bawal Putih (Pampus argenteus)
on
JURNAL BETA (BIOSISTEM DAN TEKNIK PERTANIAN Program Studi Teknik Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Udayana
http://ojs.unud.ac.id/index.php/beta
Volume 10, Nomor 2, bulan September, 2022
Pengaruh Konsentrasi Rendaman Asap Cair Bambu Tabah (Gigantochloa Nigrociliata Buse-Kurz) dan Suhu Pengovenan Bawal Putih (Pampus Argenteus)
The Effect of Tabah Bamboo Liquid Smoke (Gigantochloa Nigrociliata Buse-Kurz) Concentration and Ovening Temperature of White Pomfret (Pampus Argenteus)
Nova Syafrienti Simbolon, Pande Ketut Diah Kencana*, I Putu Gede Budisanjaya Program Studi Teknik Pertanian dan Biosistem, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Udayana, Badung, Bali, Indonesia
*E-mail: [email protected]
Abstrak
Ikan bawal putih (Pampus argenteus) merupakan ikan yang memiliki gizi tinggi dan mudah mengalami kerusakan. Digunakan cara untuk mengawetkan ikan bawal putih dengan proses pengasapan. Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengukur dan memperoleh konsentrasi asap cair bambu tabah dan suhu pengovenan yang sesuai agar dapar memperoleh kualitas mutu ikan bawal putih yang terbaik.. Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap dua faktorial. Faktor pertama yaitu pemberian konsentrasi asap cair yang terdiri dari konsentrasi 0%, 3%, dan 6%. Faktor kedua yaitu suhu pengovenan pada ikan bawal putih dengan suhu 60℃, 80℃, dan 100℃ selama 4 jam. Kombinasi perlakuan yang terbaik adalah pada konsentrasi 6% dan suhu pengovenan 100℃ menghasilkan ikan bawal putih dengan karakteristik sebagai berikut: kadar air 26,37%; kadar protein 8,23%; pH 5,99; lemak 9,62%; nilai uji sensori kenampakan 8,20; aroma 8,20; rasa 8,20; serta tekstur 9.00.
Kata kunci: asap cair, bambu tabah, ikan bawal putih
Abstract
White pomfret (Pampus argenteus) is a fish that has high nutrition and is easily damaged. A way to preserve white pomfret is used in the smoking process. The purpose of this study was to measure and obtain the concentration of liquid smoke of tough bamboo and the appropriate oven temperature in order to obtain the best quality of white pomfret. This study used a two-factorial Completely Randomized Design. The first factor is the concentration of liquid smoke which consists of concentrations of 0%, 3%, and 6%. The second factor is the oven temperature of white pomfret with temperatures of 60℃, 80℃, and 100℃ for 4 hours. The best treatment combination was at a concentration of 6% and an oven temperature of 100℃ to produce white pomfret with the following characteristics: water content 26.37%; protein content 8.23%; pH 5.99; fat 9.62%; the value of the sensory appearance test is 8.20; fragrance 8.20; flavor 8.20; and texture 9.00.
Keywords: liquid smoke, tabah bamboo, white pomfret
PENDAHULUAN
Bawal putih (Pampus argenteus) merupakan ikan yang mengandung zat gizi baik untuk kesehatan. Izwardy (2018) menyebutkan bahwa komposisi zat gizi ikan bawal segar mengandung air 78 g; energi 91 Kal; protein 19 g; lemak 1,7 g; dan kalsium sebesar 20 mg. Ikan bawal putih habitatnya di air laut dan dapat ditemukan di Pantai Timur Indonesia, Laut Jawa, serta sebagian Timur Sumatra. Bawal putih mampu berkembang di wilayah sedikit berlumpur (Prihatiningsih et al., 2015). Kerusakan ikan ditandai dengan penurunan kesegaran ikan setelah ikan mengalami kematian akibat mekanisme pertahanan ikan baik secara fisik (sisik, kulit) dan
fisiologi (antibodi) tidak berfungsi dengan baik. Menurut Anggraini dan Yuniningsih (2017) kerusakan pada ikan juga dapat disebabkan oleh pH ikan yang mencapai netral dan tingginya kandungan air pada tubuh ikan sehingga mikroba pembusuk mudah tumbuh. Metode yang dapat dipakai untuk mengawetkan bawal putih adalah dengan pengasapan. Pengasapan adalah metode pengawetan dengan cara meletakkan ikan di atas sumber panas yang suhunya mencapai 100°C hingga 120°C (Andika et al., 2020). Ikan asap menjadi lebih awet karena kandungan air dalam bahan menjadi berkurang, mikroorganisme pembusuk terhambat pertumbuhannya karena adanya senyawa asam, dan
ikan menjadi tahan terhadap serangan mikroorganisme karena terjadinya koagulasi protein (Sulistijowati et al., 2011).
