Analisis Pindah Panas pada Ruang Fermentasi Biji Kakao (Theobroma cacao L.) Menggunakan Jenis Wadah Fermentasi yang Berbeda
on
JURNAL BETA (BIOSISTEM DAN TEKNIK PERTANIAN Program Studi Teknik Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Udayana
http://ojs.unud.ac.id/index.php/beta
Volume 10, Nomor 2, bulan September, 2022
Analisis Pindah Panas Pada Ruang Fermentasi Biji Kakao (Theobroma Cacao L.) Menggunakan Jenis Wadah Fermentasi Yang Berbeda
Analysis of Heat Transfer in Cocoa Bean Fermentation Chamber (Theobroma cacao L.) Using Different Types of Fermentation Containers
I Wayan Satrio Wiantara, Ni Luh Yulianti*, Yohanes Setiyo.
Program Studi Teknik Pertanian dan Biosistem, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Udayana, Badung, Bali, Indonesia
*email: [email protected]
Abstrak
Fermentasi merupakan salah satu proses yang berperan penting dalam meningkatkan kualitas biji kakao yang dihasilkan, indikator proses fermentasi berjalan dengan baik ialah meningkatnya suhu di fermentor yang disebabkan oleh aktivitas mikroorganisme. Penelitian ini bertujuan untuk menguji dan mengetahui sebaran suhu, perpindahan panas dan mutu biji kakao dengan jenis wadah fermentasi yang berbeda. Bahan yang dipergunakan adalah biji kakao jenis lindak/bulk kakao yang diperoleh dari petani Desa Pupuan, Kecamatan Pupuan, Kabupaten Tabanan. Fermentor berupa kotak bambu, kotak styrofoam dan kotak kayu dengan dimensi 23,5 cm x 23,5 cm x 29,5 cm dengan kapasitas 9,5 kg. Jenis kotak fermentor merupakan perlakuan dalam penelitian ini. Fermentasi dilakukan selama 144 jam dan dilakukan pengamatan setiap 6 jam pada 5 titik pengukuran suhu yaitu pada tumpukan biji kakao, dinding bahan bagian dalam fermentor, dinding bahan bagian luar fermentor, suhu dinding kerangka fermentor, dan suhu lingkungan. Parameter yang diamati dalam penelitian ini antara lain: suhu fermentasi biji kakao basah, analisis pindah panas yang terjadi selama proses fermentasi, kadar air biji kakao kering, dan jumlah biji per 100 gram. Hasil penelitian menunjukan suhu puncak fermentasi biji kakao pada fermentor bambu, styrofoam, dan kayu mencapai puncaknya masing-masing dengan suhu 44,5ºC, 43,1ºC dan 43,2ºC pada jam ke 60, 66, 78. Dari parameter yang telah diamati fermentor bambu merupakan perlakuan terbaik dengan suhu puncak fermentasi mencapai 44,5℃ dengan parameter kadar air sebanyak 7,48 %, dan jumlah biji per 100 gram sebesar 73 biji yang telah memenuhi standar SNI 2323:2008.
Kata Kunci: biji kakao, fermentasi, perpindahan panas, suhu, wadah fermentasi
Abstract
Fermentation is one a process that plays an important role in improving the quality of cacao beans produced, the indicator of the fermentation process proceed well is temperature increase in the fermenter caused by microorganism activity. The purpose of this research is to test and discover temperature distribution, heat transfer, and cacao bean quality with a different type of fermentation container. The material used is bulk cacao beans which are obtained from Pupuan village farmer, Pupuan subdistrict, Tabanan regency. The fermentor is in the form of bamboo boxes, styrofoam boxes, and wooden boxes with dimensions of 23.5 cm x 23.5 cm x 29.5 cm with a capacity of 9.5 kg. The type of fermentor boxes is the treatment of this research. Fermentation was carried out for 144 hours and observed every 6 hours at 5 point temperature measurement that is on the pile of cocoa beans, inner material wall of the fermentor, outer material wall of the fermentor, wall temperature of fermentor structure, and surrounding temperature. Parameter observed in this research among others is the fermentation temperature of wet cocoa beans, heat transfer analysis that occurs during the fermentation process, the water content of dry cocoa beans, and amount of beans per 100 gram. Research results indicate peak temperature of fermentation on bamboo fermentor, styrofoam, and wood reaching peak respectively with temperature 44,5ºC, 43,1ºC dan 43,2ºC at 60,66,78 hours. From the parameter observed bamboo fermentor constitutes the best treatment with a peak temperature of fermentation reaching 44,5℃ to water content parameter as much as 7,48 % and amount of beans per 100 gram in the amount of 73 beans that have met the standard SNI 2323:2008.
Keywords: cocoa beans, fermentation, fermentor, heat transfer, temperature
PENDAHULUAN
Proses fermentasi berperanan penting menghasilkan biji kakao berkualitas melalui tahapan: pembentukan cita rasa, warna dan aroma (Sulistyowati et al., 2019). Pada proses pembentukan cita rasa terjadi pengurangan rasa pahit dan sepat, sedangkan pada pembentukan warna terjadi perbaikan kenampakan fisik biji kakao. Proses fermentasi begitu penting, sehingga kegagalan pada proses ini kualitas biji kakao tidak dapat diperbaiki dengan proses penanganan pascapanen lainnya (Susanto et al., 1994).
Proses fermentasi secara aerob atau anaerob (dengan atau tanpa adanya oksigen di fermentor) menghasilkan energi, gas CO2, uap air dan kakao terfermentasi. Proses fermentasi secara aerob memerlukan oksigen sedangkan proses fermentasi secara anaerobik tanpa memerlukan oksigen (Wirawan et al., 2021). Energi atau panas yang dihasikan pada proses fermentasi adalah indikator dari proses fermentasi berjalan dengan baik atau tidak. Panas hasil fermentasi mengakibatkan terjadinya peningkatan suhu kakao di dalam fermentor.
