JURNAL BETA (BIOSISTEM DAN TEKNIK PERTANIAN Program Studi Teknik Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Udayana http://ojs.unud.ac.id/index.php/beta

Volume 10, Nomor 2, bulan September, 2022

Nilai Tambah Pada Rantai Pasok Paprika (Capsicum annuum L) di Desa Candikuning, Tabanan, Bali

Supply Chain Added Value of Bell Pepper (Capsicum annuum L) in Candikuning Village, Tabanan, Bali

Ayu Cahyani, I Gusti Ngurah Apriadi Aviantara*, I Made Supartha Utama

Program Studi Teknik Pertanian dan Biosistem, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Udayana, Badung, Bali, Indonesia

*email: [email protected]

Abstrak

Tujuan penelitian ini ialah untuk menentukan nilai tambah pada rantai pasokan paprika di Desa Candikuning, Kabupaten Tabanan, Provinsi Bali. Pengambilan sampel ditingkat pelaku rantai pasokan dilakukan menggunakan metode snowball sampling. Sedangkan pengambilan sampel ditingkat konsumen rumah tangga dilakukan melalui metode purposive sampling dan non probability sampling. Responden dalam penelitian ini yaitu petani, pengepul, pedagang pasar induk Baturiti, pedagang pasar tradisional, pedagang pasar kota, pedagang sayur desa dan konsumen rumah tangga. Sedangkan perhitungan nilai tambah dalam penelitian ini menggunakan metode Hayami dan Kawagoe. Dalam penjualan paprika kepada pengepul diperoleh nilai tambah yaitu sebesar Rp 4.839,24/Kg, dan diperoleh keuntungan sebesar Rp 4.804,59/Kg. Penjualan paprika kepada pedagang Pasar Induk Baturiti diperoleh nilai tambah yaitu sebesar Rp 4.007,84/Kg dengan keuntungan sebesar Rp 3.967,35/Kg. Penjualan paprika pedagang Pasar Induk Baturiti diperoleh nilai tambah yaitu sebesar Rp 3.138,99/Kg perolehan keuntungan Rp 3.117,17/Kg. Penjualan paprika pedagang pasar tradisional diperoleh nilai tambah yaitu sebesar Rp 4,325.97/Kg, dan keuntungan yang diperoleh yaitu sebesar Rp 4,297.83/Kg. Dalam penjualan paprika pedagang pasar kota diperoleh nilai tambah yaitu Rp 3,596.00/Kg dengan nisba (rasio) nilai tambah produk 7,55%. Keuntungan yang diperoleh oleh pedagang pasar dari paprika yang dijual yaitu sebesar Rp 3,554.01/Kg. Hasil dari penelitian ini menunjukan bahwa petani memiliki nilai tambah tertinggi yaitu sebesar Rp 4.839,24/Kg dengan keuntungan yaitu 13,72%, sedangkan pedagang pasar induk Baturiti memiliki nilai tambah terendah yaitu sebesar Rp 3,138.99/Kg dengan keuntungan yaitu 8,33%.

Kata kunci: nilai tambah, paprika, purposive sampling, snowball sampling

Abstract

The purpose of this study was to determine the added value of bell pepper value chains in Candikuning village of Tabanan regency, Bali province. Sampling at the level of supply chain actors was carried out using the snowball sampling method. Meanwhile, sampling at the household consumer level was carried out using purposive sampling and non-probability sampling methods. Respondents in this study were farmers, collectors, Baturiti wholesale market traders, traditional market traders, city market traders, village vegetable traders and household consumers. In this study, the calculation of added value uses the Hayami and Kawagoe method. In selling bell pepper to collectors, the added value is Rp. 4,839.24 / kg, and a profit of Rp. 4,804.59 / kg. The sale of bell pepper to traders in the Baturiti Main Market resulted in an added value of Rp. 4,007.84 / Kg, and the profit obtained was Rp. 3,967.35 / Kg. The sales of bell pepper at the Baturiti Main Market traders obtained an added value of Rp. 3,138.99 / Kg, and the profits obtained were Rp. 3,117.17 / Kg. The sales of bell pepper by traditional market trader added value of Rp. 4,325.97 / kg, and the profits obtained were Rp. 4,297.83 / kg. In selling paprika, the city market traders get an added value of Rp. 3,596.00 / kg with a value added value (ratio) of 7.55%. The profit obtained by market traders from the peppers being sold is Rp. 3,554.01 / Kg. The results of these research indicate that farmers have the highest added value of Rp. 4,839.24 / Kg with a profit level of 13.72%, while Baturiti wholesale market traders have the lowest added value of Rp. 3,138.99 / Kg with a profit rate of 8.33. %.

Keyword: added value, bell pepper, purposive sampling, snowball sampling

PENDAHULUAN

Pembangunan sektor pertanian di Bali masih menjadi prioritas dalam pembangunan daerah, karena terbukti dapat berkontribusi besar dalam penyerapan tenaga kerja. Diketahui dari hasil sensus BPS Bali tahun 2018, pertanian ialah bidang penyumbang penyerapan tenaga kerja paling besar dengan 23,48% (BPS Provinsi Bali, 2018). Komoditi hortikultura menjadi salah satu daya tahan pembangunan sektor pertanian (Sidabutar et al., 2020). Produk hortikultura yang meliputi tanaman sayuran, tanaman buah-buahan, tanaman obat dan tanaman hias mempunyai kontribusi yang besar terhadap manusia dan lingkungan. Usaha komoditi hortikultura yang ada didaerah Bali dimanfaatkan untuk konsumsi pribadi dan juga kebutuhan pelaku pariwisata seperti hotelhotel dan restoran (Restutningsih et al., 2016).