Metode pengasapan terdiri dari pengasapan tradisional dan pengasapan modern. Pengasapan tradisional merupakan pengasapan dengan pembakaran menggunakan kayu. Dampak negatif yang ditimbulkan dari pengasapan tradisional adalah tidak ramah lingkungan dan munculnya senyawa karsinogen yang berbahaya bagi kesehatan (Swastawati et al., 2013). Pengasapan modern adalah pengasapan dengan menggunakan asap cair. Menurut Swastawati et al., (2018) ikan yang dibuat dengan pengasapan metode asap cair mempunyai kualitas lebih baik, aman, dan praktis dibandingkan metode tradisional.
Pengawetan ikan bawal putih dilakukan dengan menggunakan asap cair bambu tabah. Senyawa kimia seperti fenol, asam, dan senyawa karbonil di dalam asap cair berfungsi untuk memperpanjang masa simpan ikan dan memperbaiki karakteristik sensori (warna dan rasa) ikan bawal putih. Bambu tabah yang digunakan sebagai asap cair berasal dari Desa Padangan, Pupuan yang masih kurang maksimal penggunaannya. Umumnya bambu tabah hanya digunakan sebagai bahan pelengkap upacara adat istiadat (Kencana et al., 2012). Hal-hal yang dapat mempengaruhi proses pengawetan ikan bawal putih menggunakan asap cair bambu tabah yaitu konsentrasi asap cair yang digunakan dan suhu pengovenan.
Penelitian yang dilakukan Andika et al., (2020) menyatakan bahwa perbedaan konsentrasi pemberian asap cair bambu tabah dan suhu pemanasan berpengaruh terhadap sifat kimia dan organoleptik ikan lele asap. Perlakuan terbaik didapatkan dengan kombinasi asap cair bambu tabah sebesar 3% dan suhu pemanasan 100°C. Penelitian lainnya yang dilakukan Sitanggang et al., (2020) dengan menggunakan perlakuan konsentrasi asap cair 0%, 3%, 6% dan suhu pengovenan 80°C selama 4 jam didapatkan perlakuan konsentrasi 6% dengan karakteristik terbaik. Menurut Sunarsih et al., (2012), kandungan asam yang terkandung di dalam asap cair dapat mempengaruhi tingkat keasaman, cita rasa, dan masa simpan produk asapan. Diatmika et al., (2019) menambahkan bahwa campuran senyawa keton, aldehid, fenolik, dan asam dalam asap cair aman digunakan sebagai pengawet. Suhu ideal pemanasan juga merupakan faktor pendukung proses pengasapan karena suhu yang terlalu tinggi dapat mengurangi kandungan gizi makanan dan mempengaruhi karakteristik produk akhir.
Bambu tabah memiliki potensi besar untuk dimanfaatkan sebagai asap cair, maka diperlukan penelitian tentang pengaruh konsentrasi rendaman asap cair bambu tabah dan suhu pengovenan terhadap mutu ikan bawal putih. Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengukur dan mendapatkan konsentrasi asap cair bambu tabah dan suhu pengovenan yang sesuai agar mendapatkan kualitas mutu ikan bawal putih yang terbaik.
METODE PENELITIAN
Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Laboratorium
Pascapanen, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Udayana. Waktu penelitian berlangsung dari bulan Februari 2021 - Juni 2021.
Alat Bahan
Alat dalam penelitian ini adalah oven listrik, botol, coolbox yang panjangnya 40,5 cm, lebar 47,2 cm dengan volume 22 liter, pisau, talenan, destilator asap cair, destilator behrotest, gelas ukur, spatula, erlenmeyer, timbangan digital, desikator, pH meter, soxhlet, labu kjedhal, gelas beker, dan peralatan tulis. Bahan yang digunakan yaitu ikan bawal putih segar dengan berat sekitar 450-500 g setiap ekornya sebanyak 14 ekor yang diperoleh dari Pasar Ikan Kedonganan, asap cair bambu tabah grade 3 yang selanjutnya didestilasi menjadi asap cair bambu tabah grade 1, kertas saring, benang wol, air kemasan aqua, dan alumunium foil.
Rancangan Penelitian
Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dua factorial dengan 3 kali disetiap perlakuan sehingga terdapat 27 unit percobaan. Waktu pengovenan penelitian ini adalah 4 jam.
Perlakuan pertama yaitu faktor konsentrasi asap cair (K):
-
a. K1= Konsentrasi asap cair 0%
-
b. K2= Konsentrasi asap cair 3% c. K3= Konsentrasi asap cair 6%
Perlakuan kedua yaitu faktor suhu pengovenan (S): a. S1= Suhu Pengovenan 60°C b. S2= Suhu Pengovenan 80°C c. S3= Suhu Pengovenan 100°C
Kombinasi yang diperoleh sebagai berikut:
-
a. K1S1= Konsentrasi 0% , Suhu 60°C
-
b. K1S2= Konsentrasi 0% , Suhu 80°C c. K1S3= Konsentrasi 0% , Suhu 100°C d. K2S1= Konsentrasi 3% , Suhu 60°C e. K2S2= Konsentrasi 3% , Suhu 80°C f. K2S3= Konsentrasi 3% , Suhu 100°C
g. K3S1= Konsentrasi 6% , Suhu 60°C h. K3S2= Konsentrasi 6% , Suhu 80°C
i. K3S3= Konsentrasi 6% , Suhu 100°C
menghasilkan kadar air di atas 60% yang artinya tidak memenuhi SNI 2725.2.2009 yaitu maksimal 60%.