Hal penting lainnya dalam proses fermentasi adalah aktivitas mikroorganisme (Atiqoh et al., 2007). Mikroba merombak sejumlah glukosa yaitu bentuk gula yang paling sederhana menjadi alkohol, karbondioksida dan sejumlah energi dalam bentuk panas. Aktivitas mikroorganisme berlangsung dengan baik ketika mikroorganisme tersebut berada pada suhu yang sesuai fase perkembangan mikroba (mesofilik atau thermofilik). Pada penelitian ini suhu puncak tertinggi yang tercapai pada dalam wadah fermentasi adalah 44,5℃ yang menunjukkan proses fermentasi berjalan dengan baik diakibatkan oleh aktivitas mikroba pada fase mesofilik di bawah 50℃ sesuai dengan penelitian Gonibala et al., (2019) Oleh karena itu, suhu di ruang fermentor perlu dikontrol agar proses fermentasi berlangsung secara optimal untuk menghasilkan biji kakao yang berkualitas.
Peningkatan suhu di ruang fermentor berdampak pada: (1) terjadinya selisih suhu antara ruang fermentor dan udara lingkungan (udara di luar fermentor), (2) pindah panas antara ruang fermentor ke lingkungan, dan (3) peningkatan jumlah air yang diuapkan oleh biji kakao yang juga meningkatkan kelembaban udara. Proses pindah panas serta pindah masa selama fermentasi biji kakao sudah dilakukan oleh Mulato et al., 2005; Aryani et al., 2018; dan (Gonibala et al., 2019). Secara umum mereka sudah menguraikan panas hasil proses fermentasi sebagian dipindahkan ke lingkungan melalui proses konduksi
dan proses konveksi secara alami. Hal lain hasil dari penelitian mereka adalah apabila konstruksi kotak fermentor (jenis bahan kotak) dan dimensi dari fermentor menghasilkan pindah panas berbeda.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Arinata et al.,(2019) diketahui bahwa fermentasi biji kakao dalam kapasitas 9,5 kg yang difermentasi selama 6 hari dan mencapai suhu maksimum 42,3oC setelah 48 jam fermentasi dengan fermentor berdinding kayu. Selain itu juga melakukan penelitian fermentasi kakao mempergunakan fermentor terbuat dari styrofoam.
Hasil-hasil penelitian tersebut belum mampu menggambarkan dinamika suhu di dalam kotak fermentor, dinamika perbedaan suhu antara ruang fermentor dengan suhu udara lingkungan serta dinamika pindah panas selama proses fermentasi. Sehingga hal ini berdampak pada bagaimana pengontrolan suhu fermetasi kakao secara optimal yang harus dilakukan dan skala fermentor menjadi suatu hal yang perlu diteliti. Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka penelitian tentang analisis perpindahan panas pada proses fermentasi kakao skala kecil di fermentor terbuat dari bambu, styrofoam dan kayu dilakukan untuk optimasi proses fermentasi itu sendiri dalam mengkhasilkan biji kakao berkualitas.
METODE PENELITIAN
Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan dengan melalui proses fermentasi yang dilakukan di Desa Adat Kuta, Kecamatan Kuta, Kabupaten Badung dan selanjutnya pengujian parameter mutu kakao dilakukan di Laboratorium Pengolahan Sumber Daya Alam dan Laboratorium Teknik Pasca Panen Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Udayana. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April sampai Mei 2021.
Bahan dan Alat
Bahan yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah biji kakao jenis lindak/bulk kakao yang diperoleh dari petani yang berada di Desa Pupuan, Kecamatan Pupuan, Kabupaten Tabanan dan diterima dalam bentuk buah kakao yang sudah diterima dan dikumpulkan sehari sebelum proses fermentasi akan dilakukan.
Peralatan yang digunakan pada penelitian ini antara lain, timbangan manual skala 150 kg (Model Kresno, Indonesia), timbangan skala 5 kg (Model Camry), timbangan analitik (Model Shimadzu, Jepang), thermometer digital (Model TP3001), ember, loyang, rumpang, desikator, oven (Model Blue-m), pisau, talenan, kamera, spidol dan alat
tulis. Wadah fermentor berkerangka kayu dengan bahan dinding bambu, styrofoam, dan kayu dengan dimensi kerangka 23,5 cm x 23,5 cm x 29,5 cm dengan kapasitas 9,5 kg, ketebalan bahan untuk ketiga bahan sama yaitu 1 cm atau 0,01 m, kakao di dalam wadah fermentasi terisi masing-masing sebesar 5 kg dengan sisa volume aerospace pada wadah fermentasi yaitu 2.761,25 cm3 sehingga fermentasi berlangsung secara aerob.
Gambar 3. Titik Pengukuran Suhu pada Kotak Kayu
Gambar 1. Titik Pengukuran Suhu pada Kotak Kayu
Gambar 2. Titik Pengukuran Suhu pada Kotak Styrofoam
Gambar 4. Titik Pengukuran Suhu pada Kotak Styrofoam
Pelaksanaan Penelitian
Tahapan proses fermentasi yang dilaksanakan pada penelitian ini dimulai dari pemilihan buah kakao yang berjenis bulk cocoa atau lindak yang didapatkan dari petani di desa Pupuan Kabupaten Tabanan yang disortasi untuk mendapatkan biji dengan kualitas baik. Langkah selanjutnya buah tersebut dipecahkan dengan menggunakan pemukul dari kayu. Biji kakao segar dipisahkan dari kulit dan plasentanya lalu disortasi. Biji kakao yang disortasi sesuai standar atau yang masih baik (Biji berwarna putih, tidak busuk, tidak ada bagian yang rusak atau berwarna coklat, tidak menempel antara satu biji dengan biji yang lainnya ataupun dengan biji yang sudah rusak. Biji kakao kemudian ditimbang sebanyak 9,5 Kg.
