JURNAL BETA (BIOSISTEM DAN TEKNIK PERTANIAN) Program Studi Teknik Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Udayana http://ojs.unud.ac.id/index.php/beta

Volume 10, Nomor 2, bulan September, 2022

Pengaruh Jenis Kemasan Terhadap Karakteristik Mutu Tepung Rebung Bambu Tabah (Gigantochloa nigrociliata Buse-Kurz) Selama Penyimpanan

The Effect of Packaging Type on the Quality Characteristic of Tabah Bamboo Shoot Flour (Gigantochola nigrociliata Buse-Kurz) During Storage

Ni Made Rahayu Chintya Dewi, Pande Ketut Diah Kencana*, I Putu Surya Wirawan Program Studi Teknik Pertanian dan Biosistem, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Udayana, Badung, Bali Indonesia

*E-mail: [email protected]

Abstrak

Rebung merupakan tunas atau anakan bambu yang muncul di dasar tanah, rebung diketahui memiliki kandungan air yang sangat tinggi dan biasa dikonsumsi sebagai olahan sayuran seperti tumisan, isian lumpia, gulai, serta asinan. Salah satu jenis rebung bambu yang tumbuh di Bali adalah rebung bambu tabah (Gigantochloa nigrociliata Buse-Kurz). Melihat kandungan air yang dimiliki rebung sangat tinggi, maka daya simpan dan daya guna rebung dapat ditingkatkan dengan membuatnya menjadi produk setengah jadi berupa tepung. Tepung rebung merupakan salah satu bahan makanan yang bersifat kering dan juga mudah mengalami perubahan komponen. Dalam mempertahankan mutu suatu bahan pangan, kemasan memiliki peranan yang sangat penting. Penelitian ini dilaksanakan untuk menentukan jenis kemasan yang tepat dalam mempertahankan karakteristik mutu tepung rebung. Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) yang terdiri dari dua faktor, faktor pertama adalah jenis kemasan yaitu (K1) : polipropilen, (K2) : aluminium foil, dan (K3) : paper sack. Faktor kedua adalah lama penyimpanan yaitu (H1) : 10 hari, (H2) : 20 hari, (H3) : 30 hari. Parameter yang diamati adalah kadar air, daya serap air, densitas kamba, serat kasar, derajat putih, dan uji sensoris. Hasil penelitian menujukkan bahwa perlakuan jenis kemasan paper sack dapat lebih mempertahankan karakteristik mutu tepung rebung bambu tabah selama penyimpanan 30 hari dengan nilai kadar air 6,73 %, daya serap air 10,83 %, densitas kamba 0,6445 g/ml, serat kasar 27,16 %, dan derajat putih 49,47 %. Dengan menggunakan kemasan paper sack akan lebih mempertahankan karakteristik mutu tepung rebung selama penyimpanan sehingga tidak cepat mengalami kerusakan.

Kata kunci: bambu tabah, kemasan, mutu tepung rebung, penyimpanan

Abstract

Bamboo shoots are saplings of bamboo that appear at the bottom of the soil, bamboo shoots are known to have very high water content and are usually consumed as processed vegetables such as stir-fry, stuffed spring rolls, curry, and pickles. One type of bamboo shoot that grows well in Bali is the tabah bamboo shoots (Gigantochloa nigrociliata Buse-Kurz). Seeing that the water content of bamboo shoots is very high, the shelf life and usability of bamboo shoots can be increased by turning them into semi-finished products in the form of flour. Bamboo shoot flour is one of the foodstuffs that are dry and also easy to change components. In maintaining the quality of a food ingredient, packaging has a very important role. This research was conducted to determine the right type of packaging in maintaining the quality characteristics of bamboo shoot flour. This study uses a Completely Randomized Design which consists of two factors, the first factor is the type of packaging, namely (K1): polypropylene, (K2): aluminum foil, and (K3): paper sack. The second factor is storage time, namely (H1): 10 days, (H2): 20 days, (H3): 30 days. Parameters observed were water content, water absorption, bulk density, crude fiber, whiteness degree, and sensory test. The results showed that the paper sack packaging type treatment could better maintain the quality characteristics of tabah bamboo shoots flour during storage for 30 days with a water content value of 6.73 %, the water absorption capacity of 10.83 %, bulk density of 0.6445 g/ml, crude fiber. 27.16%, and whiteness degree of 49.47%. By using paper sack packaging, it will better maintain the quality characteristic of bamboo shoot flour during storage so that it does not get damaged quickly.

Keywords: packaging, quality of bamboo shoot flour, storage, tabah bamboo

PENDAHULUAN

Diketahui sekitar ± 1.600 jenis bambu dapat kita temui di seluruh dunia. Sekitar 160 diantaranya merupakan jenis bambu asli dari Indonesia. Salah satu jenis bambu yang tumbuh baik di Bali adalah jenis bambu tabah. Bambu tabah dapat dijumpai di daerah Kecamatan Pupuan, Kabupaten Tabanan. Berdasarkan kajian (Kencana (2009), rebung bambu tabah mempunyai komposisi : air (92,2 %), protein (2,29 %), lemak (0,23 %), pati (1,68 %), dan serat (3,07 %). Dengan melihat kandungan air yang

dimiliki rebung sangat tinggi, maka daya simpan dan daya guna rebung dapat ditingkatkan dengan membuatnya menjadi produk setengah jadi atau intermediate berupa tepung.