Pelaksanaan Penelitian
Persiapan Bahan Baku
Disiapkan ikan bawal putih segar dengan berat 450500 g per ekornya sebanyak 14 ekor yang didapat dari Pasar Ikan Kedonganan. Ikan bawal putih dibawa ke laboratorium dengan menggunakan coolbox..
Penyiangan dan Pencucian
14 ekor ikan bawal putih yang telah didapat langsung dicuci dengan air mengalir, dibuang insang, sirip, ekor, dan isi perut. Ikan bawal putih yang sudah dibersihkan kemudian dibelah menjadi dua bagian.
Perendaman Asap Cair Bambu Tabah
Perendaman ikan bawal putih dilakukan dalam konsentrasi asap cair 0%, 3%, dan 6% selama 30 menit. Selanjutnya, ditiriskan selama 15 menit dan dipanaskan menggunakan oven selama 4 jam dengan suhu 60oC, 80oC, dan 100oC. Setelah dioven dilakukan analisis sesuai dengan parameter uji yang telah ditentukan.
Parameter Pengamatan
Parameter yang diamati yaitu kadar air menggunakan metode pemanasan (Sudarmaji et al., 1984), kadar protein dengan menggunakan Mikro Kjedhal (Sudarmaji et al., 1984), pH dengan menggunakan pH meter (AOAC, 2005), kadar lemak sesuai dengan SNI 01-2354.3-2006, serta sensoris meliputi: kenampakan, bau, rasa, dan tekstur menggunakan uji skoring.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Kadar Air
Pada uji sidik ragam memperlihatkan kombinasi perlakuan konsentrasi rendaman asap cair dan suhu pengovenan berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap kadar air ikan bawal putih yang dihasilkan. Rata-rata kadar air (%) ikan bawal putih pada perlakuan konsentrasi rendaman asap cair dan suhu pengovenan dapat dilihat pada Tabel 1 dan grafik kadar air ikan bawal putih dengan kombinasi perlakuan konsentrasi rendaman asap cair dan suhu pengovenan dapat dilihat pada Gambar 1. Berdasarkan nilai rata-rata kadar air, semakin tinggi konsentrasi asap cair dan suhu pengovenan akan menyebabkan rendahnya kadar air ikan bawal putih. Pada penelitian ini, hanya kombinasi perlakuan konsentrasi 0% dan suhu pengovenan 60°C yang
Tabel 1. Pengaruh konsentrasi rendaman asap cair dan suhu pengovenan terhadap nilai rata-rata kadar air (%) ikan bawal putih
Perlakuan |
S1 |
S2 |
S3 |
K1 |
60,14a |
58,59a |
57,18a |
K2 |
45,11b |
42,37bc |
39,47c |
K3 |
37,76c |
30,22d |
26,37d |
Keterangan: Huruf yang sama di belakang angka pada kolom yang sama menunjukkan nilai yang tidak berbeda nyata (P>0,05)
Tabel 1 menunjukkan perlakuan konsentrasi 0% dan suhu pengovenan 60°C (K1S1) dengan nilai rata-rata sebesar 60,14% yang tidak berbeda dengan perlakuan K1S2 dan K1S3 menghasilkan nilai kadar air tertinggi. Sedangkan perlakuan konsentrasi 6% dan suhu pengovenan 100°C (K3S3) dengan nilai rata-rata sebesar 26,37% yang tidak berbeda dengan perlakuan K3S2 menghasilkan nilai kadar air terendah. Semakin besar angka pada notasi yang sama menunjukan kadar air semakin tinggi.
Gambar 1. Grafik nilai kadar air ikan bawal putih dengan kombinasi perlakuan konsentrasi rendaman asap cair dan suhu pengovenan
Menurut Himawati, (2010), karakteristik penting dalam bahan pangan yaitu kadar air. Semakin besar konsentrasi asap cair yang diberikan menyebabkan rendahnya kadar air yang dihasilkan. Hal ini dikarenakan penggunaan asap cair ke dalam suatu produk pangan dapat menyebabkan air bebas keluar dari ikan akibat ketidaklarutan protein daging sehingga nilai kadar air ikan menjadi berkurang (Andika et al., 2020). Semakin tinggi suhu pengeringan yang digunakan mengakibatkan penguapan berlangsung dengan cepat sehingga kandungan air dalam bahan semakin berkurang (Winarno, 1992).