Proses fermentasi dilaksanakan menggunakan fermentor berkerangka kayu dengan bahan dinding bambu, styrofoam, dan kayu dengan cara menumpuk biji kakao didalam kotak kayu kemudian ditutup. Biji dibalikkan setelah 48 jam proses fermentasi berlangsung (hari ke-2) lalu dilakukan pembalikkan (pengadukan) setiap 24 jam setelah dilakukannya proses pembalikan pertama hingga proses fermentasi
selesai. Selama Proses fermentasi dari awal hingga akhir dilakukan pengukuran suhu pada 5 titik pengukuran setiap 6 jam proses fermentasi. Setelah fermentasi selesai dilakukan langkah selanjutnya adalah proses perendaman biji yang dilakukan selama 1-2 jam dan dicuci bersih untuk menghentikan proses fermentasi agar dapat dikeringkan dengan oven selama 20 jam sampai mencapai kadar air sebesar 6 – 7,5 % Bb (Putra et al., 2010).Setelah selesai tahap penghentian proses fermentasi dan mendapatkan biji kakao kering maka dilakukan uji parameter selanjutnya yaitu parameter kada air biji kakao kering dan jumlah biji per 100 gram.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Suhu Fermentasi Biji Kakao Pada Kotak
Terbuat Dari Bambu, Styrofoam dan Kayu
Hasil dari pengukuran suhu selama proses fermentasi biji kakao di tunjukkan pada Gambar 5 titik pengukuran dilakukan pada suhu di dalam tengah kotak terbuat dari bambu, styrofoam dan kayu. Suhu fermentasi dari perlakuan penyimpanan di kotak yang berbeda hubungannya dengan waktu fermentasi berpola polynomial level dua atau kuadratik dikarenakan pada Gambar 5 kurva berbentuk parabola, dikarenakan grafik suhu lebih besar dari 0oC sehingga kurva parabola tersebut terbentuk terbuka ke atas. Suhu mengalami kenaikan dari awal fermentasi sampai puncak suhu fermentasi, kemudian suhu memgalami penurunan sampai mendekati suhu lingkungan. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Gonibala et al.,( 2019), suhu
fermentasi antara 28 – 50oC. Hal ini menunjukan bahwa semua perlakuan penyimpanan kakao mengalami proses fermentasi secara baik.
50
45
40
ra
35
30
Kotak Bambu
Kotak Styrofoam
Kotak Kayu
25
0 50 100 150 200
Jam fermentasi
Gambar 5. Grafik Suhu dalam Tumpukan Biji Kakao
Pada tahap awal fermentasi pada biji kakao di dalam fermentor bambu, styrofoam dan kayu masing-masing 27,3ºC, 27,3ºC dan 27,3ºC. Suhu kakao meningkat mencapai puncak pada jam ke 60, 66 dan 78 dengan suhu puncaknya masing-masing: 44,5ºC, 43,1ºC dan 44,2ºC.
Jam ke 60, 66 dan 78 suhu fermentasi mengalami penurunan sampai pada akhir fermentasi, suhu dari masing-masing perlakuan mencapai 33.0ºC, 33.5ºC, dan 33.2ºC untuk waktu fermentasi 144 Jam. Kenaikan suhu pada biji kakao dapat terjadi disebabkannya oleh panas yang dihasilkan dari proses fermentasi biji kakao yang menghasilkan kalor masing-masing adalah 1,54 watt, 1,048 watt dan 0,886 watt.. Selain itu, panas lebih besar dari pada panas yang hilang ke lingkungan lebih kecil dari panas hasil proses fermentasi, hal ini sesuai hasil penelitian Gonibala et al., (2019), Rahmi et al., (2017).
Kejadian penurunan suhu sebagai akibat panas hasil reaksi lebih kecil yang hilang ke lingkungan atau adanya proses pembalikan kakao. Penurunan suhu menunjukan bahwa kecepatan proses fermentasi juga menurun. Berdasarkan suhu akhir proses fermentasi, suhu tersebut masih diatas suhu rata-rata lingkungan. Secara keseluruhan proses fermentasi kakao pada kotak bambu, styrofoam dan kayu pada jam ke 144 belum selesai.
Perbedaan kecepatan kenaikan dan penurunan suhu, waktu tercapainya suhu puncak dan suhu puncak reaksi adalah sebagai akibat: (1) perbedaan karakteristik sifat thermal dari kakao, (2) karakteristik fisik dan sifat thermis bahan kotak, populasi mikroba dalam proses fermentasi, ketersediaan oksigen di dalam, dan (3) serta kondisi lingkungan di sekitar. Dari ketiga penyebab ini penyebab ke dua merupakan penyebab utama karena penyebab (1) dan (3) kondisinya sama untuk perlakuan kotak berbeda.
Karakteristik fisik bahan kotak berpengaruh pada tingkat ketersediaan oksigen untuk proses fermentasi dan laju perpindahan panas dari atau ke luar. Ketersediaan oksigen di dalam tergantung pada ada atau tidaknya sirkulasi udara pada masing-masing jenis kotak, oksigen diperlukan untuk mendukung fermentasi secara aerob. Kotak kayu dan styrofoam memiliki dinding yang pejal sehingga aerasi tidak terjadi dalam kotak penyimpanan, sedangkan kotak bambu sedikit ada celah untuk aerasi. Tercapainya suhu puncak reaksi fermentasi menunjukan tingkat efektifitas proses fermentasi, sehingga perlakuan penyimpanan di kotak bambu.
Sirkulasi udara pada kotak selain mendukung ketersediaan oksigen juga mengakibatkan proses pindah panas pada sistem fermentasi. Panas hasil fermentasi dipergunakan untuk: (1) menaikan suhu bahan (dibahas di sub bab berikutnya), dan (2) dibuang ke lingkungan.
Pembuangan panas hasil fermentasi juga terjadi akibat proses pindah panas akibat perbedaan suhu antara titik dengan kakao yang difermentasi dengan suhu lingkungan. Pada awal proses fermentasi (0 – 18) jam, suhu proses fermentasi mengalami peningkatan dengan kecepatan: 0,11oC/jam (perlakuan penyimpanan di kotak bambu), 0,08oC/jam (perlakuan penyimpanan di kotak styrofoam), dan 0,07oC/jam (perlakunan penyimpanan di kotak kayu). Pada waktu ini mikroba yang melakukan fermentasi masih beradaptasi dengan lingkungan sehingga berdampak pada kecilnya pertambahan populasi mikroba dan panas reaksi fermentasi yang dihasilkan. Pada jam ke 36 sampai jam ke 60 (kotak bambu), 66 (kotak styrofoam) dan 78 (kotak kayu) suhu meningkat dengan kecepatan masing-masing: 0,31oC/jam, 0,25oC/jam dan 0,24oC/jam. Hal ini sebagai dampak dari perkembangan populasi mikroba yang melakukan proses fermentasi meningkat secara eksponesial.