Tepung rebung merupakan salah satu bahan makanan yang sifatnya kering dan juga mudah mengalami perubahan komponen. Pada dasarnya berbagai jenis tepung mempunyai sifat higroskopis, sehingga akan sangat mudah sekali mengalami kerusakan akibat penyerapan uap air dari lingkungannya. Lingkungan yang memiliki kondisi lembab mengakibatkan berubahnya mutu dari tepung itu sendiri karena terjadinya penyerapan uap air yang cukup besar. Jika saat penyimpanan tepung mengalami kenaikan kadar air yang tinggi, maka tepung tersebut akan mengalami kerusakan berupa kemunduran mutu seperti tumbuhnya jamur, timbulnya aroma apek, adanya gumpalan, dan munculnya kapang.

Kemasan memiliki peran sangat penting dalam mempertahankan mutu suatu bahan pangan. Jenis kemasan akan sangat berpengaruh terhadap mutu tepung selama penyimpanan. Kemasan polipropilen merupakan jenis kemasan yang sering digunakan sebagai bahan pengemas makanan karena sifatnya yang ringan dan ekonomis. Jenis pengemas aluminium foil juga banyak digunakan karena memiliki sifat yang tahan terhadap lipatan dan sobekan, serta kemasan paper sack yang juga sering digunakan dalam mengemas produk kering karena cukup kuat dalam menggantikan kemasan fiber drum. Upaya teknologi untuk memperpanjang umur simpan sekaligus mempertahankan mutu dari bahan makanan tersebut dapat dilakukan dengan cara disimpan dalam kemasan. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendapatkan kemasan yang terbaik dalam mempertahankan karakteristik mutu tepung rebung bambu tabah selama penyimpanan.

METODE

Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari sampai April 2021 di Laboratorium Teknik

Pascapanen, Laboratorium Pengelolaan Sumber Daya Alam, Laboratorium Analisis Pangan, dan Laboratorium Mikrobiologi Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Udayana.

Alat dan Bahan

Alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain oven (Labo DO 255-OECA3E5), pisau, cutting board, loyang, nampan, kertas baking, aluminium foil, gelas ukur, kertas saring whatman No. 42, plastik klip, kertas label, panci, baskom, gelas beaker (Iwaki), centrifuge (Damon/IEC Division), timbangan digital skala 5 kg (Model Camry), timbangan analitik (Shimadzu ATY224), blender (Panasonic MX GX-1462), stopwatch, cawan petri, desikator, ayakan 60 mesh (Retsch), pipet tetes, waterbath, tabung sentrifuge, rak tabung reaksi, inkubator (Memmert) dan coldbox styrofoam ukuran 52x38x33cm. Adapun bahan yang digunakan adalah rebung bambu tabah, kemasan polipropilen, kemasan aluminium foil, dan kemasan paper sack. Bahan kimia yang digunakan adalah aquades, alkohol, H2SO4, NaOH.

Rancangan Penelitian

Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 2 faktor. Faktor I terdiri dari 3 jenis kemasan yang berbeda yaitu polipropilen, aluminium foil, dan paper sack. Faktor II terdiri dari lama penyimpanan yaitu 10 hari, 20 hari, dan 30 hari. Penelitian dilakukan dengan penyimpanan pada inkubator dengan suhu (30°C±3). Masing-masing perlakuan dilakukan pengulangan sebanyak 2 kali. Data yang diperoleh dianalisis secara statistik menggunakan uji sidik ragam. Apabila terdapat pengaruh perlakuan jenis kemasan dan lama penyimpanan terhadap parameter yang diamati, maka dilanjutkan dengan Duncan Multiple Range Test (DMRT) menggunakan Software SPSS Statistic 25.

Pelaksanaan Penelitian

Persiapan Bahan

Persiapan diawali dengan proses pemanenan rebung bambu tabah di Desa Padangan, Kecamatan Pupuan, Kabupaten Tabanan, Bali. Rebung dipanen saat musim hujan pada rumpum bambu, dan saat rebung masih berada di dalam tanah atau mulsa dengan warna pelepah cokelat muda dan dagingnya berwarna putih. Setelah dipanen dilakukan proses sortasi untuk mendapatkan rebung yang layak digunakan dengan kondisi tidak ada kerusakan saat proses pemanennan ataupun busuk batang. Selanjutnya diakukan proses pengupasan untuk memperoleh daging rebung yang berwarna putih, setelah itu dilakukan proses pengecilan ukuran

dengan cara menngiris rebung dan ketebalan irisannya 0,1 cm. Rebung bambu tabah yang sudah diiris kemudian dibawa ke Laboratorium Pascapanen Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Udayana dengan menggunakan coldbox.

Tahap Pembuatan Tepung Rebung

Rebung yang sudah diiris kemudian dicuci bersih dan dilakukan proses steam blanching dengan suhu ±85°C selama 10 menit. Rebung hasil steam blanching dioven dengan suhu 60°C selama ±12 jam hingga rebung menjadi kering, mudah dipatahkan, dan tidak gosong. Dalam proses penepungan, rebung digiling dan diayak dengan ayakan 60 mesh.