Kadar Protein
Hasil sidik ragam menunjukkan kombinasi perlakuan konsentrasi rendaman asap cair dan suhu pengovenan berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap kadar protein ikan bawal putih yang dihasilkan. Nilai rata-rata kadar protein (%) ikan bawal putih pada perlakuan konsentrasi rendaman asap cair dan suhu pengovenan dapat dilihat pada Tabel 2 dan grafik nilai kadar protein ikan bawal putih dengan kombinasi perlakuan konsentrasi rendaman asap cair dan suhu pengovenan dapat dilihat pada Gambar 2.
Tabel 2. Pengaruh konsentrasi rendaman asap cair
dan suhu pengovenan terhadap nilai rata-rata kadar protein (%) ikan bawal putih
Perlakuan |
S1 |
S2 |
S3 |
K1 |
3,72c |
6,03b |
7,58a |
K2 |
3,97c |
6,31b |
7,71a |
K3 |
3,93c |
6,25b |
8,23a |
Keterangan: Huruf yang sama di belakang angka pada kolom yang sama menunjukkan nilai yang tidak berbeda nyata (P>0,05)
Estimated Marginal Means of Kadar Protein
KISI K1S2 K1S3 K2S1 K2S2 K2S3 K3S1 K3S2 K3S3
KonsentrasilStJliu
Gambar 2. Grafik nilai kadar protein ikan bawal putih dengan kombinasi perlakuan konsentrasi rendaman asap cair dan suhu pengovenan
Tabel 2 menunjukkan bahwa kadar protein ikan bawal putih yang dihasilkan berkisar antara 3,72%-8,23%. Kadar protein tertinggi diperoleh pada perlakuan konsentrasi 6% dan suhu pengovenan 100°C (K3S3) dengan nilai rata-rata sebesar 8,23% yang tidak berbeda dengan perlakuan K1S3 dan K2S3. Sedangkan perlakuan konsentrasi 0% dan suhu pengovenan 60°C (K1S1) dengan nilai rata-rata 3,72% yang tidak berbeda dengan perlakuan K2S1 dan K3S1 menghasilkan nilai kadar protein terendah. Semakin besar angka pada notasi yang sama menunjukan kadar protein semakin baik.
Hasil penelitian memperlihatkan hubungan antara kedua perlakuan di mana konsentrasi dan suhu pengovenan semakin tinggi menyebabkan kadar protein ikan bawal putih semakin tinggi pula. Kadar protein dan kadar air suatu produk saling
berhubungan erat karena nilai protein yang terukur dipengaruhi oleh kehilangan kandungan air (Sebranek, 2009).
Meningkatnya kandungan protein ikan bawal putih disebabkan oleh tertinggalnya senyawa protein larut air dan menguapnya sebagian air bebas daging ikan. Tingkat keasaman asap cair dapat menyebabkan keluarnya air bebas dari daging ikan (Gómez-Guillén et al., 2000). Air bebas tersebut akan menguap karena panas yang diberikan. Oleh karena itu pemberian konsentrasi asap cair yang dikombinasikan dengan suhu pengovenan berpengaruh terhadap nilai kadar protein dari ikan bawal putih.
Nilai pH
Pengukuran nilai pH ikan bawal putih dilakukan dengan menggunakan pH meter. Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa kombinasi perlakuan konsentrasi rendaman asap cair dan suhu pengovenan berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap nilai pH ikan bawal putih yang dihasilkan. Nilai rata-rata pH ikan bawal putih pada perlakuan konsentrasi rendaman asap cair dan suhu pengovenan dapat dilihat pada Tabel 3 dan grafik nilai pH ikan bawal putih dengan kombinasi perlakuan konsentrasi rendaman asap cair dan suhu pengovenan dapat dilihat pada Gambar 3.
Tabel 3. Pengaruh konsentrasi rendaman asap cair
dan waktu pengovenan terhadap nilai rata-rata pH ikan bawal putih
Perlakuan |
S1 |
S2 |
S3 |
K1 |
7,12a |
7,02c |
6,29e |
K2 |
7,08b |
7,00c |
6,21f |
K3 |
7,07b |
6,56d |
5,99g |
Keterangan: Huruf yang sama di belakang angka pada kolom yang sama menunjukkan nilai yang tidak berbeda nyata (P>0,05)
Estimated Marginal Means of pH
K1S1 l<1S2 K1S3 K2S1 l<2S2 K2S3 K3S1 l<3S2 K3S3
KonsentrasilSuhu
Gambar 3. Grafik nilai pH ikan bawal putih dengan kombinasi perlakuan konsentrasi rendaman asap cair dan suhu pengovenan
Nilai pH ikan bawal putih yang dihasilkan berkisar antara 7,12-5,99. Nilai pH tertinggi diperoleh pada
perlakuan konsentrasi 0% dan suhu pengovenan 60°C (K1S1) dengan nilai rata-rata sebesar 7,12. Nilai pH terendah diperoleh pada perlakuan konsentrasi 6% dan suhu pengovenan 100°C (K3S3) dengan nilai rata-rata sebesar 5,99.