Peningkatan populasi mikroba berdampak langsung pada peningkatan panas reaksi fermentasi dan suhu reaksi, perubahan pH dan kadar air biji kakao (Wahyudi et al., 2008). Peningkatan suhu reaksi paling tajam pada perlakuan fermentasi biji kakao di kotak bambu, hal ini karena oksigen untuk fermentasi lebih tersedia akibat adanya aerasi karena celah-celah pada dinding kotak bambu, walaupun pada ketiga perlakuan ada proses pembalikan yang membantu ketersediaan oksigen.
Setelah mencapai puncak suhu fermetasi yang juga merupakan titik puncak teraksi fermentasi biji kakao yang disimpan pada ketiga jenis kotak tersebut, suhu mengalami penurunan sampai suhu sekitar 33oC. Waktu untuk mencapai suhu tersebut untuk perlakuan kotak penyimpanan terbuat dari bamboo, styrofoam dan kayu masing-masing adalah: 84 jam, 78 jam dan 66 jam. Tercapainya waktu dan puncak suhu fermentasi ini sesuai dengan hasil penelitian Gonibala et al., (2019).
Penurunan suhu merupakan akibat menurunnya panas hasil reaksi fermentasi dan menurunnya populasi mikroba yang melakukan aktivitas fermentasi. Menurunnya aktivitas fermentasi sebagai akibat senyawa-senyawa pada biji kakao sudah stabil dan relatif sulit dirombak oleh mikroba menjadi senyawa yang lebih sederhana lagi. Proses fermentasi secara alami berlangsung oleh mikroba dengan dibantu oksigen dari udara dengan kondisi pH dan kadar air kakao yang cukup baik di masing-masing kotak dalam penelitian ini.
Perhitungan Analisis Pindah Panas Konduksi
dan Konveksi pada Wadah Fermentasi
-
1. Perhitungan Pindah Pindah panas secara konduksi
ΔT
Rumus: Qk= k A .......................................... [1]
Dimana:
Qk = Laju aliran panas konduksi (W)
K = Konduktivitas termal bahan (W/m-oK)
A = Luas Penampang (m2)
ΔT = Gradien suhu penampang (oK)
Δx = tebal bahan/ dinding (m)
2.
Perhitungan Pindah panas secara konveksi bebas
(Bejan, Kraus, 2004)
a.
Grashof (Gr)
_ gxβ x(Ts-T∞)L3
Gr =
v2
Dimana:
[2]
Gr = Bilangan Grashof
g = Percepatan Gravitasi (9,81 m/s)
L = Panjang kontruksi secara vertical atau horizontal (m)
Β = Koefisien Ekspansi Volume (1/K)
V = Viskositas Kinematik (m2 / det)
-
b. Rayleigh (Ra)
Gr x Pr ..................................................... [3]
Dimana:
Ra = Bilangan Rayleigh
Gr = Bilangan Grashof
Pr = Bilangan Prandtl
-
c. Nusselt (Nu)
Nu= 0.5 Ra0.25→ 104 < Ra <109
0.1 Ra1/3 → 109 < Ra <1013
h = ^^x^ [4]
Dimana:
Nu = Bilangan Nuselt
h = Koefisien konveksi (W/m2K)
k = Konduktivitas termal (W/mK)
L = Panjang konstruksi secara vertical atau horizontal (m)
-
3. Perhitungan perpindah panas secara konveksi (Kreith, 1986)
Qc= h A ∆T[5] Dimana:
Qc = Laju perpindahan panas dengan cara konveksi (W)
A = Luas perpindahan panas (m2)
∆ T = Perubahan suhu (oK)
h = Permukaan perpindahan panas atau koefisien perpindahan panas konveksi (W/m2 oK)
4. Perhitungan panas yang hilang dari fermentor ke udara luar
Q = U.A.(ΔT) .......................................................... (6)
1/U = 1/(1/hd + Δxk/kk + Δxd/kd =1/hdl)
……………………………………………………...(7) Dengan:
hd = koefisien pindah panas secara konveksi anatara biji kakao dengan dinding bagian dalam (W/m2-oK)
hdl = koefisien pindah panas secara konveksi antara dinding bagian luar dengan udara di luar kotak fermentor (W/m2-oK)
kk = koefisien pindah panas secara konduksi antara biji kakao di kotak fermentor (W/m-oK)
kk = koefisien pindah panas secara konduksi dinding kotak fermentor (W/m-oK)
A = luas permukaan dinding fermentor m2
Nilai konduktivitas pada bahan yaitu : k1 kayu = 0.120.14 (W/m-oK) (Kreith et al., 1986), k2 styrofoam = 0.01 (W/m-oK) (Ruwanto et al., 2007), k3 bambu = 7.529 (W/m-oK) dan kk = 0.123 (W/m-oK)
Perhitungan Pindah Panas pada Kotak Kayu dilapisi bambu
Perpindahan panas konveksi
Cv2 = h x A x ∆T
= (373,88 W/m2K) x (0,235m x 0,235m) x (0,4 K)
= 8,259 W
Perpindahan panas konduksi 1 (Cd1)
Cdl = k A — dX
= ( 7,529 W/m K ) (0,235m x 0,235m) 30325
= 12.540,75 W
Perpindahan Panas Konduksi 2 (Cd2)
Cd2 = k A —
dX
= ( 7,529 W∕m K ) (0,235m x 0,235m)30235 0,1
= 12.571,38 W
Qtotal = Cv1 + Cv2 +Cd1 +Cd2
= 0,218+ 8,259 + 12.540,75 +12.571,38
= 25.120,6 W
Berdasarkan hasil perhitungan dari data yang diperoleh pada Kotak Kayu yang dilapisi bambu didapatkan hasil sebagai berikut:
Perpindahan panas konveksi 1 (Cv1)
Tf = ^^+^∞ = 27'8+27'2 = 27,5c = 300,65 k
β = Tf = ^^ = 0,003326127 K1
Cv1 = 0,218 W
Perpindahan panas konveksi 2(Cv2)
Tf = Ts+T∞ = 27,6+27,2 = 27,4c =β00,55K
j 2 2 , ,
β = - = -— = 0,003327233 K'1
, Tf 300,55 K ,
a. Selisih suhu antara titik tengah biji kakao dalam dengan suhu di dinding dalam
Perpindahan panas secara konduksi terjadi dari kakao ke dinding bagian dalam dan dari dinding bagian dalam ke dinding bagian luar, sedangkan perpindahan panas secara konveksi terjadi di bagian dinding luar kotak penyimpan. Selisih suhu antara biji kakao dengan dinding bagian dalam kotak dijelaskan di Gambar 6, selisih suhu antara dinding bagian dalam dengan dinding kotak bagian luar diilustrasikan di Gambar 7 dan selisih suhu antara dinding luar dengan udara luar diilustrasikan di Gambar 8.