Tahap Pengemasan Tepung Rebung

Tepung yang sudah jadi kemudian dikemas secara manual dengan menggunakan kemasan polipropilen, aluminium foil, dan paper sack dengan jenis standing pouch berukuran 9x15cm. Masing-masing kemasan berisi tepung sebanyak 50 g, yang kemudian disimpan pada inkubator dengan suhu 30°C ±3. Setelah tepung dikemas selanjutnya akan dilakukan tahap pengamatan yang dilakukan setiap 10 hari sekali selama 30 hari.

Parameter Penelitian

Parameter yang diamati dalam penelitian ini meliputi kadar air dengan menggunakan metode pengeringan (AOAC, 2006), daya serap air menggunakan metode centrifuge (Rohmah, 2012), densitas kamba menggunakan metode gelas ukur (Lalel et al., 2009), derajat putih menggunakan metode CIELAB (Meliko et al., 2019), kadar serat kasar menggunakan metode gravimetri (Sudarmadji et al., 1997), dan uji sensoris berupa uji skoring (tekstur, warna, dan aroma), serta uji hedonik penerimaan keeseluruhan dengan penilaian dari 15 orang panelis.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kadar Air

Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa interaksi perlakuan jenis kemasan dan lama penyimpanan berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap kadar air tepung rebung selama penyimpanan. Nilai rata-rata kadar air tepung rebung bambu tabah selama penyimpanan dapat dilihat pada Tabel 1. Tepung merupakan produk bahan makanan yang sifatnya higroskopis atau mudah menyerap uap air, maka dari itu kualitas tepung sangat ditentukaan oleh kemampuan kemasan dalam mempertahankan mutu produk tepung selama penyimpanan. Menurut Ariska dan Daryatmo

(2015) faktor yang sangat mempengaruhi mutu suatu bahan pangan adalah kandungan kadar airnya, dimana turunnya mutu suatu bahan pangan seiring dengan meningkatnya kadar air pada bahan tersebut.

Tabel 1. Nilai rata-rata kadar air (%) tepung rebung bambu tabah selama penyimpanan.

Jenis

Kemasan (K)

Lama Penyimpanan (t)

10 Hari

20 Hari

30 Hari

Polipropilen

6,25 g

6,64 d

7,11 a

Aluminium

6,16 h

6,49 e

6,88 b

Foil

Paper Sack

6,04 i

6,37 f

6,73 c

Keterangan :    huruf yang berbeda di belakang nilai

pada baris atau kolom yang sama menunjukkan nilai yang berbeda nyata (P<0,01).

Hasil pada Tabel 1 menunjukkan adanya kenaikan persentase kadar air pada setiap lama penyimpanan. Nilai rata-rata kadar air tertinggi tepung rebung bambu tabah selama penyimpanan 30 hari diperoleh dari perlakuan jenis kemasan polipropilen yaitu 7,11%, dan yang terendah diperoleh dari jenis kemasan paper sack yaitu 6,73%. Selama penyimpanan kadar air tepung terus mengalami peningkatan. Tepung rebung yang dikemas dengan kemasan paper sack memiliki kadar air paling rendah selama penyimpanan karena kemasan paper sack terdapat lapisan dalam (multiwall) berupa aluminium foil. Sifat dari kertas pada kemasan paper sack ini adalah golongan kertas perkamen yang memiliki kelebihan berupa terdapatnya lapisan silikon (SiO2). Silikon ini berasal dari sekam padi yang tentunya aman untuk kesehatan dan tidak berpengaruh terhadap produk. Dengan demikian kertas memiliki sifat hidrofobik yang berfungsi menahan resistensi terhadap uap air, CO2, dan oksigen, serta bisa tahan terhdap suhu tinggi mencapai 120°C. Lapisan aluminium foil di dalamnya memiliki sifat tahan terhadap panas, kedap udara, permeabilitas uap airnya yang rendah, serta bersifat tidak korosif sehingga aluminium foil baik digunakan untuk kemasan bahan pangan (Santoso dan Rejo 2007). Sehingga kombinasi dari kedua bahan pengemas ini dapat lebih mempertahankan mutu dari tepung rebung bambu tabah selama penyimpanan. Tepung dengan kemasan polipropilen memiliki kadar air paling tinggi dikarenakan masing-masing kemasan memiliki kemampuan permeabilitas yang berbeda-beda, kemasan polipropilen memiliki kerapatan barier yang lebih rendah sehingga pori-pori yang ada lebih besar dan membuat kemasan tersebut lebih mudah dilalui uap air dan gas maka dari itu semakin

lama produk disimpan juga akan meningkatkan kandungan kadar airnya (Priyanto et al., 2008).

Daya Serap Air

Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa interaksi antara jenis kemasan dan lama penyimpanan berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap nilai daya serap air tepung rebung bambu tabah. Nilai rata-rata daya serap air tepung rebung bambu tabah selama penyimpanan dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Nilai rata-rata daya serap air (%) tepung

rebung bambu tabah selama penyimpanan.