Penggunaan konsentrasi asap cair dan suhu pengovenan yang semakin tinggi menyebabkan semakin rendah nilai pH ikan bawal putih. Penggunaan asap cair memiliki pengaruh terhadap nilai pH karena ikan yang diolah dengan menggunakan asap cair akan memiliki nilai pH yang lebih rendah dibandingkan ikan segar. Nilai pH juga dipengaruhi oleh suhu pemasakan karena semakin tinggi suhu dan panjang waktu pengasapan jumlah asap cair yang terserap dan melekat dalam bahan semakin banyak sehingga dapat menurunkan nilai pH ikan.
Kadar Lemak
Pada hasil sidik ragam memperlihatkan kombinasi perlakuan konsentrasi rendaman asap cair dan suhu pengovenan tidak berpengaruh (P>0,05) terhadap kadar lemak ikan bawal putih. Nilai rata-rata kadar lemak (%) ikan bawal putih pada perlakuan konsentrasi rendaman asap cair dan suhu pengovenan dapat dilihat pada Tabel 4 dan grafik nilai kadar lemak ikan bawal putih dengan kombinasi perlakuan konsentrasi rendaman asap cair dan suhu pengovenan dapat dilihat pada Gambar 4.
Tabel 4. Pengaruh konsentrasi rendaman asap cair dan suhu pengovenan terhadap nilai rata-rata kadar air (%) ikan bawal putih
Perlakuan |
S1 |
S2 |
S3 |
K1 |
16,67a |
15,09ab |
14,20abc |
K2 |
13,62abc |
12,17abc |
11,84abc |
K3 |
11,56abc |
10,42bc |
9,62c |
Keterangan: Huruf yang sama di belakang angka pada kolom yang sama menunjukkan nilai yang tidak berbeda nyata (P>0,05)
Tabel 4 menunjukkan kadar lemak ikan bawal putih berkisar 9,62%-16,67%. Semakin besar angka pada notasi yang sama menunjukan kadar lemak semakin tinggi. Perlakuan konsentrasi 0% dan suhu pengovenan 60°C (K1S1) dengan nilai rata-rata sebesar 16,67% menghasilkan kadar lemak tertingi, sedangkan kadar lemak terendah diperoleh pada perlakuan konsentrasi 6% dan suhu pengovenan 100°C (K3S3) dengan nilai rata-rata sebesar 9,62%.
Semakin tinggi suhu dan konsentrasi maka kadar lemak pada ikan bawal putih semakin menurun. Hal ini dikarenakan terjadinya oksidasi lemak yang mengakibatkan penurunan kandungan nilai kadar lemak (Andika et al., 2020). Kadar lemak ikan bawal putih tanpa asap cair lebih tinggi dibandingkan ikan yang diberikan asap cair. Hal ini terjadi karena pada saat penambahan asap cair terjadi proses hidrolisis yang menurunkan kadar lemak (Fauziah et al., 2014).
Kenampakan
Pada uji sidik ragam memperlihatkan bahwa konsentrasi rendaman asap cair dan suhu pengovenan berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap kenampakan ikan bawal putih yang dihasilkan. Pengujian sensori kenampakan ikan bawal putih dapat dilihat pada Tabel 5 dan grafik nilai kenampakan ikan bawal putih asap cair bambu tabah dapat dilihat pada Gambar 5.
Gambar 4. Grafik nilai kadar lemak ikan bawal putih dengan kombinasi perlakuan konsentrasi rendaman asap cair dan suhu pengovenan
Gambar 5. Grafik nilai kenampakan ikan bawal putih asap cair bambu tabah
Tabel 5. Nilai rata-rata uji sensori kenampakan ikan bawal putih dengan kombinasi konsentrasi rendaman asap cair dan suhu pengovenan
Perlakuan |
S1 |
S2 |
S3 |
K1 |
5,00e |
5,40e |
6,87cd |
K2 |
5,27e |
6,60d |
7,67b |
K3 |
7,00cd |
7,40bc |
8,20a |
Keterangan: Huruf yang sama di belakang angka pada kolom yang sama menunjukkan nilai yang tidak berbeda nyata (P>0,05)
Tabel 5 menunjukkan bahwa nilai tertinggi uji sensori kenampakan diperoleh pada perlakuan konsentrasi asap cair 6% (K1) dan suhu pengovenan 100°C (S3) yaitu sebesar 8,20 dengan kriteria kenampakan utuh, bersih, warna coklat, sangat mengkilat spesifik jenis. Nilai terendah uji sensori kenampakan diperoleh pada perlakuan konsentrasi asap cair 0% (K1) dan suhu pengovenan 60°C (S1) yaitu sebesar 5,00 dengan kriteria utuh, bersih, warna coklat, dan kusam.