Desa Candikuning ialah salah satu desa wisata didaerah Bali yang menghasilkan produk hortikultura untuk konsumsi pribadi atau pun wisatawan. Desa Candikuning berlokasi di Kecamatan Baturiti, Kabupaten Tabanan Bali yang cenderung bersuhu dingin. Salah satu produk hortikultura yang dihasilkan oleh Desa Candikuning ialah paprika. Kebutuhan pasar yang tumbuh secara signifikan mendorong sayuran komersial seperti paprika makin banyak dibudidayakan (Widyastuti, 2018). Dari hasil pengamatan dilapangan diketahui bahwa permintaan dari konsumen akan paprika mencapai 10 kg – 50 kg per hari dengan kategori harga yang cukup terjangkau yaitu berkisar antara Rp 35.000,00 - Rp 47.800,00 per kg. Faktor lingkungan harus diperhatikan agar tanaman paprika dapat tumbuh dengan baik dan memberikan hasil yang maksimal baik secara kualitas maupun kuantitasnya (Dewi et al., 2020).

Manajemen rantai pasok ialah sistem yang melibatkan proses produksi, pengiriman, penyimpanan dan penjualan produk hingga sampai ke tangan konsumen (Tubagus et al., 2016). Jaringan rantai pasok paprika segar salah satunya dapat kita jumpai di Pasar Induk Baturiti dimana kegiatan jual beli paprika segar dapat kita lihat secara langsung. Namun dalam pengelolaan rantai pasokan masih mengalami beberapa kendala seperti ketepatan waktu, kuantitas dan kualitas paprika segar yang dibutuhkan oleh konsumen. Faktor penyebabnya adalah cuaca dan iklim, sehingga terdapat kekurangan dalam memprediksi hasil panen paprika. Selain itu, paprika segar yang dipasarkan juga sangat mudah mengalami kerusakan sehingga berpotensi tinggi mengalami resiko kerugian dalam setiap tahapan rantai pasokan.

Pengukuran kinerja rantai pasok paprika penting perlu dilakukan untuk mengetahui optimalisasi kegiatan pemasaran yang dilakukan anggota rantai pasok sehingga diketahui upaya apa saja untuk memperbaiki permasalahan pengelolaan rantai pasok paprika tersebut (Febriyanto, 2016). Dalam memasarkan paprika, anggota rantai pasok membentuk sistem pemasaran yang didalamnya terdapat aliran pemasaran dimana pada setiap tingkatannya akan terbentuk nilai tambah tersendiri (Witjaksono, 2017). Petani jarang memasarkan langsung paprikanya ke hotel, restoran, pasar modern atau pasar tradisional secara perorangan. Rata-rata petani paprika menjual produknya kepada pedagang pengepul atau suplier yang kemudian memasarkan ke hotel, restoran, pasar modern atau pasar tradisional (Aviantara dan Sarjana, 2018).

Hasil panen paprika di Kecamatan Baturiti mengalami beberapa jalur distribusi dari petani hingga ke konsumen akhir. Secara umum jalur distribusi sayur paprika yang dilalui meliputi petani, pengepul (tengkulak), suplier, pedagang kecil, pengecer, pedagang besar, pasar tradisional, pasar swalayan dan konsumen akhir (Ansori et al., 2014). Pada jalur distribusi paprika terdapat kegiatan-kegiatan pemasaran yang dilakukan anggota rantai pasok (stakeholders), dimana pada kegiatan yang dilakukan tersebut memiliki nilai (Makarawung et al., 2017). Stakeholders pada penyebaran sayur paprika di Kecamatan Baturiti dimulai dari petani yang kemudian didistribusikan ke pengepul dan suplier disana, lalu kepada konsumen akhir melalui suplier di Baturiti (Dewi et al., 2020). Proses distribusi paprika di setiap stakeholders memberikan nilai pada paprika itu sendiri sebelum sampai pada konsumen akhir. Nilai yang diperoleh anggota rantai pasok (stakeholders) pada proses pemasaran tersebut disebut nilai tambah (Rahman, 2015).

Nilai tambah bertujuan untuk mempertahankan umur simpan hortikultura, mendapatkan perhatian lebih dari konsumen dan juga mendapatkan keuntungan lebih (Sihite et al., 2018). Permasalahan yang terjadi yaitu belum diketahui distribusi nilai tambah disetiap stakeholders pemasaran paprika di Desa Candikuning, Kecamatan Baturiti. Dalam proses pemasaran paprika, harga paprika tentunya tidak akan sama disetiap jalur distribusi (stakeholders). Perbedaan harga ini dikarenakan adanya perbedaan margin keuntungan disetiap jalur yang dilewati paprika sebelum sampai pada konsumen akhir. Dimana semakin panjang jalur distribusi paprika yang akan dilewati maka akan berpengaruh terhadap harga paprika pada konsumen akhir (Dewi et al., 2020).

Petani sebagai pemasok paprika tetap diuntungkan dengan tidak jatuhnya harga pasar, sedangkan penjual diuntungkan dengan selalu tersedianya produk sayuran di pasar, dengan begitu akan tercipta kepercayaan antara petani, penjual dan konsumen (Widyastuti, 2018). Manajemen rantai nilai seperti inilah yang akan memberikan manfaat kepada semua stakeholder-nya.

Oleh karena itu, dilakukan penelitian yang bertujuan untuk mengevaluasi kinerja rantai pasok paprika di Desa Candikuning untuk kebutuhan pribadi dan pelaku industri pariwisata dan menganalisis distribusi nilai tambah pada sistem pemasaran paprika di Pasar Induk Baturiti. Desa Candikuning Kecamatan Baturiti dipilih sebagai lokasi penelitian karena merupakan tempat budidaya sayur paprika di Bali.

METODE

Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan Juni sampai dengan Agustus 2019 di Desa Candikuning, Kabupaten Tabanan yang berada di sebelah timur Kabupaten Badung. Pemilihan lokasi penelitian dilakukan secara sengaja (purposive) dengan mempertimbangkan Tabanan dikenal sebagai pengembangan lahan pertanian di Provinsi Bali serta Desa Candikuning di Kecamatan Baturiti merupakan daerah yang banyak pengolahan pertanian sayuran dan buah.