Jenis

Kemasan (K)

Lama Penyimpanan (t)

10 Hari

20 Hari

30 Hari

Polipropilen

11,14 c

10,89 d

10,57 g

Aluminium Foil

11,31 b

10,93 d

10,73 f

Paper Sack

11,45 a

11,09 c

10,83 e

Keterangan :    huruf yang sama di belakang nilai pada

baris atau kolom yang sama menunjukkan nilai yang tidak berbeda nyata (P>0,05)

Daya serap air tepung rebung bambu tabah dalam penelitian ini berkisar antara 10,57% - 11,45%.

Berdasarkan Tabel 2, setelah penyimpanan 30 hari daya serapa air tepung rebung bambu tabah terendah diperoleh pada jenis kemasan polipropilen yaitu sebesar 10,5698%, sedangkan daya serap air tertinggi diperoleh pada jenis kemasan paper sack yaitu sebesar 10,8254%. Nilai daya serap air yang tinggi menunjukkan banyaknya air yang terserap oleh tepung tersebut. Hasil penelitian menunjukkan semakin lama penyimpanan, daya serap air tepung rebung bambu tabah semakin menurun. Hal ini dikarenakan kandungan kadar air pada tepung mempengaruhi kemampuan suatu bahan untuk menyerap air. Prabowo (2010) melaporkan, berkurangnya kemampuan daya serap air pada bahan disebabkan karena kadar air yang terkandung pada bahan tersebut tinggi, sebaliknya jika kadar air pada bahan itu rendah, maka kemampuan daya serap airnya akan tinggi. Hal ini yang menyebabkan kemampuan daya serap air tepung pada kemasan paper sack paling tinggi dibandingkan dengan tepung pada kemasan lainnya karena kadar air yang dimiliki tepung tersebut paling rendah diantara tepung dengan jenis kemasan lainnya. Hal serupa juga dijelaskan oleh Ajala et al. (2015) dimana tepung dengan kadar air yang rendah lebih bersifat higroskopis sehingga kemampuan daya serap airnya akan lebih tinggi. Tepung dengan kemasan polipropilen menghasilkan daya serap air paling rendah selama penyimpanan 30 hari dikarenakan kandungan air yang dimilki tepung pada kemasan tersebut paling tinggi sehingga kemampuan daya

serap airnya berkurang. Semakin tinggi kemampuan daya serap air yang dimiliki tepung, menandakan tepung tersebut memiliki kualitas yang baik (Purwanto et al., 2013).

Densitas Kamba

Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa interaksi antara jenis kemasan dan lama penyimpanan berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap nilai densitas kamba tepung rebung bambu tabah. Nilai rata-rata densitas kamba tepung rebung bambu tabah selama penyimpanan dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Nilai rata-rata densitas kamba (g/ml) tepung rebung bambu tabah selama

penyimpanan.

Jenis

Kemasan (K)

Lama Penyimpanan (t)

10 Hari   20 Hari   30 Hari

Polipropilen 0,6429 e 0,6528 c 0,6656 a Aluminium 0,6317 g 0,6432 e 0,6532 b Foil

Paper Sack 0,6233 h 0,6322 f 0,6445 d

Keterangan :   huruf yang sama di belakang nilai pada

baris atau kolom yang sama menunjukkan nilai yang tidak berbeda nyata (P>0,05)

Densitas kamba tepung rebung bambu tabah dalam penelitian ini berkisar antara 0,6233 g/ml – 0,66562 g/ml. Berdasarkan Tabel 3, setelah penyimpanan 30 hari densitas kamba tepung rebung bambu tabah terendah diperoleh pada jenis kemasan paper sack yaitu sebesar 0,6445 g/ml, sedangkan densitas kamba tertinggi diperoleh pada jenis kemasan polipropilen yaitu sebesar 0,6656 g/ml. Hasil penelitian menunjukkan semakin lama penyimpanan, densitas kamba tepung rebung bambu tabah semakin meningkat. Hal ini dikarenakan kandungan air pada tepung mempengaruhi densitas kamba (Indriyani et al., 2014). Jenis kemasan dan lama simpan akan meningkatkan kadar air tepung selama penyimpanan sehingga membuat nilai densitas kamba tepung semakin meningkat. Diza et al. (2014) melaporkan, bahan yang memiliki kandungan air yang kecil maka nilai densitas kambanya akan menurun. Setelah penyimpanan 30 hari tepung rebung dengan kemasan paper sack memiliki nilai densitas kamba yang paling rendah karena kadar air yang terkandung dalam tepung tersebut lebih rendah diantara jenis kemasan lainnya sehingga dihasilkan tepung dengan tekstur yang ringan dan berongga. Sebuah bahan dikatakan kamba jika memiliki nilai densitas yang kecil dikarenakan berat bahan yang ringan sehingga terdapat rongga dan membutuhkan ruang yang besar, hal ini juga dipengaruhi oleh bentuk partikel

dari bahan tersebut karena jika suatu bahan memiliki porositas yang besar maka akan mengakibatkan rongga-rongga antar partikel bahan terisi oleh udara sehingga nilai densitas kambanya akan lebih kecil (Syafruti et al., 2020). Tepung dengan kemasan polipropilen memiliki nilai densitas kamba yang paling tinggi karena tepung tersebut memiliki kandungan air yang tinggi. Semakin tinggi nilai densitas kamba sebuah bahan, maka akan membuat jumlah ruang kosong diantara partikel bahan yang dikemas semakin sedikit, hal itu berarti bahan tersebut memiliki tekstur yang semakin padat (Kumalasari et al., 2015).