Konsentrasi dan suhu pengovenan berpengaruh terhadap uji organoleptik kenampakan. Penambahan asap cair berpengaruh terhadap kenampakan ikan bawal putih karena adanya reaksi antara komponen fenol dengan protein dalam daging ikan yang menyebabkan terjadinya pencoklatan pada ikan (Pratama et al., 2012). Nilai kenampakan juga sangat dipengaruhi oleh jumlah kadar air pada bahan. Nilai kadar air rendah maka tinggi nilai kenampakannya (Lombongadil et al., 2013). Oleh karena itu, perlakuan dalam penelitian ini berpengaruh terhadap sensori kenampakan ikan bawal putih.
Aroma
Aroma merupakan salah satu penentu kualitas suatu produk (Atmaja, 2009). Aroma pada suatu produk dapat diterima jika bahan yang dihasilkan memiliki aroma spesifik (Kusmawati et al., 2000). Pada uji sidik ragam memperlihatkan perlakuan konsentrasi rendaman asap cair dan suhu pengovenan berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap aroma ikan bawal putih yang dihasilkan. Pengujian sensori aroma ikan bawal putih dapat dilihat pada Tabel 6 dan grafik aroma ikan bawal putih asap cair bambu tabah dapat dilihat pada Gambar 6.
Tabel 6. Nilai rata-rata uji sensori aroma ikan bawal putih dengan kombinasi konsentrasi rendaman asap cair dan waktu pengovenan
S1 |
S2 |
S3 | |
K1 |
5,00d |
5,00d |
5,00d |
K2 |
7,00c |
7,40bc |
7,67ab |
K3 |
7,80ab |
7,53bc |
8,20a |
Keterangan: Huruf yang sama di belakang angka pada kolom yang sama menunjukkan nilai yang tidak berbeda nyata (P>0,05)
Nilai sensori aroma semakin meningkat seiring bertambahnya konsentrasi asap cair dan suhu yang diberikan karena adanya senyawal fenol dan karbonil. Senyawa fenol dalam asap cair dapat menimbulkan bau asap pada produk yang dihasilkan (Muratore et al., 2007). Menurut Wibowo, (2002), ikan asap memiliki kriteria mutu aroma asap yang tidak menyengat dan tanpa bau asing lainnya.
Gambar 6. Grafik nilai aroma ikan bawal putih asap cair bambu tabah
Tabel 6 menunjukkan bahwa nilai tertinggi uji sensori aroma diperoleh pada konsentrasi asap cair 6% (K3) dan suhu pengovenan 100°C (S3) yaitu sebesar 8,20 dengan kriteria kurang harum, asap cukup, tanpa bau tambahan mengganggu. Nilai terendah uji sensori aroma diperoleh pada perlakuan konsentrasi asap cair 0% (K1) dan suhu pengovenan 60°C, 80°C, dan 100°C (S1, S2, dan S3) yaitu sebesar 5,00 dengan kriteria netral dan sedikit bau tambahan.
Rasa
Pada uji sidik ragam memperlihatkan perlakuan konsentrasi rendaman asap cair dan suhu pengovenan berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap rasa ikan bawal putih yang dihasilkan. Pengujian sensori rasa ikan bawal putih dapat dilihat pada Tabel 7 dan grafik nilai rasa ikan bawal putih asap cair bambu tabah dapat dilihat pada Gambar 7.
Tabel 7. Nilai rata-rata uji sensori rasa ikan bawal putih dengan kombinasi konsentrasi rendaman asap cair dan waktu pengovenan
S1 |
S2 |
S3 | |
K1 |
5,53d |
7,27b |
7,40b |
K2 |
6,07cd |
7,40b |
7,67ab |
K3 |
6,60c |
7,40b |
8,20a |
Keterangan: Huruf yang sama di belakang angka pada kolom yang sama menunjukkan nilai yang tidak berbeda nyata (P>0,05)
Tabel 7 memperlihatkan nilai tertinggi uji rasa diperoleh dari perlakuan konsentrasi asap cair 6% (K3) dan suhu pengovenan 100°C (S3) yaitu sebesar 8,20 dengan kriteria enak dan kurang gurih. Nilai terendah uji sensori rasa diperoleh pada perlakuan konsentrasi asap cair 0% (K1) dan suhu pengovenan 60°C (S1) yaitu sebesar 5,53 dengan kriteria tidak enak dan tidak gurih.
Gambar 7. Grafik nilai rasa ikan bawal putih asap cair bambu tabah
Berdasarkan hasil penelitian, konsentrasi asap cair dan suhu pengovenan yang semakin tinggi, dapat memberikan citarasa enak dan gurih. Hal ini dikarenakan absorbsi senyawa fenol dan karbonil oleh permukaan produk (Sitanggang et al., 2020).