Instrumen Pengumpulan Data

Pengumpulan data penelitian menggunakan kuesioner survei, pengamatan dan wawancara langsung yaitu kepada petani, pengepul, pedagang dan konsumen paprika. Pada penelitian ini dikumpulkan data primer dan data sekunder. Data primer berupa data dari hasil wawancara langsung dan kuisioner untuk perhitungan nilai tambah dari pihak yang terlibat dalam sistem manajemen rantai pasok paprika di Desa Candikuning Tabanan Bali. Data sekunder berupa informasi data tahunan tentang luas lahan pertanian, serta harga paprika Kabupaten Tabanan dari buku, jurnal ilmiah, serta media massa.

Parameter penelitian berupa struktur, mekanisme dan pola kelembagaan rantai pasok paprika, jumlah dan bahan baku yang digunakan, jumlah tenaga kerja yang terlibat, besar upah tenaga kerja, biaya produksi yang dilakukan, jumlah dan besar biaya tumbuhan yang dilakukan, jumlah hasil produksi, harga produk, serta menjual produk yang dihasilkan.

Responden Penelitian

Responden dalam penelitian ini ialah yaitu sebagai berikut; (1) Petani; (2) Pengepul; (3) Pedagang pasar induk baturiti; (4) Pedagang pasar tradisional; (5)

Pedagang pasar kota; (6) Pedagang sayur desa; (7) Konsumen rumah tangga. Pengambilan sampel ditingkat pelaku rantai pasokan dilakukan menggunakan metode snowball sampling. Dari pengambilan data menggunakan snowball sampling maka diperoleh responden sebanyak tujuh pelaku usaha yaitu petani paprika di Kecamatan Baturiti sebanyak 30 orang, pengepul 25 orang, pedagang di pasar Induk Baturiti sebanyak 20 orang, dan pedagang pasar tradisional sebanyak 13 orang serta pedagang pasar kota sebanyak 17 orang. Sedangkan pengambilan sampel ditingkat konsumen rumah tangga dilakukan dengan menggunakan metode purposive sampling dan non probability sampling Konsumen rumah tangga yang bertempat di kawasan kota Denpasar Bali sebanyak 25 orang.

Analisa Data

Perhitungan nilai tambah menggunakan metode Hayami dan Kawagoe dengan memasukan dua faktor utama, yaitu faktor teknis dan faktor pasar. Data pengukuran nilai tambah mencakup variabel-variabel seperti yang disajikan pada tabel 1 dibawah.

Tabel 1. Model perhitungan nilai tambah metode Hayami dan Kawagoe.

No

Variabel

Satuan

Nilai

I. Output, Input, Harga

1

Output

Kg

(1)

2

Input

Kg

(2)

3

Tenaga Kerja

HOK.

(3)

4

Faktor Konversi

(4) = (1)/(2)

5

Koefisien Tenaga Kerja

HOK/Kg

(5) = (3)/(2)

6

Harga Output

Rp

(6)

7

Upah Tenaga Kerja

Rp/HOK

(7)

II. Penerimaan dan Keuntungan

8

Harga Bahan Baku

Rp/Kg

(8)

9

Sumbangan Input Lain

Rp/Kg

(9)

10

Nilai Output

Rp/Kg

(10) = (4) x (6)

11

a.  Nilai Tambah

Rp/Kg

(11a) = (10)-(9)-

(8)

b.   Rasio        Nilai

%

(11b) = (11a/10) x

Tambah

100%

12

a.   Pendapatan

Rp/Kg

(12a) = (5) x (7)

Tenaga Kerja

b.  Pangsa   Tenaga

%

(12b) = (12a/11a) x

Kerja

100%

13

a. Keuntungan

Rp/Kg

(13a) = (11a) –

(12a)

b.   Tingkat

%

(13b) = (13a/11a) x

Keuntungan

100%

III.

Balas Jasa Faktor Produksi

14

Margin

Rp/Kg

(14) = (10) – (8)

a.   Pendapatan

%

(14a) = (12a/14) x

Tenaga Kerja

100%

b.  Sumbangan Input

%

(14b) = (9/14) x

Lain

100%

c. Keuntungan

%

(14c) = (13a/14) x

Perusahaan

100%

Sumber: Hayami dan Kawagoe (1987)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kondisi Sistem Rantai Pasokan Komoditas Paprika di Desa Candikuning Konsumen Rumah Tangga

Kondisi rantai pasokan paprika di Desa Candikuning Tabanan Bali sampai konsumen rumah tangga terbagi menjadi tiga kondisi rantai pasokan yaitu struktur rantai pasok, mekanisme rantai pasok, dan kelembagaan rantai pasok seperti pada gambar 1 di bawah ini.

  • 1.    Struktur rantai pasokan

Rantai pasokan adalah suatu konsep penerapan sistem logistik yang terintegrasi dalam aktivitas bisnis, yang menjadi mata rantai penyediaan barang dari bahan baku sampai barang jadi. Ada tiga macam aliran yang harus dikelola didalam rantai pasokan. Pertama adalah aliran produk dari hulu (upstream) ke hilir (downstream), kedua adalah aliran uang yang mengalir dari hilir ke hulu, dan yang ketiga adalah aliran informasi yang mengalir dari hulu ke hilir dan dari hilir ke hulu. Gambar dibawah ini menunjukkan pola aliran rantai pasokan paprika di Desa Candikuning Tabanan Bali sampai konsumen rumah tangga.