Serat Kasar

Berdasarkan hasil sidik ragam menunjukkan bahwa interaksi antara jenis kemasan dan lama penyimpanan berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap kadar serat kasar tepung rebung bambu tabah. Nilai rata-rata kadar serat kasar tepung rebung bambu tabah selama penyimpanan dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Nilai rata-rata kadar serat kasar (%) tepung rebung bambu tabah selama penyimpanan.

Jenis

Kemasan (K)

Lama Penyimpanan (t)          

10 Hari

20 Hari

30 Hari    

Polipropilen

27,46 c

26,90 f

26,47 g

Aluminium Foil

27,66 b

27,39 d

26,98 f

Paper Sack

27,76 a

27,47 c

27,16 e

Keterangan :

huruf yang sama di belakang nilai pada baris atau kolom yang sama menunjukkan nilai yang tidak berbeda nyata (P>0,05)

Kadar serat kasar tepung rebung bambu tabah dalam penelitian ini berkisar antara 26,47% - 27,76%. Berdasarkan Tabel 4, setelah penyimpanan 30 hari kadar serat kasar tepung rebung bambu tabah terendah diperoleh pada jenis kemasan polipropilen yaitu sebesar 26,47%, sedangkan kadar serat kasar tertinggi diperoleh pada jenis kemasan paper sack yaitu sebesar 27,16%. Hasil penelitian menunjukkan semakin lama penyimpanan, kadar serat kasar tepung rebung bambu tabah semakin menurun. Hal ini disebabkan karena selama proses penyimpanan tepung mengalami perubahan komponen dan proses kimiawi berupa meningkatnya kandungan air yang mengakibatkan air terabsorbsi oleh tepung sehingga kandungan serat kasarnya menurun (Tuapattinaya, 2017). Meningkatnya kandungan air menyebabkan kondisi tepung menjadi lebih lembab dan terjadi penurunan mutu. Hal serupa juga diungkapkan oleh (Sari et al., 2015) dimana meningkatnya kandungan air pada tepung akan memecah kandungan nutrisi yang ada di serat kasar seperti selulosa dan

hemiselulosa sehingga dinding sel akan menjadi lemah, perubahan struktur dinding sel ini yang mengakibatkan kandungan serat kasar menjadi terurai sehingga terjadi penurunan.

Tepung rebung dengan kemasan paper sack memiliki kadar serat kasar yang lebih tinggi karena kadar air yang terkandung dalam tepung tersebut lebih rendah diantara jenis kemasan lainnya sehingga lebih mempertahankan kandungan serat kasar yang ada didalamnya. Sifat higroskopis yang dimiliki tepung membuat bahan pengemasnya harus memiliki barier yang baik terhadap uap air sehingga bisa lebih menjaga mutu dari tepung tersebut. Tepung dengan kemasan polipropilen memiliki kandungan serat kasar paling rendah dikarenakan kadar air yang dimiliki tepung tersebut paling tinggi sehingga dinding sel lebih lemah yang mengakibatkan turunnya kandungan serat kasar. Dengan demikian semakin lamanya penyimpanan pada tepung akan mengakibatkan meningkatkan kandungan air sehingga mempengaruhi turunnya kandungan serat kasar pada tepung tersebut (Tuapattinaya, 2017).

Derajat Putih

Berdasarkan hasil sidik ragam menunjukkan bahwa interaksi antara jenis kemasan dan lama penyimpanan berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap derajat putih tepung rebung bambu tabah. Nilai rata-rata derajat putih tepung rebung bambu tabah selama penyimpanan dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5. Nilai rata-rata derajat putih (%) tepung rebung    bambu    tabah    selama

penyimpanan.

Jenis

Kemasan (K)

Lama Penyimpanan (t)            

10 Hari

20 Hari

30 Hari      

Polipropilen

49,42 b

49,11 d

48,93 e

Aluminium Foil

49,64 a

49,48 b

49,29 c

Paper Sack

49,69 a

49,62 a

49,47 b

Keterangan :

huruf yang sama di belakang nilai pada baris atau kolom yang sama menunjukkan nilai yang tidak berbeda nyata (P>0,05)

Berdasarkan Tabel 5, setelah penyimpanan 30 hari nilai derajat putih tepung rebung bambu tabah terendah diperoleh pada jenis kemasan polipropilen yaitu sebesar 48,93%, sedangkan nilai derajat putih tertinggi diperoleh pada jenis kemasan paper sack yaitu sebesar 49,47%. Hasil penelitian menunjukkan semakin lama penyimpanan, nilai derajat putih tepung rebung bambu tabah semakin menurun. Hal ini disebabkan karena selama proses penyimpanan tepung mengalami perubahan komponen berupa meningkatnya kandungan kadar air dan terjadi