Tekstur
Pada uji sidik ragam memperlihatkan perlakuan konsentrasi rendaman asap cair dan suhu pengovenan berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap tekstur ikan bawal putih yang dihasilkan. Pengujian sensori tekstur ikan bawal putih dapat dilihat pada Tabel 8 dan grafik nilai tekstur ikan bawal putih asap cair bambu tabah dapat dilihat pada Gambar 8.
Tabel 8. Nilai rata-rata uji sensori tekstur ikan bawal putih dengan kombinasi konsentrasi rendaman asap cair dan waktu pengovenan
S1 S2 S3
K1 |
7,00c |
7,13c |
8,07b |
K2 |
7,00c |
7,13c |
9,00a |
K3 |
7,00c |
7,80b |
9,00a |
Keterangan: Huruf yang sama di belakang angka pada kolom yang sama menunjukkan nilai yang tidak berbeda nyata (P>0,05)
Estimated Marginal Means OfTekstur
KISI K1S2 K1S3 K2S1 K2S2 K2S3 K3S1 K3S2 K3S3
KOMBINASI PERLAKUAN
Gambar 8. Grafik nilai tekstur ikan bawal putih asap cair bambu tabah
Tabel 8 menunjukkan bahwa nilai tertinggi uji tekstur diperoleh pada perlakuan konsentrasi asap cair 3% dan 6% (K2 dan K3) dan suhu pengovenan 100°C (S3) yaitu sebesar 9,00 dengan kriteria padat, kompak, kering, dan antar jaringan erat. Sedangkan nilai terendah uji sensori tekstur diperoleh pada perlakuan konsentrasi asap cair 0%, 3%, dan 6% (K1, K2, dan K3) dan suhu pengovenan 60°C (S1) yaitu sebesar 7,00 dengan kriteria kurang kering dan antar jaringan longgar.
Tingginya konsentrasi asap cair dan suhu pengovenan menyebabkan semakin baik nilai sensori tekstur. Menurut Enampato, (2011), nilai tekstur yang tinggi disebabkan oleh rendahnya jumlah kadar air dalam suatu bahan. Hasil penelitian ini menunjukkan konsentrasi dan suhu pengovenan berpengaruh terhadap uji organoleptik tekstur.
KESIMPULAN
Kesimpulan
Interaksi konsentrasi rendaman asap cair dan suhu pengovenan berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap kadar air, kadar protein, pH, kenampakan, aroma, rasa dan tekstur dari ikan bawal putih, namun berpengaruh tidak nyata terhadap kadar lemak. Perlakuan kombinasi yang terbaik yaitu terdapat pada konsetrasi asap cair 6% dan suhu pengovenan 100°C, diperoleh ikan bawal putih dengan karakteristik sebagai berikut: kadar air 26,37%, kadar ptotein 8,23%, pH 5,99, kadar lemak 9,62%, adapun nilai uji sensori kenampakan sebesar 8,20, aroma 8,20, rasa 8,20 serta tekstur 9,00 yang telah memenuhi persyaratan Badan Standarisasi Nasional (2009).
Saran
Adapun saran yang dapat diberikan yaitu pengolahan ikan bawal putih dapat dilakukan dengan komposisi konsentrasi asap cair 6% dan suhu pengovenan 100°C selama 4 jam serta diperlukan penelitian lanjutan terkait nilai TPC (Total Plate Count) dan masa simpan produk.
DAFTAR PUSTAKA
Andika, I. K. A. S., Kencana, P. K. D., &
Gunadnya, I. B. P. 2020. Pengaruh
Konsentrasi Asap Cair Batang Bambu Tabah (Gigantochloa nigrociliata Buse-Kurz)
terhadap Karakteristik Ikan Lele (Clarias Sp) Asap. Jurnal BETA (Biosistem Dan Teknik Pertanian), 8(2), 346.
Anggraini, S. P. A., & Yuniningsih, S. 2017.
Teknologi Asap Cair Terhadap Kualitas Ikan
Segar Selama Penyimpanan. September, 931– 941.
Atmaja, A. K. 2009. Aplikasi Asap Cair Redestilasi Pada Karakterisasi Kamaboko Ikan Tongkol (Euthynus affinis) Ditinjau Dari Tingkat Keawetan Dan Kesukaan Konsumen.
Diatmika, I. G. N. A. Y. A., Kencana, P. K. D., & Arda, G. 2019. Karakteristik Asap Cair Batang Bambu Tabah (Gigantochloa nigrociliata BUSE-KURZ) yang Dipirolisis pada Suhu yang Berbeda. Jurnal BETA (Biosistem Dan Teknik Pertanian), 7(2), 271.
Enampato, M. H. 2011. Inventarisasi Keragaman Mutu Produk Ikan Tandipang (Dussumieria acuta CV) Asap Kering Produksi Rumah Tangga Didesa Matani I Kecamatan Tumpaan. Skripsi. Fakultas Perikanan Dan Ilmu Kelautan. UNSRAT. Manado.