Gambar 1. Jalur distribusi sayur paprika di Desa Candikuning


  • 1)    Jalur I: Petani – Pengepul – Pasar tradisional – Konsumen rumah tangga

  • 2)    Jalur II: Petani – Pengepul – Pedagang pasar induk Baturiti – Konsumen rumah tangga

  • 3)    Jalur III: Petani – Pengepul – Pedagang pasar kota – Konsumen rumah tangga

  • 4)    Jalur IV: Petani – Pengepul – Pedagang pasar induk Baturiti – Pedagang Pasar tradisional – Konsumen rumah tangga

  • 5)    Jalur V: Petani – Pengepul - Pedagang pasar tradisional – Pedagang Pasar Kota- Konsumen rumah tangga

Jalur produk mengalir dari hulu ke hilir. Aliran rantai pasokan paprika pertama dimulai dari pengepul. Pengepul yang berasal dari Desa Candikuning Tabanan Bali memperoleh paprika dari Petani Desa Candikuning Tabanan Bali. Pengepul menggunakan mobil pick up untuk mengangkat paprika dimana paprika berwadahkan keranjang bambu. Setibanya pengepul di Pasar Induk Baturiti pengepul lansung menjual paprika ke para pedagang-pedagang pasar

yang sebelumnya sudah memesan paprika kepada pengepul. Pedagang Pasar Induk Baturiti selanjutnya menjual paprika kepada para pembeli yang rata-rata adalah Pedagang Pasar Tradisional dan Pedagang Pasar Kota. Di Pasar Tradisional para pedagang menjual paprika rata-rata kepada Pedagang Pasar Kota dan juga konsumen rumah tangga. Pedagang Pasar Kota yang rata-rata membeli paprika di Pasar Tradisional.

Aliran uang mengalir dari hilir ke hulu atau berbanding terbaik dengan aliran produk. Jalur distribusi pertama uang akan mengalir dari konsumen, Pedagang Pasar Kota, Pasar Tradisional, Pasar Induk Baturiti, Pengepul, dan Petani.

Sistem pembelian disemua tingkat bersifat pembelian langsung dengan sistem pembayaran yaitu cash, dimana khusus ditingkat antara Pasar Induk Baturiti dengan Pedagang Pasar Tradisional dapat dilakukan secara langsung ataupun dengan keesokan harinya.

Aliran informasi dan komunikasi antar anggota rantai pasokan masih terbatas. Informasi tersebut tersebut biasanya seperti informasi mengenai harga, jumlah, dan kualitas. Belum terlihat adanya distribusi informasi kearah peningkatan daya saing ataupun

peningkatan mutu seperti bentuk suatu keputusan dalam kegiatan penanganan produk ketika mengalir sepanjang rantai. Berdasarkan pola aliran, pelaku rantai pasokan paprika di Desa Candikuning seperti pada tabel 2 dibawah ini:

Tabel 2. Pola aliran produk paprika pada setiap pelaku rantai pasokan

Pelaku rantai pasok

Menjual ke

Rata-rata total volume jual (kg/hari)

Rata-rata harga jual

(Rp/kg)

Petani

Pengepul

57,1

Rp 35.000,00

Pengepul

- Pasar Induk Baturiti

17

Rp 39.000,00

- Pasar kota

20,5

Rp 40.200,00

- Pasar Induk Baturiti

19,6

Rp 39.440,00

PasarInduk Baturiti

- Pasar Tradisional

7,4

Rp 41.200,00

- Pasar Kota

7,4

Rp 41.200,00

- Konsumen rumah tangga

4,8

Rp 42.000,00

Pasar Tradisional

- Pasar Kota

4,53

Rp 44.461,53

- Konsumen rumah tangga

2,87

Rp 44.461,53

Pasar Kota

Konsumen rumah tangga

3,21

Rp 47.617,64

  • a.    Petani

Petani yang merupakan rantai pertama memperoleh benih paprika dari jawa timur termasuk kota malang dengan harga rata-rata yaitu Rp 24,800.00. Petani membawa pasokan paprika menggunakan mobil pick up untuk mengangkut paprika dimana paprika berwadah keranjang bambu. Paprika dijual ke pengepul pedagang pasar dan lain-lainnya dengan jarak tempo 20-30 menitan. Petani paprika setiap harinya menjual paprika dengan rata-rata 57,1 kg/harinya dan paprika dijual dengan harga rata-rata Rp 35.000,00/kg. Sistem penjualan bersifat langsung dengan sistem pembayaran yaitu cash.

  • b.    Pengepul

Pengepul yang merupakan rantai ke dua memperoleh paprika dari petani di daerah Desa Candikuning Tabanan Bali dengan harga rata-rata yaitu Rp 35.000,00/kg. Pengepul membawa pasokan paprika menggunakan mobil pick up untuk mengangkut paprika dimana paprika berwadah keranjang bamboo. Di Pasar Induk Baturiti setidaknya ada 25 pengepul yang aktif setiap hari membawa paprika dengan rata-rata yaitu 19,6 kg/harinya dimana jarak tempuh yaitu sekitar 30 menit. Setibanya di Pasar Induk Baturiti pengepul menjual paprika ke pedagang-pedagang pasar yang sebelumnya sudah emesan paprika kepada pengepul. Paprika dijual dengan harga rata-rata yaitu Rp 39.440,00/kg. Sistem pembelian bersifat pembelian langsung dengan sistem pembayaran yaitu cash.

  • c.    Pedagang Pasar Induk Baturiti

Pedagang Pasar Induk Baturiti sebagai rantai ketiga selanjutnya menjual paprika kepada pedagang pasar

tradisional atau Pasar Kota. Setiap pedagang Pasar Induk Baturiti setiap harinya rata-rata maenjual sebanyak 6,4 kg paprika. Paprika yang diterima dari pengepul dengan tanpa ada proses selanjutnya langsung dijual menggunakan wadah keranjang bambu. Para pembeli yang rata-rata adalah pedagang pasar tradisional membeli paprik dengan harga rata-rata yaitu Rp 41.200,00/kg. Sistem pembelian bersifat pebelian langsung dengan sistem pembayaran yaitu cash dengan waktu langsung. Paprika yang dijual kepada pedagang lainnya juga dijual dengan harga yang sama yaitu Rp 41.200,00/kg. Selain paprika, pedagang pasar induk baturiti juga menjual sayuran lainnya tergantung dari permintaan konsumen.