Gambar 6. Selisih suhu antara biji kakao dengan
Ra
g x βx (Ts-T∞)xL3
V2
(9,81 m/s2) x 0,003327233 K-
x Pr
1 x (27,6°C-27,2°C)x0,345
(16,5 x10-6)2
= 1969253,669x 0,7
= 1378477,568
= 1,378 x 109
x 0,7
Waktu fermentasi (JAM)
Selisih Suhu Antara Kakao dengan dinding dalam kotak Bambu
Selisih Suhu Antara Kakao dengan dinding dalam kotak
Styrofoam
Selisih Suhu Antara Kakao dengan dinding dalam kotak Kayu
Nu = 0,5 x Ra1/4
= 0,5 x (1,378 x 109)1/4
= 17,13
h Nu x k 17,13 x 7,529 W/m K
L
0,345 m
= 373,88 W
dinding dalam
Perpindahan panas secara konduksi antara titik tengah kakao yang difermentasikan di kotak bambu, styrofoam, kayu ke dinding bagian dalam kotak karena adanya perbedaan suhu antara ke dua titik tersebut. Perbedaan suhu rata-rata jika kotak terbuat dari bambu, styrofoam, dan kayu masing-masing adalah: 2,5oC, 1,7oC dan 2,4oC, data penelitian ini
sangat mirip dengan hasil penelitian Gonibala et al., (2019).Perbedaan suhu antara titik tengah kakao yang difermentasikan pada kotak bamboo, sterefoiam dan kayu dengan dinding dalam kotak tersebut meningkat dari jam ke 0 sampai jam ke 60 (kotak bambu), 66 (kotak styrofoam) dan 78 (kotak kayu) sebesar masing-masing 0,085oC/jam, 0,035oC/jam, dan 0,065oC/jam. Perbedaan suhu ke dua titik tersebut mulai jam ke 60, 66 dan 72 atau setelah mencapai puncak kemudian menurun dengan kecepatan masing-masing 0,044oC/jam, 0,021oC/jam, dan 0,040oC/jam. Penurunan serta peningkatan perbedaan suhu antara ke dua titik tersebut terbesar pada proses fermentasi kakao di kotak bambu.
Panas yang hilang dari titik tengah biji kakao dalam kotak ke dinding bagian dalam diteruskan melalui dinding ke udara luar secara konduksi. Hal ini terjadi karena di antara titik-titik ke dua bagian dinding kotak ada selisih suhu. Selisih suhu rata-rata antara ke dua bagian dinding kotak bambu, styrofoam dan kayu masing-masing sebesar: 2,6oC, 3,4oC dan 3,0oC. Pola hubungan antara selisih suhu antara bagian dinding kotak terbuat dari bambu, styrofoam dan kayu dengan waktu fermentasi adalah persamaan kuadratik sesuai dengan pola suhu fermentasi biji kakao.
Selisih suhu antara dinding bagian dalam dan dinding luar kotak Bambu
Selisih suhu antara dinding bagian dalam dan dinding luar kotak Styrofoam
Selisih suhu antara dinding bagian dalam dan dinding luar kotak Kayu
Gambar 7. Selisih dinding bagian dalam dan bagian luar
Perbedaan suhu antara dinding bagian dalam dan bagian luar kotak bambu, styrofoam dan kayu meningkat dari jam ke 0 sampai jam ke 60 (kotak bambu), 66 (kotak styrofoam) dan 78 (kotak kayu) sebesar masing-masing 0,115oC/jam, 0,108oC/jam, dan 0,0808oC/jam, Perbedaan suhu ke dua titik tersebut mulai jam ke 60, 66 dan 72 atau setelah mencapai puncak kemudian menurun dengan kecepatan masing-masing 0,075oC/jam, 0,056oC/jam, dan 0,052oC/jam. Penurunan serta peningkatan perbedaan suhu antara ke dua titik tersebut terbesar pada proses fermentasi kakao di kotak bambu. Hal ini sesuai dengan penelitian
(Nurfaillah et al., 2019) dengan suhu fermentasi dalam kotak 28 – 42oC dan suhu lingkungan 28oC.