Gómez-Guillén, M. C., Montero, P., Hurtado, O., & Borderías, A. J. 2000. Biological characteristics affect the quality of farmed atlantic salmon and smoked muscle. Journal of Food Science, 65(1), 53–60.
Himawati, E. 2010. Pengaruh Penambahan Asap Cair Tempurung Kelapa Destilasi dan Redestilasi Terhadap Sifat Kimia, Mikrobiologi, dan Sensoris (Decapterus spp) Selama Penyimpanan.
Izwardy, D. 2018. Tabel Komposisi Pangan Indonesia 2017. Jakarta: Kementerian
Kesehatan RI.
Kencana, P., Widia, W., & Antara, N. 2012. Praktik Baik Budidaya Bambu Rebuffing Tabah(Gigantochloa nigrociliata BUSE-KURZ). USAID-TPC Project.
Kusmawati, A., Ujang, H., & Evi, E. 2000. Dasar-dasar pengolahan hasil pertanian I. Central Grafika. Jakarta.
Lombongadil, G. P., Reo, A. R., & Onibala, H. 2013. Studi Mutu Produk Ikan Japuh (Dussumieria acuta C.V.) Asap Kering Industri Rumah Tangga Di Desa Tumpaan Baru, Kecamatan Tumpaan. Media Teknologi Hasil Perikanan, 1(2), 47–53.
Muratore, G., Mazzaglia, A., Lanza, C. M., & Licciardello, F. 2007. Effect of process variables on the quality of swordfish fillets flavored with smoke condensate. Journal of Food Processing and Preservation, 31(2), 167–
177.
Nidaul Fauziah, F. S., & Rianingsih, L. 2014. Kajian Efek Antioksidan Asap Cair Terhadap Oksidasi Lemak Ikan Pindang Layang (Decapterus sp.) Selama Penyimpanan Suhu Ruang. 3(2003), 75–81.
Pratama, R. I., Sumaryanto, H., Santoso, J., & Zahirudin, W. 2012. Karakteristik Sensori Beberapa Produk Ikan Asap Khas Daerah di Indonesia dengan Menggunakan Metode Quantitative Descriptive Analysis. Jurnal Pascapanen Dan Bioteknologi Kelautan Dan Perikanan, 7(2), 117.
Prihatiningsih, Mukhlis, N., & Hartati, S. T. 2015. Parameter Populasi Ikan Bawal Putih ( Pampus argenteus ) Di Perairan Takaran , Kalimantan Timur Population Parameters Of White Pomfret ( Pampus argenteus ). BAWAL Widya Riset Perikanan Tangkap, 7(3), 165– 174.
Sebranek, J. G. 2009. Ingredients in Meat Products. In Ingredients in Meat Products.
Sitanggang, S., Pudja, I. A. R. P., & Gunadnya, I. B. P. 2020. Pendugaan Umur Simpan Metode Extended Storage Studies Ikan Kakap Putih Olahan dengan Pengaplikasian Asap Cair Bambu Tabah (Gigantochloa nigrociliata Buse-Kurz) dalam berbagai Metode Pengemasan. Jurnal Beta, 8(1), 45–54.
Sudarmaji, S., Haryono, B., & Suhardi. 1984.
Prosedur analisa untuk bahan makanan dan pertanian. Liberty.
Sulistijowati, rieny S., Suhara, O. D., Nurhajati, J., Afrianto, E., & Udin, Z. 2011. Mekanisme Pengasapan Ikan. 65–92.
Sunarsih, S., Pratiwi, Y., & Sunarto, Y. 2012. Pengaruh Suhu, Waktu Dan Kadar Air Pada Pembuatan Asap Cair Dari Limbah Padat Pati Aren (Studi Kasus Pada Sentra Industri Sohun Dukuh Bendo, Daleman, Tulung, Klaten). Prosiding Seminar Nasional Aplikasi Sains & Teknologi (SNAST) Periode III, November, 290–297.
Swastawati, F., & , Bambang Cahyono, I. W. 2018. Perubahan Karakteristik Kualitas Ikan Tongkol (Euthynnus affinis) Dengan Metode Pengasapan Tradisional Dan Penerapan Asap Cair. Info, 19(2), 55–64.
Swastawati, F., Surti, T., Agustini, T. W., & Har
Riyadi, P. 2013. Karakteristik Kualitas Ikan Asap Yang Diproses Menggunakan Metode Dan Jenis Ikan Berbeda. Jurnal Aplikasi Teknologi Pangan, 2(3), 1–7.
Wibowo, S. 2002. Industri pengasapan ikan. Penebar Swadaya, Jakarta.
Winarno, F. G. 1992. Kimia Pangan Dan Gizi Gramedia. Jakarta.
346
Discussion and feedback