  • d.    Pedagang Pasar Tradisional Badung

Pasar tradisional adalah pasar yang berkedudukan di Kota Denpasar dan dikelola serta dikembangkan oleh pemerintah kota. Pedagang Pasar Kota Denpasar menaungi sebanyak 17 pasar di Kota Denpasar yang termasuk diantaranya adalah pasar pagi dan pasar malam. Pedagang pasar tradisional rata-rata membeli paprika di Pasar Induk Baturiti untuk mendapatkan harga yang relatif murah dan juga terkadang pedagang pasar tradisional membeli paprika di pengepul secara lagsung jika membeli jumlah paprika yang relatif banyak. Harga rata-rata dibeli seharga Rp 36.275,55 per kilogramnya. Setiap pedagang pasar tradisional rata-rata menjual paprika sebanyak 4,53 kg setiap harinya dan dijual dengan

harga rata-rata yaitu Rp 41.750,00 per kilogram dimana sistem pembelian antara pedagang dan pembeli bersifat pembelian langsung dengan sistem pembayaran yaitu cash. Selain menjual paprika, pedagang tradisional juga menjual berbagai jenis sayuran lainnya seperti brokoli, tomat dan lain-lain tergantung dari permintaan konsumen.

  • e.    Pedagang Pasar Kota Denpasar

Pedagang pasar kota adalah pasar yang berkedudukan di kota dan dikelola serta dikembangkan oleh pemerintah kota. Pedagang Pasar Kota Denpasar menaungi 17 pasar. Pedagang pasar kota membeli paprika di Pasar Induk Baturiti dan Pasar Tradisional. Setiap pedagang sayur desa rata-rata menjual paprika sebanyak 3,21 kg setiap harinya. Paprika dibeli dengan harga rata-rata yaitu 47.617,64 per kilogramnya dimana system pembelian antara pedagang dan pembeli bersifat pembelian langsung dengan sistem pembayaran yaitu cash. Selain menjual paprika, pedagang pasar kota juga menjual berbagai jenis sayuran lainnya seperti kol, timun, brokoli, dan lain-lainnya tergantung dari permintaan konsumen.

  • f.    Konsumen Rumah Tangga Kota Kuta Konsumen merupakan mata rantai terakhir dari aliran rantai pasokan komoditi paprika. Pada rantai ini produk berakhir untuk dikonsumsi sebagai produk segar maupun produk yang sudah diolah. Konsumen rumah tangga Kota Kuta yang difokuskan di wilayah Kuta Selatan seperti. Kuta, Kedonganan, dan Jimbaran rata-rata konsumsi paprika setiap bulannya yaitu sebanyak 3,96 kg, dimana harga rata-rata minimum paprika di pasaran yaitu Rp 47,800.00. berdasarkan hasil kuisioner, konsumen rumah tangga rata-rata suka konsumsi paprika. Hasil penelitian Ansori et al., (2014), menjelaskan bahwa semua proses pembiayaan berasal dari pembayaran konsumen terhadap produk yang dibeli. Dengan demikian informasi mengenai kebutuhan atau keinginan konsumen merupakan penentu arah dari proses usaha.

  • 2.    Mekanisme rantai pasokan

Mekanisme rantai pasokan dapat bersifat tradisional ataupun modern. Mekanisme rantai pasokan yang bersifat tradisional yaitu petani menjual produk langsung ke pasar atau melalui pengepul yang kemudian selanjutnya pengepul akan menjual produk ke pedagang-pedagang besar ataupun pedagang kecil seperti pasar tradisional. Mekanisme rantai pasokan yang bersifat modern terbentuk oleh beberapa hal, antara lain dalam rangka mengatasi kelemahan karakteristik dari roduk pertanian, meningkatkan kesejahteraan produsen dari sisi ekonomi dan sosial (Hidayatulloh et al., 2015).

Mekanisme rantai pasokan paprika dari petani sampai konsumen rumah tangga bisa dibilang masih bersifat tradisional bersifat tradisional. Bersifat tradisional karena pengepul dan pelaku rantai pasokan lainnya belum membentuk kemitraan berdasarkan perjanjian ataupun kontrak sehingga pengepul dan pelaku rantai pasokan yang lainnya belum mempunyai posisi tawar yang baik. Informasi mengenai spesifikasi mutu produk dan harga jual produk, yang diperoleh pedagang masih terbatas seperti mutu paprika yang hanya terdiri dari kualitas yang baik, serta informasi harga paprika mengikuti harga pasaran.

  • 3.    Kelembagaan rantai pasokan

Dalam perkembangannya, bentuk kelembagaan rantai pasokan pertanian terdiri dari dua pola yaitu pola perdagangan da pola kemitraan. Pola perdagangan umum melibatkan berbagai pelaku tata niaga yang umum ditemukan di banyak lokasi, antara lain petani baik secara individu maupun kelompok dan pedagang baik berada di sentra produksi maupun pedagang besar yang berada di pusat kota. Ikatan petani dan pedagang merupakan ikatan langganan baik tanpa adanya kontrak perjanjian. Sedangkan untuk pola kelembagaan kemitraan merupakan hubungan kerja diantara ebeberapa pelaku rantai pasokan yang menggunakan mekanisme perjanjian atau kontrak tertulis dalam jangka waktu tertentu (Hidayatulloh et al., 2015).

Kelembagaan rantai pasokan aprika di Pasar Induk Baturiti dan Kota Denpasar termasuk pola perdagangan umum. Sistem jual beli produk belum menerapkan kontrak perjanjian yang mengikat antar pelaku terutama petani dengan middleman sehingga hanya mengandalkan kepercayaan. Hal ini yang menunjukan bahwa rantai pasokan paprika termasuk pola perdagangan umum adalah belum adanya lembaga maupun manufaktur yang menjalin hubungan kerja dengan petani, pengepul ataupun middleman, seperti menyediakan input pertanian sesuai kebutuhan pelaku rantai pasokan paprika.