-
c. Selisih suhu antara bagian luar dinding dengan suhu lingkungan
-0,5
4
3,5
3
2,5
2
1,5
1
0,5
0
50 100 150 200
Waktu fermentasi kakao (JAM)
Selisih suhu dinding kotak luar dengan udara luar 0C Bambu
Selisih suhu dinding kotak luar dengan udara luar C
Styrofoam
Selisih suhu dinding kotak luar dengan udara luar C Kayu
Gambar 8. Selisih suhu dinding bagian luar dan suhu lingkungan
Gambar 8 mengilustrasikan hubungan antara waktu fermentasi kakao di kotak bambu, styrofoam, dan kayu dengan suhu di luar kotak. Selisih suhu di antara ke dua titik tersebut rata-rata adalah: 1,6oC, 1,3oC dan 1,2oC. Gambar 8. mengilustrasikan hubungan antara waktu fermentasi kakao di kotak bambu, styrofoam, dan kayu dengan suhu di luar kotak. Selisih suhu di antara ke dua titik tersebut rata-rata adalah: 1,6oC, 1,3oC dan 1,2oC. Seperti halnya hubungan antara selisih suhu antar bagian diding kotak dengan waktu fermentasi, hubungan waktu fermentasi dengan selisih suhu antara bagian dinding luar kotak dengan udara luar juga berpola kuadratik. Seperti halnya: perbedaan suhu antara titik tengah kakao yang difermentasikan dengan dinding bagian dalam kotak , dan selisih suhu natara bagian dalam dan bagian luar dinding kotak, perbedaan suhu antara dinding bagian luar kotak bambu, styrofoam dan kayu dengan suhu udara lingkungan meningkat dari jam ke 0 sampai jam ke 60 (kotak bambu), 66 (kotak styrofoam) dan 78 (kotak kayu) sebesar masing-masing 0,051oC/jam, 0,0156oC/jam, dan 0,012oC/jam, Perbedaan suhu ke dua titik tersebut mulai jam ke 60, 66 dan 72 atau setelah mencapai puncak kemudian menurun dengan kecepatan masing-masing 0,035oC/jam, 0,021oC/jam, dan 0,0097oC/jam. Penurunan serta peningkatan perbedaan suhu antara ke dua titik tersebut terbesar pada proses fermentasi kakao di kotak bamboo.
Analisis parameter panas spesifik kakao, dinding kotak
Parameter-parameter pindah panas selama proses fermentasi biji kakao di dengan kotak terbuat dari bambu, styrofoam dan kayu seperti terlihat pada Tabel 1. Parameter-parameter itu adalah nilai β, bilangan Grashof, bilangan Rayleigh, bilangan Nusselt, koefisien pindah panas konveksi dan koefisien pindah panas konduksi pada proses
fermentasi dikotak yang terbuat dari bambu, styrofoam dan kayu.
Parameter pindah panas konduksi antar biji kakao nilainya sama pada semua perlakuan fermentasi, nilai tersebut adalah 0,53 Watt/m-oK. Nilai ini tergantung pada kadar air biji kakao. Koefisien pindah panas secara konduksi untuk dinding kotak terbuat dari bambu, styrofoam dan kayu masing-masing adalah 0,317Watt/m-oK, 0,167 Watt/m-oK dan 0,267 Watt/m-oK. Koefisien pindah panas konduksi untuk dinding tergantung pada karakteristik fisik bahan dan kadar air bahan.
Nilai-nilai parameter bilangan Grashof, Rayleigh, bilangan Nusselt dan koefisien pindah panas secara konveksi sudah diuraikan pada persamaan-persamaan yang ada di bab metode penelitian, yaitu persamaan 1, 2 dan 3 (nilai bilangan Grashof,
bilangan Rayleigh dan bilangan Nusselt).
Tabel 1. Nilai parameter pindah panas selama proses fermentasi biji kakao di kotak terbuat dari bambu, styrofoam dan kayu.
Parameter |
Bambu |
Kotak | |
Styrofoam |
Kayu | ||
Suhu Tf (-oK) |
301.91 |
302.26 |
301.11 |
Nilai β1 |
0.0033 |
0.0033 |
0.0033 |
Bilangan Grashof-1 |
5873393 |
3428478 |
5897191 |
Bilangan Nusselt-1 |
22.18 |
18.76 |
22.39 |
Koefisien pindah panas konveksi antara biji kakao dan dinding bagian dalam kotak h1 (W/m2-oK) |
7.71 |
6.54 |
7.78 |
Koofisien pindah panas konduksi biji kakao (kk) (W/m- oK) |
0.53 |
0. 53 |
0.53 |
Suhu Film (Tf-2), |
301.73 |
302.25 |
300.75 |
Nilai β2 |
0.0033 |
0.0033 |
0.0033 |
Bilangan Grashof-2 |
4081664 |
3265969 |
2295175 |
Bilangan Rayleigh-2 |
2857165 |
2286178 |
1606623 |
Bilangan Nusselt-2 |
20.22 |
18.48 |
17.66 |
Koofisien pindah panas konveksi atara dinding luar kotak dan lingkungan (h2) (W/m2K) |
7.36 |
6.42 |
6.14 |
Koefisien pindah panas konduksi pada dinding kotak (kd) (W/m-oK) |
0.328 |
0.016 |
0.15 |
Nilai konduktivitas panas kayu dari hasil penelitian ini adalah 0,15, hal ini berbeda dengan nilai yang kayu = 0.12 - 0.14 (W/mK) (Kreith, 1986) karena kayu yang dipergunakan berbeda jenis dan kadar air. Nilai konduktivitas panas styrofoam adalah 0,0116 W/m-oK, nilai ini mendekati hasil penelitian Ruwanto, 2007.
Perpindahan Panas Total (Q) pada Kotak Kayu, Kotak Styrofoam, dan Kotak Bambu
Hasil penelitian Loppies et al., (2018), biji kakao memiliki panas spesifik (Cv) 137.7 J/kg-oC. Menurut Seibel panas spesifik untuk bahan pangan pada suhu di atas titik beku dirumuskan Cp = 33,47.M + 837 J/kg-oK, sehingga biji kakao yang
memiliki kadar air 7,4% memiliki nilai Cv = 839,4 J/kg-oK. Nilai kerapatan massa (ρ) biji kakao adalah 601 kg/m3. Gambar 9 adalah nilai panas hasil fermentasi biji kakao yang ada pada kotak terbuat dari bambu, styrofoam dan kayu.