transfer oksigen. Hal itu menyebabkan kandungan prekusor kecoklatan yang terkandung dalam tepung menjadi bereaksi dan terjadinya reaksi Maillard, dimana kandungan glukosa beserta gula lainnya bereaksi dengan asam amino sehingga membuat warna tepung menjadi lebih gelap (Priyanto et al., 2008). Kemasan yang digunakan selain memiliki fungsi untuk pelindung fisik tentunya harus bisa dengan kuat menahan transfer senyawa yang menjadi penyebab dalam rekasi kimia. Tepung dengan kemasan paper sack memiliki nilai derajat putih yang paling tinggi dikarenakan kemasan tersebut lebih kuat dalam menahan transfer oksigen yang menyebabkan terjadinya reaksi kimia pada tepung. Tepung dengan kemasan polipropilen memiliki nilai derajat putih yang paling rendah

dikarenakan kandungan air yang dikandung tepung tersebut lebih tinggi sehingga prekursor kecoklatan akan lebih aktif dan membuat nilai derajat putih yang dihasilkan akan lebih rendah. Semakin lama waktu penyimpanan maka semakin menurunnya nilai derajat putih tepung yang dihasilkan (Priyanto et al., 2008).

Evaluasi Sensoris

Evaluasi sensoris yang dilakukan pada tepung rebung bambu tabah meliputi uji skoring dan uji hedonik. Uji skoring dilakukan terhadap penilaian tekstur, warna, dan aroma, sedangkan uji hedonik dilakukan terhadap penerimaan keseluruhan produk. Nilai rata-rata penilaian skoring dan hedonik penerimaan keseluruhan dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6. Nilai rata-rata penilaian skoring dan hedonik penerimaan keseluruhan tepung rebung bambu tabah

selama penyimpanan.

Perlakuan (K)

Lama Simpan (t)

Sensoris

Tekstur

Warna

Aroma

Penerimaan Keseluruhan

Polipropilen

10 Hari

4,13 a

4,07 a

3,87 a

4,13 c

20 Hari

4,27 a

4,20 a

3,53 a

4,07 c

30 Hari

4,07 a

4,00 a

3,40 a

4,00 c

Aluminium

10 Hari

4,20 a

4,13 a

3,53 a

4,20 b

Foil

20 Hari

4,27 a

4,20 a

3,80 a

4,13 c

30 Hari

4,13 a

4,13 a

3,47 a

4,07 c

Paper Sack

10 Hari

4,33 a

4,27 a

3,93 a

4,53 a

20 Hari

4,27 a

4,20 a

3,60 a

4,27 b

30 Hari

4,13 a

4,07 a

3,73 a

4,20 b

Keterangan:     huruf yang sama di belakang nilai pada baris atau kolom yang sama menunjukkan nilai yang tidak

berbeda nyata (P>0,05)

Tekstur

Tekstur merupakan sifat bahan yang bisa dinilai dari sentuhan kulit. Tekstur dari suatu bahan dapat ditentukan dengan uji sensoris (analisis pengindraan) yang menggunakan manusia sebagai pengujinya (Engelen, 2018). Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan jenis kemasan dan lama simpan tidak berbeda nyata (P>0,05) terhadap uji skoring tekstur tepung rebung. Pengaruh jenis kemasan dan lama penyimpanan terhadap skoring tekstur tepung rebung bambu tabah dapat dilihat pada Tabel 6. Nilai rata-rata uji skoring tekstur tepung rebung bambu tabah berkisar antara 4.07 – 4,33 dengan kriteria kering. Berdasarkan Tabel 6 hasil uji skoring tekstur tepung rebung bambu tabah dapat diterima oleh panelis. Nilai rata-rata uji skoring tertinggi diperoleh pada perlakuan kemasan paper sack dengan lama penyimpanan 10 hari yaitu 4,33, sedangkan nilai rata-rata terendah diperoleh pada kemasan polipropilen dengan lama

penyimpanan 30 hari yaitu 4,07. Rousmaliana dan Septiani (2019) melaporkan, kandungan air pada bahan akan sangat mempengaruhi keadaan tekstur suatu bahan pangan tersebut, dimana jenis kemasan dan waktu penyimpanan yang semakin lama akan mempengaruhi tingkat kesukaan panelis terhadap penilaian tekstur tepung.

Warna

Warna masuk kedalam penilaian uji sensoris, dimana warna merupakan salah satu kategori yang memiliki peranan sangat penting sebagai daya tarik terhadap produk Rousmaliana dan Septiani (2019). Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan jenis kemasan dan lama simpan tidak berbeda nyata (P>0,05) terhadap uji skoring warna tepung rebung. Pengaruh jenis kemasan dan lama penyimpanan terhadap skoring warna tepung rebung bambu tabah dapat dilihat pada Tabel 6. Nilai rata-rata uji skoring warna tepung rebung bambu tabah berkisar antara

4,00 – 4,27 dengan kriteria coklat muda agak keputihan. Berdasarkan Tabel 6 hasil uji skoring warna tepung rebung bambu tabah dapat diterima oleh panelis. Nilai rata-rata uji skoring warna tertinggi diperoleh pada tepung perlakuan kemasan paper sack dengan lama penyimpanan 10 hari yaitu 4,27, sedangkan nilai rata-rata terendah diperoleh pada tepung kemasan polipropilen dengan lama penyimpanan 30 hari yaitu 4,00. Hasil sidik ragam menunjukkan akhir yang tidak berbeda nayata dikarenakan pendapat panelis terhadap warna tepung rebung bambu tabah tidak terlalu berbeda, maka dari itu rentan nilai yang diberikan tidak meununjukkan perbedaan yang signifikan. Hal ini dikarenakan suhu yang digunakan dalam mengeringkan rebung segar untuk dijadikan tepung tersebut seragam dengan suhu 60°C, sehingga tidak mempengaruhi kenampakan tepung saat dilakukan penilaian terhadap panelis. Erni (2018) melaporkan, kenampakan suatu bahan pangan sangat dipengaruhi oleh faktor suhu saat pengeringan, karena akan merubah kenampakan tepung menjadi lebih coklat.