Namun disisi lain, saat ini Pengepul yang berperan sebagai mata rantai kedua yang menjual paprika ke beberapa pedagang Pasar Induk Baturiti, Pasar Tradisional di Denpasar yang mengaruh pada pola kemitraan. Ikatan tersebut yaitu dengan pengepul paprika. Ikatan pengepul dengan pedagang Pasar Induk Baturiti saat ini baru sebatas kesepakatan tentang kualitas dan kuantitas produk, jadwal pasokan, dan sistem pembayaran, serta harga mengikuti permintaan pasar.

Distribusi Nilai Tambah pada Berbagai Tingkatan Pelaku Rantai Pasok

Nilai tambah dalam pertanian merupakan nilai yang terbentuk ketika terjadi perubahan dalam bentuk fisik produk pertanian, adopsi metode produksi, atau proses penanganan yang bertujuan untuk meningkatkan basis konsumen bagi produk tersebut (Nursidiq et al., 2020). Pemberian nilai tambah pada komoditas pertanian biasanya meliputi pembersihan, sortasi, grading, pengemasan, transport, dan keamanan pangan (Ruauw et al., 2012). Pada sistem distribusi ini nilai tambah yang dihitung hanya pelaku usaha yang terdiri dari Petani, Pengepul, Pasar Induk Baturiti, Pasar Tradisional, Pasar Kota, dan Pedagang Pasar Kota.

  • 1.    Bagian nilai tambah yang dijual petani Distribusi nilai tambah ditingkat petani paprika dengan jumlah pengepul sebanyak 30 orang petani yang berasal dari Desa Candikuning Tabanan Bali diketahui dimana setiap harinya memasok paprika dengan jumlah rata-rata oleh setiap petani yaitu 57,1 kg per harinya yang hanya dijual ke pengepul. Petani paprika dengan modal bahan baku rata-rata Rp 24,800.00 dan dijual dengan harga rata-rata 35,000.00 per kg. setiap petani paprika rata-rata memiliki tenaga kerja per hari, yang berkerja dibagian pembongkaran dan pemasaran paprika dimana koefisien tenaga kerja yaitu sebesar 0,045 HOK.

Hanya paprika yang dijual ke pengepul yaitu rata-rata sebesar Rp 35.000,00 per kg merupakan nilai dari perkalian faktor konversi dengan harga produk per kilogram. Jadi besarnya nilai produk dari penjualan ke pengepul yaitu Rp 35.000,00. Nilai tersebut merupakan nilai yang dihasilkan setiap satu kilogram paprika. Berdasarkan analisis nilai tambah yang dilakukan, hasil penjualan paprika yang dijual kepada pengepul menghasilkan nilai yaitu sebesar Rp 5,831.00 per kg, dengan nisbah (rasio) nilai tambah produk sebesar 16,66% dan besarnya keuntungan yang diperoleh sebesar Rp 5,796.32 per kilogram. Dengan demikian setiap pengepul paprika memperoleh keuntungan perusahaan rata-rata yaitu Rp 56,82% per hari.

  • 2.    Bagian nilai tambah yang diterima pengepul Di Pasar Induk Baturiti terdapat 25 pengepul yang berasal dari Desa Candikuning Tabanan Bali dimana setiap harinya memasok paprika dengan jumlah rata-rata oleh setiap pengepul yaitu 19,6 kg per hari yang hanya dijual di Pasar Induk Baturiti. Pengepul paprika membeli paprika dengan rata-rata yaitu Rp 35.000,00 per kg dari petani dan dijual dengan harga rata-rata yaitu Rp 39.440,00 per kg. Setiap pengepul paprika rata-rata memiliki tenaga kerja per hari, yang

bekerja dibagian pembogkaran dan pemasaran paprika dimana koefisien tenaga kerja yaitu sebesar 0,156 HOK.

Hanya paprika yang dijual ke pedagang Pasar Induk Baturiti yaitu rata-rata sebesar Rp 39.440,00 per kg merupakan nilai dari perkalian factor konversi dengan harga produk per kilogram. Jadi besarnya nilai produk dari penjualan ke pedagang Pasar Induk Baturiti yaitu Rp 39.440,00. Nilai tersebut merupakan nilai yang dihasilkan setiap satu kilogram paprika.

Berdasarkan analisis nilai tambah yang dilakukan, hasil penjualan paprika yang dijual kepada pedagang Pasar Induk Baturiti menghasilkan nilai yaitu sebesar Rp 3,888.20 per kg, dengan nisbah (rasio) nilai tambah produk sebesar 9,85% dan besarnya keuntungan yang diperoleh sebesar Rp 3,877.16 per kilogram. Dengan demikian setiap pengepul paprika memperoleh keuntungan perusahaan rata-rata yaitu Rp 87,32% per hari.

  • 3.    Bagian nilai tambah yang diterima pedagang pasar Induk Baturiti

Pada distribusi nilai tambah ini menganalisis distribusi nilai tambah paprika di tingkat pedagang Pasar Induk Baturiti. Pedagang Pasar Induk Baturiti rata-rata menjual paprika kepada Pedagang Pasar Tradisional, dan Pedagang Pasar Kota. Di Pasar Induk Baturiti terdapat dua puluh pedagang yang menjual paprika beserta sayur lainnya. Pengepul yang setiap harinya memasok paprika dengan jumlah rata-rata 19,6 kg per hari di jual ke pedagang Pasar Induk Baturiti sehingga setiap pedagang pasar rata-rata menjual paprika sebanyak 6,4 kg per hari dimana harga rata-rata jual paprika yaitu Rp 41.200,00 per kg. Setiap pedagang Pasar Induk Baturiti rata-rata memiliki 1,85 tenaga kerja dengan nilai koefisien tenaga kerja yaitu sebesar 0,28 HOK.