Panas hasil proses fermentasi biji kakao di masing-masing kotak tertinggi sebesar: 1187 watt, 878 watt dan 872 watt. Rata-rata jumlah panas hasil proses fermentasi biji kakao untuk masing-masing perlakuan sebesar: 317 watt, 230 watt dan 269 watt. Panas fermentasi biji kakao mulai jam ke 60 (kotak bambu), ke 66 (kotak styrofoam) dan ke 72 (kotak kayu) mengalami penurunan, rata-rata jumlah panas hasil fermentasi rata-rata saat suhu turun masing-masing sebesar sebesar: 133watt, 117 watt dan 107 watt.
1400
1200
1000
800
600
400
200
0
-200 0 100 200
Kotak
Bambu
Kotak
styrofoam
Kotak Kayu
Waktu fermentasi (JAM)
Gambar 9. Panas hasil fermentasi biji kakao
Berdasarkan jumlah panas fermentasi selama 0 – 144 jam di kotak, maka kotak tebuat dari anyaman bambu adalah paling efektif. Kotak ini mampu menciptakan kondisi kecukupan oksigen dan pembuangan panas yang berlebihan sehingga mikroba yang ada mampu melakukan proses fermentasi secara baik.
-
b. Panas untuk menaikan suhu biji kakao
Dinamika panas hasil proses fermentasi kakao didalam kotak bambu, styrofoam dan kayu yang untuk memaikan dan menurunkan suhu biji kakao seperti Gambar 10.
—•— Kotak Bambu
—•— Kotak
Styrofoam
→- Kotak Kayu
Gambar 10. Panas untuk menaikan suhu biji kakao
Panas untuk menaikan suhu biji kakao di masing-masing kotak tertinggi sebesar: 2,54watt, 1,948watt dan 1,686 watt. Rata-rata jumlah panas untuk menaikan suhu masing-masing sebesar: 1,541watt, 1,048watt dan 0,886watt. Suhu biji kakao mulai jam ke 60 (kotak bambu), ke 66 (kotak styrofoam) dan ke 72 (kotak kayu) mengalami penurunan. Panas penurunan suhu rata-rata sebesar: 0,84 watt, 0,43 watt dan 0,28 watt.
-
c. Panas hilang dari kotak ke lingkungan Gambar 11 menunjukkan nilai panas yang hilang dari kotak ke lingkungan untuk kotak yang terbuat dari bambu, styrofoam dan kayu. Pola panas hasil fermentasi biji kakao di kotak bambu, styrofoam dan kayu hubungannya dengan waktu fermentasi adalah kwadratik. Panas yang hilang dari kotak ke lingkungan mulai jam ke 0 – jam ke 60 meningkat, namun mulai jam ke 60 sampai jam ke 144 jumlah panas yang hilang ke lingkungan justru menurun. Hal ini sesuai dengan pola fermentasi yang terjadi atau jumlah panas hasil fermentasi.
4
3
2
1
0
-1
-2
-3
—•— Kotak Bambu
—•— Kotak styrofoam
—•— Kotak Kayu
Waktu fermentasi (JAM)
Gambar 11. Grafik panas yang hilang ke lingkungan pada kotak terbuat dari bambu, styrofoam, dan kayu
Panas yang hilang dari kotak ke lingkungan untuk perlakuan fermentasi biji kakao di kotak bamboo, styrofoam dan kayu kotak tertinggi sebesar: 1089 watt, 723 watt dan 787 watt. Rata-rata jumlah panas yang hilang pada proses fermentasi biji kakao untuk masing-masing perlakuan sebesar: 330 watt, 239 watt dan 289 watt. Panas fermentasi biji kakao mulai jam ke 60 (kotak bambu), ke 66 (kotak styrofoam) dan ke 72 (kotak kayu) mengalami penurunan, rata-rata jumlah panas hasil fermentasi yang hilang ke lingkungan saat suhu turun masing-masing sebesar sebesar: 104 watt, 96 watt dan 107 watt. Hasil penelitian jumlah panas yang hilang dari kotak ke lingkungan mendekati hasil penelitian Rahmi et al., 2017.
Kadar Air
Penentuan kadar air biji kakao juga ditentukan dengan cara pengeringan karena dapat mempengaruhi cita rasa, tekstur serta dapat mempengaruhi penampakan pada bahan pangan
(Winarno et al., 1993). Hasil dari perhitungan kadar air biji kakao kering dapat diperhatikan pada Tabel 2.
Tabel 2. Perhitungan Kadar Air Biji kakao kering (% bb)
Sampel |
Kayu (A) |
Jenis Wadah | |
Styrofoam (B) |
Bambu (C) | ||
1 |
7,450696 |
8,143637 |
7,770293 |
2 |
7,434797 |
8,146095 |
7,597846 |
3 |
7,505797 |
8,25679 |
7,680623 |
Rata-Rata |
7,463763309 |
8,182174063 |
7,682920696 |
Kadar air maksimal biji kakao kering basis basah adalah sebesar 7,5 % bb menurut SNI 2323:2008 biji kakao. Berdasarkan data pada Tabel 2 diketahui bahwa pada perlakuan sampel kotak kayu kandungan kadar air yang tercapai adalah 7,45% bb dan sampel kotak bambu dengan kandungan kadar air yang tercapai adalah 7,43% yang difermentasi selama 6 hari memenuhi syarat kadar air biji kakao kering maksimal 7,5 % bb. Hasil penelitian ini juga mendekati hasil penelitian Hayati et al.,(2012) dan Rachmatullah et al., (2021). dengan kadar air kakao 6.86% - 7.74%.
Jumlah biji per 100 gram
Dalam menentukan kualitas biji kakao yang dikeringkan jumlah biji per 100 gram merupakan komponen yang penting, apabila jumlah biji yang dihasilkan dalam jumlah biji per 100 gram lebih sedikit, maka kualitas yang dihasilkan pada biji kakao kering tersebut semakin baik.