Aroma

Aroma merupakan salah satu kategori dalam penilaian mutu terhadap produk yang dapat dinilai dengan indera penciuman. Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan jenis kemasan dan lama simpan tidak berbeda nyata (P>0,05) terhadap uji skoring aroma tepung rebung. Pengaruh jenis kemasan dan lama penyimpanan terhadap skoring aroma tepung rebung bambu tabah dapat dilihat pada Tabel 6. Nilai rata-rata uji skoring aroma tepung rebung bambu tabah berkisar antara 3,40 – 3,93 dengan kriteria aroma netral hingga khas rebung. Berdasarkan Tabel 6 hasil uji skoring aroma tepung rebung bambu tabah dapat diterima oleh panelis. Nilai rata-rata uji skoring aroma tertinggi diperoleh pada tepung perlakuan kemasan paper sack dengan lama penyimpanan 10 hari yaitu 3,93, sedangkan nilai rata-rata terendah diperoleh pada tepung kemasan polipropilen dengan lama penyimpanan 30 hari yaitu 3,40. Hasil sidik ragam menunjukkan akhir yang tidak berbeda nyata dikarenakan pendapat panelis terhadap aroma tepung rebung bambu tabah tidak terlalu berbeda, maka dari itu rentan nilai yang diberikan tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan. Menurut Vesania (2016), aroma pada bahan dapat diketahui tetapi pada dasarnya setiap manusia memiliki kesukaan yang berlainan, maka dari itu rentan nilai yang dihasilkan tidak sangat berbeda.

Hedonik Penerimaan Keseluruhan

Berdasarkan hasil sidik ragam menunjukkan interaksi perlakuan jenis kemasan dengan lama penyimpanan berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap

tingkat penerimaan keseluruhan tepung rebung bambu tabah. Pengaruh jenis kemasan dan lama penyimpanan terhadap hedonik penerimaan keseluruhn tepung rebung bambu tabah dapat dilihat pada Tabel 6. Nilai rata-rata tingkat penerimaan keseluruhan tepung rebung bambu tabah berkisar antara 4,00 – 4,53 dengan kriteria suka hingga sangat suka. Berdasarkan Tabel 6 tingkat penerimaan keseluruhan tepung rebung bambu tabah dapat diterima oleh panelis. Tingkat penerimaan keseluruhan tertinggi diperoleh pada tepung perlakuan kemasan paper sack dengan lama penyimpanan 10 hari yaitu 4,53, sedangkan nilai rata-rata terendah diperoleh pada tepung kemasan polipropilen dengan lama penyimpanan 30 hari yaitu 4,00.

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil dari penelitian yang telah dilaksanakan kesimpulan yang dapat diambil adalah, perlakuan jenis kemasan paper sack mampu mempertahankan karakteristik mutu tepung rebung bambu tabah lebih baik selama penyimpanan 30 hari yaitu dengan kadar air 6,73 %, daya serap air 10,83 %, densitas kamba 0,6445 g/ml, serat kasar 27,16 %, dan derajat putih 49,47 %. Dimana dari semua perlakuan yakni jenis kemasan dan lama simpan memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap kadar air, daya serap air, densitas kamba, derajat putih, serat kasar, dan hedonik penerimaan keseluruhan. Dengan menggunakan kemasan paper sack karakteristik mutu tepung rebung selama penyimpanan akan lebih terjaga sehingga tidak cepat mengalami kerusakan.

DAFTAR PUSTAKA

Ajala, A.S., Ajagbe, O. A., Abioye, A.O., Bolarinwa, I. F., 2018. Investigating The Effect of Drying Factors on The Quality Assessment of Plantain Flour and Wheat Plantain Bread. International Food Research Journal, 25(4): 1566-1573.

AOAC (Association of Official Analytical Chemists). 2006. Official Methods of Analsys of AOAC International. Gaithersburg

Arizka, A. A., Daryatmo, J. 2015. Perubahan Kelembaban dan Kadar Air Teh Selama Penyimpanan Pada Suhu dan Kemasan yang Berbeda, 4(4), 124–129.

Diza, Y. H., Wahyuningsih, T., Silfia, S. 2014. Penentuan Waktu dan Suhu Pengeringan Optimal Terhadap Sifat Fisik Bahan Pengisi Bubur Kampiun Instan Menggunakan Pengering Vakum. Jurnal Litbang Industri, 4(2), 105-114.