Dalam penjualan paprika pedagang Pasar Induk Baturiti memperoleh nilai tambah untuk setiap kilogram yaitu sebesar Rp 3.138,99 dengan nisba (rasio) nilai tambah produk sebesar 7,61%. Berdasarkan analisis nilai tambah yang dilakukan, keuntungan yang diperoleh untuk setiap kilogram paprika yang dijual yaitu sebesar Rp 3.117,17 dimana rata-rata keuntungan perusahaan setiap pedagang yaitu sebesar Rp 63,29% per hari.

  • 4.    Bagian nilai tambah yang diterima pedagang pasar tradisional

Pada distribusi nilai tambah ini menganalisis distribusi nilai tambah paprika di tingkat pedagang pasar tradisional. Pedagang pasar tradisional rata-rata menjual paprika kepada pedagang pasar kota dan konsumen rumah tangga. Pedagang Pasar

Tradisional sekitar 13 pedagang paprika. Dari 13 pedagang pasar sehingga rata-rata paprika yang dijual oleh setiap pedagang pasar tradisional yaitu sebanyak 4,53 kg per hari, penyusutan volume tersebut terjaidi karena pedagang Pasar Induk Baturiti menjual paprika tidak hanya ke pasar tradisional melainkan juga ke pasar kota dan konsumen rumah tangga. Pedagang pasar tradisional membeli paprika rata-rata dengan harga yaitu Rp 38,387.69 per kg. setiap pedagang rata-rata memiliki nilai koefisien tenaga kerja yaitu sebesar 0,355 HOK.

Harga paprika yang dijual ke pedagang pasar kota, pedagang sayur desa dan konsumen rumah tangga yaitu rata-rata sebesar Rp 44,461.53 per kilogram merupakan nilai yang diterima oleh pedagang pasar tradisional melalui penjualan paprika. Nilai output merupakan hasil dari perkalian factor konversi dengan harga produk per kilogram. Jadi besarnya nilai produk dari penjualan ke pedagang pasar kota, pedagang sayur desa, dan konsumen rumah tangga yaitu Rp 44,461.53. Nilai tersebut merupakan nilai yang dihasilkan setiap satu kilogram paprika.

Dalam penjualan paprika pedagang pasar tradisional memperoleh nilai tambah setiap kilogram yaitu sebesar Rp 4,325.97 dengan nisbah (rasio) nilai tambah produk sebesar 9,72%. Berdasarkan analisis nilai tambah yang dilakukan, keuntungan yang diperoleh untuk setiap kilogram paprika yang dijual yaitu sebesar Rp 4,297.83, dimana rata-rata keuntungan perusahaan setiap peagang yaitu 70,75% per hari.

  • 5.    Bagian nilai tambah yang diterima pedagang pasar kota

Pada distribusi nilai tambah ini menganalisa distribusi nilai tambah paprika di tingkat pedagang pasar kota. Pedagang pasar kota menjual paprika hanya kepada konsumen rumah tangga. Nilai output setiap pedagang pasar kota rata-rata yaitu sebesar 3,21 kg per hari, dimana harga rata-rata bahan baku yaitu Rp 41,750.00 per kilogram. Setiap pedagang rata-rata memiliki nilai koefisien tenaga kerja yaitu 0,576 HOK.

Harga paprika yang dijual ke konsumen rumah tangga yaitu rata-rata sebesar Rp 47,617.64 per kilogram merupakan nilai yang diterima oleh pedagang pasar kota melalui penjualan paprika. Nilai output merupakan hasil dari perkalian factor konversi dengan harga produk per kilogram. Jadi besarnya nilai produk dari penjualan ke konsumen rumah tangga yairu Rp 47,617.64. Nilai tersebut merupakan nilai yang dihasilkan setiap satu kilogram paprika.

Dalam penjualan paprika pedagang pasar kota memperoleh nilai tambah setiap kilogram yaitu

sebesar Rp 3,596.00 dengan nisba (rasio) nilai tambah produk sebesar 7,55%. Berdasarkan analisis nilai tambah yang dilakukan, keuntungan yang diperoleh untuk setiap kilogram paprika yang dijual yaitu sebesar Rp 3,554.01, dimana rata-rata keuntungan perusahaan setiap pedagang yaitu sebesar 60,56% per hari.

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Terdapat 5 jalur distribusi sayur paprika di Desa Candikuning, Kabupaten Tabanan mulai dari petani hingga konsumen rumah tangga yaitu Jalur I (petani – pengepul – pasar tradisional – konsumen rumah tangga); Jalur II (petani – pengepul – pedagang pasar induk Baturiti – konsumen rumah tangga); Jalur III (petani – pengepul – pedagang pasar kota – konsumen rumah tangga); Jalur IV (petani – pengepul – pedagang pasar induk Baturiti – pasar tradisional - konsumen rumah tangga); Jalur V (petani – pengepul –pasar tradisional - pedagang pasar kota – konsumen rumah tangga).

Petani paprika setiap harinya menjual paprika dengan rata-rata 57,1 kg/harinya kepada pengepul. Sistem penjualan bersifat langsung dengan sistem pembayaran yaitu cash. Pengepul membawa pasokan paprika menggunakan mobil pick up untuk mengangkut paprika dimana paprika berwadah keranjang bambu. Untuk pemesan di Pasar Induk Baturiti pengepul yang aktif setiap hari membawa paprika dengan rata-rata yaitu 19,6 kg/harinya, lalu untuk pasar tradisional pengepul membawa paprika dengan rata-rata 17 kg/hari, dan untuk pasar kota pengepul membawa paprika dengan rata-rata 20,5 kg/hari. Pedagang Pasar Induk Baturiti setiap harinya rata-rata menjual sebanyak 14,8 kg paprika masing-masing sebanyak 7,4 kg/hari kepada pedagang pasar tradisional dan pasar kota. pedagang pasar tradisional rata-rata menjual paprika sebanyak 19,87 kg/hari.