Kadar air yang terkandung dalam biji mempengaruhi jumlah biji per 100 gram. Apabila jumlah biji per 100 gram semakin banyak maka kandungan kadar air yang terkandung di dalam biji semakin sedikit, sedangkan semakin tinggi nilai kadar air dalam biji maka jumlah biji per 100 gram semakin sedikit. Jumlah biji per 100 gram beserta nilai rata-ratanya dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Jumlah biji per 100 gram
Sampel |
Jenis Wadah | ||
Kayu (A) |
Styrofoam (B) |
Bambu (C) | |
1 |
73 |
118 |
90 |
2 |
74 |
106 |
93 |
3 |
76 |
114 |
93 |
Rata-Rata |
74,3 |
112,6 |
92 |
Pada Tabel 3 jumlah biji per 100 gram pada sample A1 berjumlah 73 biji, sampel A2 berjumlah 74 biji dan sampel A3 berjumlah 83 biji dimana sampel-sampel pada wadah kayu tersebut tergolong dalam biji dengan mutu AA (sangat super) dengan syarat biji maksimum maksimal 85 biji per 100 gram. Pada kotak kayu dilapisi styrofoam rata-rata jumlah biji yang terkandung per 100 gram adalah 112,6 biji
dimana jumlah tersebut dikategorikan dalam kelas C (rendah) dengan syarat jumlah biji 111-120 biji per seratus gram. Pada sampel kotak kayu yang dilapisi bambu rata-rata biji yang terkandung per 100 gram adalah 92 biji dimana jumlah tersebut tergolong kelas A (super) dengan syarat jumlah biji 86-100 biji per seratus gram.
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa suhu fermentasi biji kakao yang dapat mencapai suhu optimal setelah 60 jam proses fermentasi adalah perlakuan fermentasi pada kotak bambu dengan ukuran 23,5 cm x 23,5 cm x 29,5 cm dengan kapasitas 9,5 kg. Kotak bambu menjamin ketersediaan oksigen dan perpindahan panas akibat adanya aerasi. Suhu maksimum fermentasi yang dicapai sebesar 44,50C, dengan kadar air sebanyak 7,48 % dan jumlah biji per 100 gram sebesar 73 biji. Dari parameter yang telah diamati menunjukkan perlakuan terbaik telah memenuhi standar SNI 2323:2008.
Saran
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilaksanakan, adapun saran yang dapat diberikan ialah menggunakan jenis bahan yang berbeda untuk wadah fermentasi dengan nilai konduktivitas bahan yang berbeda agar mendapatkan kualitas biji kakao kering yang lebih baik dari sebelumnya dengan menganalisis pindah panas yang terjadi selama proses fermentasi.
DAFTAR PUSTAKA
Arinata, Yulianti, Arda Gede. (2019). Pengaruh Variasi Dimensi Wadah dan Fermentasi terhadap Kualitas Biji Kakao (Theabroma cacao L.). Jurnal Beta (Biosistem Dan Teknik Pertanian).
Aryani N.L.P.N.A., Ni Luh Yulianti, G. A. (2018). Karakteristik Biji Kakao Hasil Fermentasi Kapasitas Kecil dengan Jenis Wadah dan Lama Fermentasi yang Berbeda. Jurnal Beta (Biosistem Dan Teknik Pertanian), 6(1), 17– 24.
Atiqoh. (2007). Isolasi Bakteri Asam Laktat
Penghasil Senyawa Antikapang pada
Fermentasi Kakao. Skripsi, Jember: Universitas Jember.
Gonibala. (2019). Kajian Fermentasi Biji Kakao (Theobroma Cacao L.) Menggunakan Tipe
Kotak Dinding Ganda Dengan Aerasi. Skripsi Jurusan Teknologi Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Sam Ratulangi Manado.
Hayati. (2012). Kajian Fermentasi dan Suhu Pengeringan pada Mutu Kakao (Theobroma cacao L.). Jurnal Keteknikan Pertanian, 26(2), 129–135.
Loppies J.E., Medan Yumas, E. S. R. (2018). Rancangan Instalasi Regulator Otomatis untuk Tungku Penyangraian Kopi dan Kakao. Balai Besar Industri Hasil Perkebunan.
Mulato. (2005). Pengolahan Produk Primer dan Sekunder Kakao. Pusat Penelitian Kopi Dan Kakao Indonesia, Jember.
Nurfaillah, Sheva, S., Khouw, M., & Zain, S. G. (2019). Rancangan Teknologi Alat Fermentasi Kakao. Skripsi Program Studi Pendidikan Teknologi Pertanian. Fakultas Teknik Universitas Negeri Makassar.
Putra, G., Sutardi, & Kartika, B. (2010). Peranan Perubahan Komponen Prekursor Aroma dan Cita Rasa Biji Kakao selama Fermentasi terhadap Cita Rasa Bubuk Kakao yang di Hasilkan. In Agritech (Vol. 13, Issue 4, pp. 13– 17).
Rachmatullah, D., Putri, D. N., & Herianto, F. (2021). Karakteristik Biji Kakao (Theobroma Cacao L.) Hasil Fermentasi Dengan Ukuran Wadah Berbeda. Jurnal Viabel Pertanian, 15(1), 32–44.
Rahmi F., Zulfahrizal, dan K. S. (2017). Analisis Pindah Panas Pada Ruang Fermentasi Biji Kakao (Theobroma cacao L.) Dengan Menggunakan Kotak Kayu dan Styrofoam. Jurnal Rona Teknik Pertanian, 10(April), 34– 45.
Sulistyowati, Y. (1998). Teknik Pra Pengolahan Biji Kakao Segar Secara Mekanis Untuk Mempersingkat Waktu Fermentasi dan Menurunkan Kemasan Biji. Pelita Perkebunan, Jurnal Penelitian Kopi Dan Kakao.
Susanto, T. dan B. S. (1994). Teknologi Pengolahan Hasil Pertanian. Surabaya: Bina Ilmu.
Wahyudi, T., Pangabean, T. R., P. (2008). Panduan Lengkap Kakao. Jakarta : Penebar Swadaya.
Winarno, F. G. (1993). Pangan, Gizi, Teknologi dan Konsumsi. PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
Wirawan, I. W. E., Setiyo, Y., & Madrini, I. A. G. B. (2021). Kajian Proses Fermentasi Limbah Sayur Dan Buah Dari Pasar Tradisional Kintamani. Jurnal Beta (Biosistem Dan Teknik Pertanian), 9(2).
314
Discussion and feedback