Engelen A. 2018. Analisis Kekerasan, Kadar Air, Warna dan Sifat Sensori Pada Pembuatan Keripik Daun Kelor. Gorontalo: Politeknik Gorontalo.

Erni, N., Kadirman, K., Fadilah, R. 2018. Pengaruh Suhu dan Lama Pengeringan Terhadap Sifat Kimia dan Organoleptik Tepung Umbi Talas   (Colocasia   esculenta).   Jurnal

pendidikan teknologi pertanian, 4(1), 95105.

Indriyani, F., Suyanto, A., 2014. Karakteristik Fisik, Kimia dan Sifat Organoleptik Tepung Beras Merah Berdasarkan Variasi Lama Pengeringan. Jurnal Pangan dan Gizi, 4(2).

Kencana, P. K. D. 2009. Fisiologi Dan Teknologi Pascapanen Rebuffing Bambu Tabah (Gigantochloa   nigrociliata Buse-Kurz)

Fresh-Cut. Disertasi. Program Pascasarjana Fakultas Pertanian. Universitas Brawijaya.

Kumalasari, R., Setyoningrum, F., Ekafitri, R. E. 2015. Karakteristik Fisik dan Sifat Fungsional Beras Jagung Instan Akibat Penambahan Jenis Serat dan Lama Pembekuan. Jurnal Pangan, 24(1), 37-48.

Lalel, H.J.D., Zainal, A,, Lewi, J. 2009. Sifat Fisikokimia Beras Merah Gogo Lokal Ende. Jurnal Teknologi dan Industri Pangan, 20(2) : 109-116

Meliko, A.Y., S.E. Bilek dan S. Cesur. 2019. Optimum Akaline Treatnebt Parameters for The Extraction of Cellulose and Production of Cellulose Nanocrystal from Apple Pomace.     Carbohydrate     Polymers.

215(1):330-337.

Prabowo, B. 2010. Kajian Sifat Fisikokimia Tepung Millet Kuning Dan Tepung Millet Merah. Program Studi Teknologi Hasil Pertanian. Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret. Surakarta.

Priyanto, G., Sari, G., Hamzah, B. 2008. Profil dan Laju Perubahan Mutu Tepung Kecambah Kacang Hijau Selama Penyimpanan. Jurnal Agribisnis dan Industri Pertanian, 7(3), 347359.

Purwanto, C. C., Ishartani, D., Muhammad, D. R. A. 2013. Kajian Sifat Fisik dan Kimia Tepung Labu Kuning (Cucurbita maxima) dengan Perlakuan Blanching dan Perendaman     Natrium     Metabisulfit

(Na2S2O5). Jurnal Teknosains Pangan, 2(2).

Rohmah, M. 2012. Karakteristik Sifat Fisiokimia Tepung dan Pati Pisang Kapas (Musa comiculata). Jurnal Teknologi Pangan. 8(1):20-24.

Rousmaliana, R., Septiani, S. 2019. Identifikasi Tepung Ampas Kelapa Terhadap Kadar Proksimat     Menggunakan     Metode

Pengeringan Oven. Jurnal Ilmiah Kesehatan, 1(1), 18-31.

Santoso, B., Rejo, A. 2007. Peningkatan Masa Simpan Lempok Durian Ukuran Kecil dengan Menggunakan Empat Jenis Kemasan. Publikasi Penelitian Terapan dan Kebijakan, 1(3).

Sari, M. L., Ali, A. I. M., Sandi, S., Yolanda, A. 2015. Kualitas Serat Kasar, Lemak Kasar, dan BETN Terhadap Lama Penyimpanan Wafer Rumput Kumpai Minyak dengan Perekat Karaginan. Jurnal Peternakan Sriwijaya, 4(2).

Sudarmadji, S. Haryono dan B. Shardi. 1997. Prosedur Analisis untuk Bahan Makanan dan Penelitian. Liberty.Yogyakarta.

Syafruti, M. I., Syaiful, F., Lidiasari, E., Pusvita, D. 2020. Pengaruh Lama dan Suhu Pengeringan Terhadap Karakteristik Fisikokimia Tepung Beras Merah (Oryza nivara). Universitas Sriwijaya. Sumatera Selatan : Jurnal Ilmu dan Teknologi Pertanian 4(2) : 103:111

Tuapattinaya, P. M. J. 2017. Pengaruh Lama Penyimpanan Terhadap Kandungan Serat Kasar Tepung Biji Lamun (Enhalus acoroides)   Serta Implikasinya Bagi

Pembelajaran Masyarakat Di Pulau Osi Kabupaten Seram Bagian Barat. Biosel:

Biology Science and Education 5 (1) : 4655.

Vesania, M. B. 2016. Pengaruh Penambahan Bubuk Daun Stevia Rebaudiana (Bertoni) terhadap Komposisi Fitokimia dan Aktivitas Antioksidan Minuman Teh Hitam (Doctoraldissertation). Widya Mandala Catholic,Universitas Surabaya.melia, R. M., Nina, D., Trisno, A., Julyanty, S. W., Rafika, N. F., Yuni, H. A., Wijaya, M. Q. A., & Miftachur, R. M. (2014). Penetapan Kadar Abu (AOAC 2005). Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, IPB, 16680 Bogor, Indonesia

337