Saran

Diharapkan hasil penelitian ini dapat menjadi rekomendasi kepada para pelaku rantai pasokan paprika sebagai strategi untuk meningkatkan kinerja rantai pasokan yang efektif dan efisien serta memiliki kompetitif. Dalam rangka meningkatkan kinerja rantai pasokan paprika agar mampu berdaya saing, seluruh pelaku rantai pasokan harus saling mendukung satu sama lain agar dapat terlaksana secara optimal.

Daftar Pustaka

Ansori, M., Mulyani, S., & Admadi, B. (2014).

Mempelajari Jalur Distribusi Paprika

(Capsicum annuum Var. Grossum) Serta Margin Pemasaran dan Keuntungannya dari Kecamatan Baturiti ke Kota Denpasar. Jurnal Rekayasa dan Manajemen Agroindustri, 2(1), 39–48.

Aviantara, I. G. N. A., & Sarjana, P. (2018). Kajian Sistem Jaminan Mutu pada Budidaya Paprika di Greenhouse di Desa Candikuning , Kecamatan Baturiti , Kabupaten Tabanan , Bali Study on Quality Assurance System of Paprika Cultivation inside Greenhouse in Candikuning Village , Baturiti District , Taba. Jurnal Ilmiah Teknologi Pertanian Agrotechno, 3(2), 338– 341.

Badan Pusat Statistik Provinsi Bali. (2018). Statistik Hortikultura Provinsi Bali 2018. Badan Pusat Statistik Bali.

Dewi, I. G. A. I. K., Aviantara, I. G. N. A., & Widia, I. W. (2020). Distribusi Serapan Sayur Paprika Pada Rantai Pasok Di Kecamatan Baturiti Hingga Ke Konsumen The Absorption Distribution of Paprika Vegetables on the Supply Chain in Baturiti District to Costumers. Jurnal BETA (Biosistem dan Teknik Pertanian), 8(1), 122–129.

Febriyanto, G. R. (2016). Strategi Pemasaran Cabe Paprika di Desa Candikuning, Kecamatan Baturiti, Kabupaten Tabanan. Jurnal dwijenAGRO, 6(2), 10–17.

Hayami Y, dan Kawagoe T. (1987). The Agrarian Origins of Commerce and Industry: A Study of Peasant Marketing in Indonesia. St. Martin Press. New York.

Hidayatulloh, R., Koestiono, D., & Setiawan, B. (2015). Analisis Rantai Nilai (Value Chain) Usahatani Sayuran Organik (Studi Kasus Pada Komunitas Organik Brenjonk, Desa Penanggungan Kecamatan Trawas Kabupaten Mojokerto Jawa Timur). Jurnal AGRISE (Agricultural Socio-Economics), 15(1), 155– 165.

Makarawung, V., Pangeman, P. A., & Pakasi, C. B. D. (2017). Analisis Nilai Tambah Buah Pisang Menjadi Keripik Pisang pada Industri Rumah Tangga di Desa Dimembe Kecamatan Dimembe. Jurnal AGRISE, 13, 83–90.

Nursidiq, A., Noor, T. I., & Trimo, L. (2020). Analisis Kinerja Sistem Agribisnis Paprika di Kabupaten Bandung Barat. Jurnal Ekonomi Pertanian dan Agribisnis (JEPA), 4(4), 827– 837.

Rahman, S. (2015). Analisis Nilai Tambah Agroindustri Chips Jagung. Jurnal Aplikasi Teknologi Pangan, 4(3), 108–111.

Restutningsih, N. L. P., Diarta, I. K. S., & Sudarta, I. W. (2016). Motivasi Petani Dalam Berusahatani Hortikultura Di Desa Wisata

Candikuning, Kecamatan Baturiti, Kabupaten Tabanan. Jurnal Agribisnis dan Agrowisata (Journal of Agribusiness and Agritourism), 5(1), 100–105.

Ruauw, E., Katiandagho, T. M., & Priska, S. (2012). Analisis Keuntungan dan Nilai Tambah Agriindustri Manisan Pala UD Putri di Kota Belitung. Jurnal Agri-SosioEkonomi, 8(1), 31– 44.

Sidabutar, N. R., Gunadnya, I. B. P., & Pudja, I. A. R. P. (2020). Analisis Tingkat Kepuasaan Petani Paprika (Capsicum annum L) terhadap Penggunaan Fungisida Kimia (Studi Kasus Desa Candikuning, Baturiti, Tabanan, Bali). Jurnal BETA (Biosistem dan Teknik Pertanian), 8, 301–308.

Sihite, E. W., I Gusti Ngurah Apriadi, A., & Ni, L. Y. (2018). Analisis Nilai Tambah Produk Hortikultura Selada (Lactuca sativa L.) di Pasar Modern dengan Proses Penanganan Pascapanen. Jurnal BETA (Biosistem dan Teknik Pertanian), 2(September), 55–63.

Tubagus, L. S., Mangantar, M., & Tawas, H. (2016). Analisis Rantai Pasokan (Supply Chain) Komoditas Cabai Rawit di Kelurahan Kumelembuai Kota Tomohon. Jurnal EMBA, 4(2), 613–621.

Widyastuti, P. (2018). Kualitas dan Harga sebagai Variabel Terpenting pada Keputusan Pembelian Sayuran Organik. Ekspektra : Jurnal Bisnis dan Manajemen, 2(1), 17.

Witjaksono, J. (2017). Analisis Nilai Tambah Rantai Pasok Jagung Pakan Ternak: Studi Kasus di Kabupaten Konawe Selatan Provinsi Sulawesi Tenggara. Jurnal Pangan, 26(1), 13–22.

243